Ayat
Terjemahan Per Kata
أَوۡ
atau
يَأۡخُذَهُمۡ
Dia mengazab mereka
عَلَىٰ
atas
تَخَوُّفٖ
keadaan takut
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
رَبَّكُمۡ
Tuhan kalian
لَرَءُوفٞ
sungguh Maha Pengasih
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
أَوۡ
atau
يَأۡخُذَهُمۡ
Dia mengazab mereka
عَلَىٰ
atas
تَخَوُّفٖ
keadaan takut
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
رَبَّكُمۡ
Tuhan kalian
لَرَءُوفٞ
sungguh Maha Pengasih
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
Terjemahan
Atau, Allah mengazab mereka dengan kekurangan (secara berangsur-angsur sampai binasa). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tafsir
(Atau Allah mengazab mereka secara berangsur-angsur) sedikit demi sedikit hingga semuanya binasa; lafal takhawwufin menjadi hal dari fa`il atau dari maf'ul (maka sesungguhnya Rabb kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) karena Dia tidak menyegerakan siksa-Nya terhadap mereka.
Tafsir Surat An-Nahl: 45-47
Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah ﷻ menyebutkan tentang kesabaran-Nya dalam memberikan masa tangguh terhadap orang-orang yang durhaka, yaitu mereka yang mengerjakan hal-hal yang buruk dan menyeru orang lain untuk melakukannya, serta, menjerat manusia dalam seruannya agar mereka ikut mengerjakannya.
Padahal Allah mampu untuk membenamkan mereka ke dalam bumi atau mendatangkan azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka duga-duga. yakni dari arah yang tidak mereka ketahui. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu.
Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (Al-Mulk: 16-17) Adapun firman Allah ﷻ: atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan. (An-Nahl: 46) Yakni dalam bolak-balik mereka di kala mencari penghidupan, dalam kesibukan mereka di perjalanannya, dan kesibukan-kesibukan lainnya yang menyita waktu mereka. Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa makna taqallubuhum ialah perjalanan mereka. Mujahid, Ad-Dahhak, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fi taqallubihim," yakni di malam dan siang hari mereka.
Perihalnya sama dengan makna yang disebutkan di dalam firman-Nya: Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah naik ketika mereka sedang bermain? (Al-A'raf: 97-98) Mengenai firman Allah ﷻ: maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu). (An-Nahl: 46) Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa mereka sama sekali tidak dapat menolak siksa Allah dalam keadaan apa pun.
Firman Allah ﷻ: atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). (An-Nahl: 47) Makna yang dimaksud ialah 'atau Allah mengazab mereka di saat mereka dalam keadaan dicekam ketakutan akan disiksa Allah, maka siksaan seperti ini lebih berat dan lebih keras; karena di samping siksaan yang keras, rasa takut itu juga merupakan siksaan lainnya'. Karena itulah Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau Allah mengazab mereka di saat (mereka) dalam keadaan takut. (An-Nahl: 47) Allah ﷻ berfirman, "Jika Aku menghendaki, tentu Aku mengazabnya setelah kematian temannya dan di saat ia dicekam oleh rasa ketakutan akan tertimpa azab." Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, dan lain-lainnya.
Kemudian Allah ﷻ berfirman: Maka sesungguhnya Tuhan kalian adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 47) Mengingat Dia tidak menyegerakan siksaan-Nya terhadap kalian. Di dalam, kitab Sahihain disebutkan: Tiada seorang pun yang lebih sabar daripada Allah bila mendengar gangguan yang menyakitkannya; sesungguhnya mereka menjadikan bagi Allah anak, padahal Allah-lah yang memberi rezeki mereka, dan Allah membiarkan mereka (tidak mengazab mereka dengan segera). Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula hadis lainnya, yaitu: Sesungguhnya Allah benar-benar menangguhkan orang yang berbuat aniaya; hingga manakala Dia mengazabnya, maka Allah tidak membiarkannya terlepas (dari siksa-Nya).
Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Hud: 102) Dan Allah berfirman: Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim, kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Kulah kembalinya (segala sesuatu). (Al-Hajj: 48)"
Atau-kah mereka merasa aman jika Allah mengazab mereka dengan
azab yang diturunkan secara berangsur-angsur sampai mereka binasa'
Maka Allah tidak segera menurunkan azab-azab itu guna memberi
mereka kesempatan untuk sadar dan bertobat, karena sungguh, Tuhanmu Yang Mahakuasa atas segala sesuatu adalah Maha Pengasih, Maha
Penyayang. Dan kaum musyrik tetap mengingkari kerasulan Nabi Muhammad
dan menolak ayat-ayat yang beliau sampaikan, meski mereka telah menyaksikan bukti-bukti kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak memperhatikan suatu benda yang diciptakan Allah, baik yang besar maupun kecil,
yang bergerak maupun diam, yang hidup maupun mati; bayang-bayangnya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri, semua dalam keadaan sujud dan
tunduk kepada Allah. Mereka patuh terhadap hukum-hukum alam yang
telah ditetapkan-Nya, dan mereka bersikap rendah hati menerima ketetapan itu. Tidakkah mereka memperhatikan sehingga mereka sadar
dan mau beriman kepada Nabi Muhammad'.
Allah memberi peringatan kepada orang-orang musyrik, yang selalu berusaha membuat rencana dan tipu muslihat yang jahat dan menghalangi dakwah Islam, bahwa mereka tidak akan pernah merasa aman dari ancaman-ancaman Allah yang akan ditimpakan kepada mereka. Ancaman-ancaman itu ialah:
Pertama: Allah akan menenggelamkan mereka dari permukaan bumi dan memusnahkan mereka dari alam ini, seperti yang dialami oleh Qarun.
Kedua: Allah akan menurunkan siksa bagi mereka dari langit pada saat yang tidak mereka duga sebelumnya, seperti yang dialami oleh kaum Nabi Lut.
Ketiga: Mereka ditimpa azab pada saat berada dalam perjalanan mencari rezeki atau sibuk dalam berdagang, sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan untuk menolaknya. Artinya, mereka tidak akan dapat lari untuk melindungi dagangan dan jiwa mereka, karena azab itu menyerang dengan tiba-tiba.
Keempat: Mereka akan mengalami siksaan sebagai hukuman setelah mengalami kerugian harta benda dan nyawa, sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri dari siksaan itu.
Kemudian Allah ﷻ mengakhiri firman-Nya dengan menyatakan bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Allah tidak akan menghukum mereka dengan segera, tetapi mengancam mereka dengan siksaan yang berat. Hal ini untuk memberikan kesempatan berpikir dan waktu kepada mereka untuk mengubah sikap terhadap ajakan rasul. Ini adalah bukti rahmat Allah yang sangat luas bagi para hamba-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 37
“Jika engkau sangat harap supaya mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang menyesatkan."
Mereka itu bukan saja telah sesat, tetapi mengajak pula kepada orang lain supaya turut sesat. Sebab itu Rasul janganlah terlalu mengharapkan dan menghabiskan tenaga untuk memperbaiki orang seperti demikian. Tempo akan terbuang dengan percuma. Tetapi ajaklah yang lain, yang hatinya lebih bersih.
“Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong “
Bagi mereka itu kekufuran dan kemusyrikan sudahlah menjadi sikap jiwa, dan tidak akan dapat berubah lagi. Orang yang akan menolong melepaskan mereka dari suasana itu pun tidak ada. Itulah pemuka-pemuka Quraisy yang bertahan pada kejahiliyyahan itu.
Ayat 38
“Dan mereka bensumpah dengan nama Allah, sebenar-benar sumpah, Tidak akan dibangkitkan oleh Allah orang yang sudah mati!"
Mereka berani bersumpah dengan membawa nama Allah, mempertahankan pendirian itu, padahal Allah-lah yang menjelaskan dengan wahyu, bahwa Allah sendiri yang menentukan bahwa orang yang sudah mati, kelak akan dibangkitkan kembali. Sampai demikianlah kekufuran mereka. Bagi mereka hidup ini hanya hingga ini, setelah itu mati dan habis. Bangkit-membangkit kembali tidak ada. Maka sambungan ayat memberikan ketegasan, “Sungguh janji atasnya adalah benar." Soal kebangkitan kembali, soal Kiamat adalah janji yang benar dari Allah, dan pasti terjadi.
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Artinya, karena kebodohan mereka dan karena tidak mendalamnya kepercayaan akan adanya hari Kebangkitan itu. Mereka ada mempunyai dasar kepercayaan akan adanya Allah; sebab itu mereka berani bersumpah dengan nama Allah, tetapi karena mereka menolak keterangan nabi-nabi tidaklah mereka percayai akan adanya hari berbangkit itu. Padahal hidup kita tidaklah selesai hingga dunia ini saja.
Hari berbangkit pasti datang,
Ayat 39
“Untuk ditenangkan-Nya kepada mereka dari hal yang mereka perselisihkan padanya."
Di akhirat itulah kelak Allah memberi penyelesaian perkara-perkara yang mereka perselisihkan dan pertengkaran selama ini, yang di dunia tidak ada keputusan, karena hanya bersikeras mulut saja.
“Dan supaya tahulah otang-otang yang kafir itu bahwa sesungguhnyalah mereka itu berdusta."
Mereka telah berani bersumpah mempertahankan pendirian bahwasanya Kiamat tidak akan datang, manusia yang telah mati tidak akan dibangkitkan kembali. Tetapi kata yang jitu untuk mempertahankan pendirian itu tidak pula ada. Sumpah saja tidaklah mencukupi, pada perkara yang tidak ada alasan. Maka jika Kiamat yang terjadi esok, akan jelaslah dan tahulah orang-orang yang kafir itu bahwa sumpah-sumpah dan keterangan-keterangan mereka semasa hidup itu hanya kosong belaka,
Ayat 40
‘Tidak tain perkataan Kami bagi sesuatu, apabila Kami menghendakinya, bahwa Kami katakan„ “Jadilah!" maka dia pun jadi"
Naik menciptakan alam, atau menzahir-kan manusia ke dunia, atau hendak meng-hancurkan susunan alam yang sekarang ini, atau memanggil bangkit kembali manusia yang telah mati, hanya bagi manusia yang sulit memikirkan, adapun bagi Allah urusan itu hanya satu kalimat saja. Yakni apabila Dia katakan, “Jadi!" Semaupun jadilah menurut apa yang dikehendaki-Nya. Atau jadi bangun atau jadi hancur, sebab kekuasaan Allah adalah Mahamutlak.
Artinya, bahwa Ailah tidak berkehendak kepada ketentuan orang lain dalam hal yang Dia kehendaki, tidak ada yang dapat menghalangi dan menyalahi. Karena Dia Maha Esa, Mahakuasa dan Mahaagung, yang segala sesuatu tunduk kepada kekuasaan-Nya, kega-gahan-Nya dan keperkasaan-Nya, Tidak ada Allah selain Dia dan tidak pula pengatur.
HIJRAH
Ayat 41
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah, dari sesudah mereka dianiaya."
Itulah janji Allah terhadap orang-orang yang beriman, yang selama masih di Mekah, selama permulaan dakwah itu sangatlah tergencet hidup mereka, karena kebencian dan sifat-sifat permusuhan yang dilontarkan orang Quraisy kepada mereka. Mereka disuruh berpindah saja (hijrah) karena Allah dan Rasul, meninggalkan kampung halaman, sanak dan saudara, hanya semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah. Menurut pendapat Ibnu Katsir, demikian juga al-Qurthubi, sebab turun ayat ialah menghargai mereka yang berhijrah ke negeri Habsyi sampai dua kali, yang hijrah karena sudah sangat sekali menderita dari kaum mereka di Mekah, sehingga mereka hijrah ke negeri Habsyi supaya mendapat kebebasan melakukan ibadah kepada Allah mereka. Di antara yang terkemuka di kalangan yang hijrah itu ialah Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah, putri Rasulullah dan Ja'far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah dan Abu Salamah bin Abui Aswad beserta satu jamaah lebih-kurang delapan puluh orang, laki-laki dan perempuan, yang semuanya sahabat setia kepada Rasulullah ﷺ. Semuanya dengan penuh iman meninggalkan kampung halaman. Maka Allah memberikan janji, “Sungguh akan Kami berikan kepada mereka tempat yang baik di dunia ini."
Janji Allah itu telah dipenuhi. Sepeninggal mereka hijrah ke Habsyah, Rasulullah ﷺ sendiri bersama Muhajirin yang lain meninggalkan negeri Mekah, lalu pindah ke Madinah. Maka kaum Muhajirin yang hijrah ke Habsyi itu setelah pulang kembali, tidak pulang ke Mekah, melainkan terus bersama hijrah ke Madinah. Di tempat hijrah yang besar itulah mereka mendapat tempat yang baik di sisi Allah dan jaminan hidup, kebahagiaan dan kebebasan. Ahli tafsir mengatakan bahwa mereka mendapat rezeki yang baik. Kata Ibnu Katsir, “Mereka tinggalkan tempat-tempat tinggal mereka dan harta benda mereka, lalu diganti Allah dengan yang lebih baik di dunia ini. Karena “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik daripadanya." Itu pun telah terjadi, mereka telah dikukuhkan Allah dalam negeri-negeri, mereka telah menjadi yang dipertuan memerintah hamba Allah, mereka telah menjadi penguasa yang memerintah, dan semuanya menjadi imam dari orang-orang yang Muttaqin. Dan kemudian Allah pun menyatakan lagi janji-Nya, bahwasanya pahala bagi orang yang berhijrah pada jalan Allah itu di akhirat akan lebih besar lagi daripada apa yang telah diterimanya di dunia. Sebab itu maka lanjutan firman Allah ialah
“Tetapi ganjaran di akhirat adalah lebih besar, jikalau mereka ingin tahu."
Betapa tidak? Bukankah hijrah itu mereka lakukan karena Allah? Karena agama? Bukan karena ingin kekayaan dan bukan karena keinginan duniawi. Sebab itu sebagaimana tersebut dalam ayat-ayat yang lain, bahwasanya orang yang berjuang menuju akhirat, dunianya akan menurut sekali, akan terbawa sambil lalu. Tetapi orang yang berjuang untuk dunia saja, akhiratnya tidak akan dapat.
Siapakah orang-orang yang akan mendapat kebaikan dunia dan kebaikan yang lebih tinggi di akhirat itu? Bisakah semua orang?
Ayat 42
“(Ialah) orang-orang yang saban; dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakal.
Sabar dan tawakal, inilah dua syarat mutlak dari kemenangan. Sebab tidaklah sekaligus akan terjadi perubahan nasib. Misalnya pindah dari Mekah ke Madinah, Sampai di Madinah terus sekali hidup kaya, hidup mewah dan senang. Tidak! Semuanya mesti direbut dengan kesabaran. Sabar ketika menempuh ke muka, sabar ketika bertahan, sabar ketika apa yang dimaksud belum berhasil seketika itu juga. Sabar ketika menghadapi kesulitan. Tabah! Dalam sabar hendaklah tawakal, yaitu serahkan kebijaksanaan tertinggi kepada Allah, jangan mengeluh.
Inilah yang dipusakakan kepada kita, umat Muhammad ﷺ sampai akhir zaman. Apa jua pun perjuangan yang dihadapi, kecilkah atau besarkah, yang akan berjaya hanyalah orang yang sabar dan tawakal. Dan Betapapun yang dihadapi, baguskah, muliakah, cita-cita tinggikah atau yang lainkah; kalau sabar dan tawakal tidak ada, niscaya akan gagal.
Ayat 43
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka."
“Maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang telah mempunyai peringatan, jika kamu belum mengetahui."
Kalau masih kurang percaya akan hal itu, mereka boleh menanyakan kepada Ahludz Dzikri, ahli peringatan, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran dari nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beritahukan hal yang sebenarnya itu.
Di sini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang ber-pengetahuan lebih luas. Umum arti ayat me-nyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang di-rawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri di sini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah.
Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja; sebab yang kita cari ialah kebenaran.
Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah ﷺ, Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr.
Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzi-krinya sendiri; tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.
Nabi-nabi dan rasul-rasul itu diutus Allah.
Ayat 44
“Dengan penjelasan-penjelasan dan kitab-kitab"
Penjelasan, yaitu keterangan-keterangan dan alasan-alasan untuk menguatkan pendirian bahwa Allah Ta'aala itu ada dan tunggal, tidak berserikat dengan yang lain."Kitab-kitab", zubur kata jamak dari zabur, artinya kitab-kitab. Semua kitab-kitab itu, baik Taurat yang diturunkan kepada Musa, Injil kepada Isa, Mazmur atau Zabur kepada Dawud, dan Shuhuf, yaitu catatan-catatan yang diterima Nabi Ibrahim, demikian juga catatan wahyu kepada nabi-nabi Armiyah, Hazqial, Asy'iya, Malaikhi, Darial dan lain-lain, semuanya itu disebut zubur, artinya kitab-kitab, besar dan kecil. “Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan."—yaitu Al-Qur'an—"supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka." Dengan ayat ini teranglah bahwa kewajiban Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan peringatan (Al-Qur'an) bukan-lah kewajiban yang baru sekarang, melainkan sambungan mata rantai saja dari rencana Allah membimbing dan memberi petunjuk umat manusia yang telah dimulai sejak Adam sampai kepada berpuluh rasul sesudahnya, sampai kepada Muhammad ﷺ.
“Mudah-mudahan merekaakan berpikir."
Sebab maksud Al-Qur'an atau peringatan itu, memang yang utama sekali mengajak orang berpikir tentang dirinya, tentang hidupnya, tentang Tuhannya dan hubungannya dengan Allah itu.
Ayat 45
“Apakah akan merasa aman orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, bahwa akan dibenamkan oleh Allah mereka itu di bumi, atau datang kepada mereka adzab dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Dengan cara pertanyaan, wahyu datang menyuruh menginsafkan mereka, bahwa kalau datang ketentuan Allah, mereka akan mudah saja mendapat hukuman Allah, karena kejahatan yang mereka kerjakan. Bagi Allah membalikkan bumi dan membenamkan mereka ke dalamnya adalah perkara mudah belaka. Sebentar saja, kalau Allah menghendaki. Atau datang adzab dengan tiba-tiba, dari jurusan yang tidak mereka sangka-sangka. Disumbat pintu adzab dengan taksiran dan perhitungan manusia dari sebelah barat, tahu-tahu adzab datang dari sebelah timur. Dijaga siksaan akan datang dari bawah, tiba-tiba turun dari atas. Dijaga musuh yang akan datang dari luar, rupanya musuh muncul dari dalam.
Ayat 46
“Atau disiksa-Nya mereka di dalam pulang batik mereka."
Di dalam gelisah ke hilir, ke mudik, di dalam berjalan ke sana kemari, di dalam menyusun rencana ini dan itu; dengan tiba-tiba saja siksaan Allah datang. Seumpama penduduk Sadd Ma'rib di negeri Saba di zaman purba. Hidup bermanja-manja karena air cukup, sebab telah dibangun simpanan air oleh nenek moyang, atau dam kata orang sekarang. Dalam mereka berbangga-bangga mereka tidak tahu bahwa semacam belut telah berangsur-angsur menembus dinding air itu dari tahun ke tahun, sedang pemeriksaan dan penelitian sangat lalai. Seketika bangunan runtuh dan hancur, tidak ada yang dapat mempertahankan lagi.
“Maka tidaklah mereka terlepas."
Ayat 47
“Atau disiksa-Nya mereka sedang dalam ketakutan."
Siksaan karena ketakutan, karena panik, seperti yang kita rasakan karena mendengar musuh telah dekat, atau karena penyakit menular, atau diserang oleh takut mati, padahal amalan belum ada dan cinta terlalu tertumpah kepada harta benda dan anak.
“Maka sesungguhnya Allah kamu adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang."
Karena kasih dan sayang Allah, bahaya-bahaya demikian tidak selalu ada. Lebih banyak kita yang aman daripada yang susah. Lantaran itulah pula agaknya, maka banyak yang lupa dan durhaka.