Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
بَعَثۡنَا
Kami telah mengutus
فِي
dalam
كُلِّ
tiap-tiap
أُمَّةٖ
umat
رَّسُولًا
seorang Rasul
أَنِ
maka
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱجۡتَنِبُواْ
dan jauhilah
ٱلطَّـٰغُوتَۖ
Tagut
فَمِنۡهُم
maka diantara mereka
مَّنۡ
orang
هَدَى
mendapat petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّنۡ
orang
حَقَّتۡ
berhak/pasti
عَلَيۡهِ
atasnya
ٱلضَّلَٰلَةُۚ
kesesatan
فَسِيرُواْ
maka berjalanlah kamu
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
فَٱنظُرُواْ
maka/lalu perhatikan
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
ٱلۡمُكَذِّبِينَ
orang-orang yang berdusta
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
بَعَثۡنَا
Kami telah mengutus
فِي
dalam
كُلِّ
tiap-tiap
أُمَّةٖ
umat
رَّسُولًا
seorang Rasul
أَنِ
maka
ٱعۡبُدُواْ
sembahlah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱجۡتَنِبُواْ
dan jauhilah
ٱلطَّـٰغُوتَۖ
Tagut
فَمِنۡهُم
maka diantara mereka
مَّنۡ
orang
هَدَى
mendapat petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
وَمِنۡهُم
dan diantara mereka
مَّنۡ
orang
حَقَّتۡ
berhak/pasti
عَلَيۡهِ
atasnya
ٱلضَّلَٰلَةُۚ
kesesatan
فَسِيرُواْ
maka berjalanlah kamu
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
فَٱنظُرُواْ
maka/lalu perhatikan
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah
عَٰقِبَةُ
akibat/kesudahan
ٱلۡمُكَذِّبِينَ
orang-orang yang berdusta
Terjemahan

Sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah tagut!” Di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang ditetapkan dalam kesesatan. Maka, berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Tafsir

(Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat) seperti Aku mengutus kamu kepada mereka (untuk) artinya untuk menyerukan ('Sembahlah Allah) esakanlah Dia (dan jauhilah thaghut,') berhala-berhala itu janganlah kalian sembah (maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah) lalu ia beriman (dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti) telah ditentukan (kesesatan baginya) menurut ilmu Allah, sehingga ia tidak beriman. (Maka berjalanlah kalian) hai orang-orang kafir Mekah (di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan) rasul-rasul mereka, yakni kebinasaan yang akan mereka alami nanti.
Tafsir Surat An-Nahl: 35-37
Dan berkatalah orang-orang musyrik, "Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.
Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. Allah ﷻ menyebutkan tentang teperdayanya orang-orang musyrik oleh kemusyrikan mereka dan alasan mereka yang berpegang kepada takdir, yang hal ini terungkapkan melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah suatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya. (An-Nahl: 35) seperti mengharamkan hewan ternak bahirah, saibah, wasilah, dan lain sebagainya yang mereka buat-buat sendiri tanpa ada keterangan dari Allah yang menjelaskannya.
Dengan kata lain. perkataan mereka mengandung kesimpulan bahwa seandainya Allah ﷻ tidak suka dengan apa yang mereka perbuat, tentulah Allah mengingkari perbuatan itu dengan menurunkan hukuman, dan tentulah Dia tidak akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukannya. Allah ﷻ membantah alasan mereka yang keliru itu melalui firman-Nya: maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (An-Nahl: 35) Yakni duduk perkaranya tidaklah seperti yang kalian duga, bahwa Allah tidak mengingkari perbuatan kalian itu. Sesungguhnya Allah telah mengingkari perbuatan kalian dengan pengingkaran yang keras, dan Dia telah melarang kalian melakukannya dengan larangan yang kuat.
Dia telah mengutus seorang rasul kepada setiap umat, yakni kepada setiap generasi dan sejumlah manusia. Semua rasul menyeru mereka untuk menyembah Allah dan melarang mereka menyembah selain-Nya: Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut. (An-Nahl: 36) Allah ﷻ terus-menerus mengutus rasul-rasul-Nya kepada manusia dengan membawa risalah (tauhid) itu sejak terjadinya kemusyrikan di kalangan Bani Adam, yaitu sejak kaumnya Nabi Nuh, Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka. Nuh a.s. adalah.rasul yang mula-mula diutus oleh Allah kepada penduduk bumi, lalu diakhiri oleh Nabi Muhammad ﷺ yang seruannya mencakup semua lapisan manusia dan jin, di belahan timur dan belahan barat bumi Semua rasul Allah menyerukan hal yang sama, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya dalam ayat yang lain: Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku. (Al-Anbiya: 25) Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu, "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah? (Az-Zukhruf: 45) Dan dalam ayat berikut ini Allah ﷻ berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Tagut itu. (An-Nahl: 36) Maka sesudah adanya keterangan ini, bagaimanakah seorang musyrik dapat diperkenankan mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia. (An-Nahl: 35) Kehendak Allah secara syar'i tentang mereka tidak ada, karena Allah ﷻ telah melarang mereka berbuat hal itu melalui lisan rasul-rasul-Nya.
Adapun mengenai kehendak Allah yang bersifat kauni (kenyataan) yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut secara takdir, maka tidak ada hujah (alasan) bagi mereka dalam hal ini. Karena Allah telah menciptakan neraka dan para penduduknya dari kalangan setan dan orang-orang kafir. Dia tidak rela hamba-hamba-Nya berlaku kafir. Dalam menentukan hal tersebut Allah mempunyai alasan yang kuat dan hikmah yang bijak. Kemudian sesungguhnya Allah ﷻ telah memberitakan bahwa Dia mengingkari parbuatan mereka dengan menimpakan siksaan kepada mereka di dunia sesudah para rasul memberikan peringatan kepada mereka.
Untuk itulah Allah ﷻ menyebutkan dalam firman-Nya: Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl: 36) Dengan kata lain, tanyakanlah nasib yang dialami oleh orang-orang yang mendustakan perkara yang hak dan menentang rasul-rasul Allah, bagaimanakah: Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad: 10) Allah ﷻ telah berfirman pula: Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku. (Al-Mulk: 18) Kemudian Allah ﷻ memberitahukan kepada Rasul-Nya bahwa keinginannya yang mendambakan agar mereka (orang-orang kafir) mendapat petunjuk tidak ada manfaatnya bagi mereka bilamana Allah telah menghendaki kesesatan mereka. Sama halnya dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah. (Al-Maidah: 41) Nuh a.s.
berkata kepada kaumnya yang disitir oleh firman-Nya: Dan tidaklah bermanfaat kepada kalian nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kalian, sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian. (Hud: 34) Dan dalam ayat berikut ini Allah ﷻ berfirman: Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37) Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan. (Al-A'raf: 186) Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97) Adapun firman Allah ﷻ: maka sesungguhnya Allah. (An-Nahl: 37) Yakni perihal dan urusan-Nya ialah bahwa apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi.
Dalam ayat berikutnya disebutkan: tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya. (An-Nahl: 37) Maka siapakah yang dapat memberinya petunjuk bila bukan Allah? Jawabannya tentu saja tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (An-Nahl: 37) yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah dan belenggu siksaan-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al-A'raf: 54)"
Allah menegaskan bahwa Dia selalu mengirim utusan kepada
setiap kaum untuk menjelaskan kebenaran. Allah berfirman, Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat sebelum
kamu, wahai Nabi Muhammad, untuk menuntun dan menyeru kaum
masing-masing, 'Sembahlah Allah dengan penuh taat dan patuh dan
jangan kamu menyekutukan-Nya dengan apa pun. Jauhilah ta'gut,
yakni perbuatan maksiat yang melampaui batas, sesuatu atau benda
yang dijadikan sembahan, dan apa saja yang memalingkan kamu dari
kebenaran. Kemudian di antara mereka yang menerima pesan itu ada
yang diberi petunjuk oleh Allah sehingga mereka beriman dan taat, dan
ada pula yang keras kepala dan tetap dalam kesesatan karena keingkaran
dan kesombongan mereka. Maka untuk membuktikan apa yang telah
Allah timpakan kepada mereka, berjalanlah kamu di bumi, wahai umat
Nabi Muhammad, dan perhatikanlah sekelilingmu serta renungkanlah
bagaimana kesudahan orang yang mendustakan para rasul itu. Nabi Muhammad sangat berharap kaum kafir mendapat petunjuk.
Allah lalu menegaskan, Jika engkau berusaha sekuat tenaga dan sangat
mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk, maka itu tidak akan berhasil karena sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang
yang disesatkan-Nya, yakni dibiarkan sesat karena lebih memilih jalan
kesesatan itu, dan mereka tidak mempunyai penolong yang dapat menyelamatkan mereka. (Lihat: Surah al-Qashash/28: 56).
Allah ﷻ menjelaskan bahwa para rasul itu diutus sesuai dengan sunatullah yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan membawa mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa Dia telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad ﷺ kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu, manusia hendaklah mengikuti seruannya dan meninggalkan segala larangannya.
Allah ﷻ berfirman:
Sungguh, Kami mengutus engkau dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada satu pun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan. (Fathir/35: 24)
Dan firman-Nya:
Dan tanyakanlah (Muhammad) kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, "Apakah Kami menentukan tuhan-tuhan selain (Allah) Yang Maha Pengasih untuk disembah?" (az-Zukhruf/43: 45)
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa Allah tidak menghendaki hamba-Nya menjadi kafir, karena Allah ﷻ telah melarang mereka mengingkari-Nya. Larangan itu telah disampaikan melalui para rasul-Nya. Akan tetapi, ditinjau dari tabiat manusia, mungkin saja ada di antara mereka yang mengingkari Allah, karena manusia telah diberi akal pikiran dan kebebasan untuk memilih sesuai dengan kehendaknya. Takdir Allah berlaku sesuai dengan pilihan mereka. Oleh karena itu, apabila ada di antara hamba-Nya yang tetap bergelimang dalam kekafiran dan dimasukkan ke neraka Jahanam, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk membantah. Allah telah cukup memberikan akal pikiran dan kebebasan untuk memilih dan menentu-kan sikap jalan mana yang akan mereka tempuh. Sedang Allah sendiri tidak menghendaki apabila hamba-Nya menjadi orang-orang yang kafir.
Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa Allah telah mengingatkan hamba-Nya yang mendustakan kebenaran rasul dengan ancaman hukuman di dunia apabila mereka tidak mau mengubah pendiriannya dan menerima petunjuk yang dibawa rasul. Oleh karena itu, Allah membinasakan mereka dengan hukuman-Nya yang sangat pedih. Tetapi ada pula di antara mereka yang diberi petunjuk oleh Allah, sehingga mereka menerima dan mengikuti petunjuk dan wahyu yang dibawa rasul-Nya. Mereka inilah orang-orang yang berbahagia dan selamat dari azab Allah.
Sesudah itu, Allah ﷻ memerintahkan kepada mereka agar bepergian ke seantero muka bumi dan menyaksikan negeri-negeri yang didiami oleh orang-orang zalim. Mereka disuruh melihat bagaimana akhir kehidupan orang-orang yang mendustakan agama Allah. Di dalam ayat ini, Allah ﷻ menyuruh manusia agar mengadakan penelitian terhadap sejarah bangsa-bangsa lain dan membandingkan antara bangsa-bangsa yang menaati Allah dan rasul-Nya dengan yang mengingkari seruan Allah dan rasul-Nya. Hal ini tiada lain hanyalah karena Allah menginginkan agar mereka mau mengikuti seruan rasul.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERBANDINGAN
Ayat 28
“Orang-orang yang diterima oleh malaikat dalam keadaan aniaya dini mereka sendiri."
Yaitu sebagai lanjutan dari kehinaan yang akan menimpa diri orang-orang yang tidak percaya itu."Maka menyerahlah mereka."Meng) gambarkan bahwa segala kesombongan ketika hidup di dunia itu telah hilang luntur sama sekali, melainkan orang-orang pesakitan yang telah dirundung malang dan dosa, tidak dapat mengelak lagi, lalu mereka coba juga berkata, “Tidaklah ada kami mengerjakan kejahatan."
Demikianlah mereka mencoba juga hendak membela diri di hadapan malaikat Tetapi malaikat menjawab,
“Yah! Sesungguhnya Allah telah sangat tahu apa yang telah kamu kerjakan"
Pembelaan-pembelaan diri tidak perlu lagi di sini. Allah sudah tahu semua.
Setelah pembelaan diri yang tidak ada gunanya lagi itu, dijawab secara demikian tegas oleh malaikat, maka dikatakanlah kepada mereka,
Ayat 29
“Maka masuklah kamu sekalian ke dalam pintu-pintu Jahannam, kekal di dalamnya, maka bmuktah tempat bagi orang-arang yang sombong."
Demikianlah digambarkan dengan nyata akibat terakhir dari kesombongan atau takabur.
Kemudian dari itu datanglah ayat perbandingan.
Ayat 30
“Dan ditanyakan kepada orang-orang yang bertakwa, Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?"
Di dalam hidupmu di dunia kamu telah bertakwa, artinya telah memeliharakan hubungan yang baik selalu dengan Allah, niscaya di akhirat ini kamu mendapat balasan yang setimpal. Apakah balasan itu? “Mereka menjawab, dengan kata-kata yang pendek, satu kalimat, tetapi meliputi akan segalanya."Kebaikan!" Segalanya yang baik saja yang mereka terima dari Allah."Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia ini ganjarannya kebaikan (pula)" Artinya semasa di dunia lagi, amal baik yang diperbuat itu sudah ada juga ganjaran baik. Sekurangnya nama baik, budi baik yang dikenangkan orang, dan kalau mati, meninggalkan kesan yang baik."Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik lagi." Lebih baik daripada kebaikan dunia. Sebab di dunia
ini, walaupun betapa kita berbuat baik, tidak juga semua manusia akan menyukai, akan ada juga yang dengki. Tetapi di akhirat ganjaran diterima langsung dari Allah.
“Dan amatlah nikmat negeri itu bagi orang-orang yang bertakwa."
Negeri yang dijanjikan di akhirat itu ialah “Surga-surga ‘Adn" (Aden). Artinya, yang kekal.
Ayat 31
"Yang mereka akan masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai. Untuk meieka ada di dalamnya apa saja yang mereka kehendaki. Demikianlah ganjaran Allah atas orang-orang yang bertakwa."
Kalau tadinya orang-orang sombong mendapat penerimaan demikian buruk dan malai-kat-malaikat penjaga Jahannam itu, maka sambutan atas orang takwa kebalikan dari itu.
Ayat 32
“Yang diterima oleh malaikat-malaikat dengan baik, sambil mereka berkata, “Sejahteralah atas kamu!"
Biasanya orang yang baru datanglah yang mengucapkan salam kepada yang ditepati, tetapi oleh karena yang datang ini adalah orang-orang yang dimuliakan oleh yang menyambut, maka malaikat-malaikat itulah yang menyambut dengan ucapan “Salam ‘alaikum" sejahteralah atasmu. Dan di penutup ayat Allah menegaskan,
“Masuklah kamu ke dalam surga, dengan amal yang lelah kamu kerjakan."
Melihat perbandingan ini, betapa sambutan di akhirat buat orang yang sombong dan betapa pula penghormatan yang diberikan atas orang yang bertakwa, dapatlah kita membandingkan di antara dua sikap hidup. Yang pertama sombong, angkuh, tak mau menerima kebenaran dan tidak insaf bahwa dia adalah makhluk. Yang kedua orang yang Muttaqin, orang yang bertakwa. Yaitu orang yang selalu insaf bahwa dia tidak lebih dari seorang hamba Allah, dan berusaha terus menyesuaikan hidupnya dengan kehendak Aliahnya. Di lanjutan ayat ini diingatkan kembali kesombongan si sombong tadi.
Ayat 33
“Bukankah mereka itu tidak menunggu, melainkan supaya datang malaikat kepada mereka, atau datang perintah Aliahmu?"
Kebenaran sudah nyata dan terang, sudah disampaikan oleh nabi, tetapi mereka tidak mau menurut. Apa sebab? Apakah mereka menunggu malaikat yang datang menyampaikan kepada mereka? Atau datang perintah Allah yang tidak dapat dielakkan sama sekali? Yaitu, atau mereka mampus dengan tiba-tiba? Atau Kiamat yang berdiri? Maka kepada Nabi kita Muhammad ﷺ diperingatkan Allah, “Demikian jualah diperbuat oieh orang-orang yang sebelum mereka." Apakah akibatnya? Ialah kehinaan dan adzab buat diri mereka sendiri.
"Dan tidaklah Allah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang telah menganiaya diri mereka sendiri."
Sebab tidaklah mereka langsung diadzab dan dihinakan saja, melainkan telah terlebih dahulu disampaikan sekalian peringatan dan ancaman, dan selalu ada ancaman itu selama Al-Qur'an ini masih terkembang di muka kita.
Ayat 34
“Maka mengenallah keburukan apa yang mereka perbuat itu ke atas diri mereka."
Setimpal dan sepadan, seukuran dengan tidak ada kezaliman, sehingga kalau mereka pikirkan dengan tenang, mereka pun akan merasa bahwa adzab yang mereka derita itu tidak lebih dan tidak kurang dari sikap keadilan Allah.
“Dan meliputitah kepada mereka apa yang pernah mereka perolok-olokkan itu."
Sesama di dunia soal-soal neraka, adzab dan malaikat-malaikat penjaga neraka, kekal di dalam, pohon zaqqum, sungai daripada nanah, dan lain-lain sebagainya, menjadi buah olok-olok mereka. Sekarang mereka telah di dalam Jahannam, ke kiri, ke kanan memandang tidak lain daripada neraka.
JAWABAN MUSYRIKIN
Kalau pada ayat-ayat di atas diterangkan akibat dari kesombongan, sekarang diuraikan lagi kata-kata cara dari orang-orang musyrik itu. Mereka mengakui Allah ada, tetapi mereka tidak merasa puas kalau tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah.
Ayat 35
“Dan berkata orang-orang yang musyntk: “Jikalau Allah menghendaki, tentu kami tidak menyembah sesuatu pun selain Dia, baik kami dan tidak juga bapak-bapak kami, dan tidak kami menghatamkan sesuatu apa pun dengan tidak izin-Nya."
Ini pun semacam kata-kata beracun, yang pada zahirnya seakan-akan benar. Mereka hendak menyandarkan kepada takdir. Bahwa mereka jadi musyrik, demikian juga nenek moyang mereka tidak lain adalah, kehendak Allah juga. Mereka tidaklah akan mengharamkan atau menghalangi, membenci segala yang bersifat Islam, melainkan karena Allah juga yang mengizinkan. Dengan sebab demikian maka Muhammad ﷺ tak usah memusingkan hal mereka. Maka Allah menjelaskan kepada rasul-Nya bahwa kata-kata begini bukan barang baru, “Demikian juga telah diucapkan oleh orang-orang yang sebelum mereka." Mereka ini hanya mengulang sikap ingkar dan kufur yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dahulu saja, terhadap rasul-rasul yang mendatangi mereka.
Kalau ucapan kaum musyrikin ini diperturutkan, apalah guna syari'at? Apa guna perintah dan larangan? Kalau dalam ayat ini, telah diterangkan bahwa ucapan begini sudah lama, sejak orang yang kufur, lama sebelum Muhammad, bahkan di zaman nabi-nabi dan rasul-rasul yang dahulu telah ada, sampai sekarang pun ucapan demikian masih ada. Nasib kami jadi begini, karena beginilah kehendak Allah.
Dengan demikian mereka hendak melepaskan tanggung jawab dari dirinya sendiri dan menyandarkan semua kepada Allah. Kasarnya, Allah-lah yang salah menjadikannya begini.
Kalau memang demikian, apalah guna agama? Apakah guna rasul-rasul diutus? Apa guna pertimbangan buruk dan baik di dunia ini? Kalau demikian, apa guna kita diberi akal? Bukankah akal ini yang selalu mendorong kita berusaha, mendorong menimbang hendak mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya? Tidakkah kita sadari bahwa kita ada mempunyai ikhtiar sendiri di dalam hidup ini? Misalnya seketika kita mengangkat suapan kita yang berisi nasi ke dalam mulut, bukankah atas kehendak kita sendiri? Pernahkah terjadi tangan Allah yang halus datang mengangkat tangan kita, baru dia sampai kepada mulut kita?
“Dan adakah atas rasul-rasul itu, kecuali menyampaikan dengan terang?"
Segala rasul yang diutus oleh Allah itu telah menyampaikan seruan Allah dengan se-terang-terang dan sejelas-jelasnya, tidak ada yang berkekurangan lagi. Kalau kiranya memang seseorang atau suatu kaum mendapat petunjuk hanya bergantung kepada kehendak Allah saja dengan tidak ada usaha pada orang atau kaum itu, apa perlunya Allah berulang-ulang dan berturut-turut mengirim utusan-Nya? Dan mengapa utusan itu disuruh menyampaikan sampai sejelas-jelasnya? Lain tidak ialah supaya manusia mempergunakan akal dan ikhtiar yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, di dalam dia menempuh sendiri hidup ini, memilih mana yang memberi manfaat dan mengelakkan diri daripada yang mudharat.
Dengan penegasan ayat itu jelaslah bahwa ucapan yang demikian tiada layak keluar dari mulut orang yang beriman, hanya dari mulut orang musyrik yang mencari helat mengelakkan diri.
Ayat 36
“Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul, agar mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh, dari berhala-berhala."
Sebagai ditafsirkan oleh lbnu Katsir, “Maka senantiasalah Allah mengutus rasul-rasul ke-pada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah Yang Esa dan menjauhkan diri dari thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai ditutup dengan kedatangan Muhammad ﷺ yang dakwahnya melingkupi manusia dan jin di timur dan di barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Allah melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja beribadah."
Kata lbnu Katsir seterusnya, “Tidak ada Allah Ta'aala menghendaki bahwa mereka me-nyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah rasul-rasul-Nya. Adapun kehendak Allah di dalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah setan-setan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Aliah ridha hamba-Nya jadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna." Sekian lbnu Katsir.
“Maka di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang tetap atasnya kesesalan. Maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang mendustakan."
Di dalam ayat ini teranglah Allah menunjukkan perbandingan di antara orang yang mendapat petunjuk Allah dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan di muka bumi dan memerhatikan bagaimana akibat dari orang yang mendustakan Allah, orang yang tidak sudi menerima kebenaran. Di sini Allah telah menjelaskan bahwa akibat dari orang yang mendustakan ajaran Allah itu, tidaklah ada yang selamat. Memang, kadang-kadang mereka diberi kesempatan. Maka dengan kesempatan yang diberikan sedikit itu, mereka bertambah lupa dan mereka ber-tambah bangga dalam kesesatannya. Namun kemudian segala kesempatan itu dicabut dengan tiba-tiba dengan kesudahan yang menyedihkan.
Demikianlah kita lihat pada tiap-tiap zaman, terjadi pada orang kecil dan orang besar. Bahkan tidaklah dapat disisihkan dan diperbedakan di antara kuburan seorang diktator dan seorang penguasa sewenang-wenang dengan kuburan dari seorang penggosok sepatunya.