Ayat

Terjemahan Per Kata
وَيَجۡعَلُونَ
dan mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
مَا
apa
يَكۡرَهُونَۚ
mereka benci
وَتَصِفُ
dan mengucapkan
أَلۡسِنَتُهُمُ
lidah mereka
ٱلۡكَذِبَ
kedustaan
أَنَّ
bahwasanya
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلۡحُسۡنَىٰۚ
kebaikan
لَا
tidak
جَرَمَ
diragukan
أَنَّ
bahwasanya
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلنَّارَ
neraka
وَأَنَّهُم
dan bahwasanya mereka
مُّفۡرَطُونَ
orang-orang yang segera dimasukkan
وَيَجۡعَلُونَ
dan mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
مَا
apa
يَكۡرَهُونَۚ
mereka benci
وَتَصِفُ
dan mengucapkan
أَلۡسِنَتُهُمُ
lidah mereka
ٱلۡكَذِبَ
kedustaan
أَنَّ
bahwasanya
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلۡحُسۡنَىٰۚ
kebaikan
لَا
tidak
جَرَمَ
diragukan
أَنَّ
bahwasanya
لَهُمُ
bagi mereka
ٱلنَّارَ
neraka
وَأَنَّهُم
dan bahwasanya mereka
مُّفۡرَطُونَ
orang-orang yang segera dimasukkan
Terjemahan

Mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya dan lidah mereka mengucapkan kebohongan bahwa sesungguhnya bagi merekalah (balasan) yang terbaik (surga). Tidak diragukan bahwa nerakalah (tempat yang layak) bagi mereka dan sesungguhnya mereka segera akan dimasukkan (ke dalamnya).
Tafsir

(Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya) untuk diri mereka sendiri, yaitu anak-anak perempuan; menisbatkan sekutu kepada-Nya dan menghina rasul-rasul (dan keluarlah) perkataan (dari lidah mereka) selain dari hal-hal tersebut (kedustaan) yaitu (bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan) di sisi Allah, yaitu mendapat surga; hal ini dijelaskan oleh firman Allah ﷻ yang lain, yaitu, "Dan jika aku dikembalikan kepada Rabbku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya." (Fushshilat 50). Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: (Tiadalah diragukan) sudah dipastikan (bahwa nerakalah bagi mereka, dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan ke dalamnya) artinya mereka dibiarkan di dalam neraka, atau mereka dijebloskan ke dalamnya. Menurut suatu qiraat lafal mufrathuuna dibaca mufrithuuna, artinya sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.
Tafsir Surat An-Nahl: 61-62
Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya. Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya, dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan.
Tiadalah diragukan bahwa nerakalah bagi mereka, dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke dalamnya). Allah ﷻ menyebutkan sifat penyantun-Nya dalam menghadapi makhluk-Nya yang banyak berbuat aniaya, bahwa seandainya Allah menghukum mereka karena perbuatan mereka, tentulah semua makhluk yang melata di bumi ini tidak akan ada karena habis ditumpas-Nya. Dengan kata lain, semua binatang yang melata di muka bumi ini ikut binasa karena semua manusia dibinasakan. Akan tetapi, Tuhan Yang Maha Penyantun mempunyai sifat Penyantun; karenanya Dia menghadapi mereka dengan sifat penyantun-Nya serta memaaf, dan menangguhkan mereka sampai batas waktu yang telah ditentukan (yakni hari kiamat).
Dengan kata lain, Allah tidak menyegerakan hukuman-Nya terhadap mereka, karena seandainya Dia melakukan hal tersebut, niscaya tidak akan ada seorang manusia pun yang hidup. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu lshaq, dari Abul Ahwas yang mengatakan bahwa hampir-hampir binatang landak ikut diazab karena dosa manusia. Lalu ia membacakan firman-Nya: Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata. (An-Nahl: 61) Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-A'masy, dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah yang mengatakan bahwa Abdullah (Ibnu Mas'ud) pernah mengatakan, "Hampir saja landak binasa di dalam liangnya disebabkan dosa manusia." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Hakim Al-Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Jabir Al-Hanafi, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu Salamah yang mengatakan bahwa sahabat Abu Hurairah pernah mendengar seorang lelaki berkata, "Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak membahayakan kecuali terhadap dirinya sendiri." Maka Abu Hurairah berpaling ke arah lelaki itu dan berkata, "Tidak demikian, demi Allah, melainkan sesungguhnya ayam kalkun benar-benar mati di dalam sarangnya karena perbuatan aniaya orang yang zalim." Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Syurahbil, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata, dari Salamah ibnu Abdullah, dari pamannya (Abu Misyja'ah ibnu Rib'i), dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa kami berbincang-bincang di hadapan Rasulullah ﷺ, lalu beliau ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah tidak memberikan masa tangguh kepada sesuatu pun bila telah tiba ajalnya, dan sesungguhnya bertambahnya usia itu hanyalah karena anak cucu yang saleh yang diberikan oleh Allah kepada seorang hamba, lalu mereka mendoakannya sesudah ia tiada, maka doa mereka sampai ke kuburnya.
Yang demikian itulah penambahan umur. Firman Allah ﷻ: Dan mereka menguntukkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya. (An-Nahl: 62) Yakni anak-anak perempuan dan sekutu-sekutu yang pada hakikatnya mereka pun adalah hamba-hamba Allah juga, padahal orang-orang musyrik itu tidak suka bilaseseorang di antara mereka mempunyai sekutu dalam harta miliknya. Firman Allah ﷻ: dan lidah mereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Hal itu sebagai pengingkaran terhadap pengakuan mereka yang mengatakan bahwa mereka beroleh kebaikan di dunia; dan jika ada hari kemudian, maka mereka beroleh kebaikan pula.
Ayat ini sekaligus sebagai pemberitaan tentang apa yang diucapkan oleh sebagian di antara mereka (yang kafir), seperti yang disebutkan pula dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana-bencana itu dariku.
sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga. (Hud: 9-10) Dan jika Kami merasakan kepadanya suatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, "Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya. Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras. (Fushshilat: 50) Maka apakah kamu telahjnelihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, "Pasti aku akan diberi harta dan anak. (Maryam: 77) Demikian pula dalam firman Allah ﷻ yang menceritakan perkataan salah seorang lelaki dari dua orang lelaki, yaitu: Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu"(Al-Kahfi: 35-36) Mereka menggabungkan antara perbuatan yang buruk dan harapan yang kosong yang mengatakan bahwa mereka akan beroleh balasan kebaikan dari kekafirannya; hal ini jelas mustahil.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Ishaq telah menceritakan bahwa ketika mereka membongkar Ka'bah untuk memperbaharui bangunannya, mereka menjumpai sebuah batu pada batu fondasinya. Pada batu itu tertulis kata-kata bijak dan nasihat-nasihat, yang antara lain mengatakan, "Apakah kalian mengerjakan keburukan, lalu dibalas dengan kebaikan? Ya, perumpamaannya sama dengan memetik buah anggur dari pohon yang berduri." Mujahid dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lidahmereka mengucapkan kedustaan, yaitu bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Yakni para pelayan.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bahwa sesungguhnya merekalah yang akan mendapat kebaikan. (An-Nahl: 62) Yaitu kelak di hari kiamat, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, dan inilah pendapat yang benar. Untuk itulah Allah ﷻ membantah mereka sehubungan dengan angan-angan mereka itu melalui firman-Nya: Tiadalah diragukan. (An-Nahl: 62) Maksudnya, memang benar dan pasti. bahwa nerakalah bagi mereka. (An-Nahl: 62) Yakni di hari kiamat kelak. dan sesungguhnya mereka segera dimasukkan (ke dalamnya). (An-Nahl: 62) Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, serta yang lainnya mengatakan bahwa makna lafaz mufarratun ialah terlupakan dan tersia-sia di dalam neraka. Pengertian ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini. (Al-A'raf: 51) Dari Qatadah, disebutkan pula sehubungan dengan makna firman-Nya, "Mufarratun" yakni mereka disegerakan masuk ke neraka, berasal dari al-fart yang artinya paling dahulu sampai.
Di antara pendapat-pendapat yang disebutkan di atas tidak ada pertentangan, karena pada hakikatnya mereka disegerakan masuk ke neraka pada hari kiamat nanti, lalu mereka terlupakan di dalam neraka, yakni tinggal di dalam neraka selama-lamanya (kekal)."
Dan mereka menetapkan bagi Allah apa yang mereka sendiri membencinya,
yaitu anak perempuan. Dan lidah mereka mengucapkan kebohongan'walaupun boleh jadi hati mereka sendiri tidak membenarkannya'bahwa
sesungguhnya segala yang baik-baik dalam kehidupan dunia dan akhirat
hanyalah untuk mereka. Allah menegaskan, tidaklah dapat diragukan
bahwa nerakalah yang pantas menjadi tempat kembali dan tempat tinggal bagi mereka, dan sesungguhnya mereka segera akan dimasukkan ke dalamnya. Kaum kafir Mekah bukanlah umat pertama yang berbuat demikian.
Demi Allah, sungguh Kami telah mengutus para rasul, seperti Hud, Salih,
Musa, dan Isa kepada umat-umat mereka sebelum Kami mengutus engkau, wahai Nabi Muhammad, kepada umatmu. Meski kaum-kaum
itu mendapat dakwah dari para rasul, tetapi setan menjadikan terasa indah dan baik bagi mereka perbuatan buruk mereka seperti yang umatmu
lakukan kepadamu. Setan berhasil menipu mereka sehingga dia menjadi
pemimpin dan panutan mereka pada hari ini sebagaimana dia juga menjadi pemimpin dan panutan kaummu yang durhaka. Dan mereka semua
yang telah, sedang, dan akan melakukan keburukan pasti akan mendapat
azab yang sangat pedih di akhirat kelak.
Sekali lagi Allah menjelaskan bahwa mereka selalu melemparkan segala hal yang tidak mereka senangi kepada Allah, di antaranya tentang anak perempuan. Mereka tidak mau memiliki anak perempuan, karena menurut mereka anak perempuan hanyalah bagi Allah. Jadi Allahlah yang hina.
Dijelaskan juga bahwa mereka selalu menyampaikan kata-kata dusta, yaitu mereka akan selalu bahagia baik di dunia maupun di akhirat, walaupun bergelimang dosa. Hal itu dibantah oleh Allah seraya mengatakan bahwa tempat mereka adalah neraka dan mereka dijebloskan dengan paksa ke dalamnya.
Dari informasi di atas, jelas bahwa mereka benar-benar tidak mau mempercayai hari kebangkitan dan tidak mau menyadari kejahatan mereka. Itulah sebabnya Allah ﷻ menegaskan bahwa mereka tidak diragukan lagi akan menjadi penghuni neraka dan akan merasakan azab yang sangat pedih pada saat yang telah ditentukan, yaitu hari akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 60
“Bagi orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, adalah sifat kejahatan:"
Inilah suatu ungkapan Al-Qur'an yang paling tepat dan jitu terhadap orang yang tidak percaya kepada hari akhirat. Apabila kepercayaan kepada akhirat tidak ada, orang akan berlaku semau-maunya saja di dunia ini. Orang memandang hidup hanya hingga ini. Tak ada lagi hidup di belakang nanti. Sebab itu mereka tidak segan-segan berbuat zalim. Keuntungan yang dicarinya ialah yang nyata untuk hari ini, sebab dia tidak mempunyai hari esok. Tidak ada tempat bertanggung jawab. Sedang ada kesempatan, pergunakan kesempatan itu, jangan pikir panjang. Laba rugi hanya ukuran kepentingan diri. Halal haram hanya penilaian hasil tak hasil. Belas kasihan tidak ada dalam kamusnya. Dia menyombong ketika dapat keuntungan dan dia kejam kalau membalas. Dan dia menyalahkan orang lain kalau dia rugi. Sebab itu maka orang yang tidak percaya akan akhirat adalah lambang dari kejahatan."Dan bagi Allah adalah sifat Yang Mahatinggi" dan Mahamulia. Pada Allah ada sembilan puluh sembilan nama yang menunjukkan bagi sifat-Nya. Dia Pengasih, Penyayang, Penyantun, Peneguh Janji, Pelindung, Pemimpin, Maha-kaya, Mahamurah, dan sebagainya. Manusia yang berusaha mendekati sifat Allah dalam daya upayanya sebagai insan, akan mencapailah dia kemurahan anugerah Allah.
“Dan Dia adalah Mahagagah, Mahabijaksana."
Pada ayat ini Allah memperbandingkan kejahatan manusia yang mempersekutukan Allah dengan yang lain itu, sampai menegakkan kepercayaan bahwa Allah beranak perempuan, sedang mereka beranak laki-laki, sedang kepercayaan yang sejati kepada akhirat tidak ada, lalu dibandingkan kedurha-kaan mereka ini dengan kasih sayang Allah akan hamba-hamba-Nya; sampai disambut oleh ayat yang selanjutnya, bahwa kalau kiranya Allah hendak langsung menghukum saja hamba-Nya yang durhaka, sudah lama sekali bumi ini musnah. Inilah perbandingan di antara kufurnya manusia dan Rahman dan Rahimnya Allah.
Ayat 61
“Dan jika Allah hendak menyiksa manusia karena kezaliman mereka, tidaklah akan ditinggalkan-Nya di bumi ini seorang pun yang melata."
Apa sebab? Sebab kalau hendak dikaji-kaji, tidaklah ada manusia ini yang suci dari kesalahan dan kezaliman, meskipun sangat ringan. Apatah lagi di dalam hati kecil manusia itu selalu juga ada cita-cita yang baik. Betapapun orang berbuat salah, asal dia berakal, dia akan tetap mengakui bahwa perbuatannya itu memang salah. Dia pun selalu berusaha hendak memperbaiki kesalahan, dan hendak hidup dalam garis yang lebih baik. Sebab itu maka tepatlah apa yang pernah dikatakan oleh Imam Syafi'i, bahwasanya orang yang semata-mata jahat di dunia ini tidak ada, dan yang bersih sama sekali dari kesalahan tidak pula ada. Kerja kita hanyalah melatih diri memperbanyak pekerjaan dan amal yang baik. Supaya dengan demikian apabila ditimbang kelak, beratlah hendaknya kebaikan kita dan ringanlah yang jahat. Itu sebabnya maka lanjutan ayat berbunyi, “Tetapi diberi-Nya kesempatan mereka, sampai satu masa yang ditentukan." Maka tidaklah Allah langsung menurunkan siksa-Nya asal orang telah bersalah, padahal tidak ada yang melata atau merangkak di muka bumi ini yang sunyi dari kesalahan. Kalau satu kesalahan diper-buat, lalu adzab Allah datang, niscaya sudah lama isi dunia ini habis musnah. Allah Yang Mahamurah memberikan kepada hamba-hamba-Nya kesempatan. Dan kesempatan yang diberikan, sampai satu waktu yang ditentukan itu, hendaklah manusia berusaha menyadari di mana kekurangannya yang patut diisi, mana kesalahan yang patut dimintakan tobat, dan mana kebajikan yang patut ditegakkan, sampai datang saatnya, yaitu maut.
“Maka bilamana datang masa itu, tidaklah dapat mereka minta diundurkan satu saat, dan tidak pula dimajukan."
Saat itu ialah maut. Maka jika dia datang, tidaklah dapat minta tangguh karena hendak melengkapkan amal lebih dahulu. Apa yang ada, itulah yang dibawa.
Ayat 62
“Dan mereka adakan bagi Allah, apa yang mereka sendiri tidak suka."
Yaitu mengatakan Allah beranak perempuan itu. Mereka sendiri tidak suka kepada anak perempuan."Dan menyifatkan lidah mereka akan dusta, bahwa bagi mereka ada kebaikanMereka mengatakan tidak salah, padahal pokok pendirian merekalah yang salah."Tak ayat lagi, untuk mereka adalah neraka." Untuk orang-orang musyrik semacam ini tidak ada timbangan dosa dan pahala, mana yang besar dan mana yang ringan, sebab pokok pendirian mereka adalah dosa yang tidak dapat diampuni selama-lamanya. Yaitu dosa syirik, mempersekutukan Allah dengan lain, sampai mengatakan-Nya beranak.
“Dan sesungguhnya merekalah yang dimajukan “ (ke neraka itu).
Merekalah yang akan dimajukan ke dalam neraka itu, bukan orang lain.
Ayat 63
“Demi Allah! Sesungguhnya telah Kami utus."
Akan rasul-rasul."Kepada umat-umatyang sebelum engkau." Hebat perjuangan rasul-rasul itu mengajak mereka agar menuruti garis yang ditunjukkan Allah yang mereka bawa."Tetapi setan telah menyanjung-nyanjung amalan mereka." Disanjung-sanjung, dipuji-puji; yang batil dikatakan hak oleh setan, yang salah dikatakan benar."Maka dialah." Yakni setan itu."Pemimpin mereka pada hari itu." Untuk dihalau bersama-sama ke dalam neraka.
“Dan bagi mereka adalah adzab yang pedih."
Oleh sebab setan yang menjadi wali atau pemimpin mereka di hari itu, sedang setan itu sendiri pun akan kena adzab, tentu dijelaskanlah di sini bahwa bergantung kepada setan, adalah laksana bergantung di akar lapuk. Maka dari masa hidup di dunia ini, jelas-jelaslah menjauhkan diri dari setan dan ikuti pimpinan Allah yang dibawa oleh nabi-nabi dan rasul-rasul, sehingga selamatlah sampai kepada hari Perhitungan itu kelak.
Ayat 64
“Dan tidaklah Kami turunkan kepada engkau Kitab ini, melainkan supaya engkau terangkan kepada mereka hal -hal yang mereka perselisihkan padanya."
Banyak perselisihan yang telah timbul dalam kalangan mereka karena kepercayaan yang kacau itu; ada yang mengatakan Allah beranak perempuan, dan ada yang mengatakan bahwa ibu anak perempuan itu adalah jin, dan ada pula berhala-berhala kepunyaan suku atau kepunyaan keluarga.
Pandangan kepada berhala-berhala itu pun macam-macam pula, ada yang mengatakan yang ini lebih tinggi derajatnya dari yang itu. Maka kewajiban Muhammad ﷺ-lah menjelaskan kepada mereka pendirian yang sebenarnya, yaitu Allah satu. Dan mereka berselisih pula tentang kebangkitan di hari Kiamat, maka engkau pun wajib menjelaskan kebenaran berita itu kepada mereka.
“Dan petunjuk dan rahmat, bagi kaum yang beriman."
Dengan demikian, maka Rasulullah dengan Al-Qur'an menghadapi dua jurusan. Jurusan keluar, kepada kaum yang belum percaya, agar diberi penjelasan tentang pokok kepercayaan kepada Allah. Umat yang diajak itu dinamai Umatud Dakwah, jurusan ke dalam, yaitu umat yang telah percaya, supaya mereka rasakan nikmat petunjuk dari Al-Qur'an mengenai sya-ri'at, muammalah, munakahat, jinayah dan lain-lain. Sebab Islam itu bukan saja untuk upacara-upacara ibadah, tetapi lebih lagi untuk mengatur pergaulan hidup, memakmuran, pemerintahan dan sebagainya. Dan rahmat, yaitu persaudaraan sesama Islam, kemerdekaan jiwa, kebebasan, kedamaian, cinta kasih. Dan umatnya bernama Umatur Risalah.
KEMBALI TENTANG KEINDAHAN ALAM
Di ayat-ayat selanjutnya ini, kembali lagi Allah menyuruh Rasul-Nya, menarik nikmat manusia kepada rahmat-Nya dalam alam ini, sebagai lanjutan yang kelihatannya indah sekali dari ayat di atas, yang menyebut bahwa Al-Qur'an itu pun selain dari petunjuk, ialah juga Rahmat.
Ayat 65
“Dan Allah telah menurunkan air dari langit, maka dihidupkan-Nya dengan dia bumi sesudah matinya."
Apabila telah lama kemarau, bumi seperti mati, rumput-rumput jadi layu dan kering. Kalau hujan turun, dia hidup kembali. Malahan daerah yang telah seperti mati beratus atau beribu tahun, bisa hidup kembali, kalau di sana didapati air. Dan sampainya air ke tanah, ialah dengan hujan.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu, adalah satu tanda bagi kaum yang sudi mendengar."
Yang sudi mendengar berita tentang satu daerah yang dahulunya subur, seperti negeri kaum Saba' di Araba Selatan, kemudian menjadi tanah tandus, sampai penduduknya pindah meninggalkan negeri itu (surah Saba' ayat 15 sampai ayat 21). Yang sudi mendengar wahyu yang disampaikan Rasul, bahwa kebangkitan bumi yang mati hidup kembali lantaran hujan, ada hal yang dapat dibandingkan untuk percaya bahwa manusia yang telah mati, satu waktu kelak akan dihidupkan kembali rahasianya ada di tangan Allah belaka.
Ayat 66
"Dan sesungguhnya bagi kamu pada binatang-binatang ternak itu ada suatu ibaiat. Kami beii minum kamu dari apa yang di dalam perutnya. Dan antara kotoran dan darah (ketuai) susu yang bersih, mudah saja, bagi orang-orang yang hendak minum."
Memang itu suatu keajaiban yang harus dijadikan i'tibar. Susu yang begitu bersih dan enak, lemak diminum, mengandung zat-zat kalori dan vitamin, keluar dari antara kotoran dan darah. Kotoran dan darah adalah najis, tetapi susu adalah bersih. Letaknya tidak berjauhan. Bagaimana kita manusia akan mengatakan juga bahwa tidak ada yang mengatur semuanya itu? Cuma karena dia telah kita lihat tiap hari, kita hanya tinggal meminum saja dengan enaknya, dan tidak memikirkan kekayaan Allah itu.
Ayat 67
“Dan daripada buah-buahan kurma dan anggur-anggur, kamu mengambil darinya minuman yang memabukkan."
Ini juga hal yang harusnya menjadi ibarat juga. Dari kurma dan anggur yang manis, yang demikian enaknya dimakan, apabila dicampur saja dengan ragi sedikit, buah itu jugalah yang menimbulkan mabuk, yang dibuat minuman keras."Dan rezeki yang baik." Ayat ini pun berisi peringatan yang halus sekali. Kurma dan anggur bisa menimbulkan minuman keras yang membuat mabuk, merusak budi, tetapi bisa juga menjadi rezeki yang baik. Cuma bergantung kepada kepandaian manusia dan niatnya. Seperti tenaga atom di zaman kita sekarang ini, bisa menjadi alat pemusnah dan bisa pula menjadi alat untuk memajukan kehidupan dan kemakmuran manusia. Tepat sekali ujung ayat,
“Sesungguhnya pada yang demikian, suatu tanda bagi kaum yang mau menggunakan akal."
Alangkah luasnya yang dirangkum oleh ayat ini. Buah-buahan mentah yang ditimbulkan Allah, seumpama kurma dan anggur dapat menghasilkan rezeki lipat berganda, asal saja mempergunakan akal, jelas sekali ayat ini menyuruh memajukan pertanian dan melipatgandakan hasil bumi, malahan mengirimkan segala hasil bumi itu ke daerah-daerah yang lain. Meskipun di dalam ayat ini ada disinggung-singgung tentang minuman keras, bukan berarti bahwa ayat ini menghalalkan minuman keras, sebab larangan tentang itu sudah ada dalam Islam dengan sangat kerasnya. Ayat ini diturunkan di Mekah sebelum minuman itu dilarang, dan tidak juga menyuruh, hanya menceritakan saja. Sebab orang Arab sudah lama sekali dapat mengambil minuman keras dari kurma dan anggur.
Ayat 68
“Dan telah Kami wahyukan kepada lebah."
Wahyu di sini bukan berarti sebagai wahyu kepada nabi-nabi dan rasul-rasul. Sebab sudah nyata bahwa lebah tidak akan beroleh wahyu semacam itu. Wahyu di sini artinya ialah apa yang dinamai dalam bahasa Indonesia naluri, atau insting, atau gharizah, yang ada pada binatang untuk mempertahankan hidup mereka. Bagi manusia yang bukan rasul dan nabi, maka orang Arab sendiri sampai di zaman kita ini bisa saja menyebut ilham itu dengan wahyu. Musthafa Shadiq ar-Rafi'i, mempunyai buku karangan bernama Wahyul Qalam (Ilham Pena). Ahmad Hasan Zayyat mempunyai buku bernama Wahyur Risalah (Ilham majalah ar-Risalah).
Dan Nabi Zakariya ketika tidak dapat berbicara tiga hari tiga malam, sebagai tanda bahwa dia akan beroleh putra di hari tua, kalau berbicara adalah dengan wahyu, yang berarti isyarat (lihat surah Maryam ayat 11). Maka wahyu, atau insting atau naluri yang diberikan Allah kepada lebah itu ialah “Hendaklah engkau jadikan sebagian dari gunung-gunung sebagai rumah-rumah." Biasalah lebah membuat sarangnya di lereng-lereng gunung agak terlindungi, yaitu di celah-celah batu, “dan dari pohon-pohonan" — yang di Sumatera Barat biasa disebut pohon sialang, yaitu pohon yang disukai sekali oleh lebah membuat sarang. •
“dan dari apa yang mereka jadikan atap."
Yaitu bahwa lebah juga suka membuat sarang pada bumbungan rumah di bawah atap,
Ayat 69
“Kemudian itu."
Yakni setelah selesai engkau membuat sarang, dan bertelur, dan beranak-pinak, “ma-kanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan" atau kembang-kembang yang harum, yang berbagai macam ada di hutan, dan ada di kebun-kebun."Lalu berjalanlah di jalan-jalan Tuhanmu dengan merendahkan diri." Yaitu tunduklah kepada peraturan Allah yang telah ditentukan buat alam lebah, yang kalau kita pelajari sangatlah takjub kita melihat betapa indahnya peraturan itu. Misalnya bahwa lebah membuat sarang. Dia mempunyai kepala keluarga yang sangat berkuasa, yaitu seekor ibu lebah, lebah betina, dialah kepala yang amat berkuasa dari seluruh lebah itu. Untuk mencapai menjadi lebah induk itu terlebih dahulu terjadi peraduan kekuatan di antara beberapa ekor lebah betina. Yang menang, itulah yang menjadi induk. Sedang lebah-lebah betina lain yang di bawah perintahnya itu wajib menghasilkan telur, dan lebah-lebah jantan sehabis mengawan, hendaklah mencari makan, mencari bunga, mengisap manisan pada buah-buahan dan membawanya pulang. Adalah suatu jalan Allah yang amat ajaib dan amat mengagumkan, yang dituruti dengan patuh dan merendahkan diri oleh seluruh lebah di dalam dunia ini."Akan keluar dari perutnya minuman yang beraneka warnanya." Itulah manisan lebah atau madu lebah yang terkenal. Ada yang kuning, ada yang merah, hitam, keputihan dari lain-lain, menurut warna kembang-kembang yang disarinya."Padanya ada obat bagi manusia." Banyaklah penyakit yang dapat disembuhkan dengan madu lebah itu, dan diakui khasiatnya baik oleh dukun-dukun, atau tabib obat-obatan Timur, atau dokter yang mendapat pendidikan ilmu obat-obatan secara modern. Ada beberapa penyakit yang dapat diobati dengan madu lebah.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu, adalah satu tanda bagi kaum yang berpikir."
Madu lebah itu pun tidak sama warnanya dan tidak pula sama rasanya, menurut daerah atau tanah tempat lebah itu bersarang. Di Sumbawa didapati madu lebah yang agak pahit; karena kembang yang disari oleh lebah itu memang pahit. Dan kalau kita banding-banding-kan madu lebah di seluruh dunia ini, maka madu lebah dari Tanah Arablah yang amat terkenal paling banyak khasiatnya dan lebih pekat daripada madu lebah dari daerah-daerah lain. Dalam hadits-hadits Nabi ﷺ terdapat kesaksian yang menguatkan bahwa madu itu memang mengandung obat. Banyak penyakit yang dapat disembuhkan oleh madu lebah. Namun madu lebah dari Tanah Arab lebih istimewa daripada madu lebah dari negeri-negeri lain. Mungkin karena kering gersangnya padang pasir itu, sehingga lebah pun bergulet hebat mencari kembang yang akan disarinya, sehingga hasilnya pun luar biasa daripada di daerah lain.
Di ujung ayat sekali lagi Allah merekankan bahwa pada yang demikian itu adalah tanda bagi kaum yang berpikir.
Yang patut dipikirkan ialah apabila kita lihat betapa teraturnya kehidupan lebah di dalam membuat sarangnya dan menghasilkan madu dan lilin itu. Madu adalah hasil yang dipelihara dan diambil manfaatnya oleh manusia, sedang lilin adalah sebagai alat penjaga jangan sampai madunya itu tumpah berserakan. Dia mempunyai raja betina; rajanya itu hanya seekor. Yang lain adalah perajurit-perajurit yang mencari dan mengambil sari kembang kian kemari, dan kelak pulang membawa hasil; semuanya mesti tunduk kepada perintah Sang Ratu yang satu ekor itu. Tidak ada yang lain yang boleh melawan kehendak yang satu ekor itu, dan dia tidak terbang ke mana-mana, dia hanya menetap di dalam sarangnya menjadi pusat perhatian dari seluruh lebah yang jadi perajurit. Dan tidak boleh ada yang pemalas dan yang lari dari tugasnya. Mana yang lalai akan dihabisi umurnya oleh teman-temannya yang lain. Memang menakjubkan. Padahal dia adalah makhluk yang tidak berakal.
Ini menambah iman kita akan kekuasaan Allah mengatur kehidupan makhluk-Nya di dalam alam ini.
Sehabis membicarakan keajaiban lebah, Allah pun berpindah menerangkan kejadian manusia.
KEJADIAN MANUSIA
Ayat 70
“Dan Allah telah menjadikan kamu, kemudian mewafatkan kamu."
Yaitu bahwasanya manusia dijadikan Allah daripada tidak ada menjadi ada, dan setelah dia ada, dia pun dimatikan. Tiap-tiap yang telah dihidupkan pastilah dimatikan."Dan dari setengah kamu ada yang dikembalikan kepada seburuk-buruk umur." Artinya di antara kamu ada yang dipanjangkan usianya sampai sangat tua."Sehingga dia tidak tahu suatu apa pun sesudah tahu." Apabila sudah sangat tua maka pikiran dan akal yang sangat cerdas di waktu muda tadi, kian lama kian menurun, sampai hilang ingatan sama sekali, menjadi lupa.
Di dalam satu riwayat yang diriwayatkan orang dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kalau orang telah mencapai usia 75 tahun, mulailah dia masuk ke dalam suasana seburuk-buruk umur. Mulailah dia lemah, dan ingatan tidak kuat lagi dan ilmu pengetahuan mulai hilang.
Dibayangkan di dalam ayat ini tingkat umur yang kita lalui dalam hidup kita. Dari tidak ada kita pun diadakan. Mulailah dari dalam kandungan ibu sampai lahir ke dunia, mulanya dalam keadaan serba lemah, serba tidak tahu. Kalau usia dipanjangkan Allah, bertambah usia bertambahlah kecerdasan.
Puncak mendatar dari usia 40 tahun sampai 50 tahun. Dan usia 50 tahun, berangsurlah menurun dan menurun lagi, sampai usia 75 tahun. Kalau usia itu telah dicapai, akal pun mulai mundur, kekuatan pun mundur pula, sampai satu waktu tidak ada ingatan sama sekali lagi, kembali surut seperti kanak-kanak. Inilah yang dinamai seburuk-buruk umur. Umur masih panjang, kegunaan diri tidak ada lagi, menjadi beban bagi anak cucu.
Kalau kita pikirkan hal ini, apalah yang kita minta dalam dunia fana ini. Kalau kita memohonkan umur panjang, lalu usia kita dipanjangkan Allah, niscaya kecerdasan dan kesigapan zaman muda menjadi mundur dengan sendirinya. Karena umur panjang, berusia sampai 100 tahun yang disertai oleh kesigapan dan kecerdasan seperti orang usia 40 tahun, tidaklah akan bertemu. Oleh sebab itu tepatlah apa yang dilukiskan di ujung ayat,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, Mahakuasa."
Artinya, biarlah Allah denganpengetahuan-Nya yang luas itu, yang menentukan apa yang layak bagi kita. Dia Yang Maha Mengetahui apa yang patut, dan pengetahuan Allah-lah yang tidak pernah mundur karena umur, karena Allah hidup selalu. Dan Dia pula Yang Mahakuasa menentukan apa yang baik bagi hamba-Nya. Maka menyerahlah kita kepada Allah dengan sebulat-bulat penyerahan.
Untuk pakaian bagi hidup kita dan perbekalan bagi jiwa kita, Rasulullah ﷺ me-ngajarkan sebuah doa yang akan kita baca, memohon agar kita jangan sampai menderita umur yang paling buruk itu.
“Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah ﷺ adalah berdoa demikian, “Aku berlindung kepada Engkau daripada bakhil dan malas, tua dan seburuk-buruk umur, siksaan kubur, fitnah dajjal, fitnah kehidupan dan fitnah mati." (HR Bukhari)