Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَقۡسَمُواْ
dan mereka bersumpah
بِٱللَّهِ
dengan Allah
جَهۡدَ
sungguh-sungguh
أَيۡمَٰنِهِمۡ
sumpah mereka
لَا
tidak
يَبۡعَثُ
membangkitkan
ٱللَّهُ
Allah
مَن
orang
يَمُوتُۚ
mati
بَلَىٰ
ya/bahkan
وَعۡدًا
janji
عَلَيۡهِ
atasnya
حَقّٗا
benar
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَ
kebanyakan
ٱلنَّاسِ
manusia
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
وَأَقۡسَمُواْ
dan mereka bersumpah
بِٱللَّهِ
dengan Allah
جَهۡدَ
sungguh-sungguh
أَيۡمَٰنِهِمۡ
sumpah mereka
لَا
tidak
يَبۡعَثُ
membangkitkan
ٱللَّهُ
Allah
مَن
orang
يَمُوتُۚ
mati
بَلَىٰ
ya/bahkan
وَعۡدًا
janji
عَلَيۡهِ
atasnya
حَقّٗا
benar
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
أَكۡثَرَ
kebanyakan
ٱلنَّاسِ
manusia
لَا
tidak
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
Terjemahan
Mereka sungguh-sungguh bersumpah dengan (nama) Allah, “Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.” Bukan demikian (justru Allah pasti akan membangkitkannya). (Yang demikian ini) adalah janji yang pasti Dia penuhi, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Tafsir
(Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh) artinya mereka bersumpah dengan sungguh-sungguh ("Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati.") maka Allah berfirman menyanggah mereka (Tidak demikian, bahkan) Allah pasti akan membangkitkan mereka (sebagai suatu janji yang benar dari Allah) lafal wa`dan dan haqqan kedua-duanya adalah bentuk mashdar yang fungsinya mengukuhkan makna fi`ilnya dan dinashabkan oleh fi`ilnya yang keberadaannya diperkirakan; artinya Allah sungguh telah menjanjikan hal tersebut dan Allah akan membuktikannya dengan benar (akan tetapi kebanyakan manusia) penduduk Mekah (tiada mengetahui) hal tersebut.
Tafsir Surat An-Nahl: 38-40
Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati. (Tidak demikian), bahkan (pasti akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui, agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta. Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya. Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.
Maka jadilah ia. Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik; mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh, yakni dengan sumpah yang berat, bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang telah mati. Dengan kata lain, mereka menganggap hal tersebut mustahil; mereka mendustakan para rasul yang menyampaikan berita itu, dan mereka bersumpah menentang hal itu. Maka Allah ﷻ berfirman, mendustakan mereka dan membantahnya: (Tidak demikian) bahkan. (An-Nahl: 38) Yakni tidaklah seperti yang mereka duga, bahkan kebangkitan itu pasti terjadi. sebagai suatu janji yang benar dari Allah. (An-Nahl: 38) Yaitu sebagai suatu hal yang pasti terjadi. tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (An-Nahl: 38) Karena ketidaktahuan mereka, maka mereka menentang rasul-rasul dan terjerumus ke dalam kekafiran.
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan hikmah diadakan-Nya hari kembali dan dibangkitkan-Nya semua jasad pada hari pembalasan. Untuk itu disebutkan dalam firman-Nya: agar Allah menjelaskan kepada mereka. (An-Nahl: 39) Maksudnya, kepada manusia. apa yang mereka perselisihkan itu. (An-Nahl: 39) Yaitu segala sesuatunya. supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbual jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (An-Najm: 31) Adapun firman Allah ﷻ: dan agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang berdusta. (An-Nahl: 39) Yakni dalam sumpah mereka yang menyatakan bahwa Allah tidak akan menghidupkan orang yang mati.
Karena itulah, maka kelak di hari kiamat mereka yang berbuat demikian akan diseru untuk masuk neraka Jahannam dengan digiring, dan Malaikat Zabaniyah (juru siksa) berkata kepada mereka: (Dikatakan kepada mereka), "Inilah neraka yang dahulu kalian selalu mendustakannya. Maka apakah ini sihir? Ataukah kalian tidak melihat? Masuklah kalian ke dalamnya (rasakanlah panas apinya), maka baik kalian bersabar atau tidak, sama saja bagi kalian, kalian hanya diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Ath-Thur: 14-16) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang kekuasaan-Nya atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak mampu dilakukan-Nya, baik di bumi maupun di langit.
Dan sesungguhnya urusan Allah itu apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah ia. Dan membangkitkan makhluk yang telah mati termasuk ke dalam pengertian ini. Apabila Allah menghendaki hal itu terjadi, sesungguhnya Dia hanya memerintahkannya dengan sekali perintah, maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata. (Al-Qamar: 50) Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. (Luqman: 28) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, "Jadilah.
Maka jadilah ia. (An-Nahl: 40) Artinya, Kami tinggal memerintahkan kepadanya sekali perintah, maka dengan serta merta hal itu telah ada. Sehubungan dengan hal ini, salah seorang penyair mengatakan dalam salah satu baitnya: ... "" ... Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka sesungguhnya Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah kamu, dengan sekali perkataan; maka jadilah ia. Dengan kata lain, Allah tidak memerlukan penegasan apa pun dalam perintah-Nya untuk mengadakan sesuatu.
Karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang dapat mencegah kehendak-Nya dan tiada sesuatu pun yang dapat menentang-Nya, sebab hanya Dia sematalah Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahabesar, segala sesuatu tunduk di bawah kekuasaan dan keagungan-Nya. Maka tidak ada Tuhan selain Dia dan tidak ada Rabb kecuali hanya Dia semata. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah pernah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ata yang pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Allah ﷻ berfirman (dalam hadis Qudsi-Nya): Anak Adam mencaci-Ku, padahal tidaklah layak baginya mencaciKu.
Anak Adam mendustakan Aku, padahal tidak layak baginya mendustakan Aku. Adapun pendustaannya kepada-Ku ialah: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, "Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati" (An-Nahl: 38). Maka Aku berfirman, "(Tidak demikian) bahkan (pasti Allah akan membangkitkannya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (An-Nahl: 38). Adapun caciannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang mengatakan, "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga " (Al-Maidah: 73). Maka Aku berfirman, "Katakanlah.
'Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak pula seorangpun yang setara dengan Dia' (Al-Ikhlas: 4).'" Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim secara mauquf. tetapi hadis ini dalam kitab Sahihain berpredikat marfu dengan lafaz yang lain."
Bukti-bukti keesaan Allah yang telah disaksikan oleh orang kafir
tidak membuat mereka beriman kepada Allah dan hari kebangkitan.
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah yang sungguhsungguh, Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati. Tidak demikian halnya! Allah pasti akan membangkitkannya sebagai suatu janji yang
benar dari-Nya. Dia pasti akan menepatinya, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. Kedatangan hari kebangkitan dimaksudkan agar Dia menjelaskan kepada mereka, yakni manusia, apa yang mereka perselisihkan itu, tentang
berbagai hal, seperti keesaan Allah dan datangnya hari akhir, dan agar
orang kafir itu mengetahui bahwa mereka adalah orang yang berdusta akibat
mengingkari tuntunan Allah yang disampaikan oleh para rasul.
Allah ﷻ menjelaskan kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa mereka itu bersumpah dengan nama Allah dengan sikap yang bersungguh-sungguh bahwa mereka tetap berkeras hati tidak mau percaya akan terjadinya hari kebangkitan setelah kehidupan dunia ini. Pembangkangan mereka terhadap hari kebangkitan adalah akibat dari keingkaran mereka terhadap seruan rasul. Mereka berpendapat bahwa kematian itu tiada lain hanyalah kehancuran dan kemusnahan, maka bagaimana mungkin terjadi kebangkitan setelah tubuh hancur-lebur dan tulang-belulang menjadi lapuk. Mengembali-kan barang yang sudah hancur kepada bentuknya semula adalah mustahil.
Allah ﷻ mengoreksi keyakinan mereka yang salah itu dan menegaskan bahwa yang demikian itu tidak benar. Keyakinan yang benar ialah membangkitkan seluruh manusia yang telah mati adalah janji yang telah ditetapkan Allah dan pasti terjadi. Karena kebanyakan dari mereka tidak mengerti sifat-sifat Allah yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas, mereka tidak meyakini terjadinya hari kebangkitan dimana pada saat ini semua makhluk yang telah hancur lebur akan dibangkitkan kembali dari alam kuburnya. Mereka akan dihidupkan kembali untuk mempertanggung-jawabkan amal perbuatan mereka di dunia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 37
“Jika engkau sangat harap supaya mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tidaklah akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang menyesatkan."
Mereka itu bukan saja telah sesat, tetapi mengajak pula kepada orang lain supaya turut sesat. Sebab itu Rasul janganlah terlalu mengharapkan dan menghabiskan tenaga untuk memperbaiki orang seperti demikian. Tempo akan terbuang dengan percuma. Tetapi ajaklah yang lain, yang hatinya lebih bersih.
“Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong “
Bagi mereka itu kekufuran dan kemusyrikan sudahlah menjadi sikap jiwa, dan tidak akan dapat berubah lagi. Orang yang akan menolong melepaskan mereka dari suasana itu pun tidak ada. Itulah pemuka-pemuka Quraisy yang bertahan pada kejahiliyyahan itu.
Ayat 38
“Dan mereka bensumpah dengan nama Allah, sebenar-benar sumpah, Tidak akan dibangkitkan oleh Allah orang yang sudah mati!"
Mereka berani bersumpah dengan membawa nama Allah, mempertahankan pendirian itu, padahal Allah-lah yang menjelaskan dengan wahyu, bahwa Allah sendiri yang menentukan bahwa orang yang sudah mati, kelak akan dibangkitkan kembali. Sampai demikianlah kekufuran mereka. Bagi mereka hidup ini hanya hingga ini, setelah itu mati dan habis. Bangkit-membangkit kembali tidak ada. Maka sambungan ayat memberikan ketegasan, “Sungguh janji atasnya adalah benar." Soal kebangkitan kembali, soal Kiamat adalah janji yang benar dari Allah, dan pasti terjadi.
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Artinya, karena kebodohan mereka dan karena tidak mendalamnya kepercayaan akan adanya hari Kebangkitan itu. Mereka ada mempunyai dasar kepercayaan akan adanya Allah; sebab itu mereka berani bersumpah dengan nama Allah, tetapi karena mereka menolak keterangan nabi-nabi tidaklah mereka percayai akan adanya hari berbangkit itu. Padahal hidup kita tidaklah selesai hingga dunia ini saja.
Hari berbangkit pasti datang,
Ayat 39
“Untuk ditenangkan-Nya kepada mereka dari hal yang mereka perselisihkan padanya."
Di akhirat itulah kelak Allah memberi penyelesaian perkara-perkara yang mereka perselisihkan dan pertengkaran selama ini, yang di dunia tidak ada keputusan, karena hanya bersikeras mulut saja.
“Dan supaya tahulah otang-otang yang kafir itu bahwa sesungguhnyalah mereka itu berdusta."
Mereka telah berani bersumpah mempertahankan pendirian bahwasanya Kiamat tidak akan datang, manusia yang telah mati tidak akan dibangkitkan kembali. Tetapi kata yang jitu untuk mempertahankan pendirian itu tidak pula ada. Sumpah saja tidaklah mencukupi, pada perkara yang tidak ada alasan. Maka jika Kiamat yang terjadi esok, akan jelaslah dan tahulah orang-orang yang kafir itu bahwa sumpah-sumpah dan keterangan-keterangan mereka semasa hidup itu hanya kosong belaka,
Ayat 40
‘Tidak tain perkataan Kami bagi sesuatu, apabila Kami menghendakinya, bahwa Kami katakan„ “Jadilah!" maka dia pun jadi"
Naik menciptakan alam, atau menzahir-kan manusia ke dunia, atau hendak meng-hancurkan susunan alam yang sekarang ini, atau memanggil bangkit kembali manusia yang telah mati, hanya bagi manusia yang sulit memikirkan, adapun bagi Allah urusan itu hanya satu kalimat saja. Yakni apabila Dia katakan, “Jadi!" Semaupun jadilah menurut apa yang dikehendaki-Nya. Atau jadi bangun atau jadi hancur, sebab kekuasaan Allah adalah Mahamutlak.
Artinya, bahwa Ailah tidak berkehendak kepada ketentuan orang lain dalam hal yang Dia kehendaki, tidak ada yang dapat menghalangi dan menyalahi. Karena Dia Maha Esa, Mahakuasa dan Mahaagung, yang segala sesuatu tunduk kepada kekuasaan-Nya, kega-gahan-Nya dan keperkasaan-Nya, Tidak ada Allah selain Dia dan tidak pula pengatur.
HIJRAH
Ayat 41
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah, dari sesudah mereka dianiaya."
Itulah janji Allah terhadap orang-orang yang beriman, yang selama masih di Mekah, selama permulaan dakwah itu sangatlah tergencet hidup mereka, karena kebencian dan sifat-sifat permusuhan yang dilontarkan orang Quraisy kepada mereka. Mereka disuruh berpindah saja (hijrah) karena Allah dan Rasul, meninggalkan kampung halaman, sanak dan saudara, hanya semata-mata karena mengharapkan keridhaan Allah. Menurut pendapat Ibnu Katsir, demikian juga al-Qurthubi, sebab turun ayat ialah menghargai mereka yang berhijrah ke negeri Habsyi sampai dua kali, yang hijrah karena sudah sangat sekali menderita dari kaum mereka di Mekah, sehingga mereka hijrah ke negeri Habsyi supaya mendapat kebebasan melakukan ibadah kepada Allah mereka. Di antara yang terkemuka di kalangan yang hijrah itu ialah Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayyah, putri Rasulullah dan Ja'far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah dan Abu Salamah bin Abui Aswad beserta satu jamaah lebih-kurang delapan puluh orang, laki-laki dan perempuan, yang semuanya sahabat setia kepada Rasulullah ﷺ. Semuanya dengan penuh iman meninggalkan kampung halaman. Maka Allah memberikan janji, “Sungguh akan Kami berikan kepada mereka tempat yang baik di dunia ini."
Janji Allah itu telah dipenuhi. Sepeninggal mereka hijrah ke Habsyah, Rasulullah ﷺ sendiri bersama Muhajirin yang lain meninggalkan negeri Mekah, lalu pindah ke Madinah. Maka kaum Muhajirin yang hijrah ke Habsyi itu setelah pulang kembali, tidak pulang ke Mekah, melainkan terus bersama hijrah ke Madinah. Di tempat hijrah yang besar itulah mereka mendapat tempat yang baik di sisi Allah dan jaminan hidup, kebahagiaan dan kebebasan. Ahli tafsir mengatakan bahwa mereka mendapat rezeki yang baik. Kata Ibnu Katsir, “Mereka tinggalkan tempat-tempat tinggal mereka dan harta benda mereka, lalu diganti Allah dengan yang lebih baik di dunia ini. Karena “Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, akan diganti oleh Allah dengan yang lebih baik daripadanya." Itu pun telah terjadi, mereka telah dikukuhkan Allah dalam negeri-negeri, mereka telah menjadi yang dipertuan memerintah hamba Allah, mereka telah menjadi penguasa yang memerintah, dan semuanya menjadi imam dari orang-orang yang Muttaqin. Dan kemudian Allah pun menyatakan lagi janji-Nya, bahwasanya pahala bagi orang yang berhijrah pada jalan Allah itu di akhirat akan lebih besar lagi daripada apa yang telah diterimanya di dunia. Sebab itu maka lanjutan firman Allah ialah
“Tetapi ganjaran di akhirat adalah lebih besar, jikalau mereka ingin tahu."
Betapa tidak? Bukankah hijrah itu mereka lakukan karena Allah? Karena agama? Bukan karena ingin kekayaan dan bukan karena keinginan duniawi. Sebab itu sebagaimana tersebut dalam ayat-ayat yang lain, bahwasanya orang yang berjuang menuju akhirat, dunianya akan menurut sekali, akan terbawa sambil lalu. Tetapi orang yang berjuang untuk dunia saja, akhiratnya tidak akan dapat.
Siapakah orang-orang yang akan mendapat kebaikan dunia dan kebaikan yang lebih tinggi di akhirat itu? Bisakah semua orang?
Ayat 42
“(Ialah) orang-orang yang saban; dan kepada Tuhan merekalah mereka bertawakal.
Sabar dan tawakal, inilah dua syarat mutlak dari kemenangan. Sebab tidaklah sekaligus akan terjadi perubahan nasib. Misalnya pindah dari Mekah ke Madinah, Sampai di Madinah terus sekali hidup kaya, hidup mewah dan senang. Tidak! Semuanya mesti direbut dengan kesabaran. Sabar ketika menempuh ke muka, sabar ketika bertahan, sabar ketika apa yang dimaksud belum berhasil seketika itu juga. Sabar ketika menghadapi kesulitan. Tabah! Dalam sabar hendaklah tawakal, yaitu serahkan kebijaksanaan tertinggi kepada Allah, jangan mengeluh.
Inilah yang dipusakakan kepada kita, umat Muhammad ﷺ sampai akhir zaman. Apa jua pun perjuangan yang dihadapi, kecilkah atau besarkah, yang akan berjaya hanyalah orang yang sabar dan tawakal. Dan Betapapun yang dihadapi, baguskah, muliakah, cita-cita tinggikah atau yang lainkah; kalau sabar dan tawakal tidak ada, niscaya akan gagal.
Ayat 43
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelum engkau melainkan orang-orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka."
“Maka bertanyalah kepada ahli-ahli yang telah mempunyai peringatan, jika kamu belum mengetahui."
Kalau masih kurang percaya akan hal itu, mereka boleh menanyakan kepada Ahludz Dzikri, ahli peringatan, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menerima kitab-kitab dan ajaran dari nabi-nabi yang dahulu itu. Kalau mereka orang-orang yang jujur, niscaya akan mereka beritahukan hal yang sebenarnya itu.
Di sini tersebut Ahludz Dzikri, orang yang ahli peringatan, atau orang yang ber-pengetahuan lebih luas. Umum arti ayat me-nyuruhkan orang yang tidak tahu bertanya kepada yang lebih tahu, karena ilmu pengetahuan itu adalah umum sifatnya, berfaedah buat mencari kebenaran. Menurut yang di-rawikan oleh Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Ahludz Dzikri di sini maksudnya ialah Ahlul Kitab. Sebelum Ahlul Kitab itu dipengaruhi oleh nafsu ingin menang sendiri, mereka akan mengakui bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu itu semuanya adalah manusia belaka, manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah.
Dengan ayat ini kita mendapat pengertian bahwasanya kita boleh menuntut ilmu kepada ahlinya, di mana saja dan siapa saja; sebab yang kita cari ialah kebenaran.
Ulama besar Syi'ah yang terkenal, cucu Rasulullah ﷺ, Ja'far al-Baqir, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Ahludz Dzikri ialah kita sendiri, yaitu bahwasanya ulama dari umat inilah yang berhak disebut Ahludz Dzikri. Sebab beberapa ayat dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa Al-Qur'an itulah adz-Dzikr.
Yang mana pun di antara kedua tafsir itu tidaklah berlawanan. Dalam hal yang mengenai ilmu-ilmu agama Islam sendiri niscaya kita bertanya kepada Ahludz Dzikri dalam hal Islam, dan ilmu-ilmu yang lain, yang lebih umum kita tanyai pula kepada Ahludz Dzi-krinya sendiri; tandanya kita berpaham luas dan berdada lapang.
Nabi-nabi dan rasul-rasul itu diutus Allah.
Ayat 44
“Dengan penjelasan-penjelasan dan kitab-kitab"
Penjelasan, yaitu keterangan-keterangan dan alasan-alasan untuk menguatkan pendirian bahwa Allah Ta'aala itu ada dan tunggal, tidak berserikat dengan yang lain."Kitab-kitab", zubur kata jamak dari zabur, artinya kitab-kitab. Semua kitab-kitab itu, baik Taurat yang diturunkan kepada Musa, Injil kepada Isa, Mazmur atau Zabur kepada Dawud, dan Shuhuf, yaitu catatan-catatan yang diterima Nabi Ibrahim, demikian juga catatan wahyu kepada nabi-nabi Armiyah, Hazqial, Asy'iya, Malaikhi, Darial dan lain-lain, semuanya itu disebut zubur, artinya kitab-kitab, besar dan kecil. “Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan."—yaitu Al-Qur'an—"supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka." Dengan ayat ini teranglah bahwa kewajiban Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan peringatan (Al-Qur'an) bukan-lah kewajiban yang baru sekarang, melainkan sambungan mata rantai saja dari rencana Allah membimbing dan memberi petunjuk umat manusia yang telah dimulai sejak Adam sampai kepada berpuluh rasul sesudahnya, sampai kepada Muhammad ﷺ.
“Mudah-mudahan merekaakan berpikir."
Sebab maksud Al-Qur'an atau peringatan itu, memang yang utama sekali mengajak orang berpikir tentang dirinya, tentang hidupnya, tentang Tuhannya dan hubungannya dengan Allah itu.
Ayat 45
“Apakah akan merasa aman orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, bahwa akan dibenamkan oleh Allah mereka itu di bumi, atau datang kepada mereka adzab dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Dengan cara pertanyaan, wahyu datang menyuruh menginsafkan mereka, bahwa kalau datang ketentuan Allah, mereka akan mudah saja mendapat hukuman Allah, karena kejahatan yang mereka kerjakan. Bagi Allah membalikkan bumi dan membenamkan mereka ke dalamnya adalah perkara mudah belaka. Sebentar saja, kalau Allah menghendaki. Atau datang adzab dengan tiba-tiba, dari jurusan yang tidak mereka sangka-sangka. Disumbat pintu adzab dengan taksiran dan perhitungan manusia dari sebelah barat, tahu-tahu adzab datang dari sebelah timur. Dijaga siksaan akan datang dari bawah, tiba-tiba turun dari atas. Dijaga musuh yang akan datang dari luar, rupanya musuh muncul dari dalam.
Ayat 46
“Atau disiksa-Nya mereka di dalam pulang batik mereka."
Di dalam gelisah ke hilir, ke mudik, di dalam berjalan ke sana kemari, di dalam menyusun rencana ini dan itu; dengan tiba-tiba saja siksaan Allah datang. Seumpama penduduk Sadd Ma'rib di negeri Saba di zaman purba. Hidup bermanja-manja karena air cukup, sebab telah dibangun simpanan air oleh nenek moyang, atau dam kata orang sekarang. Dalam mereka berbangga-bangga mereka tidak tahu bahwa semacam belut telah berangsur-angsur menembus dinding air itu dari tahun ke tahun, sedang pemeriksaan dan penelitian sangat lalai. Seketika bangunan runtuh dan hancur, tidak ada yang dapat mempertahankan lagi.
“Maka tidaklah mereka terlepas."
Ayat 47
“Atau disiksa-Nya mereka sedang dalam ketakutan."
Siksaan karena ketakutan, karena panik, seperti yang kita rasakan karena mendengar musuh telah dekat, atau karena penyakit menular, atau diserang oleh takut mati, padahal amalan belum ada dan cinta terlalu tertumpah kepada harta benda dan anak.
“Maka sesungguhnya Allah kamu adalah Maha Pengasih, Maha Penyayang."
Karena kasih dan sayang Allah, bahaya-bahaya demikian tidak selalu ada. Lebih banyak kita yang aman daripada yang susah. Lantaran itulah pula agaknya, maka banyak yang lupa dan durhaka.