Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَآ
dan tidak
أَرۡسَلۡنَا
Kami mengutus
مِن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
إِلَّا
kecuali/melainkan
رِجَالٗا
orang laki-laki
نُّوحِيٓ
Kami beri wahyu
إِلَيۡهِمۡۖ
kepada mereka
فَسۡـَٔلُوٓاْ
maka tanyakanlah
أَهۡلَ
ahli/mempunyai pengetahuan
ٱلذِّكۡرِ
dzikir
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
لَا
tidak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
وَمَآ
dan tidak
أَرۡسَلۡنَا
Kami mengutus
مِن
dari
قَبۡلِكَ
sebelum kamu
إِلَّا
kecuali/melainkan
رِجَالٗا
orang laki-laki
نُّوحِيٓ
Kami beri wahyu
إِلَيۡهِمۡۖ
kepada mereka
فَسۡـَٔلُوٓاْ
maka tanyakanlah
أَهۡلَ
ahli/mempunyai pengetahuan
ٱلذِّكۡرِ
dzikir
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
لَا
tidak
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
Kami tidak mengutus sebelum engkau (Nabi Muhammad), melainkan laki-laki yang Kami beri wahyu kepadanya. Maka, bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Tafsir
(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka) bukannya para malaikat (maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan) yakni para ulama yang ahli dalam kitab Taurat dan kitab Injil (jika kalian tidak mengetahui) hal tersebut, mereka pasti mengetahuinya karena kepercayaan kalian kepada mereka lebih dekat daripada kepercayaan kalian terhadap Nabi Muhammad ﷺ
Tafsir Surat An-Nahl: 43-44
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. Ad-Dahhak mengatakan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Allah mengutus Nabi Muhammad menjadi seorang rasul, orang-orang Arab mengingkarinya, atau sebagian dari mereka ingkar akan hal ini.
Mereka mengatakan bahwa Mahabesar Allah dari menjadikan utusan-Nya seorang manusia. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia. (Yunus: 2), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (An-Nahl: 43) Maksudnya, bertanyalah kamu kepada ahli kitab yang terdahulu, apakah rasul yang diutus kepada mereka itu manusia ataukah malaikat? Jika rasul-rasul yang diutus kepada mereka adalah malaikat, maka kalian boleh mengingkarinya.
Jika ternyata para rasul itu adalah manusia, maka janganlah kalian mengingkari bila Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang rasul. Allah ﷻ telah berfirman: Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang lelaki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf: 109) Mereka bukanlah berasal dari penduduk langit seperti yang kalian duga. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan ahluz zikr dalam ayat ini ialah ahli kitab. Pendapat yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Al-A'masy. Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid, yang dimaksud dengan az-zikr ialah Al-Qur'an.
Ia mengatakan demikian dengan berdalilkan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9) Pendapat ini memang benar, tetapi bukan makna tersebut yang dimaksud dalam ayat ini, mengingat orang yang menentang tidak dapat dijadikan sebagai rujukan untuk membuktikannya sesudah ia sendiri mengingkarinya. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Ja'far Al-Baqir, bahwa kami adalah ahli zikir. Maksud ucapannya ialah bahwa umat ini adalah ahluz zikir memang benar, mengingat umat ini lebih berpengetahuan daripada umat-umat terdahulu.
Lagi pula ulama yang terdiri atas kalangan ahli bait Rasulullah ﷺ adalah sebaik-baik ulama bila mereka tetap pada sunnah yang lurus, seperti Ali ibnu Abu Talib, Ibnu Abbas, kedua anak Ali (Hasan dan Husain), Muhammad ibnul Hanafiyah, Ali ibnul Husain Zainal Abidin, dan Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dan Abu Ja'far Al-Baqir yang nama aslinya ialah Muhammad ibnu Ali ibnul Husain, sedangkan Ja'far adalah nama putranya. Begitu pula ulama lainnya yang semisal dan serupa dengan mereka dari kalangan ulama-ulama yang berpegang kepada tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.
Dia mengetahui hak tiap orang serta menempatkan kedudukan masing-masing sesuai dengan apa yang telah diberikan kepadanya oleh Allah dan RasulNya, dan telah disepakati oleh hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Kesimpulan dari makna ayat ini ialah bahwa para rasul terdahulu sebelum Nabi Muhammad ﷺ adalah manusia, sebagaimana Nabi Muhammad sendiri juga seorang manusia, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul? Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul? (Al-Isra: 93-94) Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (Al-Furqan: 20) Dan tidaklah Kami menjadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. (Al-Anbiya: 8) Katakanlah, "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul. (Al-Ahqaf: 9) Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku. (Al-Kahfi: 110) Kemudian Allah ﷻ memberikan petunjuk kepada orang-orang yang meragukan bahwa rasul-rasul itu adalah manusia, agar mereka bertanya kepada ahli kitab terdahulu tentang para nabi yang terdahulu, apakah mereka dari kalangan manusia ataukah dari kalangan malaikat? Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia mengutus mereka yaitu: dengan membawa keterangan-keterangan. (An-Nahl: 44) Yakni hujah-hujah dan dalil-dalil.
dan kitab-kitab. (An-Nahl: 44) Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, dan yang lainnya. Az-zubur adalah bentuk jamak dari zabur. Orang-orang Arab mengatakan zabartul kitaba, artinya saya telah menulis kitab. Allah ﷻ telah berfirman: Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. (Al-Qamar. 52) Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al-Anbiya: 105) Adapun firman Allah ﷻ: Dan Kami turunkan kepadamu Az-Zikr. (An-Nahl: 44) Maksudnya, kitab Al-Qur'an. agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. (An-Nahl: 44) Yakni dari Tuhannya, karena kamu telah mengetahui makna apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu-, dan karena keinginanmu yang sangat kepada Al-Qur'an serta kamu selalu mengikuti petunjuknya.
Karena Kami mengetahui bahwa kamu adalah makhluk yang paling utama, penghulu anak Adam, maka sudah sepantasnya kamu memberikan keterangan kepada mereka segala sesuatu yang global, serta memberi penjelasan tentang hal-hal yang sulit mereka pahami. dan supaya mereka memikirkan. (An-Nahl: 44) Maksudnya, agar mereka merenungkannya buat diri mereka sendiri, lalu mereka akan mendapat petunjuk dan akhirnya mereka beroleh keberuntungan di dunia dan akhirat (berkat Al-Qur'an)."
Pengutusan para nabi dan rasul adalah sesuatu yang hak dan benar
adanya. Dan Kami tidak mengutus kepada umat manusia sebelum engkau,
wahai Muhammad, melainkan orang laki-laki terpilih yang memiliki keistimewaan dan ketokohan dari kalangan manusia, bukan malaikat,
yang Kami beri wahyu kepada mereka melalui utusan Kami, Jibril agar
disampaikannya kepada umat mereka; maka bertanyalah, wahai orang
yang meragukan keesaan Allah dan tidak mengetahui tuntunan-Nya,
kepada orang yang mempunyai pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab
Allah, jika kamu tidak mengetahui. (Lihat: Surah al-Anbiya'/21: 7'8 dan
al-Jinn/72: 6)Para rasul itu kami utus dengan membawa keterangan-keterangan
berupa mukjizat yang membuktikan kenabian dan kerasulan mereka.
Dan sebagian dari mereka membawa kitab-kitab yang berisi hukum,
nasihat, dan aturan yang menjadi pedoman bagi kehidupan kaumnya.
Dan Kami turunkan adz-dzikr, yakni Al-Qur'an, kepadamu, wahai Nabi Muhammad, agar engkau menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka berupa tuntunan dan petunjuk dalam kitab
tersebut agar mereka tahu dan mengikuti jalan yang benar dan agar
mereka memikirkan hal-hal yang menjadi pelajaran untuk kemaslahatan
mereka di dunia dan akhirat.
Allah menyatakan bahwa Dia tidak mengutus seorang rasul pun sebelum Nabi Muhammad kecuali manusia yang diberi-Nya wahyu. Ayat ini menggambarkan bahwa rasul-rasul yang diutus itu hanyalah laki-laki dari keturunan Adam a.s. sampai Nabi Muhammad ﷺ yang bertugas mem-bimbing umatnya agar mereka beragama tauhid dan mengikuti bimbingan wahyu. Oleh karena itu, yang pantas diutus untuk melakukan tugas itu adalah rasul-rasul dari jenis mereka dan berbahasa mereka. Pada waktu Nabi Muhammad ﷺ diutus, orang-orang Arab menyangkal bahwa Allah tidak mungkin mengutus utusan yang berjenis manusia seperti mereka. Mereka menginginkan agar yang diutus itu haruslah seorang malaikat, seperti firman Allah swt:
Dan mereka berkata, "Mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu memberikan peringatan bersama dia." (al-Furqan/25: 7)
Dan firman-Nya:
Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan." Orang-orang kafir berkata, "Orang ini (Muhammad) benar-benar penyihir." (Yunus/10: 2)
Mengenai penolakan orang-orang Arab terhadap kerasulan Muhammad karena ia seorang manusia biasa, dapat dibaca dari sebuah riwayat adh-ahhak yang disandarkan kepada Ibnu 'Abbas bahwa setelah Muhammad ﷺ diangkat menjadi utusan, orang Arab yang mengingkari kenabiannya berkata, "Allah lebih Agung bila rasul-Nya itu bukan manusia." Kemudian turun ayat-ayat Surah Yunus di atas.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ meminta orang-orang musyrik agar bertanya kepada orang-orang Ahli Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, apakah di dalam kitab-kitab mereka terdapat keterangan bahwa Allah pernah mengutus malaikat kepada mereka. Kalau memang disebutkan di dalam kitab mereka bahwa Allah pernah menurunkan malaikat sebagai utusan Allah, mereka boleh mengingkari kerasulan Muhammad. Akan tetapi, apabila disebutkan di dalam kitab mereka bahwa Allah hanya mengirim utusan kepada mereka seorang manusia yang sejenis dengan mereka, maka sikap mereka meng-ingkari kerasulan Muhammad ﷺ itu tidak benar.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 37
“Jika engkau sangat harap supaya mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang menyesatkan."
Mereka itu bukan saja telah sesat, tetapi mengajak pula kepada orang lain supaya turut sesat. Sebab itu Rasul janganlah terlalu mengharapkan dan menghabiskan tenaga untuk memperbaiki orang seperti demikian. Tempo akan terbuang dengan percuma. Tetapi ajaklah yang lain, yang hatinya lebih bersih.
“Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong “
Bagi mereka itu kekufuran dan kemusyrikan sudahlah menjadi sikap jiwa, dan tidak akan dapat berubah lagi. Orang yang akan menolong melepaskan mereka dari suasana itu pun tidak ada. Itulah pemuka-pemuka Quraisy yang bertahan pada kejahiliyyahan itu.
Ayat 38
“Dan mereka bensumpah dengan nama Allah, sebenar-benar sumpah, Tidak akan dibangkitkan oleh Allah orang yang sudah mati!"
Mereka berani bersumpah dengan membawa nama Allah, mempertahankan pendirian itu, padahal Allah-lah yang menjelaskan dengan wahyu, bahwa Allah sendiri yang menentukan bahwa orang yang sudah mati, kelak akan dibangkitkan kembali. Sampai demikianlah kekufuran mereka. Bagi mereka hidup ini hanya hingga ini, setelah itu mati dan habis. Bangkit-membangkit kembali tidak ada. Maka sambungan ayat memberikan ketegasan, “Sungguh janji atasnya adalah benar." Soal kebangkitan kembali, soal Kiamat adalah janji yang benar dari Allah, dan pasti terjadi.
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Artinya, karena kebodohan mereka dan karena tidak mendalamnya kepercayaan akan adanya hari Kebangkitan itu. Mereka ada mempunyai dasar kepercayaan akan adanya Allah; sebab itu mereka berani bersumpah dengan nama Allah, tetapi karena mereka menolak keterangan nabi-nabi tidaklah mereka percayai akan adanya hari berbangkit itu. Padahal hidup kita tidaklah selesai hingga dunia ini saja.
Hari berbangkit pasti datang,
Ayat 39
“Untuk ditenangkan-Nya kepada mereka dari hal yang mereka perselisihkan padanya."
Di akhirat itulah kelak Allah memberi penyelesaian perkara-perkara yang mereka perselisihkan dan pertengkaran selama ini, yang di dunia tidak ada keputusan, karena hanya bersikeras mulut saja.
“Dan supaya tahulah otang-otang yang kafir itu bahwa sesungguhnyalah mereka itu berdusta."
Mereka telah berani bersumpah mempertahankan pendirian bahwasanya Kiamat tidak akan datang, manusia yang telah mati tidak akan dibangkitkan kembali. Tetapi kata yang jitu untuk mempertahankan pendirian itu tidak pula ada. Sumpah saja tidaklah mencukupi, pada perkara yang tidak ada alasan. Maka jika Kiamat yang terjadi esok, akan jelaslah dan tahulah orang-orang yang kafir itu bahwa sumpah-sumpah dan keterangan-keterangan mereka semasa hidup itu hanya kosong belaka,
Ayat 40
‘Tidak tain perkataan Kami bagi sesuatu, apabila Kami menghendakinya, bahwa Kami katakan„ “Jadilah!" maka dia pun jadi"
Naik menciptakan alam, atau menzahir-kan manusia ke dunia, atau hendak meng-hancurkan susunan alam yang sekarang ini, atau memanggil bangkit kembali manusia yang telah mati, hanya bagi manusia yang sulit memikirkan, adapun bagi Allah urusan itu hanya satu kalimat saja. Yakni apabila Dia katakan, “Jadi!" Semaupun jadilah menurut apa yang dikehendaki-Nya. Atau jadi bangun atau jadi hancur, sebab kekuasaan Allah adalah Mahamutlak.
Artinya, bahwa Ailah tidak berkehendak kepada ketentuan orang lain dalam hal yang Dia kehendaki, tidak ada yang dapat menghalangi dan menyalahi. Karena Dia Maha Esa, Mahakuasa dan Mahaagung, yang segala sesuatu tunduk kepada kekuasaan-Nya, kega-gahan-Nya dan keperkasaan-Nya, Tidak ada Allah selain Dia dan tidak pula pengatur.
HIJRAH
Ayat 41
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah, dari sesudah mereka dianiaya."
Itulah janji Allah terhadap orang-orang yang beriman, yang selama masih di Mekah, selama permulaan dakwah itu sangatlah tergencet hidup mereka, karena kebencian dan sifat-sifat permusuhan yang dilontarkan orang Quraisy kepada mereka. Mereka disuruh berpindah saja (hijrah) karena Allah dan Rasul, meninggalkan kampung halaman, sanak dan saudara, hanya semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah. Menurut pendapat Ibnu Katsir, demikian juga al-Qurthubi, sebab turun ayat ialah menghargai mereka yang berhijrah ke negeri Habsyi sampai dua kali, yang hijrah karena sudah sangat sekali menderita dari kaum mereka di Mekah, sehingga mereka hijrah ke negeri Habsyi supaya mendapat kebebasan melakukan ibadah kepada Allah mereka. Di antara yang terkemuka di kalangan yang hijrah itu ialah Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah, putri Rasulullah dan Ja'far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah dan Abu Salamah bin Abui Aswad beserta satu jamaah lebih-kurang delapan puluh orang, laki-laki dan perempuan, yang semuanya sahabat setia kepada Rasulullah ﷺ. Semuanya dengan penuh iman meninggalkan kampung halaman. Maka Allah memberikan janji, “Sungguh akan Kami berikan kepada mereka tempat yang baik di dunia ini."
Janji Allah itu telah dipenuhi. Sepeninggal mereka hijrah ke Habsyah, Rasulullah ﷺ sendiri bersama Muhajirin yang lain meninggalkan negeri Mekah, lalu pindah ke Madinah. Maka kaum Muhajirin yang hijrah ke Habsyi itu setelah pulang kembali, tidak pulang ke Mekah, melainkan terus bersama hijrah ke Madinah. Di tempat hijrah yang besar itulah mereka mendapat tempat yang baik di sisi Allah dan jaminan hidup, kebahagiaan dan kebebasan. Ahli tafsir mengatakan bahwa mereka mendapat rezeki yang baik. Kata Ibnu Katsir, “Mereka tinggalkan tempat-tempat tinggal mereka dan harta benda mereka, lalu diganti Allah dengan yang lebih baik di dunia ini. Karena “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik daripadanya." Itu pun telah terjadi, mereka telah dikukuhkan Allah dalam negeri-negeri, mereka telah menjadi yang dipertuan memerintah hamba Allah, mereka telah menjadi penguasa yang memerintah, dan semuanya menjadi imam dari orang-orang yang Muttaqin. Dan kemudian Allah pun menyatakan lagi janji-Nya, bahwasanya pahala bagi orang yang berhijrah pada jalan Allah itu di akhirat akan lebih besar lagi daripada apa yang telah diterimanya di dunia. Sebab itu maka lanjutan firman Allah ialah
“Tetapi ganjaran di akhirat adalah lebih besar, jikalau mereka ingin tahu."
Betapa tidak? Bukankah hijrah itu mereka lakukan karena Allah? Karena agama? Bukan karena ingin kekayaan dan bukan karena keinginan duniawi. Sebab itu sebagaimana tersebut dalam ayat-ayat yang lain, bahwasanya orang yang berjuang menuju akhirat, dunianya akan menurut sekali, akan terbawa sambil lalu. Tetapi orang yang berjuang untuk dunia saja, akhiratnya tidak akan dapat.
Siapakah orang-orang yang akan mendapat kebaikan dunia dan kebaikan yang lebih tinggi di akhirat itu? Bisakah semua orang?
Ayat 42
“(Ialah) orang-orang yang saban; dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakal.
Sabar dan tawakal, inilah dua syarat mutlak dari kemenangan. Sebab tidaklah sekaligus akan terjadi perubahan nasib. Misalnya pindah dari Mekah ke Madinah, Sampai di Madinah terus sekali hidup kaya, hidup mewah dan senang. Tidak! Semuanya mesti direbut dengan kesabaran. Sabar ketika menempuh ke muka, sabar ketika bertahan, sabar ketika apa yang dimaksud belum berhasil seketika itu juga. Sabar ketika menghadapi kesulitan. Tabah! Dalam sabar hendaklah tawakal, yaitu serahkan kebijaksanaan tertinggi kepada Allah, jangan mengeluh.
Inilah yang dipusakakan kepada kita, umat Muhammad ﷺ sampai akhir zaman. Apa jua pun perjuangan yang dihadapi, kecilkah atau besarkah, yang akan berjaya hanyalah orang yang sabar dan tawakal. Dan Betapapun yang dihadapi, baguskah, muliakah, cita-cita tinggikah atau yang lainkah; kalau sabar dan tawakal tidak ada, niscaya akan gagal.
Ayat 43
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka."
“Maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang telah mempunyai peringatan, jika kamu belum mengetahui."
Kalau masih kurang percaya akan hal itu, mereka boleh menanyakan kepada Ahludz Dzikri, ahli peringatan, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran dari nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beritahukan hal yang sebenarnya itu.
Di sini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang ber-pengetahuan lebih luas. Umum arti ayat me-nyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang di-rawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri di sini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah.
Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja; sebab yang kita cari ialah kebenaran.
Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah ﷺ, Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr.
Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzi-krinya sendiri; tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.
Nabi-nabi dan rasul-rasul itu diutus Allah.
Ayat 44
“Dengan penjelasan-penjelasan dan kitab-kitab"
Penjelasan, yaitu keterangan-keterangan dan alasan-alasan untuk menguatkan pendirian bahwa Allah Ta'aala itu ada dan tunggal, tidak berserikat dengan yang lain."Kitab-kitab", zubur kata jamak dari zabur, artinya kitab-kitab. Semua kitab-kitab itu, baik Taurat yang diturunkan kepada Musa, Injil kepada Isa, Mazmur atau Zabur kepada Dawud, dan Shuhuf, yaitu catatan-catatan yang diterima Nabi Ibrahim, demikian juga catatan wahyu kepada nabi-nabi Armiyah, Hazqial, Asy'iya, Malaikhi, Darial dan lain-lain, semuanya itu disebut zubur, artinya kitab-kitab, besar dan kecil. “Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan."—yaitu Al-Qur'an—"supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka." Dengan ayat ini teranglah bahwa kewajiban Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan peringatan (Al-Qur'an) bukan-lah kewajiban yang baru sekarang, melainkan sambungan mata rantai saja dari rencana Allah membimbing dan memberi petunjuk umat manusia yang telah dimulai sejak Adam sampai kepada berpuluh rasul sesudahnya, sampai kepada Muhammad ﷺ.
“Mudah-mudahan merekaakan berpikir."
Sebab maksud Al-Qur'an atau peringatan itu, memang yang utama sekali mengajak orang berpikir tentang dirinya, tentang hidupnya, tentang Tuhannya dan hubungannya dengan Allah itu.
Ayat 45
“Apakah akan merasa aman orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, bahwa akan dibenamkan oleh Allah mereka itu di bumi, atau datang kepada mereka adzab dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Dengan cara pertanyaan, wahyu datang menyuruh menginsafkan mereka, bahwa kalau datang ketentuan Allah, mereka akan mudah saja mendapat hukuman Allah, karena kejahatan yang mereka kerjakan. Bagi Allah membalikkan bumi dan membenamkan mereka ke dalamnya adalah perkara mudah belaka. Sebentar saja, kalau Allah menghendaki. Atau datang adzab dengan tiba-tiba, dari jurusan yang tidak mereka sangka-sangka. Disumbat pintu adzab dengan taksiran dan perhitungan manusia dari sebelah barat, tahu-tahu adzab datang dari sebelah timur. Dijaga siksaan akan datang dari bawah, tiba-tiba turun dari atas. Dijaga musuh yang akan datang dari luar, rupanya musuh muncul dari dalam.
Ayat 46
“Atau disiksa-Nya mereka di dalam pulang batik mereka."
Di dalam gelisah ke hilir, ke mudik, di dalam berjalan ke sana kemari, di dalam menyusun rencana ini dan itu; dengan tiba-tiba saja siksaan Allah datang. Seumpama penduduk Sadd Ma'rib di negeri Saba di zaman purba. Hidup bermanja-manja karena air cukup, sebab telah dibangun simpanan air oleh nenek moyang, atau dam kata orang sekarang. Dalam mereka berbangga-bangga mereka tidak tahu bahwa semacam belut telah berangsur-angsur menembus dinding air itu dari tahun ke tahun, sedang pemeriksaan dan penelitian sangat lalai. Seketika bangunan runtuh dan hancur, tidak ada yang dapat mempertahankan lagi.
“Maka tidaklah mereka terlepas."
Ayat 47
“Atau disiksa-Nya mereka sedang dalam ketakutan."
Siksaan karena ketakutan, karena panik, seperti yang kita rasakan karena mendengar musuh telah dekat, atau karena penyakit menular, atau diserang oleh takut mati, padahal amalan belum ada dan cinta terlalu tertumpah kepada harta benda dan anak.
“Maka sesungguhnya Allah kamu adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang."
Karena kasih dan sayang Allah, bahaya-bahaya demikian tidak selalu ada. Lebih banyak kita yang aman daripada yang susah. Lantaran itulah pula agaknya, maka banyak yang lupa dan durhaka.