Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
مُوسَىٰ
Musa
تِسۡعَ
sembilan
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
بَيِّنَٰتٖۖ
yang jelas
فَسۡـَٔلۡ
maka tanyakanlah
بَنِيٓ
Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
إِذۡ
tatkala
جَآءَهُمۡ
dia datang kepada mereka
فَقَالَ
maka berkata
لَهُۥ
kepadanya
فِرۡعَوۡنُ
Fir'aun
إِنِّي
sesungguhnya aku
لَأَظُنُّكَ
sungguh aku menyangka kamu
يَٰمُوسَىٰ
wahai musa
مَسۡحُورٗا
orang yang tersihir
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
ءَاتَيۡنَا
Kami telah memberikan
مُوسَىٰ
Musa
تِسۡعَ
sembilan
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
بَيِّنَٰتٖۖ
yang jelas
فَسۡـَٔلۡ
maka tanyakanlah
بَنِيٓ
Bani
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
إِذۡ
tatkala
جَآءَهُمۡ
dia datang kepada mereka
فَقَالَ
maka berkata
لَهُۥ
kepadanya
فِرۡعَوۡنُ
Fir'aun
إِنِّي
sesungguhnya aku
لَأَظُنُّكَ
sungguh aku menyangka kamu
يَٰمُوسَىٰ
wahai musa
مَسۡحُورٗا
orang yang tersihir
Terjemahan

Sungguh, Kami telah menganugerahkan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata. Maka, tanyakanlah kepada Bani Israil ketika dia datang kepada mereka lalu Fir‘aun berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa engkau, wahai Musa, terkena sihir.”
Tafsir

(Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata) yaitu tangan, tongkat, topan, belalang, kutu, kodok, darah atau kutukan paceklik dan kekurangan buah-buahan (maka tanyakanlah) hai Muhammad (kepada Bani Israel) perihalnya dengan pertanyaan yang menetapkan kebenaranmu terhadap kaum musyrikin; atau artinya Kami berfirman kepada Muhammad, "Tanyakanlah." Menurut qiraat yang lain diungkapkan dalam bentuk fi`il madhi (tatkala Musa datang kepada mereka lalu Firaun berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku sangka kamu hai Musa seorang yang kena sihir.") orang yang tidak sadar dan akal warasmu sudah hilang.
Tafsir Surat Al-Isra: 101-104
Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israil, tatkala Musa datang kepada mereka, lalu Firaun berkata kepadanya, "Hai Musa, sesungguhnya aku benar-benar menduga kamu terkena sihir.”
Musa menjawab, "Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan (Yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya aku menduga kamu, hai Firaun, akan binasa.”
Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan pengikut-pengikut-nya) dari bumi (Mesir) itu, maka Kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya,
Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, "Tinggallah di negeri ini. Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur baur (dengan musuh kalian)."
Ayat 101
Allah ﷻ menceritakan bahwa Dia telah mengutus Musa dengan membawa sembilan mukjizat yang jelas. Mukjizat-mukjizat itu merupakan bukti yang akurat yang membenarkan kenabiannya dan membenarkan apa yang telah dia sampaikan kepada Fir'aun dari Tuhan yang telah mengutusnya. Mukjizat-mukjizat itu ialah tongkat, tangan, paceklik, terbelahnya laut, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah; semuanya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang membuktikan kebenaran Musa a.s. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.
Muhammad ibnu Ka'b mengatakan bahwa mukjizat-mukjizat itu adalah tangan, tongkat, dan lima mukjizat yang disebutkan di dalam surat Al-A'raf, kutukan, serta batu.
Ibnu Abbas mengatakan pula, juga Mujahid, Ikrimah, Asy Sya'bi, dan Qatadah, bahwa mukjizat-mukjizat itu adalah tangannya, tongkatnya, paceklik, berkurangnya buah-buahan, banjir, belalang, kutu, katak, dan darah. Pendapat ini jelas, kuat, lagi baik.
Al-Hasan Al-Basri menyatukan paceklik dan kekurangan buah-buahan, dan menurutnya mukjizat yang kesembilan adalah tongkatnya yang menelan semua yang diperbuat oleh tukang sihir Fir'aun.
“Tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang (berbuat) berdosa.” (Al-A'raf: 133) Dengan kata lain, sekalipun mereka (Fir'aun dan kaumnya) telah menyaksikan mukjizat-mukjizat tersebut, mereka tetap kafir dan ingkar terhadapnya. Mereka menolak kebenaran itu dengan cara yang zalim dan sombong, ternyata mukjizat-mukjizat itu tidak berhasil menyadarkan mereka. Maka demikian pula seandainya Kami memenuhi permintaan orang-orang yang meminta kepadamu (Muhammad) akan hal tersebut. Yaitu mereka yang mengatakan, "Kami tidak akan beriman sebelum kamu mengalirkan mata air dari tanah buat kami," dan permintaan-permintaan mereka yang lainnya, niscaya mereka tidak akan menepatinya dan tetap tidak mau beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Fir'aun berkata kepada Musa setelah menyaksikan semua mukjizat Musa, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
“Hai Musa, sesungguhnya aku benar-benar menduga kamu terkena sihir.” (Al-Isra: 101)
Menurut suatu pendapat, mashuran artinya sahirun, yakni seorang penyihir.
Kesembilan mukjizat yang telah disebutkan oleh para imam di atas merupakan hal yang dimaksudkan oleh surat Al-Isra ayat 101 yang disebutkan di dalam ayat lain dalam pengertian yang sama melalui firman-Nya: “Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh, ‘Hai Musa jangan kamu takut’.” (An-Naml: 10) sampai dengan firman-Nya: “Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (An-Naml: 12).
Kedua ayat di atas menyebutkan dua mukjizat Musa, yaitu tongkat dan tangannya, sedangkan mukjizat-mukjizat yang lainnya disebutkan di dalam surat Al-A'raf secara rinci. Nabi Musa a.s. diberi pula mukjizat lainnya yang cukup banyak, antara lain adalah saat ia memukul batu dengan tongkatnya, lalu memancarlah air darinya. Mukjizat lainnya ialah kaum Bani Israil mendapat naungan awan dan diturunkan kepada mereka manna dan salwa, serta banyak hal lainnya yang diberikan kepada Bani Israil setelah mereka meninggalkan negeri Mesir. Akan tetapi, yang disebutkan dalam surat Al-Isra ayat 101 ini hanya sembilan buah mukjizat, semuanya itu disaksikan oleh Fir'aun dan kaumnya dari kalangan penduduk Mesir.
Dan mukjizat-mukjizat tersebut merupakan hujah terhadap mereka, tetapi mereka menentangnya dan mengingkarinya karena perasaan mereka yang penuh dengan keangkuhan dan kekufuran. Mengenai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Salamah menceritakan hadits berikut dari Safwan ibnu Assal Al-Muradi r.a. yang menceritakan bahwa seorang Yahudi berkata kepada temannya, "Bawalah saya menghadap kepada Nabi ini, kami akan menanyakan kepadanya tentang makna ayat-ayat yang terdapat di dalam firman-Nya: 'Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan ayat.' (Al-Isra: 101).
Lalu temannya itu berkata, "Jangan kamu menyebutnya (Muhammad) dengan sebutan sebagai seorang nabi, karena jika dia mendengar ucapanmu itu, tentulah dia akan mempunyai empat buah mata." Maka keduanya bertanya kepada Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ menjawab: “Kesembilan firman Tuhan (kepada Musa) itu ialah jangan kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, jangan melakukan sihir, jangan memakan riba, jangan berjalan menuju kepada penguasa dengan membawa seseorang yang tidak bersalah agar penguasa menghukum mati dia, dan jangan kalian menuduh berzina orang yang terpelihara dirinya dari perbuatan zina” atau Nabi ﷺ mengatakan, "Jangan kalian lari dari medan perang, kalimat itu menunjukkan bahwa Syu'bah ragu (mana di antara keduanya yang benar). Dan khususnya bagi kalian, hai orang-orang Yahudi, jangan kalian melakukan pelanggaran di hari Sabtu.”
Maka kedua orang Yahudi itu mencium kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah seorang nabi." Nabi ﷺ bertanya, "Apakah yang mencegah kalian untuk mengikutiku?" Keduanya menjawab, "Karena Daud a.s. pernah berdoa bahwa semoga dari keturunannya terus menerus lahir nabi; dan kami khawatir bila masuk Islam, orang-orang Yahudi akan membunuh kami."
Demikianlah bunyi hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Imam Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya melalui berbagai jalur dari Syu'bah ibnul Hajjaj dengan sanad yang sama. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Hadits ini sebenarnya musykil, mengingat Abdullah ibnu Salamah masih diragukan dalam masalah hafalannya, para ulama hadits banyak yang memperbincangkan kelemahnnya. Barangkali dia keliru karena menganggap sembilan buah ayat (tanda kekuasaan Allah) sebagai sepuluh firman Tuhan. Karena sesungguhnya sepuluh firman Tuhan itu merupakan perintah-perintah Allah di dalam kitab Taurat, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan tegaknya hujah (bukti) terhadap Fir'aun. Karena itulah Musa a.s. berkata kepada Fir'aun yang disitir oleh Allah ﷻ. melalui firman-Nya:
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan (Yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata.” (Al-Isra: 101)
Maksudnya, hujah-hujah dan dalil-dalil yang membenarkan mukjizat-mukjizat yang Aku turunkan kepadamu.
Ayat 102
“Dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun, seorang yang akan binasa.” (Al-Isra: 102)
Maksudnya, hancur dan binasa. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan masburan ialah mal'iman atau terlaknat. Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa masburan artinya dikalahkan. Tetapi menurut Mujahid, lafaz masburan bila diartikan binasa, maka pengertiannya mencakup semuanya, seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair: “Bilamana setan selalu meniti jalan kesesatan, maka orang yang cenderung kepadanya pasti binasa.”
Sebagian ulama tafsir membaca 'alimta menjadi 'alimtu. Hal ini diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib, tetapi bacaan yang dikemukakan oleh jumhur ulama mem-fat-hah-kan huruf ta, karena khitab (pembicaraan) ditujukan kepada Fir'aun, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka, ‘Ini adalah sihir yang nyata.’ Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini kebenarannya.” (An-Naml: 13-14)
Hal ini semuanya menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan sembilan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan Allah) hanyalah apa yang telah disebutkan di atas, yaitu tongkat, tangan, paceklik, kekurangan buah-buahan, topan, belalang, kutu, katak dan darah. Semuanya itu merupakan hujah dan bukti terhadap Fir'aun dan kaumnya, dan semuanya itu merupakan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam serta mukjizat-mukjizat yang membenarkan Musa dan keberadaan Tuhan yang berkuasa yang telah mengutusnya.
Dengan demikian, berarti makna yang dimaksud bukanlah seperti apa yang disebutkan pada hadits di atas, karena apa yang dimaksudkan oleh hadits di atas hanyalah berupa perintah-perintah yang tidak mengandung hujah terhadap Fir'aun dan kaumnya. Tidak ada kaitannya sama sekali antara pengertian ini dengan tegaknya bukti terhadap Fir'aun. Dan tiada lain pendapat tersebut hanyalah dikeluarkan oleh pihak Abdullah ibnu Salamah, karena sesungguhnya dia memiliki sebagian hadits yang berpredikat munkar.
Barangkali kedua orang Yahudi tersebut hanyalah menanyakan tentang sepuluh firman Tuhan, kemudian perawi keliru dengan mengatakannya sembilan ayat (mukjizat). Karena itulah maka terjadi kesalahpahaman dalam materi haditsnya.
Ayat 103
Firman Allah ﷻ: “Kemudian (Fir'aun) hendak mengusir mereka (Musa dan para pengikutnya) dari bumi (Mesir).” (Al-Isra: 103)
Yakni Fir'aun bermaksud akan mengenyahkan mereka dan mengusir mereka dari negeri Mesir.
Ayat 104
“Maka kami tenggelamkan dia (Fir'aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia seluruhnya, dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, ‘Tinggallah di negeri ini’." (Al-Isra: 103-104)
Di dalam makna ayat ini tersirat pengertian yang menunjukkan berita gembira bagi Nabi Muhammad ﷺ bahwa beliau akan memperoleh kemenangan atas kota Mekah, mengingat surat ini Makkiyyah, diturunkan sebelum Hijrah; dan memang demikianlah kenyataannya, karena sesungguhnya penduduk Mekah telah bertekad untuk mengusir Rasulullah ﷺ dari kota Mekah, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dan sesungguhnya mereka benar-benar hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu darinya.” (Al-Isra: 76), hingga akhir ayat berikutnya.
Karena itulah maka Allah menganugerahkan kota Mekah kepada Rasul-Nya, dan beliau memasuki kota Mekah secara paksa menurut pendapat yang paling terkenal di antara dua pendapat yang ada. Dan beliau mengalahkan penduduknya, kemudian membebaskan mereka sebagai hadiah darinya berkat sikap pemaafnya yang luas. Sebagaimana Allah menganugerahkan belahan timur dan barat bumi ini kepada kaum yang tertindas dari kalangan Bani Israil, juga menganugerahkan negeri-negeri yang berada di bawah kekuasaan Fir'aun, berikut harta benda, hasil buah-buahan, dan perbendaharaannya.
Hal ini disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil.” (Asy-Syu'ara: 59). Dan dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil, ‘Tinggallah di negeri ini. Maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kalian dalam keadaan bercampur baur (dengan musuh kalian)’.” (Al-Isra: 104).
Yakni kalian semua akan Kami datangkan bersama-sama musuh kalian menjadi satu. Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa lafifan artinya jami'an, yakni semuanya.
Ayat yang lalu menjelaskan bahwa kaum musyrik enggan menerima
kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad meskipun telah
ditunjukkan bukti-bukti yang sangat banyak. Hal ini sangat menyedihkan hati Nabi yang sangat ingin agar umatnya beriman. Ayat ini memberikan hiburan kepada Nabi dengan menguraikan kisah Bani
Israil dengan kaumnya, sekaligus mengisyaratkan bahwa seandainya
kaum musyrikin di Mekah diberikan ayat-ayat yang mereka minta,
niscaya mereka tetap tidak akan percaya sebagaimana keadaan kaum
Nabi Musa. Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa, yang
Kami utus kepada Bani Israil dan kepada Fir'aun dengan membawa
sembilan mukjizat yang nyata,2 sebagai bukti atas kerasulannya, akan
tetapi Fir'aun tetap ingkar dan tidak mau beriman kepadanya, maka
tanyakanlah kepada Bani Israil, yang hidup pada masamu apa yang terjadi ketika Musa datang kepada mereka, yakni kepada nenek moyang mereka. Ketahuilah bahwa ketika itu Nabi Musa menemui Fir'aun menyampaikan risalah dan bukti-bukti kebenarannya, lalu Fir'aun berkata
kepadanya, Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau
terkena sihir. Demikian dituduhkan Fir'aun kepada Nabi Musa. Mendengar tuduhan Fir'aun itu, lalu Dia, yakni Nabi Musa menjawab, Sungguh, engkau wahai Fir'aun telah mengetahui bahwa yang
menurunkan mukjizat-mukjizat itu ialah Allah, karena tidak ada yang
kuasa menurunkan itu kecuali Allah Tuhan Pemelihara langit dan bumi.
Dia menurunkannya sebagai bukti-bukti yang nyata yang dapat mengantar orang percaya kepada Allah. Akan tetapi engkau, wahai Fir'aun,
menolak bukti-bukti itu dan sungguh aku benar-benar menduga engkau
akan binasa, wahai Fir'aun, jika engkau tidak percaya kepada Allah dan
tidak mau menerima tuntunan yang kusampaikan.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah ﷻ telah memberikan sembilan macam mukjizat kepada Musa a.s. sebagai bukti kerasulannya, ketika diutus kepada Fir'aun dan kaumnya. Namun demikian, Fir'aun dan kaumnya tetap menolak seruan Nabi Musa untuk beriman pada Allah Sang Pencipta. Dalam ayat yang lain diterangkan bagaimana Fir'aun dan kaumnya mengingkari seruan Musa.
Allah ﷻ berfirman:
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (an-Naml/27: 14)
Para mufasir berbeda pendapat tentang maksud dari sembilan ayat tersebut di atas. Menurut Ibnu Abbas, sebagaimana diriwayatkan oleh 'Abd Razzaq, Sa'id bin Manshur, Ibnu Jarir ath-thabari, dan Ibnu Mundzir, bahwa sembilan ayat tersebut adalah tongkat, tangan, topan, belalang, kutu, katak, darah, musim kemarau, dan kekurangan buah-buahan. Pendapat ini disetujui oleh jumhur ulama.
Mufasir yang lain, seperti ar-Razi, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sembilan ayat tersebut di atas adalah berbagai larangan. Ia mendasar-kan pendapatnya dengan hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, al-Baihaqi, Ath-thabrani, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari shafwan bin Asal al-Muradi, ketika beliau ditanya oleh orang Yahudi, bahwa yang dimaksud dengan sembilan ayat di sini ialah sembilan macam larangan, yaitu: jangan mempersekutukan Allah, jangan membunuh jiwa kecuali dengan hak, jangan berzina, jangan mencuri, jangan menyihir, jangan makan riba, jangan memfitnah orang yang tidak bersalah kepada penguasa, jangan menuduh wanita yang baik berzina, dan melanggar aturan pada hari Sabat. Ibnu Syihab Al-Khafaji mengatakan, "Inilah tafsir yang diikuti dalam menafsirkan ayat ini."
Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ agar menanyakan tentang kisah Musa kepada orang-orang Yahudi yang hidup di masanya, seperti Abdullah bin Salam dan lain-lain, niscaya mereka akan membenarkannya. Pengakuan mereka terhadap kebenaran risalah Nabi Musa akan menambah iman dan keyakinannya. Hal itu juga bertujuan agar Nabi ﷺ yakin bahwa kisah itu juga terdapat dalam kitab mereka.
Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi, tentu mereka akan menerangkan bahwa Musa a.s. telah datang kepada Fir'aun membawa agama tauhid dan mengemukakan berbagai mukjizatnya. Akan tetapi, Fir'aun mengingkarinya, bahkan mengatakan bahwa Musa adalah orang yang rusak akalnya, sehingga mengaku-ngaku sebagai seorang rasul Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI MUSA DENGAN SEMBILAN AYAT
Pada permulaan surah telah disejajarkan persamaan tugas Nabi Muhammad ﷺ yang telah dipanggil Isra' dan Mi'raj dengan tugas Nabi Musa yang diutus kepada Bani Israil. Sekarang telah hampir penutup surah diterangkan sekali lagi. Jika Muhammad ﷺ terbentur kepada kekufuran Quraisy dalam menegakkan pimpinan Allah, Nabi Musa terbentur pula kepada kesombongan Fir'aun.
Ayat 101
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa sembilan tanda-tanda yang terang. Maka tanyakanlah kepada Bani Israil tatkala dia datang kepada mereka."
Diceritakan di sini kembali tatkala Allah mengutus Musa kepada Bani Israil untuk mem-bebaskan mereka dari perbudakan Fir'aun dan perjuangan Musa menentang Fir'aun itu sendiri. Dikatakan di sini bahwa Allah telah memperlihatkan sampai sembilan ayat, atau sembilan tanda-tanda kebesaran Allah buat menguatkan risalah dan kebenaran yang dibawa Musa. Cobalah tanyakan kepada Bani Israil, yaitu orang-orang Yahudi yang ada di Tanah Arab, apakah tanda-tanda yang sembilan itu, mereka akan dapat menceritakannya.
Adapun tanda atau mukjizat Musa yang sembilan itu, yang dapat kita kumpulkan dari keterangan-keterangan dan ayat-ayat yang tersebar di dalam Al-Qur'an sendiri yaitu:
1. Tongkat Nabi Musa dapat menjelma menjadi ular yang dapat mengalahkan sihir tukang sihir, dan tongkat itu pula yang disuruh Allah pukulkan ke lautan sehingga lautan belah dua dan Bani Israil dapat menyeberangi lautan untuk berpindah ke seberangnya.
2. Apabila beliau kepitkan tangan kanannya ke dalam ketiaknya sebelah kiri, lalu dikeluarkannya kembali, akan ber-cahayatah tangan itu bersinar-sinar.
3. Topan besar yang menghancurkan bangun-bangunan.
4. Bahaya belalang yang memakan musnah tanaman penduduk Mesir.
5. Bahaya agas dan kutu busuk yang sangat mengganggu, dan tuma.
6. Bahaya katak yang menyumbul berlaksa-laksa banyaknya sehingga sangat meng-ganggu.
7. Sungai Nil yang luas dan panjang itu mengalirkan air menyerupai darah dan berbau darah.
8. Mesir ditimpa kemarau yang sangat panjang.
9. Rusaknya hasil bumi dan berjangkitnya penyakit.
Tetapi di dalam Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari ada beliau salinkan sebuah hadits yang dirawikan oleh sahabat Nabi ﷺ yang bernama Shafwan bin Assal tentang kisah seorang Yahudi yang mengajak seorang temannya pergi bersama-sama kepada Nabi ﷺ. Lalu temannya itu berkata kepadanya, “Jangan engkau sebut dia Nabi. Kalau hal itu didengarnya, dia mempunyai empat mata! (Artinya segala gerak-gerik kita dia tahu! Penyalin). Maka pergilah mereka berdua menghadap Rasulullah ﷺ menanyakan tentang apa yang dimaksud dengan sembilan ayat.
Maka berkatalah Rasulullah ﷺ Yang sembilan itu ialah:
1. Jangan kamu persekutukan dengan Allah sesuatu pun.
2. Jangan kamu mencuri.
3. Jangan kamu berzina.
4. Jangan kamu membunuh suatu diri yang diharamkan oleh Allah, kecuali menurut kebenaran.
5. Jangan kamu bawa seorang yang tidak bersalah menghadap pemerintah supaya orang itu dibunuh.
6. Jangan kamu mempergunakan sihir.
7. Jangan kamu makan riba.
8. Jangan kamu tuduh orang perempuan baik-baik berbuat zina.
9. Jangan kamu tinggalkan medan perang dalam keadaan lari.
Dan khusus bagi kamu orang Yahudi: Jangan kamu langgar ketenangan hari Sabtu.
Mendengar jawab Rasulullah ﷺ yang demikian, mereka berdua segera mencium kedua tangan beliau dan kedua kakinya sambil berkata, “Mengakulah kami, memang engkau Nabi!" Maka berkatalah Rasulullah ﷺ, “Apakah lagi yang menghalangi kamu untuk menjadi pengikutku?" Mereka jawab, “Dawud telah menyatakan bahwa akan tetaplah dari keturunannya akan diutus Allah seorang nabi. Dan kami takut kalau kami jadi pengikut engkau, kami akan dibunuh oleh orang Yahudi."
Selanjutnya, setelah kesembilan tanda-tanda itu, baik yang disusun sebagai mukjizat tadi ataupun yang bersifat sebagai larangan yang memang terang jelas tersebut di dalam catatan Perjanjian Lama sampai sekarang, tidaklah Fir'aun mau memedulikannya, malahan bertambah lama bertambah keras sikapnya menentang.
Maka betkata Fir'aun kepadanya,
“Sesungguhnya ... sangkaku bahwa engkau, hai Musa, seorang yang disihir."
Dijelaskan dalam beberapa tafsir bahwa arti ujung ayat mashuran yang boleh berarti disihir, maksudnya ialah bahwa Musa itu telah belajar dan telah mahir berbagai ragam sihir. Mukjizat yang sembilan hanya sihir belaka.
Dikemukakan jawaban atau sambutan Fir'aun yang seperti ini, padahal sudah begitu jelas ayat Allah ialah untuk perbandingan bagi Nabi kita Muhammad ﷺ bahwa pe-rasaian dan penderitaan nabi-nabi yang besar itu adalah sama. Tetapi di sini terdapat pula perbedaan yang nyata, yaitu bahwa Fir'aun hancur binasa karena menentang Allah, namun terhadap Quraisy adalah suatu keistimewaan, yaitu bahwa yang dihukum Allah, yang hancur di Peperangan Badar, hanyalah kepala-kepala-nya saja dan yang lain masih tinggal. Dan yang tinggal itu kelak akan takluk seketika Rasulullah ﷺ menaklukkan Mekah. Bahkan merekalah yang kemudian menjadi alas dasar dari perkembangan Islam di dunia ini.
Sambutan Fir'aun yang menuduh bahwa segala mukjizat yang dikemukakan Musa telah disambut MuSa kepada Fir'aun demikian.
Berkata dia,
Ayat 102
“Sesungguhnya telah engkau ketahui, tidaklah ada yang meurnunkan tanda-tanda itu melainkan Tuhan bagi semua langit dan bumi, sebagai penjelasan."
Dalam kata tangkisan ini, Nabi Musa telah mengetuk hati sanubari Fir'aun atau ke-sadarannya yang lebih tersorok di sudut hatinya, bahwa ayat-ayat yang terjadi itu sampai sembilan banyaknya bukan kepandaian Musa. Sebab Musa adalah manusiabiasa,tidakberdaya dan upaya. Bahkan, Fir'aun mengenalnya, sebab masa kecil sampai masa mudanya dia tinggal dalam istana. Sama sekali hal yang terjadi itu, sampai tongkat dapat menjelma jadi ular atau tangan bersinar-sinar ataupun Sungai Nil mengalirkan darah, bukanlah itu kepandaian Musa. Itu adalah Mahakuasa Allah Yang Mahakuasa dan Maha Esa, Pencipta sekalian langit dan bumi. Dan semuanya itu adalah penjelasan atau pembuktian dari adanya Allah Yang Mahakuasa, Mahakuat, sehingga kekuasaan Fir'aun yang dibanggakannya itu tidaklah ada artinya di hadapan kekuasaan Mutlak Allah. Lalu kata Musa selanjutnya,
“Dan sesungguhnya aku yakin, hai Fir'aun, bahwa engkau akan binasa."
Mengapa Musa berkata demikian? Sebab dia tahu benar bahwa hati sanu-bari Fir'aun sebagai manusia yang berakal, bahkan seorang raja besar, tidak mungkin tidak tahu bahwa segala ayat itu adalah alamat Kekuasaan Allah, bukan sihir Musa. Namun, karena hendak menjaga kemegahan diri dan karena kesombongan maka suara hati kecilnya yang dibantahnya. Apabila orang telah menantang suara hati kecilnya, pastilah orang akan binasa, kecuali kalau dia kembali ke dalam lingkungan jalan yang benar.
Di dalam ayat 101 terdapat kalimat Fir'aun, La azhunnuka. Kita artikan, “Sesungguhnya beratlah sangkaku!"
Dalam ayat 102 bertemu lagi kalimat La azhunnuka sebagai ucapan Musa kepada Fun. Lalu kita artikan, Sesungguhnya aku yakin.
Inti kalimat yang kedua ini ialah zhan. Asal artinya menurut bahasa biasa ialah berat sangka kepada sesuatu. Lawan zhan ialah waham! Dan di tengah di antara keduanya, yaitu kebimbangan mengambil keputusan di antara ia dengan tidak, dinamai syak. Tetapi, di dalam Al-Qur'an selalulah terdapat bahwa yang dimaksud memakai kata-kata zhan itu ialah dengan pengertian yakin.
Seperti tersebut di surah al-Baqarah ayat 46,
“Orang-orang yang yakin bahwa sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwa mereka kepada-Nyalah akan kembali." (al-Baqarah: 46)
Tetapi bila tiba pada Fir'aun, tidaklah kita artikan sesungguhnya aku yakin, melainkan kita artikan “sesungguhnnya beratlah sangkaku". Tetapi bagaimanalah yang sebenarnya. Wallahu alam.
Apatah lagi setelah kita sambungkan dengan ayat yang selanjutnya tentang sikap Fir'aun,
Ayat 103
“Maka bermaksudlah ... hendak memusnahkan mereka dari bumi."
Apabila kekerasan sikap dan kesombongan telah dapat dikalahkan oleh alasan kebenaran yang kuat, Fir'aun mulailah bergantung kepada kekayaan kelengkapan alat senjata. Fir'aun hendak mempertahankan pendirian dengan serbakekerasan. Menurut dia, dan menurut tiap-tiap kekuasaan yang mengandalkan kedudukan kepada kekuatan, terutama senjata, yang merasa pasti bahwa orang akan takut jika diancam, maka timbullah kebulatan tekad Fir'aun hendak memusnahkan dan menghancurkan Musa dan pengikutnya dengan kekerasan dan senjata. Tetapi, apakah yang terjadi?
“Maka Kami tenggelamkanlah dia dan orang-orang yang menyertainya, semua."
Dia hendak menindas yang kecil dan lemah karena diri merasa kuat dan kuasa. Maka bertindaklah terhadapnya Maha Kekuasaan Yang Lebih Tinggi. Sehingga apabila lautan yang belah telah bertaut dan Fir'aun bersama pengikutnya lulus ke dasar taut, bahkan bekas-bekasnya pun tidak kelihatan lagi. Ombak dan gelombang di lautan bergerak seperti biasa, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa. Bukan Bani Israil yang hancur, tetapi merekalah yang hancur.
Ayat 104
“Dan Kami katakan sesudah itu kepada Bani Israil, Bendiamlah di bumi! Maka apabila datang janji akhiiat, akan Kami bangkitkan kamu dalam keadaan bercampun ...."
Perintah Allah kepada Bani Israil supaya berdiamlah di bumi, ialah bumi tempat diam yang baru, tanah Kanaan. Meskipun 400 tahun mereka berdiam di Mesir, mereka masih tetap dipandang dagang menumpang oleh Fir'aun-Fir'aun yang memerintah Mesir dan diperbudak. Barangkali yang dimaksudkan dengan ketika datang panggilan janji akhirat mereka akan datang bercampur-baur adalah sebagai suatu bayangan Allah tentang nasib Yahudi di kemudian hari. Setelah melalui sejarah beribu-ribu tahun, Bani Israil yang tadinya terdiri atas dua belas suku, yang ditimpa penyakit kebanggaan turunan, merasa diri lebih istimewa daripada segala bangsa di dunia ini, akan terpecah-belah dibawa nasib, tersebar di seluruh benua, menjadi berbagai bangsa yang berlain-lainan warna kulitnya; Yahudi Eropa, Yahudi Rusia, Yahudi Hitam dari Afrika, memakai berbagai-bagai bahasa. Barangkali ini yang dimaksud dengan bercampur-baur itu. Wallahu a'lam!
Bagi menguatkan pendapat ini, kita salin-kan apa yang ditafsirkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari tentang arti Lafifan, Lafifa: “Dalam keadaan campur-bawr, telah berpadu yang setengah kamu kepada yang setengah; tidak lagi kenal-mengenal. Dan tidak lagi menggabung seseorang dari kamu kepada kabilahnya atau kelompok kampung halamannya."
Dan tafsir ath-Thabari itu telah benar-benar tepat dengan orang Yahudi yang telah bercampur baur dengan bangsa-bangsa di tempat mereka berdiam, baik tentang nama, atau tentang wama kulit, ataupun tentang pakaian dan adat kebiasaan. Sehingga di dalam negeri yang mereka perbuat pada tanah yang mereka rampok (Israel di tengah Jazirah Arab) terdapat Yahudi dari berbagai negara di dunia ini. Hanyalah politik saja yang menyatukan mereka disokong oleh kekerasan senjata!