Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱللَّهُ
dan Allah
فَضَّلَ
melebihkan
بَعۡضَكُمۡ
sebagian kamu
عَلَىٰ
atas
بَعۡضٖ
sebagian yang lain
فِي
dalam
ٱلرِّزۡقِۚ
rezki
فَمَا
maka tidak
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
فُضِّلُواْ
(mereka) dilebihkan
بِرَآدِّي
dengan mengembalikan/berikan
رِزۡقِهِمۡ
rezki mereka
عَلَىٰ
atas
مَا
apa
مَلَكَتۡ
memiliki
أَيۡمَٰنُهُمۡ
hamba sahaya
فَهُمۡ
maka mereka
فِيهِ
didalamnya
سَوَآءٌۚ
sama
أَفَبِنِعۡمَةِ
maka apakah dengan nikmat
ٱللَّهِ
Allah
يَجۡحَدُونَ
mereka mengingkari
وَٱللَّهُ
dan Allah
فَضَّلَ
melebihkan
بَعۡضَكُمۡ
sebagian kamu
عَلَىٰ
atas
بَعۡضٖ
sebagian yang lain
فِي
dalam
ٱلرِّزۡقِۚ
rezki
فَمَا
maka tidak
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
فُضِّلُواْ
(mereka) dilebihkan
بِرَآدِّي
dengan mengembalikan/berikan
رِزۡقِهِمۡ
rezki mereka
عَلَىٰ
atas
مَا
apa
مَلَكَتۡ
memiliki
أَيۡمَٰنُهُمۡ
hamba sahaya
فَهُمۡ
maka mereka
فِيهِ
didalamnya
سَوَآءٌۚ
sama
أَفَبِنِعۡمَةِ
maka apakah dengan nikmat
ٱللَّهِ
Allah
يَجۡحَدُونَ
mereka mengingkari
Terjemahan
Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki. Akan tetapi, orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki sehingga mereka sama-sama (merasakan) rezeki itu. Mengapa terhadap nikmat Allah mereka ingkar?
Tafsir
(Dan Allah melebihkan sebagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki) di antara kalian ada yang kaya dan ada pula yang miskin, serta ada pula yang menjadi raja dan yang menjadi hamba sahaya (tetapi orang-orang yang dilebihkan rezekinya tidak mau) yakni tuan-tuan pemilik hamba sahaya (memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki) artinya mereka tidak mau menjadikan rezeki yang Kami limpahkan kepada mereka menjadi milik bersama antara mereka dan hamba-hamba sahaya mereka (agar mereka) yakni para pemilik hamba sahaya dan para hamba sahaya yang dimilikinya (sama merasakan rezeki itu) bersekutu memilikinya. Makna yang dimaksud ialah, bahwa mereka tidak akan mau menjadikan harta mereka untuk milik bersama dengan hamba-hamba sahaya mereka, maka mengapa mereka menjadikan sebagian daripada milik-milik Allah menjadi sekutu-sekutu-Nya. (Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?) karena ternyata mereka telah menjadikan bagi-Nya sekutu-sekutu.
Dan Allah melebihkan sebagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budahbudakyang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? Allah ﷻ menjelaskan perihal kebodohan dan kekafiran orang-orang musyrik dalam keyakinan mereka yang menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal dalam hati kecilnya mereka mengakui bahwa sekutu-sekutu itu pun adalah hamba-hamba Allah juga. Seperti yang biasa mereka katakan dalam talbiyah mereka saat berhaji, yaitu: "Labbaika (kupenuhi seruan-Mu), tiada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milikMu; Engkau memilikinya, sedangkan ia tidak mempunyai milik." Maka Allah ﷻ membantah mereka, "Kalian tidak rela bila budak-budak kalian memiliki hak sama rata dengan kalian dalam harta yang Kami rezekikan kepada kalian.
Maka mana mungkin Allah rida bila hamba-hamba-Nya dipersamakan dengan-Nya dalam memperoleh penyembahan dan pengagungan?" Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri kalian sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kanan kalian, sekutu bagi kalian dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian; maka kalian sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezeki itu, kalian takut kepada mereka sebagaimana kalian takut kepada diri kalian sendiri? (Ar-Rum: 28), hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa tiadalah mereka akan menjadikan hamba sahaya mereka sebagai sekutu mereka dalam memiliki harta benda dan kaum wanita mereka. Maka mengapa mereka mempersekutukan Aku dengan hamba-hamba-Ku dalam kekuasaan-Ku? Yang demikian itu adalah makna firman-Nya: Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl: 71) Dalam riwayat lain Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa mengapa kalian rela menisbatkan kepada-Ku hal yang tidak kalian sukai buat diri kalian sendiri? Menurut Mujahid ayat ini merupakan perumpamaan tentang keadaan tuhan-tuhan yang palsu.
Qatadah mengatakan, ayat ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah yang artinya 'adakah seseorang di antara kalian yang mau menjadikan orang lain sebagai sekutunya dalam memiliki harta, istri, dan pelaminannya; sehingga kamu dapat membandingkannya dengan apa yang kalian dakwakan terhadap Allah, yaitu mempersekutukan-Nya dengan makhluk-Nya yang merupakan hamba-hamba-Nya? Apabila kalian tidak rela dengan hal tersebut untuk diri kalian, maka terlebih lagi untuk Allah, Dia harus lebih disucikan dari hal tersebut dibandingkan dengan kalian.
Firman Allah ﷻ: Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (An-Nahl: 71) Yakni mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah. Maka ternyata mereka mengingkari nikmat-nikmat-Nya dan mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy'ari yang bunyinya seperti berikut: "Puaslah dengan rezeki yang diberikan kepadamu, karena sesungguhnya Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengutamakan sebagian di antara hamba-hamba-Nya atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, sebagai cobaan untuk menguji masing-masing (dari mereka).
Maka Allah menguji orang yang telah Dia luaskan rezekinya, bagaimanakah ia bersyukur kepada Allah dan apakah dia menunaikan hak yang diwajibkan atas rezeki dan harta yang telah diberikan kepadanya" (Diriwayatkan oleh ibnu Abu Hatim)."
Demikianlah, Allah berkuasa menciptakan perbedaan dalam umur
manusia. Dan Allah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana, dan Mahakuasa pun berkuasa melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain
dalam hal rezeki, kedudukan, jabatan, kekayaan, dan semisalnya. Allah
telah membagi rezeki dengan cara demikian kepada manusia, tetapi di
antara orang yang dilebihkan rezekinya ada yang tidak mau memberikan
sebagian dari rezekinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki,
padahal mereka sama-sama manusia, sehingga kalau saja mereka mau
saling berbagai niscaya mereka sama-sama merasakan kenikmatan rezeki
itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah'Dan di antara tanda kekuasaan Allah adalah bahwa dia menjadikan
bagimu pasangan suami atau istri dari jenis kamu sendiri agar kamu dapat
menggapai ketenangan hidup. Dan Dia menjadikan anak dan kemudian
cucu laki-laki dan perempuan dari pasanganmu, serta memberimu rezeki
dari berbagai anugerah yang baik dan sesuai dengan kebutuhan hidup
kamu. Jika manusia mengetahui kekuasaan Allah yang demikian besar,
lalu mengapa mereka yang kafir tetap saja menyekutukan Allah dan beriman kepada yang batil, yakni berhala-berhala, dan mengingkari nikmat
Allah yang telah mereka terima dan rasakan'.
Setelah Allah menjelaskan perbedaan usia manusia dalam ayat ini, Ia menyebutkan perbedaan rezeki mereka. Allah ﷻ menjelaskan bahwa Allah melebihkan rezeki sebagian manusia dari sebagian yang lain. Ada manusia yang kaya, ada pula yang fakir, ada manusia yang menguasai sumber-sumber rezeki, dan ada manusia yang tidak memperoleh rezeki yang memadai bagi kehidupannya. Semuanya bertujuan agar satu sama lain saling menolong karena saling membutuhkan.
Kemudian Allah ﷻ menjelaskan bahwa di antara orang-orang yang diberi rezeki lebih, ada yang tidak mau memberikan sedikit pun rezekinya kepada orang-orang yang bekerja padanya yang semestinya mendapat bagian dari mereka. Padahal di antara orang-orang yang menguasai dan dikuasai, di antara tuan dan budak sama-sama berhak atas rezeki itu. Oleh karenanya, sepantasnyalah rezeki itu didistribusikan secara adil dan merata kepada semua pihak. Apabila pemilik modal merasa berhak mendapat keuntungan karena modal yang dimilikinya, pekerja hendaknya diberi penghasilan sesuai dengan kemampuannya, supaya pemilik modal dan pekerja sama-sama menikmati sumber-sumber penghasilan itu.
Allah ﷻ berfirman:
Dia membuat perumpamaan bagimu dari dirimu sendiri. Apakah (kamu rela jika) ada di antara hamba-sahaya yang kamu miliki, menjadi sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sehingga kamu menjadi setara dengan mereka dalam hal ini, lalu kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada sesamamu. Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengerti. (ar-Rum/30: 28)
Di akhir ayat, Allah mengingatkan bahwa semua itu adalah nikmat-Nya. Oleh karena itu, mereka seharusnya mensyukuri nikmat itu dengan tidak memonopoli sumber-sumber penghasilan itu untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 71
“Dan Allah telah melebihkan sebagian kamu dari sebagiannya tentang rezeki."
Rezeki itu bukan saja semata-mata harta, tetapi juga rezeki ketinggian pikiran, rezeki ketinggian kedudukan, ada yang menjadi raja dan ada yang menjadi rakyat, ada yang pintar berilmu pengetahuan dan ada yang bodoh, di samping ada yang kaya raya dan ada yang papa."Tetapi orang-orang yang dilebihkan itu tidak memberikan rezeki mereka kepada hamba sahaya mereka, padahal mereka sama padanya." Yaitu bahwa rezeki sama-sama bukan punya mereka pada asalnya, hanyalah anugerah dari Allah jua.
“Maka apakah terhadap nikmat Allah kamu akan ingkari?"
Dengan demikian, orang-orang yang tidak beriman itu diberi peringatan bahwasanya hamba sahaya mereka sendiri pun bukanlah mereka yang memberinya rezeki. Dan nikmat yang diberikan Allah dalam kedudukanmu yang lebih baik sepatutnyalah kamu syukuri, jangan lupa bahwa semuanya itu dari Allah adanya.
Ayat 72
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu, dari dirimu sendiri akan istri-istri."
Kalau di dalam hadits-hadits Nabi kita Muhammad ﷺ telah menerangkan bahwasanya nenek kita, Siti Hawa adalah bagian dari diri nenek kita, Adam, maka dalam ayat ini dijelaskan lagi, bahwa istri kita itu adalah bagian dari kita. Makhluk insani itu satu istrinya, untuk teman hidupnya. Kalau diperdalam lagi, pada pokoknya insan itu adalah satu, meskipun laki-laki, perempuan. Tetapi oleh Allah diaturlah beberapa pesawat atau urat-urat dalam diri manusia yang akan dijadikan perempuan itu beberapa perubahan “teknik" sehingga perempuanlah dia. Kita dapat melihat hal itu pada berbedaan yang kecil saja di antara alat kelamin anak laki-laki yang baru lahir dengan alat kelamin anak perempdan yang sedikit tertonjol darilubang qibulnya. Dengan perubahan sedikit saja, dan alat kelamin perempuan dikecilkan untuk menerima, dan alat kelamin laki-laki dibesarkan, maka terjadilah manusia jantan dan manusia betina. Maka timbullah hubungan kelamin keduanya dan timbullah kasih mesra, yang satu memerlukan yang lain dan timbullah keturunan."Dan dijadikan-Nya untuk kamu, dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu." Maka didatangkanlah agama buat mengatur kesucian hubungan laki-laki dan perempuan itu, sehingga anak dan cucu dibangsakan kepada ayah bundanya dan kekallah manusia berketurunan di dalam dunia ini."Dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik.'' Rezeki harta benda, rezeki makan minum, rezeki pakaian dan kediaman. Sehingga hiduplah kamu mendirikan keluarga dalam dunia ini."Maka apakah terhadap kepada yang batil kamu hendak beriman?" Terhadap kepada berhalakah kamu hendak menyembah? Adakah semaunya kehidupanmu berumah tangga, beristri dan beranak dan bercucu dan berkawin dengan teratur itu, suatu anugerah dari berhala?
“Dan terhadap nikmat Allah kamu hendak kafiri?"
Allah yang memberikan semuanya itu, demikian nikmat-Nya, lalu yang lain yang kamu puja?
Ayat 73
“Dan mereka pun menyembah kepada yang selain Allah, batang yang tidak memiliki untuk mereka akan neieki."
Sehingga walaupun mereka akan bertekun di hadapan berhala itu berhari-hari bermalam -malam, minta makan minta minum, dia akan tetap membisu, karena berhala tidak memiliki apa-apa yang akan diberikan. Malahan yang menguasai dan mempunyai dia, adalah orang yang memuja itu sendiri. Tidaklah berhala itu memiliki apa-apa,
“Dari semua langit dan bumi sedikit jua pun, dan tidak (pula) berkesanggupan."
Tidak memiliki apa-apa dan tidak pula sanggup mencarikan.
Maka tersebutlah di dalam riwayat-riwayat bahwa ada orang musyrikin jahiliyyah itu yang sebelum pergi berburu atau berjudi, telah pergi lebih dahulu memuja-muja berhalanya, dan memberikan saji-sajian, mengharap dia dimenangkan. Setelah dia pergi mengadu untungnya, rupanya kalah. Yang berburu pulang dengan tangan kosong, yang berjudi pulang membawa kekalahan. Maka dengan murkanya dia pergi kepada berhalanya tadi, lalu disepak-kannya atau diludahinya dan dimaki-makinya berhala itu. Seperti ini pun kerapkali kejadian pada penyabung-penyabung ayam di Pulau Bali.
Ayat 74
“Maka janganlah kamu adakan bagi Allah misal."
Kerap kali orang yang mempersekutukan yang lain dengan Allah, untuk mempertahankan kemusyrikannya itu, memisalkan Allah kepada makhluk. Seketika ditegur mereka, mengapa jika berdoa dan memohon kepada Allah tidak langsung saja, mengapa memakai perantaraan dengan berhala atau dengan kubur-kubur orang saleh. Mereka menjawab, tidaklah layak kita makhluk hina ini langsung saja datang meminta kepada Allah dengan tidak berpengantar. Sedangkan hendak menghadap seorang menteri, kata mereka—hendaklah dengan melalui pesuruh atau penjaga pintu pejabat beliau, konon lagi terhadap Allah. Inilah suatu permisalan yang amat jahat terhadap Allah, sampai dimisalkan dengan seorang menteri. Padahal menteri itu adalah makhluk lemah, yang tidak dapat menerima tetamu yang dapat menghadap beratus atau beribu banyaknya, kalau tidak mengadakan orang yang mengatur dan menyusun. Adakah itu sama dengan Allah? Yang setiap waktu menantikan permohonan siapa saja dari hamba-hamba-Nya dengan tidak me-makai jam kerja? “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."
Kemudian Allah sendiri mengemukakan perumpamaan,
Ayat 75
“Allah telah mengadakan perumpamaan, (yaitu) seorang hamba yang dimiliki orang, tidak berkuasa atas sesuatu pun, dan seorang (lagi) yang Kami beri dia rezeki dari Kami, rezeki yang baik."
Ayat ini mengemukakan perumpamaan perbandingan di antara dua orang, yang seorang manusia budak kepunyaan orang lain, dan yang seorang lagi orang merdeka yang berkuasa atas harta bendanya dan banyak diberi Allah rezeki."Maka dinafkahkannya rezeki itu secara rahasia dan secara terang-terangan." Adakalanya dia membantu orang lain secara rahasia, jangan sampai orang itu dapat malu, tetapi adakalanya diberikannya bantuan dengan terang-terangan, buat menarik orang lain agar berderma pula. ‘Adakah sama mereka itu." (keduanya)? Niscaya tidak sama! Mengapa akan sama orang yang tidak berkuasa apa-apa, sampai pun atas dirinya sendiri, dengan seorang yang sesuka hatinya boleh berbuat yang dia suka terhadap harta bendanya."Al-hamdulillah!" Segala puji untuk Allah, bahwasanya orang yang berpikiran waras sangat mengerti akan perbedaan ini.
“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."
Kebanyakan mereka tidak dapat memperluas bandingan itu.
Itulah perumpamaan antara berhala yang tidak berkuasa apa-apa itu, buta, pekak, bisu, lumpuh. Kayu, tembaga, batu dan pasir, yang kamu jadikan tempat meminta tolong itu, lalu kamu lupakan Allah yang bebas memberimu apa yang Dia sukai, sebab Dia yang memiliki dan menguasai semua.
Ayat 76
“Dan diperbuat Allah lagi perumpamaan; dua orang laki-laki seorang di antaranya bisu, tidak berdaya atas sesuatu, dan dia bergantung kepada tuannya, ke mana saja pun dia"—tuannya itu— “menghadapkannya."
Misalnya disuruh bekerja, disuruh ke pasar dan lain-lain."(Namun) dia tidak men-datangkan kebaikan. Adakah sama dia dengan seorang yang menyuruh manusia berlaku adil?"
Di sini diambil perbandingan dan perumpamaan lagi di antara seorang budak bisu yang hanya jadi beban berat tuannya saja. Karena bisu mana bodoh lagi, disuruh apa-apa tidak mengerti, kerugian memeliharanya lebih banyak daripada keuntungan. Dibandingkan dengan seorang berakal budi, berani bertindak, berpandangan jauh, menyuruh orang berbuat adil dan sanggup pula berlaku adil. Alangkah sangat jauh bedanya kedua manusia ini. Maka kalau kamu telah mengakui, sedangkan yang dua itu saja sudah sangat besar perbedaannya, betapalah kamu berpikir memperbandingkan berhala dengan Allah?
Berkata al-Azhari, “Allah mengambil perumpamaan bagi berhala yang mereka sembah itu, yang tidak dapat berbuat sesuatu apa pun, malahan berhala itulah yang memberati kepada yang empunya. Karena yang empunya itulah yang mengangkat dan mengangkutnya dari satu tempat ke tempat lain. Maka berkata Allah, “Samakah berhala yang memberati ini dengan yang memerintahkan berbuat adil?" Pertanyaan yang mengandung hardikan sekali, yang menjelaskan bahwa Allah berfirman."Tidaklah sama di antara berhala yang memberati itu dengan Allah Pencipta seluruh alam." Sekian al-Azhari.
Az-Zamakhsyari di dalam al-Kasyaf-nya pun menulis, “Tni adalah perumpamaan yang dibuat Allah untuk diri-Nya kepada seluruh hamba-Nya dan diturunkan-Nya rahmat yang meliputi, baik dalam urusan agama ataupun urusan duniawi. Cobalah perbandingkan itu dengan berhala yang mereka puja itu, berhala yang mati tak bernyawa, tidak memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat."
Tetapi Ibnu Abbas mengambil perbandingan lain. Beliau berpendapat perumpamaan yang dibuat Allah ini ialah perbandingan di antara orang yang beriman dengan orang yang kafir. Orang yang beriman berbuat berbagai kebajikan dengan rezeki yang dilimpahkan Allah kepadanya, maka dinafkahkannyalah rezeki itu baik dengan secara rahasia ataupun secara nyata. Tetapi orang yang kafir, samalah halnya dengan budak belian yang tidak dapat berbuat apa-apa, sebab dia tidak mempunyai apa yang akan dikeluarkan. Maka timbullah pertanyaan, “Dapatkah disamakan di antara kedua macam orang ini oleh orang yang berakal?"
“Sedang dia sendiri pun ada di atas jalan yang lurus?"
Adalah Dia, Allah ﷻ atas jalan yang lurus, tidak berkata melainkan yang benar, tidak menyuruh melainkan dengan yang adil, dan tidak Dia berbuat melainkan apa yang maslahat dan rahmat, hikmat dan adil. Dia selalu atas kebenaran dalam kata-Nya dan perbuatan-Nya. Tidak pernah Dia melakukan kezaliman kepada hamba-Nya, dan tidak menghukum pada yang ada dosanya, dan tidak Dia mengurangi karunia-Nya sedikit jua pun. Dan tidak pula ditanggungkan ke atas diri seorang hamba-Nya suatu kesalahan yang diperbuat oleh hamba-Nya yang lain. Dan tidak Dia berbuat suatu perbuatan yang tidak terpuji; segala sesuatunya berakibat yang terpuji dan tujuan yang dicita-citakan. Sama sekali itulah kesan dari Shirathal Mustaqim jalan Allah.
Demikian terdapat dalam penafsiran al-Qasimi.
Ath-Thabari menafsirkan jalan lurus Allah itu ialah jalan yang benar, memberikan ganjaran bagi siapa yang berbuat baik, dan ganjaran jahat bagi siapa yang berbuat jahat, tidak pernah Dia berlaku aniaya kepada seseorang pun, dan tidak Dia menerima kecuali penyerahan diri yang mutlak kepada-Nya. Itulah Islam, dan percaya yang bulat dan itulah iman.
Ayat 77
‘Dan bagi Allah-lah kegaiban semua langit dan bumi."
Kegaiban langit dan bumi, rahasianya yang tersembunyi. Cuma Allah yang menyimpan, karena Dia Yang Mahakuasa, dan tidak ada makhluk yang tahu. Betapapun kita lihat kukuhnya bumi sekarang ini, namun di dalamnya tersimpan rahasia-rahasia skrup-skrup, untuk menghancurkannya. Demikian pun langit. Yang menahannya semua hanya Allah saja."Dan tidaklah soal Kiamat itu melainkan seperti kedipan mata belaka, atau lebih dekat lagi." Kalau kehendak Allah sudah sampai, sekejap mata semuanya ini berubah. Bagi kita soal ini yang besar, bagi Allah masalah sangat kecil saja.
Tentang sekejap mata ini dapatlah kita memikirkannya apabila kita dengar keterangan ahli-ahli tentang kecepatan perjalanan alam, bagaimana cepatnya peredaran bumi pada sumbunya, 24 jam dalam sehari dan semalam. Begitu jauh jaraknya, bisa selesai dalam waktu 24 jam. Dan kita dengar pula bagaimana cepatnya perjalanan cahaya 280.000 mil dalam satu skonde. Sama sekali ini berjalan dengan sangat cepatnya. Kata ahli-ahli ilmu alam cakrawala ini, semuanya yang ada ini beredar dengan cepat sekali, berkembang tidak berhenti-henti, dan tidak tahu di mana kesudahannya. Kita manusia tidak merasakan itu, sebab kita turut teredar di dalamnya. Maka jika Allah berfirman bahwa Sa'at atau Qiyamat itu akan terjadi dalam sekejap mata, percayatah kita, sebagaimana yang telah difirmankan Allah di ujung ayat,
“Sesungguhnya Atlah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Bagi Dia seluruh alam itu adalah kecil belaka, tunduk patuh akan Maha Kekuasaan-Nya.
KEHADIRAN MANUSIA DI DUNIA
Sesudah Allah menerangkan kekuasaan dan kebesaran-Nya yang meliputi seluruh langit dan bumi itu, dan memegang teguh rahasia alam dan kunci bilakah hari akan Kiamat, yang dapat berlaku dalam sekejap mata, disuruhlah manusia kembali mengingat dirinya, supaya diperbandingkan kemuliaan dan kebesaran Allah dengan kekecilan dirinya. Berfirman Allah selanjutnya,
Ayat 78
“Dan Allah telah mengelumkan kamu dari perut ibu-ibu kamu, dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun."
Gelap dunia ini kita hadapi, hanya dengan tangis kita menghadapi dunia ketika kita mulai keluar dari perut ibu. Tidak ada yang kita ketahui, selain dan anugerah Ilahi yang dinamai gharizah atau naluri. Menangis kalau terasa dingin, menangis kalau terasa lapar, menangis kalau terasa panas."Dan dijadikan-Nya untuk kamu pendengaran dan penglihatan dan hati" Dengan berangsur-angsur tumbuhlah pendengaran, maka terdengarlah suara-suara dari yang dekat sampai kepada yang jauh; lalu sama ditumbuhkan pula penglihatan, sehingga dapat memperbedakan berbagai warna, dan dapat memerhatikan wajah ibu yang sedang menyusukan dan pendengaran serta penglihatan itu dituntun oleh perkembangan hati yaitu perasaan dan pikiran. Sampai berangsur-angsur besar dan dewasa, bertambah lama bertambah matang, sampai menjadi manusia yang berbudi bahasa, bersopan dan bersantun, sanggup memikul taklif, yaitu tanggung jawab yang dipikulkan oleh Allah ke atas pundak, menjadi anggota penuh dari perikemanusiaan.
“Supaya kamu bersyukur"
Maka dilahirkan Allah ke dunia, lalu diberi pendengaran, sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan sehingga tidak buta, diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat, adalah nikmat paling besar yang dianugerahkan Allah dalam hidup ini. Sebab manusia itu adalah pemikul tugas berat,yaitu menjadi khalifatullah di bumi.
Bersyukur itu ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di dunia ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kita jadi manusia yang berarti. Bersyukur artinya ialah berterima kasih dan lawan dari syukur ialah kufur, tidak mengenal budi.
MENENGADAHLAH KE ANGKASA LUAS
Sesudah disuruh melihat dan memerhatikan langit dan bumi, kemudian itu menekur menilik dan mengukur diri sendiri sejak dilahirkan Allah dari perut ibu, sampai diberi penglihatan dan pendengaran dan hati, kini disuruh pula menengadah ke udara, melihat burung terbang,
Ayat 79
‘Tidakkah mereka lihat kepada burung-burung yang dimudahkan" — terbangnya — di angkasa langit"
Alangkah indah terbangnya dan alangkah merdu suaranya, cobalah lihat sayapnya me-ngepak, dan kadang-kadang menyongsong angin."Tidak ada yang menahan mereka, kecuali Allah/' Tampaknya mudah saja, tetapi setelah manusia pun diberi anugerah Allah dengan ilham, dapatlah mereka membuat kapal udara, dan mereka pun terbang pula sekarang di udara lapang itu. Setelah manusia mendapat kepandaian membuat kapal udara itulah baru manusia insaf bahwa burung buatan asli Allah itu tetap dalam keaslian dan keajaibannya. Sebab manusia sendiri pun tidaklah kuasa bersayap seperti burung, melainkan membuat perkakas untuk terbang mencoba mencontoh dari teladan buatan burung.
“Sesungguhnya pada yang demikian menjadi tanda-tanda bagi kaum yang beriman."
Burung terbang di udara adalah suatu keajaiban, cuma karena telah biasa dilihat, maka perhatian sudah kurang. Kejadian badannya, sayapnya yang dihiasi dengan tulang binatang yang melata di bumi. Dia dapat terbang dan dia dapat pula hinggap. Ekornya laksana kemudi bagi terbangnya menyeruak angin. Dan berbagai jenis burung itu. Ada yang condong makannya ke dalam air, maka diberi dia kaki yang bisa berkayuh di dalam air. Ada yang dipanjangkan kakinya dan dipanjangkan pula lehernya, dan dipanjangkan pula paruhnya, hingga mudah baginya mencari makannya di dalam air yang keruh. Amat mengherankanlah tenaga yang ditanamkan Allah pada dirinya, sehingga dia bisa terbang dan tidak jatuh. Benar-benar tidak ada yang menahannya, melainkan Allah. Padahal ada burung yang besar dan ada burung kecil yang hinggap dari dahan ke dahan. Sungguhlah seperti yang difirmankan Allah di ujung ayat, bahwasanya yang demikian itu menjadi ayat, menjadi tanda dari kekuasaan Allah, yang dapat diperhatikan oleh orang yang beriman.
Pikirkanlah burung itu, selain dari daya terbang yang diberikan kepadanya, betapa jaminan makannya. Tahukah Anda bahwa ada burung yang terbang dari Kutub Selatan ke Kutub Utara pada pergantian musim tertentu, didorong oleh satu naluri ajaib? Berapa macamnya burung? Bagaimana ajaibnya alam burung? Tanyakanlah kepada ahlinya.
RUMAH KEDIAMAN
Ayat 80
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu dari rumah-rumah kamu, sebagai tempat tinggal."
Di ayat ini dijuruskan lagi perhatian kita kepada rumah tangga kita sendiri, tempat kita mendidik anak, tempat kita beristirahat, tempat berteduh kehujanan dan bernaung ketika kepanasan. Dan tempat kamu bertekun ibadah kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya. Maka selain dari rumah tempat tinggal itu ditarik pula perhatian kepada para pengembara, atau pejuang-pejuang di zaman perang jihad menegakkan agama Allah."Dan dijadikan-Nya untuk kamu dari kulit binatang ternak sebagai rumah, yang terasa ringan bagimu di hari keberangkatan kamu."—mudah diangkat-angkatkan—"dan di hari penetapan kamu." sehingga bisa lekas dipasang. Ayat ini, selain dari dirasakan oleh para pejuang penyebar Islam di zaman dulu, amat dirasakan sampai sekarang oleh orang-orang Badwi yang hidup dalam kemah-kemah di padang pasir. Betapa pentingnya kulit-kulit binatang ternak itu dalam menegakkan kemah-kemah.
“Dan dari bulu-bulunya, dan rambut-rambutnya, menjadi perkakas rumah dan perhiasan, sampai suatu masa."
Demikianlah keadaanmu mengambil faedah darinya, sampai datang suatu masa kamu harus meninggalkannya dan pulang kembali kepada Allah.