Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيَوۡمَ
dan dihari
نَبۡعَثُ
Kami membangkitkan
مِن
dari
كُلِّ
setiap/tiap-tiap
أُمَّةٖ
umat
شَهِيدٗا
seorang saksi
ثُمَّ
kemudian
لَا
tidak
يُؤۡذَنُ
diizinkan
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَلَا
dan tidak
هُمۡ
mereka
يُسۡتَعۡتَبُونَ
mereka dibolehkan minta maaf
وَيَوۡمَ
dan dihari
نَبۡعَثُ
Kami membangkitkan
مِن
dari
كُلِّ
setiap/tiap-tiap
أُمَّةٖ
umat
شَهِيدٗا
seorang saksi
ثُمَّ
kemudian
لَا
tidak
يُؤۡذَنُ
diizinkan
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
وَلَا
dan tidak
هُمۡ
mereka
يُسۡتَعۡتَبُونَ
mereka dibolehkan minta maaf
Terjemahan
(Ingatlah) hari (ketika) Kami menghadirkan seorang saksi (rasul) dari setiap umat. Kemudian, orang-orang yang kufur tidak diizinkan (untuk membela diri) dan tidak (pula) dibolehkan memohon ampunan.
Tafsir
(Dan) ingatlah (akan hari ketika Kami membangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi) yakni nabinya yang berkesaksian tentang kebaikan atau keburukan yang dilakukan oleh umatnya, yaitu pada hari kiamat nanti (kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir) untuk mengemukakan alasannya (dan tidak pula mereka dibolehkan meminta maaf) artinya mereka tidak diperkenankan untuk minta maaf kepada Allah ﷻ
Tafsir Surat An-Nahl: 84-88
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf. Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka dan tidak pula mereka diberi tangguh. Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka, mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau. Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta.
Dan mereka menyatakan ketun-dukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. Allah ﷻ menceritakan perihal orang-orang musyrik kelak di kala mereka dikembalikan di hari akhirat, dan bahwa Dia membangkitkan dari setiap umat seorang saksi yakni nabi mereka yang mempersaksikan terhadap mereka tentang sambutan mereka kepada apa yang telah dia sampaikan kepada mereka dari Allah ﷻ kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir. (An-Nahl: 84) Artinya, mereka tidak diizinkan mengemukakan alasan dalam rangka pembelaan dirinya, karena mereka sendiri mengetahui kebatilan dan kedustaan alasannya.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Ini adalah hari yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu), dan tidak diizinkan kepada mereka meminta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur. (Al-Mursalat: 35-36) Oleh karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya: dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta maaf. Dan apabila orang-orang zalim telah menyaksikan. (An-Nahl: 84-85) Yakni orang-orang musyrik itu telah menyaksikan: azab, maka tidaklah diringankan azab bagi mereka. (An-Nahl: 85) Maksudnya, azab itu tiada putus-putusnya menimpa mereka dan tidak pernah berhenti barang sesaat pun.
dan tidak pula mereka diberi tangguh. (An-Nahl: 85) Tiadalah azab ditangguhkan dari mereka, bahkan azab langsung mengambil mereka dari Mauqif (tempat mereka dihentikan) tanpa hisab lagi. Sesungguhnya neraka Jahanam itu didatangkan dengan ditarik oleh tujuh puluh ribu kendali, pada tiap kendali terdapat tujuh puluh ribu malaikat yang menyeretnya. Lalu muncullah salah satu leher neraka Jahanam kepada makhluk seraya mengeluarkan suara gemuruh, nyalanya sekali nyala, sehingga tiada seorang manusia pun melainkan pasti bersideku di atas kedua lututnya (karena sangat ketakutan).
Kemudian neraka Jahanam berkata, "Sesungguhnya aku diperintahkan untuk menyiksa setiap orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, yaitu orang-orang yang menjadikan tuhan lain di samping Allah," disebutkan pula macam-macam manusia lainnya, seperti yang disebutkan dalam hadis secara lengkapnya. Kemudian neraka Jahanam langsung menukik dan mengambil mereka dari Mauqif, sebagaimana burung mengambil (menyambar) biji-bijian. Allah ﷻ berfirman menggambarkan keadaan neraka Jahanam: Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya.
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka), "Jangan kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah kebinasaan yang banyak.(Al-Furqan: 12-14) Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling darinya. (Al-Kahfi: 53) Andaikata orang-orang kafir itu mengetahui waktu (di mana) mereka itu tidak mampu mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari punggung mereka, sedangkan mereka (tidak pula) mendapat pertolongan, (tentulah mereka tiada meminta disegerakan).
Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong, lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh. (Al-Anbiya: 39-40) Kemudian Allah ﷻ menceritakan tentang sikap berlepas diri tuhan-tuhan mereka dari perbuatan mereka di saat mereka sangat memerlukan sembahan-sembahan mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan apabila orang-orang yang mempersekutukan (Allah) melihat sekutu-sekutu mereka. (An-Nahl: 86) Yakni apabila orang-orang yang menyembah berhala-berhala itu sewaktu di dunia melihat sembahan-sembahan mereka. Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mereka inilah sekutu-sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau. Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya kalian benar-benar orang-orang yang dusta. (An-Nahl: 86) Yakni sembahan-sembahan mereka menjawab, "Kalian dusta, tiadalah kami perintahkan kalian untuk menyembah kami," seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia (mereka) dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan -sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. Al-Ahqaf: 5-6) Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka, sekali-kali tidak.
Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi' musuh bagi mereka. (Maryam: 81-82) Al-khalil (yakni Nabi Ibrahim) mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: kemudian di hari kiamat sebagian kalian mengingkari sebagian yang lain. (Al-'Ankabut: 25), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Dikatakan (kepada mereka), "Serulah oleh kalian sekutu-sekutu kalian." (Al-Qashash 64), hingga akhir ayat. Ayat-ayat yang menjelaskan hal ini yaitu pernyataan lepas diri dari para sekutu kepada para penyembahnya cukup banyak. Firman Allah ﷻ: Dan mereka menyatakan ketundakannya kepada Allah pada hari itu. (An-Nahl: 87) Qatadah dan Ikrimah mengatakan bahwa mereka (sembahan-sembahan itu) menyatakan ketundukan dan penyerahan dirinya kepada Allah pada hari itu.
Dengan kata lain, mereka semua tunduk kepada Allah, dan tiada seorang pun melainkan tunduk patuh kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada kami. (Maryam: 38) Artinya, pada hari itu pendengaran mereka sangat terang dan penglihatan mereka sangat tajam. Dan Allah ﷻ telah berfirman: Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kalian melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar." (As-Sajdah: 12), hingga akhir ayat.
Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111) Yakni tunduk, merasa hina, diam serta berserah diri. Firman Allah ﷻ: Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu dan hilanglah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. (An-Nahl: 87) Maksudnya, surut dan lenyaplah semua sembahan yang mereka ada-adakan terhadap Allah. Maka tiada yang dapat menolong mereka, tiada yang dapat membantu mereka, dan tiada yang dapat melindungi mereka.
Kemudian dalam firman selanjutnya Allah ﷻ berfirman: Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Kami tambahkan kepada mereka siksaan. (An-Nahl: 88), hingga akhir ayat. Yakni azab atas kekafiran mereka dan azab karena menghalangi manusia dari mengikuti perkara yang hak, sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Qur'an dan mereka sendiri menjauhkan diri darinya. (Al-An'am 26) Mereka mencegah manusia dari mengikuti perkara yang hak, dan mereka sendiri menjauh dari perkara yang hak. dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedangkan mereka tidak menyadari. (Al-An'am: 26) Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu berbeda-beda dalam menerima azabnya.
Sebagaimana orang-orang mukmin, berbeda-beda tingkatannya di dalam surga, begitu pula derajat (kedudukan)nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Allah berfirman, ''Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui." (Al-A'raf: 38) Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy. dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Mereka diberi siksaan tambahan, yaitu dengan kalajengking yang taring-taringnya sebesar pohon kurma yang tinggi.
Telah menceritakan pula kepada kami Suraij ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan. (An-Nahl: 88) Bahwa siksaan tambahan itu diadakan di lima buah sungai yang terletak di bawah 'Arasy; pada sebagiannya mereka disiksa di malam hari, dan pada sebagian yang lainnya mereka disiksa di siang hari."
Setelah menjelaskan keengganan kaum kafir mengikuti tuntunan
Nabi Muhammad, pada ayat ini Allah memperingatkan semua orang
akan apa yang dialami oleh orang-orang kafir pada suatu hari ketika
mereka tidak dapat membela diri. Allah menyatakan, Dan ingatkanlah
semua orang, wahai Nabi Muhammad, pada suatu hari ketika Kami
bangkitkan seorang saksi, yakni rasul, yang dipilih dari setiap umat untuk
memberi kesaksian terhadap apa yang telah orang-orang kafir lakukan.
Kemudian pada hari itu tidak diizinkan kepada orang yang kafir untuk
membela diri dan tidak pula mereka dibolehkan memohon ampunan atas
dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Itu karena kesempatan untuk
memohon ampun semasa hidup sudah mereka lewatkan. Dan apabila orang zalim dengan berbuat syirik dan kufur semasa di
dunia ini telah menyaksikan tempat azab dan siksaan yang telah Allah
siapkan bagi mereka di akhirat, maka mereka merasa ketakutan dan
menyesali keingkaran yang telah mereka lakukan. Dalam keadaan demikian, mereka tidak mendapat keringanan sedikit pun dari azab tersebut,
dan tidak pula diberi penangguhan.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa pada hari kiamat, para rasul menjadi saksi atas umat mereka masing-masing. Merekalah yang mengetahui sikap umatnya ketika mereka berdakwah, apakah umatnya menerima dengan baik ajakan dan seruan yang disampaikan, ataukah mereka kufur dan menolak-nya. Kesaksian para rasul atas penerimaan dan penolakan umatnya disertai dengan penjelasan yang cukup dan bukti yang benar. Berdasarkan kesaksian itu, hukuman dijatuhkan kepada mereka. Mereka tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan alasan untuk membela diri ataupun minta maaf akan segala perbuatan dan tindakan mereka pada masa hidup di dunia.
Allah berfirman:
Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan. (al-Mursalat/77: 35-36)
Dan firman Allah:
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia. (al-Baqarah/2: 143)
Dan firman-Nya:
(Ingatlah), pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya mereka akan membaca catatannya (dengan baik), dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun. (al-Isra'/17: 71)
Hari akhirat adalah hari pembalasan atas amal perbuatan di dunia dan bukan waktu bertobat serta melakukan amal kebaikan untuk menebus dosa. Pada hari kiamat, manusia hanya menerima keputusan dari Allah yang memberikan keputusan dengan seadil-adilnya, masuk surga atau masuk neraka.
Allah berfirman:
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. (az-Zalzalah/99: 7-8).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 81
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu, dari apa-apa yang telah dijadikan-Nya, untuk tempat berlindung."
Dengan sedikit kata ini, perhatian orang musafir yang tengah kepanasan dalam perjalanan jauh, telah diperingatkan pula akan nikmat Allah yang tampaknya kecil saja, tetapi amat diperlukan oleh musafir itu. Dalam perjalanan yang jauh, dalam panas sangat teriknya, Dan jauh telah kelihatan serumpun pohon tumbuh di padang, atau pinggir tebing. Mereka dapat berhenti sebentar ke sana melepaskan lelah dan berlindung dari teriknya panas."Dan dijadikan-Nya untuk kamu dari gunung-gunung akan tempat berteduh." Berlindung ketika kepanasan, berteduh ketika kehujanan atau kemalaman. Juga mengenai orang musafir tadi. Gunung-gunung itu banyak mempunyai lubang-lubang luas yang dinamai gua atau ngalau, yang dapat dijadikan tempat berteduh kalau hujan datang atau bermalam kalau kemalaman."Dan dijadikan-Nya untuk kamu pakaian-pakaian yang menjaga kamu dari panas." Yang meskipun memang manusia yang menenunnya, namun bahan yang akan ditenun, baik berupa kapas atau berupa bulu-bulu binatang, adalah dari Allah belaka."Dan pakaian penjaga kamu di waktu peperangan kamu." Baik baju besi, ketopong, zirah ataupun pakaian seragam tentara yang kita pergunakan di zaman sekarang untuk berperang, yang bahannya ataupun warnanya sudah tentu berbeda dengan pakaian di waktu damai."Demikianlah disempunnakan-Nya nikmat-Nya kepada kamu, supaya kamu menyenah dini."
Ayat 82
“Namun apabila mereka berpaling, lain tidak kewajiban engkau hanyalah menyampaikan yang terang."
Artinya menjadi kewajibanlah bagi Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan seruan itu, menablighkannya, dengan terang, meskipun mereka akan berpaling juga. Dengan mem-peringatkan manusia akan hubungan hidupnya sehari-hari dengan alam yang ada di sekelilingnya, mudah-mudahan dia insaf akan kebesaran Allah dan kedudukan dirinya di tengah-tengah alam itu. Alam keliling ini adalah jadi pertanda akan adanya Allah. Manusia mesti diinsafkan kepada yang demikian. Kewajiban Nabi Muhammad ﷺ sebagai rasul ialah menyampaikan yang demikian itu.
Demikianlah, sampai kepada ayat 81 itu, Allah menarik perhatian manusia yang halus untuk melihat alam sekelilingnya, guna pendekatan hatinya kepada Allah, guna merasakan nikmat kasih Allah. Di sinilah perbedaan anjuran dan tarikan Al-Qur'an dengan berdebat-debat tentang ketuhanan yang dibuat oleh manusia. Maka dengan ayat-ayat seperti ini, timbullah suatu perasaan yang pasti (positif) tentang adanya Allah, demi setelah melihat bekas perbuatan-Nya. Tidaklah Al-Qur'an menyuruh membicarakan tentang zat Allah, cukuplah bicarakan sifat-sifat kemulia-an-Nya karena melihat bekasnya pada per-buatan-Nya. Di ayat 82 Nabi Muhammad ﷺ diperingatkan supaya jangan bosan-bosan me-nyampakkan dan menyadarkan perasaan yang halus itu, yang menimbulkan al-Akhlaq al-Karimah. Budi pekerti yang mulia pada insan terhadap Allah,
Ayat 83
“Mereka mengenal nikmat Allah, kemudian mereka ingkari akan dia."
Apa sebab jadi demikian? Sebabnya kebanyakan karena perhatian hanya tertuju kepada diri sendiri dan pandangan tidak diluaskan, sehingga alam menjadi sempit, padahal begitu lapang.
“Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang melupakan budi."
Apalah arti kemanusiaan kalau budi sudah lupa? Sedang jasa sedikit dari sesama manusia, telah dididik kita oleh pergaulan yang sopan supaya mengucapkan terima kasih; maka betapa terhadap Allah?
Betapa terhadap Allah, padahal sudah pasti kita kelak akan berhadapan juga dengan Dia pada hari yang telah ditentukan? Bagaimana jawaban kalau ditanyakan ke mana engkau pergunakan nikmat yang telah Aku limpahkan?
Ayat 84
“Dan (ingatlah) hari yang akan Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi"
Karena kepada setiap umat telah diutus Allah Rasul-Nya, menyampaikan ajaran Allah. Maka pada hari Kiamat, ketika dijalankan pemeriksaan, rasul-rasul itu akan didatangkan sebagai saksi, apakah dia telah menyampaikan ajaran Allah itu kepada mereka? Niscaya ajaran sudah sampai dan orang-orang kafir yang tengah diperiksa itu tidak dapat mengelak lagi dan mencari dalih lagi."Kemudian itu, tidaklah akan diizinkan kepada orang-orang yang tidak percaya itu." Tidak akan diizinkan lagi mengemukakan alasan-alasan untuk membela diri, karena perkaranya sudah terang.
“Dan tidak akan diminta mereka membuat keridhaan."
Artinya, di akhirat itu tidaklah dapat lagi orang berkata sekarang saya hendak tobat dan memohon keridhaan Allah, sebab bukan waktunya lagi, Kalau hendak berbuat amal yang baik bukan di akhirat, tetapi dahulu semasa di dunia. Di dunia beramal, dan balasannya adalah di akhirat. Di akhirat menerima balasan dan tidak ada amal lagi.
Ayat 85
“Dan apabila orang-orang yang zalim itu melihat adzab, maka tidaklah akan diringankan, dan tidaklah mereka akan diberi kesempatan."
Zalim bagaimana yang dimaksud di sini? Apakah karena dia menganiaya orang lain? Adapun zalim karena menganiaya orang lain, sudahlah tersedia sendiri hukumnya. Kezaliman yang paling hebat dan paling zalim, ialah zalim kepada diri sendiri. Bila kita berbuat dosa dan sudah terang bahwa dosa itu akan membawa kita masuk neraka, tidak juga kita mau menghentikan kejahatan itu, bukankah itu zalim namanya? Kejam dan tidak merasa kasihan kepada diri sendiri. Lebih terasalah hendaknya dari hidup kita yang sekarang ini akan kezaliman itu. Sebab bila masanya itu tiba kelak, adzab itu tidak akan diringankan, dan kesempatan untuk kembali ke dunia memperbaiki jalan hidup tidak ada lagi.
Ayat 86
“Dan apabila melihatlah orang-orang yang musyrik akan sekutu-sekutu mereka itu."
Yaitu berhala-berhala atau orang-orang yang mereka jadikan sebagai tuhan pula di samping Allah."Mereka akan berkata, “Ya Allah! Mereka inilah sekutu-sekutu kami, yang telah kami seru selain Engkau." Dengan demikian tergambarlah penyesalan terhadap diri sendiri dan rasa kejengkelan kepada orang yang telah menyesatkan mereka. Tetapi apa lagi daya, semua sudah percuma.",Maka mereka" sekutu-sekutu yang dituhankan itu
“hadapkanlah kepada mereka itu perkataan,
“Sesungguhnya kamu adalah pendusta!"
Dengan terus terang di hadapan Allah, orang-orang yang telah dijadikan sekutu, yang disembah dipuja oleh orang-orang yang kufur itu mengatakan bahwa segala perkataan mereka adalah dusta. Sebab mereka, sekutu itu, tidak pernah mengajak orang buat mengatakan dirinya Allah. Sebagaimana kejadian dengan diri Nabi Isa sendiri misalnya, tidaklah bertemu satu kalimat dalam Injil, walau Injil yang mereka sahkan sekarang sekalipun, yang menyuruh manusia menyembah dirinya sebab dia tuhan! Melainkan sesudah beliau meninggal pengikut-pengikutnya membuat berbagai keputusan, konferensi dan konsili buat merumuskan supaya dia dijadikan tuhan pula di samping Allah, malahan dia yang dikatakan Allah.
Ayat 87
“Dan mereka hadapkan kepada Allah, pada hari itu, penyerahan."
Mengakui terus terang kesalahan diri dan menyerah kepada Allah, apa yang akan ditimpakan oleh Allah!
“Dan hilanglah dari mereka apa yang mereka ada-adakan itu,"
Tinggallah diri masing-masingberhadapan dengan Allah, menunggu keputusan. Dan su-dah terang pula apa yang akan diputuskan oleh Allah.
Sebab perbuatan buruk tidaklah akan dibalas dengan baik. Dan berhala atau pujaan-pujaan yang dipertahankan dengan segenap tenaga di waktu hidup itu, mana dia? Sudah hilang! Tidak kelihatan lagi, karena semuanya itu pada hakikatnya memang tidak ada.
Ancaman Allah ditegaskan dari sekarang.
Ayat 88
"Orang-orangyang tidak pencaya."
Kepada keesaan Allah, tidak percaya kepada rasul-rasul, tidak percaya akan hari Pem-balasan."Dan berpaling dari jalan Allah." Lebih suka menuruti jalan setan.
“Kami tambah untuk mereka adygb di atas adzgb, kanena mereka telah mengadakan kenusakan."
Demikianlah ancaman itu, yang sebab turunnya (Nuzulnya) ialah kekufuran kaum musyrikin di Mekah seketika Rasulullah Muhammad ﷺ menyampaikan seruan, maka sampai kepada saat kita ini pun dapatlah kita mengukur diri kita sendiri, kalau-kalau masih ada sisa yang demikian dalam batin kita, yaitu tidak mau percaya dan berpaling dari jalan Allah, menuruti jalan hawa nafsu dan rayuan setan, walaupun kita masih memakai nama seperti orang Islam.
Ayat 89
“Dan (ingatlah) hari yang akan kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi di antara mereka."
Saksi itu ialah rasul yang dibangkitkan dalam kalangan keluarga mereka sendiri sebagai Muhammad anak Quraisy, dibangkitkan dalam keluarga Quraisy."Dan Kami datangkan (pula) engkau jadi saksi atas mereka." jadi saksi atas umat yang mengaku percaya kepada Muhammad sebagai rasul, yaitu umat Muhammad ini, adakah benar-benar mereka pegang teguh ajaran Muhammad itu, atau bohong saja:
“Dan telah Kami turunkan kepada engkau kitab yang menerangkan tiap-tiap sesuatu, petunjuk, rahmat dan kaban gembira bagi Muslimin."
Dengan ayat ini, mulailah ditukikkan pandang kepada kaum Muslimin sendiri. Jika sebelumnya telah dinyatakan adzab siksa yang akan diderita oleh musyrikin, maka kelak di hadapan Allah, Muhammad akan dipanggil menjadi saksi tentang caranya Muslimin menyambut dan menjalankan agama yang dibawa Muhammad, yang telah diterimanya dengan iman. Niscaya tidaklah cukup kalau hanya pengakuan, tidak diiringi bukti dan bakti. Sedang Nabi Muhammad ﷺ telah datang membawa keterangan lengkap dengan kitab A)-Qur'an itu. Apa saja keperluan Muslimin, telah cukup dijelaskan di dalamnya, urusan dunia dan akhiratnya, sampai urusan nikah dan faraidh, urusan perang dan damai, pemerintahan dan musyawarah, ibadah dan muamalah; dan petunjuk menempuh jalan yang diridhai Allah, dan rahmat untuk persaudaraan sesama manu-sia, dan kabar gembira, yaitu janji surga bagi Muslimin.
Kaum Muslimin akan disaksikan oleh Nabi Muhammad ﷺ kelak di akhirat. Apakah yang telah diamalkan sekarang?
TIGA PERINTAH TIGA LARANGAN
Ayat 90
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan) dan memberi kepada keluanga yang terdekat."
Tiga hal yang diperintahkan oleh Allah supaya dilakukan sepanjang waktu sebagai tanda dari taat kepada Allah. Pertama jalan adil, yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan mana yang benar, mengembalikan hak kepada yang empunya dan jangan berlaku zalim aniaya. Lawan dan adil ialah zalim, yaitu memungkiri kebenaran karena hendak mencari keuntungan bagi diri sendiri, mempertahankan perbuatan yang salah, sebab yang bersalah itu ialah kawan atau keluarga sendiri. Maka selama keadilan itu masih terdapat dalam masyarakat pergaulan hidup manusia, selama itu pula pergaulan akan aman sentosa, timbul amanah dan percaya-mempercayai.
Sesudah itu diperintahkan pula melatih diri berbuat ihsan. Arti ihsan ialah mengandung dua maksud. Pertama selalu mempertinggi mutu amalan, berbuatyang lebih baik daripada yang sudah-sudah, sehingga kian lama tingkat iman itu kian naik. Di dalam hadits Rasulullah ﷺ yang shahih disebut
“Al-lhsan ialah bahwa engkau sembah Allah, seakan-akan engkau lihat Allah itu. Maka jika engkau tidak lihat Dia, namun Dia tetap melihat engkau. “
Maksud ihsan yang kedua ialah kepada sesama makhluk, yaitu berbuat lebih tinggi lagi dari keadilan. Misalnya kita memberi upah kepada seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kita berikan kepadanya upah yang setimpal dengan tenaganya. Pembayaran upah yang setimpaKtu adalah sikap yang adil. Tetapi jika kita lebihi daripada yang semestinya, sehingga hatinya besar dan dia gembira, maka pemberian yang berlebih itu dinamai ihsan. Lantaran itu maka ihsan adalah latihan budi yang lebih tinggi tingkatnya daripada adil. Misalnya pula ialah seorang yang berutang kepada kita. Adalah suatu sikap yang adil jika utangnya itu kita tagih. Tetapi dia menjadi ihsan kalau utang itu kita maafkan.
Yang ketiga ialah memberi kepada keluarga yang terdekat. Ini pun adalah lanjutan daripada ihsan. Karena kadang-kadang orang yang berasal dari satu ayah dan satu ibu sendiri pun tidak sama nasibnya. Ada yang murah rezekinya lalu menjadi kaya raya dan ada yang hidupnya tidak sampai-menyampai. Maka orang yang mampu itu dianjurkan berbuat ihsan kepada keluarganya yang terdekat, sebelum dia mementingkan orang lain.
Al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya,
“Maka sesungguhnya Allah suka sekali hamba-Nya berbuat ihsan sesama makhluk, sampai pun kepada burung yang engkau pelihara dalam sangkarnya, dan kucing di dalam rumah. Jangan sampai mereka itu tidak merasakan ihsan dari engkau."
“Dan melarang dari yang keji dan yang dibenci dan aniaya." Inilah pula tiga larangan Allah yang seyogianya dijauhi oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah. Allah melarang segala perbuatan yang keji-keji, yaitu dosa yang amat merusak pergaulan dan keturunan. Biasa di dalam Al-Qur'an, kalau disebut al-Fahsyaa' yang dituju ialah segala yang berhubungan dengan zina. Segala pintu yang menuju kepada zina, baik berhubungan dengan pakaian yang membukakan aurat, atau cara-cara lain yang menimbulkan nafsu syahwat yang menuju ke sana. Itu hendaklah ditutup mati. Dan yang dibenci atau yang mungkar ialah segala perbuatan yang tidak dapat diterima baik oleh masyarakat yang memupuk budi yang luhur, dan segala laku tingkah perangai yang membawa pelanggaran atau aturan agama. Dan aniaya, yaitu segala perbuatan yang sikapnya menimbulkan permusuhan terhadap sesama manusia, karena mengganggu hak dan kepunyaan orang lain.
“Dimslhati-Nya kamu, supaya kamu ingat."
Ketiga perintah yang wajib kamu kerjakan itu dan larangan yang wajib kamu jauhi itu ialah untuk keselamatan dirimu sendiri supaya kamu selamat dalam pergaulan hidup. Pengajaran dan nasihat ini adalah langsung datang dari Allah sendiri. Kalau kamu kerjakan tiga yang disuruhkan, kamu pun selamat. Kalau kamu jauhi tiga yang dilarang, hidupmu pun akan bahagia.
Menurut riwayat dari Ibnu Jarir bahwasanya Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat yang paling jelas memberi petunjuk mana yang baik dan mana yang jahat.
Dan tersebut pula dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad bahwa asal mula Utsman bin Mazh'un akan menjadi salah seorang sahabat setia dari Rasulullah ﷺ ialah disebabkan ayat ini. Pada suatu hari dia lewat di hadapan rumah Rasulullah ﷺ sedang Rasul duduk-duduk. Mulanya Utsman acuh tak acuh saja, malahan diseringaikannya giginya. Dia dipanggil Nabi dan disuruh ke dekat beliau. Tiba-tiba Jibril turun membawa ayat ini lalu dibaca oleh Rasulullah ﷺ supaya didengar oleh Utsman. Berkata Utsman, “Menyelinaplah ayat itu ke dalam hatiku hingga meneguhkan imanku, dan menjadi sangat cintalah aku kepada Muhammad ﷺ"
Tersebut pula di dalam tafsir Ibnu Katsir bahwasanya Aktsam bin Shaifi yang terkenal dan dahulunya pemeluk agama Nasrani mengatakan kepada kaum keluarganya yang pernah menemui Nabi Muhammad ﷺ lalu diterangkan Nabi Muhammad ﷺ ayat ini kepada mereka. Setelah mereka kembali kepada Aktsam bin Shaifi, berkatalah dia kepada kaumnya itu, “Kalau demikian dia ini adalah menyuruhkan kita agar berpegang kepada akhlak yang mulia dan mencegah kita dari akhlak yang hina. Oleh sebab itu saya anjurkan kepada kamu semuanya supaya segeralah kita terima ajakan orang ini, kita langsung menjadi pengikutnya. Hendaklah kamu semuanya dalam hal ini menjadi kepala-kepala yang terkemuka, jangan hanya menjadi ekor-ekor yang di belakang-belakang.
lkrimah bercerita bahwa ayat ini pun pernah dibaca Rasulullah di hadapan seorang pe-muka Quraisy yang termasuk penentangnya selama ini, bernama Walid bin Mughirah. Setelah didengarnya, dia pun berkata, “Hai anaksaudaraku! Ulang sekali lagi!" Lalu diulang oleh Nabi ﷺ. Maka berkatalah Walid, “Demi Allah, susun katanya lemak manis. Senang sekali telinga mendengarkannya. Pucuknya mendatangkan buah, uratnya penuh dengan kesuburan. Ini bukan kata sembarang kata, ini bukan kata-kata manusia."
Artinya, meskipun dia seorang penentang, payah dia buat memungkiri bahwa perkataan ini bukanlah perkataan Muhammad, melainkan wahyu.
Setelah terjadi pertentangan yang begitu hebat di antara golongan Ali dengan Mu'awiyah, yang berakhir dengan kemenangan Mu'awiyah, terutama setelah Ali bin Abi Thalib mati terbunuh, maka kaum Bani Uma-yyah, telah mempergunakan khutbah-khut-bah Jum'at untuk maksud-maksud politik. Lalu pada khutbah yang kedua di seluruh mimbar masjid yang dikuasai oleh Bani Umayyah, ditambahkanlah khutbah mengutuk Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Dan berlakulah yang demikian itu bertahun-tahun lamanya. Maka setelah jabatan khalifah jatuh ke atas diri Sayyidina Umar bin Abdul Aziz, beliau perintahkan menghentikan ucapan mencela dan mengutuk Ali bin Abi Thalib itu, dan beliau suruh menggantinya dengan ayat 90 dari surah an-Nahl ini. Menjadi kebiasaanlah pada tiap-tiap khutbah Jum'at yang kedua menutupnya dengan ayat ini, dan berlakulah pusaka Umar bin Abdul Aziz itu pada khutbah yang kedua di serata-rata negeri Islam yang memegang sunnah sampai masa sekarang ini. Sehingga terhitunglah ini salah satu bekas yang mulia dan tangan beliau.
Ayat 91
“Dan sempurnakanlah perjanjian dengan Allah apabila kamu telah berjanji."
Artinya, apabila telah bersumpah dengan memakai nama Allah akan mengerjakan sesuatu pekerjaan atau tidak mengerjakan sesuatu, itu namanya telah berjanji dengan Allah sendiri. Maka hendaklah janji dengan Allah itu dipenuhi. Sebab itu lanjutan ayat lebih menjelaskan lagi."Dan jangan kamu pecahkan sumpah sesudah kamu teguhkan, dan telah kamu jadikan Allah sebagai peneguh.'' Artinya janganlah seenaknya saja melalaikan sumpah yang telah diteguhkan dengan memakai nama Allah, seumpama “Demi Allah", atau “utangku kepada Allah" dan sebagainya.
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat."
Dalam ayat ini terdapatlah tuntunan bagi Mukmin yang menghargai diri sendiri supaya sumpahnya jangan dipermain-mainkannya. Sumpah adalah termasuk taat dan kebajikan dan takwa juga. Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim,
“Berkata Nabi ﷺ, “Sesungguhnya aku, demi Allah, in syaa Allah, tidaklah aku bersumpah dengan suatu persampahan, lalu kemudian aku pandang ada perbuatan lain yang lebih baik daripada yang telah aku sumpahkan itu, melainkan segeralah aku kerjakan yang lebih baik itu, lalu aku lepaskan diriku dari ikatan sumpah pertama." Dalam satu riwayat lagi," Lalu aku bayar kaffarah sumpahku itu." (HR Bukhari dan Muslim)
Kaffarah atau denda dari sumpah itu telah tersebut dengan jelas di dalam surah al-Maa'idah ayat 89, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin dengan pertengahan yang kamu berikan kepada ahli kamu atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan budak. Kalau semuanya itu tidak sanggup hendaklah puasa tiga hari berturut-turut.
Ayat 92
“Dan janganlah kamu jadi seperti perempuan yang merombak tenunannya selembar -selembar sesudah selesai."
Demikianlah dalam ayat ini tentang orang-orang yang tadinya telah mengikat janji yang teguh, misalnya tidak akan berperang atau akan tetap berdamai. sehingga kuat teguhlah janji itu laksana teguhnya kain yang baru selesai ditenun. Tetapi kemudian kain tenunan yang telah kuat dan selesai itu mereka orak kembali satu demi satu. Atau serupalah keadaannya dengan perempuan menenun kain. Setelah selesai tenunan itu dirombaknya sehelai demi sehelai, sehingga terbuang percuma tenaganya selama ini."(Yaitu) kamu jadikan sumpah-sumpah kamu sebagai tipu daya di antara kamu." Untuk melepaskan diri ketika terdesak saja dan kalau sudah dapat jalan untuk mengelakkan diri, tidak merasa berat melanggar janji yang telah diikat “Lantaran satu golongan lebih banyak dari satu golongan." Yaitu tidak segan-segan mengikat pula perjanjian yang baru dengan golongan lain yang lebih besar, lebih kuat, lebih banyak orangnya dan lebih kaya, karena mengharapkan keuntungan benda, padahal perjanjian dengan yang dahulu, belum habis waktunya dan mereka setia menjalankan janji.
Tetapi mereka telah ditinggalkan karena golongannya kecil dan keuntungan yang diha-rapkan darinya tidak seberapa, “Lain tidak, Allah hanya hendak menguji kamu dengan dia." Manakah yang kamu pentingkan, harga budikah atau benda? Keuntungan besar dengan melengahkan janjikah atau keuntungan kecil tetapi setia memegang janji? Sampai hatikah kamu merombak janjimu dengan tidak semena-mena, hanya karena mengharapkan keuntungan yang lebih besar, padahal kamu kerugian dalam hal harga iman dalam hubungan manusia sesama manusia?
“Dan niscaya akan ditenangkan-Nya kepada kamu di hari Kiamat dari hal apa yang kamu perselisihkan."
Merombak apa yang telah dijanjikan dengan cara yang demikian karena mengharapkan membuat janji dengan yang lebih kuat dan lebih banyak, sehingga tidak memedulikan lagi nilai sopan santun adalah perangai orang jahiliyyah yang tidak mempunyai pokok-pokok kepercayaan, maka tidaklah sepatutnya dia menjadi akhlak Muslim. Sebab itu maka diberikanlah perumpamaan dalam ayat ini dengan halus sekali kecelaan perbuatan demikian, yaitu laksana perempuan bertenun kain. Telah selesai tenunannya lalu dirombaknya kembali, diaraknya barang selembar demi selembar, dan habis terbuanglah tenaganya dengan tidak ada sebab yang lain, hanyalah karena pikirannya yang kacau saja.
Maka tersebutlah dalam satu riwayat bahwasanya seketika Mu'awiyah berkuasa, beliau telah membuat suatu perjanjian dengan Raja Romawi, tidak akan serang-menyerang selama sekian waktu. Maka tatkala telah dekat habis masa perjanjian itu Mu'awiyah membawa ten-taranya ke dekat negeri Raja Romawi tersebut, dengan maksud menyerbu tiba-tiba apabila waktu yang dijangkakan itu habis, dan pihak musuh niscaya diserang sedang tidak bersedia.
Mendengar maksud yang demikian, berkatalah Amer bin Anbasah kepada Mu'awiyah, “Allahu Akbar, ya Mu'awiyah! Pegang teguhlah janji yang telah diperbuat, jangan dikhianati. Sebab saya mendengar dari Rasulullah ﷺ,
“Barangsiapa ada di antaranya dengan suatu kaum suatu janji, maka janganlah dia buka sendiri buhul janji itu sebelum habis waktunya."
Mendengar teguran Amer bin Anbasah itu, mundurlah Mu'awiyah dengan tentaranya, dan tidak jadi menyerang secara tiba-tiba ke negeri Romawi sebab yang demikian adalah mungkir janji.