Ayat
Terjemahan Per Kata
ضَرَبَ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
مَثَلًا
perumpamaan
عَبۡدٗا
hamba
مَّمۡلُوكٗا
dimiliki
لَّا
tidak
يَقۡدِرُ
berkuasa
عَلَىٰ
atas
شَيۡءٖ
sesuatu
وَمَن
dan orang
رَّزَقۡنَٰهُ
Kami beri rezkinya
مِنَّا
dari Kami
رِزۡقًا
rezki
حَسَنٗا
baik
فَهُوَ
maka/lalu dia
يُنفِقُ
menafkahkan
مِنۡهُ
sebagian daripadanya
سِرّٗا
sembunyi
وَجَهۡرًاۖ
dan terang-terangan
هَلۡ
apakah
يَسۡتَوُۥنَۚ
mereka sama
ٱلۡحَمۡدُ
segala puji
لِلَّهِۚ
bagi Allah
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَكۡثَرُهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
ضَرَبَ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
مَثَلًا
perumpamaan
عَبۡدٗا
hamba
مَّمۡلُوكٗا
dimiliki
لَّا
tidak
يَقۡدِرُ
berkuasa
عَلَىٰ
atas
شَيۡءٖ
sesuatu
وَمَن
dan orang
رَّزَقۡنَٰهُ
Kami beri rezkinya
مِنَّا
dari Kami
رِزۡقًا
rezki
حَسَنٗا
baik
فَهُوَ
maka/lalu dia
يُنفِقُ
menafkahkan
مِنۡهُ
sebagian daripadanya
سِرّٗا
sembunyi
وَجَهۡرًاۖ
dan terang-terangan
هَلۡ
apakah
يَسۡتَوُۥنَۚ
mereka sama
ٱلۡحَمۡدُ
segala puji
لِلَّهِۚ
bagi Allah
بَلۡ
bahkan/tetapi
أَكۡثَرُهُمۡ
kebanyakan mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
Terjemahan
Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dengan seorang yang Kami anugerahi rezeki yang baik dari Kami. Lalu, dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Tafsir
(Allah membuat perumpamaan) lafal matsalan ini kemudian dijelaskan oleh badalnya yaitu (dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki) lafal mamlukan ini berkedudukan menjadi sifat dari lafal `abdan, dimaksud untuk membedakannya dari manusia yang merdeka, karena manusia yang merdeka disebutkan dengan istilah Abdullaah atau hamba Allah (yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu) karena ia tidak memiliki apa pun (dan seorang) lafal man di sini nakirah maushufah, artinya seorang yang merdeka, bukan hamba sahaya (yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan) artinya dia menafkahkannya sekehendak hatinya. Misal yang pertama untuk menggambarkan tentang berhala dan misal yang kedua untuk menggambarkan tentang Allah ﷻ (adakah mereka itu sama?) antara hamba sahaya dan orang merdeka yang bebas dalam bertindak; tentu saja tidak. (Segala puji bagi Allah) semata (tetapi kebanyakan mereka) yakni penduduk kota Mekah (tidak mengetahui) apa yang bakal menimpa mereka kelak yaitu berupa azab, yang karena ketidaktahuan mereka itu akhirnya mereka menyekutukan Allah ﷻ
Tafsir Surat An-Nahl: 75
Allah membuat perumpamaan dengan seorang budak yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini adalah suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah, menggambarkan perihal orang kafir dan orang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah, dan dipilih oleh Ibnu Jarir; bahwa budak yang tidak mampu berbuat sesuatu adalah perumpamaan orang kafir, sedangkan orang yang diberi rezeki yang baik, lalu menafkahkan sebagian darinya baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan adalah perumpamaan orang mukmin.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat untuk menggambarkan berhala dan Tuhan Yang Hak, maka apakah yang satu sama dengan yang lainnya? Mengingat perbedaan di antara keduanya sangat mencolok dan jelas, tiada yang buta mengenainya kecuali hanya orang yang bodoh, maka disebutkan oleh firman-Nya: “Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (An-Nahl: 75).
Usai melarang manusia menyekutukan-Nya dan menetapkan sifatsifat buruk bagi-Nya, Allah lalu membuat perumpamaan buruknya sikap
dan sesatnya tindakan orang kafir bagaikan seorang hamba sahaya yang
berada di bawah kekuasaan orang lain; seorang hamba sahaya yang tidak
berdaya bertindak dan berbuat sesuatu, dan seorang yang merdeka yang
Kami beri rezeki yang baik, halal, dan melebihi kebutuhannya lalu dia
menginfakkan di jalan Kami sebagian dari rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah mereka yang keadaannya bertolak belakang itu' Tentu tidak. Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha
Esa, Maha Mengetahui. Kamu, wahai kaum muslim, mengetahui bahwa segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka yang kafir
tidak mengetahui hal itu. Dan selain perumpamaan itu, Allah juga membuat perumpamaan
yang lain, yaitu mengenai dua orang laki-laki yang seorang dari keduanya
bisu dan tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan
orang lain, serta tidak pula dapat memberi maupun menerima informasi. Dan di samping itu, dia menjadi beban bagi penanggungnya. Ke
mana saja dia disuruh oleh penanggungnya dan apa pun yang diminta
olehnya, dia sama sekali tidak dapat melaksanakannya dan tidak pula
dapat mendatangkan suatu kebaikan pun. Samakah orang yang bisu itu
dengan orang yang memiliki pikiran sehat, bijaksana dalam ucapan, dapat bertindak baik sesuai keinginannya, tidak menjadi beban bagi
orang lain, dapat menyuruh orang lain berbuat keadilan, dan dia berada
di jalan yang lurus dengan mematuhi aturan Allah' Tentu tidak sama.
Lalu bagaimana mungkin kamu, wahai kaum musyrik, menyamakan
berhala yang bisu, tuli, dan tidak berkuasa apa pun dengan Allah yang
Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Mahakuasa'.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ membuat suatu perumpamaan tentang orang-orang musyrik sehubungan dengan kepercayaan mereka yang menyamakan kedudukan sembahan mereka yang berupa patung dan berhala dengan Allah Yang Maha Sempurna.
Kekeliruan dan kebatilan kepercayaan mereka itu sama halnya dengan kekeliruan orang-orang yang menyamakan seorang budak sahaya yang tidak memiliki hak dan kuasa apa pun dengan orang merdeka, yang punya hak untuk memiliki, mengembangkan, dan menafkahkan harta kekayaan menurut keinginannya, baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Setiap orang dengan mudah mengetahui bahwa keduanya jauh berbeda, baik dalam kemuliaan, kekuasaan, ataupun keluhurannya. Demikian pula halnya orang-orang musyrik. Mereka jadikan benda-benda mati sebagai tumpuan dan tujuan ketika memanjatkan doa dan menggantungkan harapan. Alangkah jauhnya kesesatan mereka yang menyamakan Tuhan pencipta alam semesta dengan makhluk yang punya keterbatasan.
Segala puji hanya milik Allah ﷻ Dialah yang paling berhak untuk menerima segala macam pujian karena Dialah yang agung dan sempurna. Segala sifat-sifat terpuji terkumpul pada-Nya. Segala pujian hanya ditujukan kepada-Nya, tidak kepada patung-patung, berhala-berhala, ataupun sesuatu lainnya. Sembahan-sembahan selain Allah, tidak ada yang patut menerima pujian. Akan tetapi, manusia banyak yang tidak mengetahui atau sadar bahwa segala sifat kesempurnaan hanya milik Allah ﷻ Karena kejahilan, mereka memandang sifat kesempurnaan juga ada pada selain Allah. Mereka menjadikan makhluk itu sebagai tujuan dari pujaan atau sembahan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 71
“Dan Allah telah melebihkan sebagian kamu dari sebagiannya tentang rezeki."
Rezeki itu bukan saja semata-mata harta, tetapi juga rezeki ketinggian pikiran, rezeki ketinggian kedudukan, ada yang menjadi raja dan ada yang menjadi rakyat, ada yang pintar berilmu pengetahuan dan ada yang bodoh, di samping ada yang kaya raya dan ada yang papa."Tetapi orang-orang yang dilebihkan itu tidak memberikan rezeki mereka kepada hamba sahaya mereka, padahal mereka sama padanya." Yaitu bahwa rezeki sama-sama bukan punya mereka pada asalnya, hanyalah anugerah dari Allah jua.
“Maka apakah terhadap nikmat Allah kamu akan ingkari?"
Dengan demikian, orang-orang yang tidak beriman itu diberi peringatan bahwasanya hamba sahaya mereka sendiri pun bukanlah mereka yang memberinya rezeki. Dan nikmat yang diberikan Allah dalam kedudukanmu yang lebih baik sepatutnyalah kamu syukuri, jangan lupa bahwa semuanya itu dari Allah adanya.
Ayat 72
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu, dari dirimu sendiri akan istri-istri."
Kalau di dalam hadits-hadits Nabi kita Muhammad ﷺ telah menerangkan bahwasanya nenek kita, Siti Hawa adalah bagian dari diri nenek kita, Adam, maka dalam ayat ini dijelaskan lagi, bahwa istri kita itu adalah bagian dari kita. Makhluk insani itu satu istrinya, untuk teman hidupnya. Kalau diperdalam lagi, pada pokoknya insan itu adalah satu, meskipun laki-laki, perempuan. Tetapi oleh Allah diaturlah beberapa pesawat atau urat-urat dalam diri manusia yang akan dijadikan perempuan itu beberapa perubahan “teknik" sehingga perempuanlah dia. Kita dapat melihat hal itu pada berbedaan yang kecil saja di antara alat kelamin anak laki-laki yang baru lahir dengan alat kelamin anak perempdan yang sedikit tertonjol darilubang qibulnya. Dengan perubahan sedikit saja, dan alat kelamin perempuan dikecilkan untuk menerima, dan alat kelamin laki-laki dibesarkan, maka terjadilah manusia jantan dan manusia betina. Maka timbullah hubungan kelamin keduanya dan timbullah kasih mesra, yang satu memerlukan yang lain dan timbullah keturunan."Dan dijadikan-Nya untuk kamu, dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu." Maka didatangkanlah agama buat mengatur kesucian hubungan laki-laki dan perempuan itu, sehingga anak dan cucu dibangsakan kepada ayah bundanya dan kekallah manusia berketurunan di dalam dunia ini."Dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik.'' Rezeki harta benda, rezeki makan minum, rezeki pakaian dan kediaman. Sehingga hiduplah kamu mendirikan keluarga dalam dunia ini."Maka apakah terhadap kepada yang batil kamu hendak beriman?" Terhadap kepada berhalakah kamu hendak menyembah? Adakah semaunya kehidupanmu berumah tangga, beristri dan beranak dan bercucu dan berkawin dengan teratur itu, suatu anugerah dari berhala?
“Dan terhadap nikmat Allah kamu hendak kafiri?"
Allah yang memberikan semuanya itu, demikian nikmat-Nya, lalu yang lain yang kamu puja?
Ayat 73
“Dan mereka pun menyembah kepada yang selain Allah, batang yang tidak memiliki untuk mereka akan neieki."
Sehingga walaupun mereka akan bertekun di hadapan berhala itu berhari-hari bermalam -malam, minta makan minta minum, dia akan tetap membisu, karena berhala tidak memiliki apa-apa yang akan diberikan. Malahan yang menguasai dan mempunyai dia, adalah orang yang memuja itu sendiri. Tidaklah berhala itu memiliki apa-apa,
“Dari semua langit dan bumi sedikit jua pun, dan tidak (pula) berkesanggupan."
Tidak memiliki apa-apa dan tidak pula sanggup mencarikan.
Maka tersebutlah di dalam riwayat-riwayat bahwa ada orang musyrikin jahiliyyah itu yang sebelum pergi berburu atau berjudi, telah pergi lebih dahulu memuja-muja berhalanya, dan memberikan saji-sajian, mengharap dia dimenangkan. Setelah dia pergi mengadu untungnya, rupanya kalah. Yang berburu pulang dengan tangan kosong, yang berjudi pulang membawa kekalahan. Maka dengan murkanya dia pergi kepada berhalanya tadi, lalu disepak-kannya atau diludahinya dan dimaki-makinya berhala itu. Seperti ini pun kerapkali kejadian pada penyabung-penyabung ayam di Pulau Bali.
Ayat 74
“Maka janganlah kamu adakan bagi Allah misal."
Kerap kali orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah, untuk mempertahankan kemusyrikannya itu, memisalkan Allah kepada makhluk. Seketika ditegur mereka, mengapa jika berdoa dan memohon kepada Allah tidak langsung saja, mengapa memakai perantaraan dengan berhala atau dengan kubur-kubur orang saleh. Mereka menjawab, tidaklah layak kita makhluk hina ini langsung saja datang meminta kepada Allah dengan tidak berpengantar. Sedangkan hendak menghadap seorang menteri, kata mereka—hendaklah dengan melalui pesuruh atau penjaga pintu pejabat beliau, konon lagi terhadap Allah. Inilah suatu permisalan yang amat jahat terhadap Allah, sampai dimisalkan dengan seorang menteri. Padahal menteri itu adalah makhluk lemah, yang tidak dapat menerima tetamu yang dapat menghadap beratus atau beribu banyaknya, kalau tidak mengadakan orang yang mengatur dan menyusun. Adakah itu sama dengan Allah? Yang setiap waktu menantikan permohonan siapa saja dari hamba-hamba-Nya dengan tidak me-makai jam kerja? “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."
Kemudian Allah sendiri mengemukakan perumpamaan,
Ayat 75
“Allah telah mengadakan perumpamaan, (yaitu) seorang hamba yang dimiliki orang, tidak berkuasa atas sesuatu pun, dan seorang (lagi) yang Kami beri dia rezeki dari Kami, rezeki yang baik."
Ayat ini mengemukakan perumpamaan perbandingan di antara dua orang, yang seorang manusia budak kepunyaan orang lain, dan yang seorang lagi orang merdeka yang berkuasa atas harta bendanya dan banyak diberi Allah rezeki."Maka dinafkahkannya rezeki itu secara rahasia dan secara terang-terangan." Adakalanya dia membantu orang lain secara rahasia, jangan sampai orang itu dapat malu, tetapi adakalanya diberikannya bantuan dengan terang-terangan, buat menarik orang lain agar berderma pula. ‘Adakah sama mereka itu." (keduanya)? Niscaya tidak sama! Mengapa akan sama orang yang tidak berkuasa apa-apa, sampai pun atas dirinya sendiri, dengan seorang yang sesuka hatinya boleh berbuat yang dia suka terhadap harta bendanya."Al-hamdulillah!" Segala puji untuk Allah, bahwasanya orang yang berpikiran waras sangat mengerti akan perbedaan ini.
“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."
Kebanyakan mereka tidak dapat memperluas bandingan itu.
Itulah perumpamaan antara berhala yang tidak berkuasa apa-apa itu, buta, pekak, bisu, lumpuh. Kayu, tembaga, batu dan pasir, yang kamu jadikan tempat meminta tolong itu, lalu kamu lupakan Allah yang bebas memberimu apa yang Dia sukai, sebab Dia yang memiliki dan menguasai semua.
Ayat 76
“Dan diperbuat Allah lagi perumpamaan; dua orang laki-laki seorang di antaranya bisu, tidak berdaya atas sesuatu, dan dia bergantung kepada tuannya, ke mana saja pun dia"—tuannya itu— “menghadapkannya."
Misalnya disuruh bekerja, disuruh ke pasar dan lain-lain."(Namun) dia tidak men-datangkan kebaikan. Adakah sama dia dengan seorang yang menyuruh manusia berlaku adil?"
Di sini diambil perbandingan dan perumpamaan lagi di antara seorang budak bisu yang hanya jadi beban berat tuannya saja. Karena bisu mana bodoh lagi, disuruh apa-apa tidak mengerti, kerugian memeliharanya lebih banyak daripada keuntungan. Dibandingkan dengan seorang berakal budi, berani bertindak, berpandangan jauh, menyuruh orang berbuat adil dan sanggup pula berlaku adil. Alangkah sangat jauh bedanya kedua manusia ini. Maka kalau kamu telah mengakui, sedangkan yang dua itu saja sudah sangat besar perbedaannya, betapalah kamu berpikir memperbandingkan berhala dengan Allah?
Berkata al-Azhari, “Allah mengambil perumpamaan bagi berhala yang mereka sembah itu, yang tidak dapat berbuat sesuatu apa pun, malahan berhala itulah yang memberati kepada yang empunya. Karena yang empunya itulah yang mengangkat dan mengangkutnya dari satu tempat ke tempat lain. Maka berkata Allah, “Samakah berhala yang memberati ini dengan yang memerintahkan berbuat adil?" Pertanyaan yang mengandung hardikan sekali, yang menjelaskan bahwa Allah berfirman."Tidaklah sama di antara berhala yang memberati itu dengan Allah Pencipta seluruh alam." Sekian al-Azhari.
Az-Zamakhsyari di dalam al-Kasyaf-nya pun menulis, “Tni adalah perumpamaan yang dibuat Allah untuk diri-Nya kepada seluruh hamba-Nya dan diturunkan-Nya rahmat yang meliputi, baik dalam urusan agama ataupun urusan duniawi. Cobalah perbandingkan itu dengan berhala yang mereka puja itu, berhala yang mati tak bernyawa, tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat."
Tetapi Ibnu Abbas mengambil perbandingan lain. Beliau berpendapat perumpamaan yang dibuat Allah ini ialah perbandingan di antara orang yang beriman dengan orang yang kafir. Orang yang beriman berbuat berbagai kebajikan dengan rezeki yang dilimpahkan Allah kepadanya, maka dinafkahkannyalah rezeki itu baik dengan secara rahasia ataupun secara nyata. Tetapi orang yang kafir, samalah halnya dengan budak belian yang tidak dapat berbuat apa-apa, sebab dia tidak mempunyai apa yang akan dikeluarkan. Maka timbullah pertanyaan, “Dapatkah disamakan di antara kedua macam orang ini oleh orang yang berakal?"
“Sedang dia sendiri pun ada di atas jalan yang lurus?"
Adalah Dia, Allah ﷻ atas jalan yang lurus, tidak berkata melainkan yang benar, tidak menyuruh melainkan dengan yang adil, dan tidak Dia berbuat melainkan apa yang maslahat dan rahmat, hikmat dan adil. Dia selalu atas kebenaran dalam kata-Nya dan perbuatan-Nya. Tidak pernah Dia melakukan kezaliman kepada hamba-Nya, dan tidak menghukum pada yang ada dosanya, dan tidak Dia mengurangi karunia-Nya sedikit jua pun. Dan tidak pula ditanggungkan ke atas diri seorang hamba-Nya suatu kesalahan yang diperbuat oleh hamba-Nya yang lain. Dan tidak Dia berbuat suatu perbuatan yang tidak terpuji; segala sesuatunya berakibat yang terpuji dan tujuan yang dicita-citakan. Sama sekali itulah kesan dari Shirathal Mustaqim jalan Allah.
Demikian terdapat dalam penafsiran al-Qasimi.
Ath-Thabari menafsirkan jalan lurus Allah itu ialah jalan yang benar, memberikan ganjaran bagi siapa yang berbuat baik, dan ganjaran jahat bagi siapa yang berbuat jahat, tidak pernah Dia berlaku aniaya kepada seseorang pun, dan tidak Dia menerima kecuali penyerahan diri yang mutlak kepada-Nya. Itulah Islam, dan percaya yang bulat dan itulah iman.
Ayat 77
‘Dan bagi Allah-lah kegaiban semua langit dan bumi."
Kegaiban langit dan bumi, rahasianya yang tersembunyi. Cuma Allah yang menyimpan, karena Dia Yang Mahakuasa, dan tidak ada makhluk yang tahu. Betapapun kita lihat kukuhnya bumi sekarang ini, namun di dalamnya tersimpan rahasia-rahasia skrup-skrup, untuk menghancurkannya. Demikian pun langit. Yang menahannya semua hanya Allah saja."Dan tidaklah soal Kiamat itu melainkan seperti kedipan mata belaka, atau lebih dekat lagi." Kalau kehendak Allah sudah sampai, sekejap mata semuanya ini berubah. Bagi kita soal ini yang besar, bagi Allah masalah sangat kecil saja.
Tentang sekejap mata ini dapatlah kita memikirkannya apabila kita dengar keterangan ahli-ahli tentang kecepatan perjalanan alam, bagaimana cepatnya peredaran bumi pada sumbunya, 24 jam dalam sehari dan semalam. Begitu jauh jaraknya, bisa selesai dalam waktu 24 jam. Dan kita dengar pula bagaimana cepatnya perjalanan cahaya 280.000 mil dalam satu skonde. Sama sekali ini berjalan dengan sangat cepatnya. Kata ahli-ahli ilmu alam cakrawala ini, semuanya yang ada ini beredar dengan cepat sekali, berkembang tidak berhenti-henti, dan tidak tahu di mana kesudahannya. Kita manusia tidak merasakan itu, sebab kita turut teredar di dalamnya. Maka jika Allah berfirman bahwa Sa'at atau Qiyamat itu akan terjadi dalam sekejap mata, percayatah kita, sebagaimana yang telah difirmankan Allah di ujung ayat,
“Sesungguhnya Atlah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Bagi Dia seluruh alam itu adalah kecil belaka, tunduk patuh akan Maha Kekuasaan-Nya.
KEHADIRAN MANUSIA DI DUNIA
Sesudah Allah menerangkan kekuasaan dan kebesaran-Nya yang meliputi seluruh langit dan bumi itu, dan memegang teguh rahasia alam dan kunci bilakah hari akan Kiamat, yang dapat berlaku dalam sekejap mata, disuruhlah manusia kembali mengingat dirinya, supaya diperbandingkan kemuliaan dan kebesaran Allah dengan kekecilan dirinya. Berfirman Allah selanjutnya,
Ayat 78
“Dan Allah telah mengelumkan kamu dari perut ibu-ibu kamu, dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun."
Gelap dunia ini kita hadapi, hanya dengan tangis kita menghadapi dunia ketika kita mulai keluar dari perut ibu. Tidak ada yang kita ketahui, selain dan anugerah Ilahi yang dinamai gharizah atau naluri. Menangis kalau terasa dingin, menangis kalau terasa lapar, menangis kalau terasa panas."Dan dijadikan-Nya untuk kamu pendengaran dan penglihatan dan hati" Dengan berangsur-angsur tumbuhlah pendengaran, maka terdengarlah suara-suara dari yang dekat sampai kepada yang jauh; lalu sama ditumbuhkan pula penglihatan, sehingga dapat memperbedakan berbagai warna, dan dapat memerhatikan wajah ibu yang sedang menyusukan dan pendengaran serta penglihatan itu dituntun oleh perkembangan hati yaitu perasaan dan pikiran. Sampai berangsur-angsur besar dan dewasa, bertambah lama bertambah matang, sampai menjadi manusia yang berbudi bahasa, bersopan dan bersantun, sanggup memikul taklif, yaitu tanggung jawab yang dipikulkan oleh Allah ke atas pundak, menjadi anggota penuh dari perikemanusiaan.
“Supaya kamu bersyukur"
Maka dilahirkan Allah ke dunia, lalu diberi pendengaran, sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan sehingga tidak buta, diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat, adalah nikmat paling besar yang dianugerahkan Allah dalam hidup ini. Sebab manusia itu adalah pemikul tugas berat,yaitu menjadi khalifatullah di bumi.
Bersyukur itu ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di dunia ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kita jadi manusia yang berarti. Bersyukur artinya ialah berterima kasih dan lawan dari syukur ialah kufur, tidak mengenal budi.
MENENGADAHLAH KE ANGKASA LUAS
Sesudah disuruh melihat dan memerhatikan langit dan bumi, kemudian itu menekur menilik dan mengukur diri sendiri sejak dilahirkan Allah dari perut ibu, sampai diberi penglihatan dan pendengaran dan hati, kini disuruh pula menengadah ke udara, melihat burung terbang,
Ayat 79
‘Tidakkah mereka lihat kepada burung-burung yang dimudahkan" — terbangnya — di angkasa langit"
Alangkah indah terbangnya dan alangkah merdu suaranya, cobalah lihat sayapnya me-ngepak, dan kadang-kadang menyongsong angin."Tidak ada yang menahan mereka, kecuali Allah/' Tampaknya mudah saja, tetapi setelah manusia pun diberi anugerah Allah dengan ilham, dapatlah mereka membuat kapal udara, dan mereka pun terbang pula sekarang di udara lapang itu. Setelah manusia mendapat kepandaian membuat kapal udara itulah baru manusia insaf bahwa burung buatan asli Allah itu tetap dalam keaslian dan keajaibannya. Sebab manusia sendiri pun tidaklah kuasa bersayap seperti burung, melainkan membuat perkakas untuk terbang mencoba mencontoh dari teladan buatan burung.
“Sesungguhnya pada yang demikian menjadi tanda-tanda bagi kaum yang beriman."
Burung terbang di udara adalah suatu keajaiban, cuma karena telah biasa dilihat, maka perhatian sudah kurang. Kejadian badannya, sayapnya yang dihiasi dengan tulang binatang yang melata di bumi. Dia dapat terbang dan dia dapat pula hinggap. Ekornya laksana kemudi bagi terbangnya menyeruak angin. Dan berbagai jenis burung itu. Ada yang condong makannya ke dalam air, maka diberi dia kaki yang bisa berkayuh di dalam air. Ada yang dipanjangkan kakinya dan dipanjangkan pula lehernya, dan dipanjangkan pula paruhnya, hingga mudah baginya mencari makannya di dalam air yang keruh. Amat mengherankanlah tenaga yang ditanamkan Allah pada dirinya, sehingga dia bisa terbang dan tidak jatuh. Benar-benar tidak ada yang menahannya, melainkan Allah. Padahal ada burung yang besar dan ada burung kecil yang hinggap dari dahan ke dahan. Sungguhlah seperti yang difirmankan Allah di ujung ayat, bahwasanya yang demikian itu menjadi ayat, menjadi tanda dari kekuasaan Allah, yang dapat diperhatikan oleh orang yang beriman.
Pikirkanlah burung itu, selain dari daya terbang yang diberikan kepadanya, betapa jaminan makannya. Tahukah Anda bahwa ada burung yang terbang dari Kutub Selatan ke Kutub Utara pada pergantian musim tertentu, didorong oleh satu naluri ajaib? Berapa macamnya burung? Bagaimana ajaibnya alam burung? Tanyakanlah kepada ahlinya.
RUMAH KEDIAMAN
Ayat 80
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu dari rumah-rumah kamu, sebagai tempat tinggal."
Di ayat ini dijuruskan lagi perhatian kita kepada rumah tangga kita sendiri, tempat kita mendidik anak, tempat kita beristirahat, tempat berteduh kehujanan dan bernaung ketika kepanasan. Dan tempat kamu bertekun ibadah kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Maka selain dari rumah tempat tinggal itu ditarik pula perhatian kepada para pengembara, atau pejuang-pejuang di zaman perang jihad menegakkan agama Allah."Dan dijadikan-Nya untuk kamu dari kulit binatang ternak sebagai rumah, yang terasa ringan bagimu di hari keberangkatan kamu."—mudah diangkat-angkatkan—"dan di hari penetapan kamu." sehingga bisa lekas dipasang. Ayat ini, selain dari dirasakan oleh para pejuang penyebar Islam di zaman dulu, amat dirasakan sampai sekarang oleh orang-orang Badwi yang hidup dalam kemah-kemah di padang pasir. Betapa pentingnya kulit-kulit binatang ternak itu dalam menegakkan kemah-kemah.
“Dan dari bulu-bulunya, dan rambut-rambutnya, menjadi perkakas rumah dan perhiasan, sampai suatu masa."
Demikianlah keadaanmu mengambil faedah darinya, sampai datang suatu masa kamu harus meninggalkannya dan pulang kembali kepada Allah.