Ayat
Terjemahan Per Kata
وَبِٱلۡحَقِّ
dan dengan kebenaran
أَنزَلۡنَٰهُ
Kami turunkannya
وَبِٱلۡحَقِّ
dan dengan kebenaran
نَزَلَۗ
dia turun
وَمَآ
dan tidaklah
أَرۡسَلۡنَٰكَ
Kami mengutus kamu
إِلَّا
melainkan
مُبَشِّرٗا
pembawa kabar gembira
وَنَذِيرٗا
dan pemberi peringatan
وَبِٱلۡحَقِّ
dan dengan kebenaran
أَنزَلۡنَٰهُ
Kami turunkannya
وَبِٱلۡحَقِّ
dan dengan kebenaran
نَزَلَۗ
dia turun
وَمَآ
dan tidaklah
أَرۡسَلۡنَٰكَ
Kami mengutus kamu
إِلَّا
melainkan
مُبَشِّرٗا
pembawa kabar gembira
وَنَذِيرٗا
dan pemberi peringatan
Terjemahan
Kami menurunkannya (Al-Qur’an) dengan sebenarnya dan ia (Al-Qur’an) turun dengan (membawa) kebenaran. Kami mengutus engkau (Nabi Muhammad) hanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Tafsir
(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Al-Qur'an itu (dan dengan membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Al-Qur'an itu telah turun) dalam keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad (melainkan sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga (dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.
Tafsir Surat Al-Isra: 105-106
Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kalian membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. Allah ﷻ berfirman menceritakan tentang kitab-Nya, yaitu Al-Qur'an; bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dengan sebenar-benarnya, yang di dalamnya terkandung perkara yang hak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu, Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166) Maksudnya, di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu Allah yang Dia kehendaki untuk diperlihatkan kepada kalian, yaitu mengenai hukum-hukumNya, perintah, dan larangan-Nya.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya. (Al-Isra: 105) Yakni Al-Qur'an diturunkan kepadamu, hai Muhammad, seraya dijaga dan dipelihara, tiada ada sesuatu pun dari selainnya yang mencampurinya; dan tiada tambahan serta kekurangan padanya, melainkan disampaikan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan melalui malaikat yang sangat kuat, dipercaya, berkedudukan tetap di sisi Tuhannya lagi ditaati di kalangan malaikat yang ada di langit tertinggi.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak mengutus kamu. (Al-Isra: 105) hai Muhammad. melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Isra: 105) Yakni membawa berita gembira kepada orang-orang yang taat kepadamu dari kalangan kaum mukmin, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang durhaka kepadamu dari kalangan orang-orang kafir. Firman Allah ﷻ: Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106) Menurut ulama yang membacanya secara takhfif tanpa tasydid, maknanya ialah Kami turunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah di langit yang terdekat, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah ﷺ sesuai dengan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam masa dua puluh tiga tahun.
Demikianlah menurut pendapat Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ia membacanya dengan bacaan tasydid, yaitu farraqnahu, yang artinya Kami turunkan Al-Qur'an itu ayat demi ayat seraya dijelaskan dan ditafsirkan. Dalam firman selanjutnya disebutkan: agar kamu membacakannya kepada manusia. (Al-Isra: 106) Yakni untuk kamu sampaikan kepada manusia dan kamu bacakan kepada mereka. secara perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106) Maksudnya, sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).
Setelah menguraikan kisah Nabi Musa dan kaumnya serta kaum
musyrik yang enggan menerima kebenaran yang disampaikan Nabi
Muhammad, ayat selanjutnya menjelaskan tujuan diturunkan kitab suci Al-Qur'an untuk menyatakan bukti-bukti kebenaran itu. Dan Kami
turunkan Al-Qur'an itu dengan benar, yakni benar Al-Qur'an itu datang
dari Allah, dan Al-Qur'an itu turun dengan membawa kebenaran, dalam
kandungannya. Dan Kami tidaklah mengutus engkau wahai Nabi Muhammad, melainkan sebagai pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
taat akan masuk surga dan pemberi peringatan bagi orang-orang yang
durhaka akan masuk neraka. Selanjutnya dijelaskan tentang cara turunnya Al-Qur'an. Dan AlQur'an Kami turunkan berangsur-angsur, ayat demi ayat dalam masa lebih
kurang 23 tahun, tidak Kami turunkan secara sekaligus agar engkau
wahai Nabi Muhammad membacakannya kepada manusia perlahan-lahan,
dengan demikian dapat dipahami tuntunannya dengan sebaik-baiknya
dan mudah dihafalkan, dan Kami menurunkannya secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan dan kemaslahatan manusia.
Dalam ayat ini Allah ﷻ menegaskan kepada Rasul ﷺ bahwa Allah benar-benar telah menurunkan Al-Qur'an dari sisi-Nya. Maka manusia tidak boleh meragukan dan berpaling darinya.
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman:
Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al-Qur'an) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat pun menyaksikan. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi. (an-Nisa'/4: 166)
Al-Qur'an membawa berbagai ajaran yang benar yang mendatangkan ketertiban dan kesejahteraan bagi umat manusia. Di dalamnya terdapat ajaran tentang moral, akidah ketuhanan, peraturan-peraturan, hukum, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Segala isinya senantiasa terpelihara, baik lafal maupun maknanya tidak akan ternoda dengan penambahan atau pengurangan yang menyebabkan kekacauan dan kesimpangsiuran, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya. (al-hijr/15: 9)
Firman-Nya lagi:
(Yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana, Maha Terpuji. (Fushshilat/41: 42)
Demikianlah Allah menerangkan sifat-sifat Al-Qur'an dengan segala jaminan akan kesuciannya dari tangan-tangan manusia yang berusaha mengotorinya. Dia diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yang diutus kepada umat manusia untuk memberikan kabar gembira tentang pahala dan surga bagi orang-orang yang beriman dan taat kepada ajaran agama, dan memberikan peringatan tentang azab dan neraka bagi yang kafir dan berbuat dosa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL-QUR'AN
Ayat 105
“Dan dengan berisi kebenaran telah Kami turunkan dia, dan dengan kebenaran dia telah turun,"
Dengan berisi kebenaran Allah telah menurunkan Al-Qur'an, dan setelah turun dan disampaikan sebagai bimbingan bagi manusia dia tetap membawa kebenaran itu. Dia tetap dalam keasliannya. Tidak dapat diubah oleh tangan manusia.
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau, melainkan sebagai penarik dan pengancam."
Artinya Al-Qur'an yang diturunkan Allah berisi kebenaran itu dan telah berjalin meratai dunia dengan kebenaran, diserahkanlah kepada Muhammad ﷺ menyampaikan kepada manusia. Isinya ada yang bersifat menarik, membawa kabar yang menggembirakan bagi siapa yang mempercayainya, dan ada pula sebagai ancaman kepada manusia yang mengingkarinya. Kewajiban Muhammad sebagai Rasul, lain tidak ialah menyampaikan berita penarik dan pengancam itu.
Ayat 106
“Dan Al-Qur'an, Kami pisah-pisahkan dia."
Tidak kami turunkan sekaligus, tetapi terpisah-pisah selama 23 tahun, sejak 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah.
“Supaya engkau bacakan dia kepada manusia dengan berterang, dan Kami turunkan dia berangsur-angsur."
Terutama turun ayat dengan berangsur itu apabila timbul suatu soal yang tengah dihadapi atau pertanyaan yang hendak dijawab. Dapat dibacakan Nabi ﷺ kepada sahabat dengan bertenang, tidak terburu-buru, sehingga dapat dipahamkan betul-betul.
Ayat 107
“Katakanlah, ‘Percayatah kamu kepadanya ataupun tidak percaya."
Hal ini disuruh Allah sampaikan kepada kaum musyrikin yang masih berlengah diri itu,
“Namun sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu dari sebelumnya, apabila dia dibacakan kepada mereka, meniaraplah mereka dengan muka mereka dalam keadaan bersujud."
Satu kata-kata yang keras maknanya buat mereka itu, kalian mau percaya atau tidak usah mau percaya, karena jiwa kalian yang tertutup oleh hawa nafsu itu, namun orang-orang yang berpengetahuan, yang telah membaca kitab-kitab dahulu, baik Taurat atau Injil, atau Mazmur Dawud, atau Amsal Sulaiman atau Munajat Ayub atau yang lain, demi dibacakan
Al-Qur'an itu kepada mereka, menggetar terus pengaruhnya atas mereka, hingga langsung tersungkur meniarapkan muka ke bumi, bersujud kepada Allah, karena percaya akan kebenaran wahyu itu. Orang-orang itu ada di Mekah, yaitu Zaid bin Amr bin Nufail dan Wara-qah bin Naufal, dan terdapat juga di Madinah, yaitu Abdullah bin Salam.
Adapun Zaid bin Amr bin Nufail, telah banyak dia mengembara ke negeri lain, terutama ke negeri Syam dan suka bertanya-tanya. Meskipun belum ada agama yang dipeluknya, dia mengakui bahwa Allah itu Esa adanya dan dia benci penyembahan kepada berhala.
Waraqah bin Naufal pun telah mempelajari agama Nasrani, sampai dia mengetahui isi Injil. Dia telah mendapat inti Sari ajaran al-Masih tentang tauhid. Sebab itu, setelah Khadijah, kemenakannya, membawa Muhammad ﷺ menemuinya seketika mula-mula beliau menerima wahyu, Waraqah bin Naufal dengan serta-merta mengatakan bahwa yang mendatangi Muhammad itu adalah Namus, Malaikat Jibril, atau Ruhul Qudus, yang telah datang juga kepada Musa dan Isa. Sampai dia mengatakan dirinya percaya kepada risalah Muhammad dan akan datang masanya kelak Muhammad diusir orang dari negerinya, dan kalau dia masih hidup di waktu itu, dia bersedia mengikut Muhammad ke mana pun pergi. Namun, dia meninggal tidak berapa lama kemudian.
Abdullah bin Salam adalah seorang pendeta Yahudi di Madinah, yang bebas berpikir karena ilmunya yang luas. Ketika Rasulullah ﷺ mulai pindah ke Madinah, di hari yang pertama dia menyelingkit ke tengah orang banyak buat memerhatikan dan mendengarkan pidato Rasulullah ﷺ yang pertama. Pidato itu tidak panjang dan tidak banyak bunga. Dia terus tertarik dan mengakui “Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad adalah Rasul Allah."
Itulah orang-orang berilmu. Baik di zaman Mekah, atau kelak sesudah itu di Madinah, ataupun seterusnya, selama orang masih memegang ilmunya. Mereka dengar dan mereka pun bersujud lantaran percaya, “Dan mereka berkata,
Ayat 108
“Mahasuci Tuhan kita! Sesungguhnya penjanjian Tuhan kita akan dipenuhi."
Demikianlah sikap orang-orang yang telah berpengetahuan dan berperasaan halus ter-hadap Al-Qur'an. Jauh bedanya dengan orang-orang kafir yang kasar perasaan itu.
Ayat 109
“Dan menianaplah mereka dengan muka mereka dalam keadaan menangis; dan bertambah tambahlah mereka khusyuk."
Sampai dua kali disebutkan orang-orang berpengetahuan, yang amat terharu mendengar Al-Qur'an dibaca, sampai menangis. Terlebih dahulu telah dijelaskan, yaitu agar dibaca oleh Nabi dengan bertenang. Bacaan yang tenang dan timbul dari hati khusyuk itu berpengaruh ke telinga dan ke hati yang mendengar.
Al-Qur'an artinya bacaan. Tuahnya terletak dicaranya membaca. Bukan saja Nabi yang membaca Al-Qur'an, lantas orang-orang berilmulah tersungkur sujud sampai menangis mendengarkan. Nabi ﷺ pernah pula menangis mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca Al-Qur'an.
Agama adalah gabungan di antara akal dan perasaan, di antara pikir dan athifah di antara rasio dann gevoel. Al-Qur'an telah menggabungkan di antara keduanya. Itu sebabnya orang tua-tua kita sejak dahulu kala amat mementingkan mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada anak-anak, dari masa kecil. Betapa pun hebat pergolakan zaman, apabila di suatu kampung kita masih mendengar anak-anak mengaji Al-Qur'an, alamat Islam masih ada di sana. Meskipun kita ini bukan orang Arab, dalam hal membaca Al-Qur'an lidah kita sama saja dengan lidah orang Arab.
Bagi bangsa Arab sendiri tentu saja bahasa Arab kebangsaannya. Tetapi bagi seluruh Muslim adalah dia bahasa agamanya, bahasa pusaka Nabinya. Kalau sudah mulai ada bibit dalam dadanya kurang suka kepada bahasa Al-Qur'an, pasti bahwa pendidikan yang diterimanya di waktu kecil ialah dari orang lain yang tidak menyukai Islam.
Ulama-ulama pecinta Al-Qur'an sengaja menyusun suatu ilmu bernama ilmu tajwid untuk membetulkan lidah membaca Al-Qur'an.
Pada satu hari di tahun 1939, pengarang Tafsir ini bersama saudara H. Muhammad Yunus Anis (Jogjakarta) diberi kesempatan datang menghadap (menjunjung duli) Sri Sulthan Deli yang masih dalam zaman gemilangnya. Kami datang mempersembahkan maksud Muhammadiyah hendak mengadakan muktamar, memohon restu baginda dan agar hilanglah kiranya syak-wasangka kedua belah pihak. Sebab walaupun bagaimana tekanan zaman penjajahan itu, bagindatetaplah seorang Sulthan yang memerintah dengan dasar Islam. Baginda telah menerima dan menyambut kami dengan budi bahasa yang halus, sebagaimana layaknya bagi seorang raja. Maka sedang kami asyik memberikan keterangan tentang cita-cita Muhammadiyah dan menjawab pertanyaan yang baginda kemukakan, yang ketika itu hari kira-kira pukul 10 menjelang tengah hari, kedengaranlah di tingkat atas, dari ruang sebelah utara Istana Maimun di kala megahnya itu suara yang merdu merayu dari kanak-kanak di bawah-bawah umur membaca Al-Qur'an dengan tafsirnya. Kadang-kadang ditegurlah bacaan anak-anak itu, yang salah makhrajnya, oleh gurunya. Gurunya itu rupanya perempuan yang telah mulai tua. Diperbaikinya dan dibacakannya bacaan yang betul.
Kami terhenti bercakap dengan Sri Sultan, tertegun mendengarkan suara itu. Sulthan pun rupanya mengerti, lalu menitahkanlah baginda, “Istriku sedang mengajar cucu-cucu kami mengaji. Waktu-waktu begini mereka mengaji agak sejam."4
Suara kanak-kanak mengaji di dalam istana itu meninggalkan kesan yang dalam sekali di hati kami. Memanglah penting bimbingan membaca Al-Qur'an itu bagi kanak-kanak sementara lidah mereka masih lunak. Besar pengaruhnya menanamkan berih iman dalam hati mereka. Bagaimanapun keadaan hidup yang akan ditempuhnya kelak setelah dewasa, namun tempatnya kembali, tempatnya tobat telah ditanamkan dalam dirinya sejak dia masih kecil. Baik di gubuk, atau di dangau ﷺah, atau di istana.
Tersungkur sujud, keluar air mata, bila ada orang yang tahu dan yang ada perasaan halus mendengar Al-Qur'an. Apakah lagi jika tahu pula arti yang terkandung di dalamnya. Di dalam ayat 109 dikatakan “meniaraplah mereka dalam keadaan menangis."
Sebab itu bacalah Al-Qur'an dengan suara merdu, sayu, dan rindu. Hiasi dia dengan suaramu. Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyatakan bahwa setengah daripada adab sopan santun membaca Al-Qur'an ialah dengan berurai air mata.
4 Sri Sultan Deli waktu itu Sultan Araaluddin Perkasa Alamsyah. Baginda mangkat pada 2 Oktober 1945 di saat-saat mulai pecahnya revolusi. Di hari mangkat itu Panglima Angkatan Perang Sekutu di Jawa mengakui “De Facto" Republik Indonesia. Pukul 7 pagi itu Sultan mangkat. Dan dengan takdir Allah Ta'aala, di saat putus nyawa baginda, Gubernur Republik Indonesia buat Sumatra, Mr. Teuku Muhammad Hassan, memerintahkan menaikkan bendera merah-putih. Dan Gubernur belum tahu waktu itu bahwa Sultan telah mangkat. Bendera yang diperjuangkan rakyat Indonesia berpuluh tahun supaya suatu waktu mesti naik ke tiangnya itu barulah tercapai setelah Sultan Deli dengan kemegahannya yang telah lampau mengembuskan napas yang penghabisan. Sebelum ada umpat dan puji atas dirinya, dia pun pergi! Untuk selama-lamanya.
Ketika upacara mengebumikan baginda 4 Oktober 1945, hadir Komandan Tentara Sekutu buat Sumatra Timur, Komandan Tentara Belanda (Nica) yang datang dengan menumpang. Gubernur Jepang Nakasima yang telah menyerah kalah dan Gubernur Republik Indonesia yang belum diakui dunia, tetapi disambut gegap gempita oleh rakyat.
“Bersabda Nabi ﷺ"Bacalah Al-Qur'an dan menangislah. Kalau tidak juga menangis, bikin dm menangis,." (HR Ibnu Majah)
Dan Imam Syafi'i menyatakan sunnatlah sujud tilawah apabila membaca sampai di ayat ini. Ibnu Abbas menjelaskan pula, “Jangan terburu sujud, menangislah dahulu. Kalau air mata tak berair karena tangis mata tak ada, menangislah hati. Untuk menimbulkan tangis, sedihkanlah hati. Dan untuk menimbulkan sedih, ingatlah ancaman yang ada di dalamnya, ingat janji-janji yang telah engkau ikat dengan Allah, dan ingat pula kelalaian dan ketafsiran sia-siamu dalam hidup, membuang waktu percuma. Dan kalau sudah sampai demikian tidak juga timbul duka cita dan sedih, sehingga hati tak tergerak dan mata pun tak berair, lebih tangisilah dirimu. Sebab perasaanmu itu benarlah yang telah kasar. Itulah musibah dan bencana yang paling besar yang telah menimpa dirimu." Demikian Imam Ghazali menulis di dalam kitab Ihya-nya.