Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
هَاجَرُواْ
(mereka) berhijrah
فِي
didalam/pada
ٱللَّهِ
Allah
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
ظُلِمُواْ
mereka aniaya
لَنُبَوِّئَنَّهُمۡ
pasti Kami memberi tempat mereka
فِي
di
ٱلدُّنۡيَا
dunia
حَسَنَةٗۖ
baik/kebaikan
وَلَأَجۡرُ
dan sungguh pahala
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَكۡبَرُۚ
lebih besar
لَوۡ
jika
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
هَاجَرُواْ
(mereka) berhijrah
فِي
didalam/pada
ٱللَّهِ
Allah
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
ظُلِمُواْ
mereka aniaya
لَنُبَوِّئَنَّهُمۡ
pasti Kami memberi tempat mereka
فِي
di
ٱلدُّنۡيَا
dunia
حَسَنَةٗۖ
baik/kebaikan
وَلَأَجۡرُ
dan sungguh pahala
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَكۡبَرُۚ
lebih besar
لَوۡ
jika
كَانُواْ
adalah mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
Terjemahan
Orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia. Pahala di akhirat pasti lebih besar, sekiranya mereka mengetahui,
Tafsir
(Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah) untuk menegakkan agama-Nya (sesudah mereka dianiaya) mengalami penganiayaan dari penduduk kota Mekah yang dimaksud adalah Nabi ﷺ dan para sahabatnya (pasti Kami akan memberikan tempat buat mereka) menempatkan mereka (di dunia ini) pada suatu tempat tinggal (yang baik) yakni kota Madinah. (Dan sesungguhnya pahala di akhirat) yaitu surga itu (adalah lebih besar) lebih agung (kalau mereka mengetahui) maksudnya kalau orang-orang kafir itu atau orang-orang yang tidak ikut hijrah benar-benar mengetahui tentang kemuliaan yang diperoleh oleh orang-orang yang berhijrah, niscaya mereka akan ikut hijrah bersama dengan orang-orang yang berhijrah.
Tafsir Surat An-Nahl: 41-42
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. Allah ﷻ menyebutkan tentang balasan-Nya kepada orang-orang yang berhijrah di jalan-Nya dengan mengharapkan rida-Nya. Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan tempat kelahirannya dan teman-temannya serta sanak familinya dengan mengharapkan pahala dan balasan dari Allah ﷻ Dapat pula dikatakan bahwa penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim yang berhijrah ke negeri Habsyah (Abesinia), yaitu mereka yang mendapat tekanan keras dari kaumnya di Mekah, hingga terpaksa keluar meninggalkan kaumnya menuju negeri Habsyah, agar mereka dapat menyembah Tuhannya dengan tenang, tiada yang mengganggu.
Di antara mereka yang hijrah ke negeri Habsyah dan yang termasuk orang yang paling terhormat di kalangan mereka ialah Usman ibnu Affan dan istrinya (yaitu Siti Ruqayyah binti Rasulullah), Ja'far ibnu Abu Talib (anak paman Rasulullah), Abu Salamah ibnu Abdul Aswad beserta sejumlah orang kurang lebih delapan puluh orang yang terdiri atas laki-laki dan wanita, dan istri Abu Bakar As-Siddiq; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan memuaskan mereka, Allah memang telah memperkenankannya.
Allah menjanjikan akan memberikan balasan yang baik kepada mereka di dunia dan akhirat. Allah ﷻ berfirman: pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. (An-Nahl: 41) Ibnu Abbas. Asy-Sya'bi. dan Qatadah mengatakan bahwa tempat yang bagus itu adalah kota Madinah. Menurut pendapat lain adalah rezeki yang baik, kata Mujahid. Pada hakikatnya di antara kedua pendapat ini tidak ada pertentangan, karena mereka meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka, maka Allah menggantikannya dengan tempat tinggal dan harta benda yang lebih baik di dunia ini.
Karena sesungguhnya barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan memberinya ganti dengan sesuatu yang lebih baik baginya daripada apa yang ditinggalkannya itu. Dan memang kenyataannya demikian, karena sesungguhnya Allah memperkuat mereka tinggal di berbagai negeri dan menjadikan mereka berkuasa atas hamba-hamba-Nya, sehingga jadilah mereka para raja dan para penguasa, dan masing-masing dari mereka menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah ﷻ memberitahukan pula bahwa pahala-Nya bagi orang-orang yang berhijrah di hari akhirat nanti jauh lebih besar daripada apa yang diberikan kepada mereka di dunia. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar. (An-Nahl: 41) Yakni jauh lebih besar daripada apa yang diberikan kepada mereka di dunia. kalau mereka mengetahui. (An-Nahl: 41) Maksudnya, seandainya orang-orang yang tidak ikut hijrah bersama kaum Muhajirin mengetahui pahala yang disimpan oleh Allah ﷻ di sisi-Nya bagi orang-orang yang taat kepada-Nya dan mengikuti Rasul-Nya. Hasyim telah meriwayatkan dari Al-Awwam, dari seseorang yang menceritakan kepadanya bahwa Umar ibnul Khattab r.a. bilamana memberikan ata kepada seseorang dari kalangan kaum Muhajirin selalu mengatakan, '"Ambillah, semoga Allah memberkatimu dalam pemberian ini. Inilah balasan yang dijanjikan oleh Allah di dunia, dan apa yang disimpan-Nya buatmu kelak di kampung akhriat adalah jauh lebih utama." Kemudian ia membacakan firman-Nya: pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia.
Dan sesungguhnya pahala di akhriat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (An-Nahl: 41) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan ciri-ciri khas mereka melalui firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (An-Nahl: 42) Yakni mereka sabar dalam menghadapi gangguan dari kaumnya dan bertawakal kepada Allah Yang memberikan kesudahan yang baik bagi mereka di dunia dan akhirat."
Usai berbicara tentang pengingkaran kaum musyrik Mekah dan
kezaliman mereka kepada Nabi Muhammad dan kaum muslim, Allah
lalu beralih menjelaskan ketentuan hijrah dan pahala bagi orang yang
berhijrah, Dan orang yang berhijrah meninggalkan kerabat dan kampung halamannya karena mengikuti perintah Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat, suasana, dan ganjaran yang baik
kepada mereka di dunia. Dan pahala yang Kami berikan kepada mereka
di akhirat kelak pasti lebih besar dan baik. Sekiranya mereka, orang kafir,
mengetahui betapa besar pahala yang Kami berikan kepada orang yang
beriman dan berhijrah, niscaya mereka beriman dan berhijrah. Pahala yang besar dan baik itu hanya diperoleh oleh orang yang sabar dalam melaksanakan tuntunan Allah dan menghadapi berbagai cobaan, dan orang yang hanya kepada Tuhan Yang Mahakuasa dan Maha
Mengatur mereka bertawakal serta menyerahkan urusan mereka setelah
berupaya mewujudkannya sekuat kemampuan.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa orang-orang yang hijrah meninggal-kan kaum kerabat yang dicintai dan kampung halamannya semata-mata mengharapkan pahala dan keridaan Allah, pasti akan diberi tempat yang baik di sisi-Nya. Yang dimaksud dengan hijrah dalam ayat ini ialah hijrah kaum Muslimin dari Mekah ke Habasyah, hijrah pertama yang dilakukan 83 orang Muslimin. Pengertian ini didasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat Makkiyyah, dan dikuatkan pula oleh riwayat dari Abdullah bin Humaid, Ibnu Jarir ath-thabari, dan Ibnu Munzir dari Qatadah yang mengatakan bahwa para sahabat Nabi ﷺ teraniaya oleh penduduk Mekah. Mereka diusir dari kampung halamannya, sehingga sebagian dari mereka ikut hijrah ke negeri Habasyah. Sesudah itu, Allah menyuruh mereka mempersiapkan diri hijrah ke Medinah, lalu kota itu dijadikan kota hijrah dan mereka diberi penolong-penolong yang terdiri dari penduduk Medinah yang beriman.
Kemudian mereka dijanjikan kemenangan atas orang-orang yang telah menganiaya mereka dan tempat yang baik di dunia. Semua itu diperoleh karena mereka rela meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka, semata-mata hanya mengharapkan keridaan Allah. Janji kemenangan yang diberikan kepada kaum Muslimin itu ialah mereka akan diberi tempat yang bebas dari kekuasaan orang-orang musyrik dan mereka dapat mengatur tata kemasyarakatan sendiri. Mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin yang takwa dan memerintah orang-orang yang takwa pula.
Di samping itu, mereka dijanjikan pula pahala akhirat yang lebih besar. Apabila mereka mengetahui, tentu mereka akan mengatakan bahwa pahala akhirat itulah yang lebih utama bila dibandingkan dengan kebahagiaan yang mereka rasakan di dunia. Ibnu Jarir ath-thabari meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa apabila seorang Ansar memberi suatu pemberian kepada seorang laki-laki dari golongan Muhajirin, ia berkata, "Terimalah pemberian ini, semoga Allah memberikan berkah kepadamu dalam menikmatinya. Ini yang telah Allah janjikan untukmu di dunia, sedang di akhirat kamu akan mendapatkan yang lebih baik lagi".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 37
“Jika engkau sangat harap supaya mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang menyesatkan."
Mereka itu bukan saja telah sesat, tetapi mengajak pula kepada orang lain supaya turut sesat. Sebab itu Rasul janganlah terlalu mengharapkan dan menghabiskan tenaga untuk memperbaiki orang seperti demikian. Tempo akan terbuang dengan percuma. Tetapi ajaklah yang lain, yang hatinya lebih bersih.
“Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong “
Bagi mereka itu kekufuran dan kemusyrikan sudahlah menjadi sikap jiwa, dan tidak akan dapat berubah lagi. Orang yang akan menolong melepaskan mereka dari suasana itu pun tidak ada. Itulah pemuka-pemuka Quraisy yang bertahan pada kejahiliyyahan itu.
Ayat 38
“Dan mereka bensumpah dengan nama Allah, sebenar-benar sumpah, Tidak akan dibangkitkan oleh Allah orang yang sudah mati!"
Mereka berani bersumpah dengan membawa nama Allah, mempertahankan pendirian itu, padahal Allah-lah yang menjelaskan dengan wahyu, bahwa Allah sendiri yang menentukan bahwa orang yang sudah mati, kelak akan dibangkitkan kembali. Sampai demikianlah kekufuran mereka. Bagi mereka hidup ini hanya hingga ini, setelah itu mati dan habis. Bangkit-membangkit kembali tidak ada. Maka sambungan ayat memberikan ketegasan, “Sungguh janji atasnya adalah benar." Soal kebangkitan kembali, soal Kiamat adalah janji yang benar dari Allah, dan pasti terjadi.
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Artinya, karena kebodohan mereka dan karena tidak mendalamnya kepercayaan akan adanya hari Kebangkitan itu. Mereka ada mempunyai dasar kepercayaan akan adanya Allah; sebab itu mereka berani bersumpah dengan nama Allah, tetapi karena mereka menolak keterangan nabi-nabi tidaklah mereka percayai akan adanya hari berbangkit itu. Padahal hidup kita tidaklah selesai hingga dunia ini saja.
Hari berbangkit pasti datang,
Ayat 39
“Untuk ditenangkan-Nya kepada mereka dari hal yang mereka perselisihkan padanya."
Di akhirat itulah kelak Allah memberi penyelesaian perkara-perkara yang mereka perselisihkan dan pertengkaran selama ini, yang di dunia tidak ada keputusan, karena hanya bersikeras mulut saja.
“Dan supaya tahulah otang-otang yang kafir itu bahwa sesungguhnyalah mereka itu berdusta."
Mereka telah berani bersumpah mempertahankan pendirian bahwasanya Kiamat tidak akan datang, manusia yang telah mati tidak akan dibangkitkan kembali. Tetapi kata yang jitu untuk mempertahankan pendirian itu tidak pula ada. Sumpah saja tidaklah mencukupi, pada perkara yang tidak ada alasan. Maka jika Kiamat yang terjadi esok, akan jelaslah dan tahulah orang-orang yang kafir itu bahwa sumpah-sumpah dan keterangan-keterangan mereka semasa hidup itu hanya kosong belaka,
Ayat 40
‘Tidak tain perkataan Kami bagi sesuatu, apabila Kami menghendakinya, bahwa Kami katakan„ “Jadilah!" maka dia pun jadi"
Naik menciptakan alam, atau menzahir-kan manusia ke dunia, atau hendak meng-hancurkan susunan alam yang sekarang ini, atau memanggil bangkit kembali manusia yang telah mati, hanya bagi manusia yang sulit memikirkan, adapun bagi Allah urusan itu hanya satu kalimat saja. Yakni apabila Dia katakan, “Jadi!" Semaupun jadilah menurut apa yang dikehendaki-Nya. Atau jadi bangun atau jadi hancur, sebab kekuasaan Allah adalah Mahamutlak.
Artinya, bahwa Ailah tidak berkehendak kepada ketentuan orang lain dalam hal yang Dia kehendaki, tidak ada yang dapat menghalangi dan menyalahi. Karena Dia Maha Esa, Mahakuasa dan Mahaagung, yang segala sesuatu tunduk kepada kekuasaan-Nya, kega-gahan-Nya dan keperkasaan-Nya, Tidak ada Allah selain Dia dan tidak pula pengatur.
HIJRAH
Ayat 41
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah, dari sesudah mereka dianiaya."
Itulah janji Allah terhadap orang-orang yang beriman, yang selama masih di Mekah, selama permulaan dakwah itu sangatlah tergencet hidup mereka, karena kebencian dan sifat-sifat permusuhan yang dilontarkan orang Quraisy kepada mereka. Mereka disuruh berpindah saja (hijrah) karena Allah dan Rasul, meninggalkan kampung halaman, sanak dan saudara, hanya semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah. Menurut pendapat Ibnu Katsir, demikian juga al-Qurthubi, sebab turun ayat ialah menghargai mereka yang berhijrah ke negeri Habsyi sampai dua kali, yang hijrah karena sudah sangat sekali menderita dari kaum mereka di Mekah, sehingga mereka hijrah ke negeri Habsyi supaya mendapat kebebasan melakukan ibadah kepada Allah mereka. Di antara yang terkemuka di kalangan yang hijrah itu ialah Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah, putri Rasulullah dan Ja'far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah dan Abu Salamah bin Abui Aswad beserta satu jamaah lebih-kurang delapan puluh orang, laki-laki dan perempuan, yang semuanya sahabat setia kepada Rasulullah ﷺ. Semuanya dengan penuh iman meninggalkan kampung halaman. Maka Allah memberikan janji, “Sungguh akan Kami berikan kepada mereka tempat yang baik di dunia ini."
Janji Allah itu telah dipenuhi. Sepeninggal mereka hijrah ke Habsyah, Rasulullah ﷺ sendiri bersama Muhajirin yang lain meninggalkan negeri Mekah, lalu pindah ke Madinah. Maka kaum Muhajirin yang hijrah ke Habsyi itu setelah pulang kembali, tidak pulang ke Mekah, melainkan terus bersama hijrah ke Madinah. Di tempat hijrah yang besar itulah mereka mendapat tempat yang baik di sisi Allah dan jaminan hidup, kebahagiaan dan kebebasan. Ahli tafsir mengatakan bahwa mereka mendapat rezeki yang baik. Kata Ibnu Katsir, “Mereka tinggalkan tempat-tempat tinggal mereka dan harta benda mereka, lalu diganti Allah dengan yang lebih baik di dunia ini. Karena “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik daripadanya." Itu pun telah terjadi, mereka telah dikukuhkan Allah dalam negeri-negeri, mereka telah menjadi yang dipertuan memerintah hamba Allah, mereka telah menjadi penguasa yang memerintah, dan semuanya menjadi imam dari orang-orang yang Muttaqin. Dan kemudian Allah pun menyatakan lagi janji-Nya, bahwasanya pahala bagi orang yang berhijrah pada jalan Allah itu di akhirat akan lebih besar lagi daripada apa yang telah diterimanya di dunia. Sebab itu maka lanjutan firman Allah ialah
“Tetapi ganjaran di akhirat adalah lebih besar, jikalau mereka ingin tahu."
Betapa tidak? Bukankah hijrah itu mereka lakukan karena Allah? Karena agama? Bukan karena ingin kekayaan dan bukan karena keinginan duniawi. Sebab itu sebagaimana tersebut dalam ayat-ayat yang lain, bahwasanya orang yang berjuang menuju akhirat, dunianya akan menurut sekali, akan terbawa sambil lalu. Tetapi orang yang berjuang untuk dunia saja, akhiratnya tidak akan dapat.
Siapakah orang-orang yang akan mendapat kebaikan dunia dan kebaikan yang lebih tinggi di akhirat itu? Bisakah semua orang?
Ayat 42
“(Ialah) orang-orang yang saban; dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakal.
Sabar dan tawakal, inilah dua syarat mutlak dari kemenangan. Sebab tidaklah sekaligus akan terjadi perubahan nasib. Misalnya pindah dari Mekah ke Madinah, Sampai di Madinah terus sekali hidup kaya, hidup mewah dan senang. Tidak! Semuanya mesti direbut dengan kesabaran. Sabar ketika menempuh ke muka, sabar ketika bertahan, sabar ketika apa yang dimaksud belum berhasil seketika itu juga. Sabar ketika menghadapi kesulitan. Tabah! Dalam sabar hendaklah tawakal, yaitu serahkan kebijaksanaan tertinggi kepada Allah, jangan mengeluh.
Inilah yang dipusakakan kepada kita, umat Muhammad ﷺ sampai akhir zaman. Apa jua pun perjuangan yang dihadapi, kecilkah atau besarkah, yang akan berjaya hanyalah orang yang sabar dan tawakal. Dan Betapapun yang dihadapi, baguskah, muliakah, cita-cita tinggikah atau yang lainkah; kalau sabar dan tawakal tidak ada, niscaya akan gagal.
Ayat 43
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka."
“Maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang telah mempunyai peringatan, jika kamu belum mengetahui."
Kalau masih kurang percaya akan hal itu, mereka boleh menanyakan kepada Ahludz Dzikri, ahli peringatan, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran dari nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beritahukan hal yang sebenarnya itu.
Di sini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang ber-pengetahuan lebih luas. Umum arti ayat me-nyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang di-rawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri di sini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah.
Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja; sebab yang kita cari ialah kebenaran.
Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah ﷺ, Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr.
Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzi-krinya sendiri; tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.
Nabi-nabi dan rasul-rasul itu diutus Allah.
Ayat 44
“Dengan penjelasan-penjelasan dan kitab-kitab"
Penjelasan, yaitu keterangan-keterangan dan alasan-alasan untuk menguatkan pendirian bahwa Allah Ta'aala itu ada dan tunggal, tidak berserikat dengan yang lain."Kitab-kitab", zubur kata jamak dari zabur, artinya kitab-kitab. Semua kitab-kitab itu, baik Taurat yang diturunkan kepada Musa, Injil kepada Isa, Mazmur atau Zabur kepada Dawud, dan Shuhuf, yaitu catatan-catatan yang diterima Nabi Ibrahim, demikian juga catatan wahyu kepada nabi-nabi Armiyah, Hazqial, Asy'iya, Malaikhi, Darial dan lain-lain, semuanya itu disebut zubur, artinya kitab-kitab, besar dan kecil. “Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan."—yaitu Al-Qur'an—"supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka." Dengan ayat ini teranglah bahwa kewajiban Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan peringatan (Al-Qur'an) bukan-lah kewajiban yang baru sekarang, melainkan sambungan mata rantai saja dari rencana Allah membimbing dan memberi petunjuk umat manusia yang telah dimulai sejak Adam sampai kepada berpuluh rasul sesudahnya, sampai kepada Muhammad ﷺ.
“Mudah-mudahan merekaakan berpikir."
Sebab maksud Al-Qur'an atau peringatan itu, memang yang utama sekali mengajak orang berpikir tentang dirinya, tentang hidupnya, tentang Tuhannya dan hubungannya dengan Allah itu.
Ayat 45
“Apakah akan merasa aman orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, bahwa akan dibenamkan oleh Allah mereka itu di bumi, atau datang kepada mereka adzab dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Dengan cara pertanyaan, wahyu datang menyuruh menginsafkan mereka, bahwa kalau datang ketentuan Allah, mereka akan mudah saja mendapat hukuman Allah, karena kejahatan yang mereka kerjakan. Bagi Allah membalikkan bumi dan membenamkan mereka ke dalamnya adalah perkara mudah belaka. Sebentar saja, kalau Allah menghendaki. Atau datang adzab dengan tiba-tiba, dari jurusan yang tidak mereka sangka-sangka. Disumbat pintu adzab dengan taksiran dan perhitungan manusia dari sebelah barat, tahu-tahu adzab datang dari sebelah timur. Dijaga siksaan akan datang dari bawah, tiba-tiba turun dari atas. Dijaga musuh yang akan datang dari luar, rupanya musuh muncul dari dalam.
Ayat 46
“Atau disiksa-Nya mereka di dalam pulang batik mereka."
Di dalam gelisah ke hilir, ke mudik, di dalam berjalan ke sana kemari, di dalam menyusun rencana ini dan itu; dengan tiba-tiba saja siksaan Allah datang. Seumpama penduduk Sadd Ma'rib di negeri Saba di zaman purba. Hidup bermanja-manja karena air cukup, sebab telah dibangun simpanan air oleh nenek moyang, atau dam kata orang sekarang. Dalam mereka berbangga-bangga mereka tidak tahu bahwa semacam belut telah berangsur-angsur menembus dinding air itu dari tahun ke tahun, sedang pemeriksaan dan penelitian sangat lalai. Seketika bangunan runtuh dan hancur, tidak ada yang dapat mempertahankan lagi.
“Maka tidaklah mereka terlepas."
Ayat 47
“Atau disiksa-Nya mereka sedang dalam ketakutan."
Siksaan karena ketakutan, karena panik, seperti yang kita rasakan karena mendengar musuh telah dekat, atau karena penyakit menular, atau diserang oleh takut mati, padahal amalan belum ada dan cinta terlalu tertumpah kepada harta benda dan anak.
“Maka sesungguhnya Allah kamu adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang."
Karena kasih dan sayang Allah, bahaya-bahaya demikian tidak selalu ada. Lebih banyak kita yang aman daripada yang susah. Lantaran itulah pula agaknya, maka banyak yang lupa dan durhaka.