Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
تَتَوَفَّىٰهُمُ
mewafatkan mereka
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
ظَالِمِيٓ
dalam keadaan zalim
أَنفُسِهِمۡۖ
diri mereka sendiri
فَأَلۡقَوُاْ
lalu mereka menyerahkan
ٱلسَّلَمَ
penyerahan diri
مَا
tidak
كُنَّا
adalah kami
نَعۡمَلُ
kami kerjakan
مِن
dari
سُوٓءِۚ
seburuk-buruk
بَلَىٰٓۚ
ya/benar
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan/terhadap apa
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
تَتَوَفَّىٰهُمُ
mewafatkan mereka
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
ظَالِمِيٓ
dalam keadaan zalim
أَنفُسِهِمۡۖ
diri mereka sendiri
فَأَلۡقَوُاْ
lalu mereka menyerahkan
ٱلسَّلَمَ
penyerahan diri
مَا
tidak
كُنَّا
adalah kami
نَعۡمَلُ
kami kerjakan
مِن
dari
سُوٓءِۚ
seburuk-buruk
بَلَىٰٓۚ
ya/benar
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلِيمُۢ
Maha Mengetahui
بِمَا
dengan/terhadap apa
كُنتُمۡ
kalian adalah
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
Terjemahan
(yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan (berbuat) zalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri (sambil berkata), “Kami tidak pernah mengerjakan suatu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab,) “Pernah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan.”
Tafsir
(Orang-orang yang dimatikan) dapat dibaca tatawaffaahum dan yatawaffaahum (oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri) karena melakukan kekufuran (lalu mereka menyerahkan diri) mereka tunduk dan berserah diri ketika maut menjelang mereka seraya berkata ("Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan suatu kejahatan pun.") yaitu perbuatan musyrik. Maka para malaikat berkata kepada mereka ("Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan.") oleh sebab itu Dia membalaskannya kepada diri kalian.
Tafsir Surat An-Nahl: 28-29
(yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka berserah diri (sambil berkata), "Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun. (Malaikat menjawab), "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan. Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. Allah ﷻ menceritakan keadaan orang-orang musyrik yang menganiaya diri mereka sendiri di saat mereka menghadapi kematiannya dan para malaikat datang kepada mereka untuk mencabut nyawa mereka yang buruk.
lalu mereka berserah diri. (An-Nahl: 28) Yakni mereka menampakkan, rasa tunduk, patuh, dan menurut seraya berkata: Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun (An-Nahl: 28) Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh mereka nanti pada hari mereka dibangkitkan (di hari kiamat), seperti yang disitir oleh firman-Nya: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-Anam: 23) (Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik), sebagaimana mereka bersumpah kepadamu. (Al-Mujadilah: 18) Maka Allah berfirman mendustakan perkataan mereka itu: Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kalian kerjakan.
Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kalian kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (An-Nahl: 28-29) Artinya, seburuk-buruk tempat tinggal ialah tempat kehinaan bagi orang-orang yang menyombongkan dirinya terhadap ayat-ayat Allah dan tidak mau mengikuti rasul-rasul-Nya. Mereka memasuki neraka Jahanam sejak kematian mereka berikut arwahnya, dan jasad mereka di dalam kuburnya beroleh panas dan angin yang membakar dari neraka Jahanam.
Dan apabila hari kiamat terjadi, maka arwah mereka dimasukkan ke dalam tubuhnya masing-masing, lalu mereka tinggal kekal di dalam neraka Jahanam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. (Fathir: 36) Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya: Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras. (Al-Mumin: 46)"
Orang kafir yang mendapat kehinaan dan azab itu adalah orang yang
pada saat dicabut nyawanya oleh para malaikat tetap dalam keadaan zalim
kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri kepada malaikat maut
dalam keadaan tidak berdaya seraya membela diri, Kami tidak pernah
mengerjakan sesuatu kejahatan pun. Malaikat menjawab, Pernah! Apa
yang kamu katakan adalah dusta belaka. Kamu tidak dapat berbohong
dan membela diri karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa, yaitu kejahatan dan dosa, yang telah kamu kerjakan. Maka malaikat berkata kepada mereka, Wahai orang kafir, masukilah
pintu-pintu neraka Jahanam yang telah dijanjikan dan disiapkan sebagai
tempat kembalimu beserta siksa yang amat pedih di dalamnya. Kamu
tinggal dengan kekal di dalamnya. Pasti, neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat orang yang menyombongkan diri.
Kemudian Allah ﷻ melukiskan keadaan orang-orang musyrik pada akhir hayat mereka, yaitu ketika malaikat maut akan merenggut nyawa mereka sedangkan mereka masih tetap dalam keadaan menganiaya diri sendiri. Mereka tidak dapat mengelakkan diri dari kematian dan malaikat pencabut nyawa, padahal mereka telah mengingkari pencipta alam semesta.
Pada saat itu, mereka membayangkan siksaan yang akan mereka terima karena mengingkari Allah Yang Maha Esa dan menganiaya diri sendiri. Ketika itu, nurani merekalah yang berbicara, mereka mengakui kebenaran-Nya, seraya mengatakan kami tidak menyekutukan Allah dengan yang lain. Sebagaimana firman Allah:
Demi Allah, ya Tuhan kami, tidaklah kami menyekutukan Allah. (al-An'am/6: 23)
Pengakuan seperti itu sangat terlambat karena pada saat sebelum kematian, mereka di dunia mendustakan keesaan Allah dan bergelimang dalam kebatilan. Tidaklah benar apabila mereka mengharapkan kebahagiaan, karena mereka telah diberi akal yang dapat menilai baik dan buruk. Mereka sadar betapa besarnya dosa mendustakan keesaan Allah dan wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ Oleh karena itu, hukuman yang pantas bagi mereka ialah menerima siksaan yang sesuai dengan amal perbuatannya. Mereka tidak dapat lagi menutup-nutupi kejahatan yang mereka lakukan, karena sesungguhnya mereka sendiri telah menyadari dan mengakui kejahatan mereka dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERBANDINGAN
Ayat 28
“Orang-orang yang diterima oleh malaikat dalam keadaan aniaya dini mereka sendiri."
Yaitu sebagai lanjutan dari kehinaan yang akan menimpa diri orang-orang yang tidak percaya itu."Maka menyerahlah mereka."Meng) gambarkan bahwa segala kesombongan ketika hidup di dunia itu telah hilang luntur sama sekali, melainkan orang-orang pesakitan yang telah dirundung malang dan dosa, tidak dapat mengelak lagi, lalu mereka coba juga berkata, “Tidaklah ada kami mengerjakan kejahatan."
Demikianlah mereka mencoba juga hendak membela diri di hadapan malaikat Tetapi malaikat menjawab,
“Yah! Sesungguhnya Allah telah sangat tahu apa yang telah kamu kerjakan"
Pembelaan-pembelaan diri tidak perlu lagi di sini. Allah sudah tahu semua.
Setelah pembelaan diri yang tidak ada gunanya lagi itu, dijawab secara demikian tegas oleh malaikat, maka dikatakanlah kepada mereka,
Ayat 29
“Maka masuklah kamu sekalian ke dalam pintu-pintu Jahannam, kekal di dalamnya, maka bmuktah tempat bagi orang-arang yang sombong."
Demikianlah digambarkan dengan nyata akibat terakhir dari kesombongan atau takabur.
Kemudian dari itu datanglah ayat perbandingan.
Ayat 30
“Dan ditanyakan kepada orang-orang yang bertakwa, Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?"
Di dalam hidupmu di dunia kamu telah bertakwa, artinya telah memeliharakan hubungan yang baik selalu dengan Allah, niscaya di akhirat ini kamu mendapat balasan yang setimpal. Apakah balasan itu? “Mereka menjawab, dengan kata-kata yang pendek, satu kalimat, tetapi meliputi akan segalanya."Kebaikan!" Segalanya yang baik saja yang mereka terima dari Allah."Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia ini ganjarannya kebaikan (pula)" Artinya semasa di dunia lagi, amal baik yang diperbuat itu sudah ada juga ganjaran baik. Sekurangnya nama baik, budi baik yang dikenangkan orang, dan kalau mati, meninggalkan kesan yang baik."Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik lagi." Lebih baik daripada kebaikan dunia. Sebab di dunia
ini, walaupun betapa kita berbuat baik, tidak juga semua manusia akan menyukai, akan ada juga yang dengki. Tetapi di akhirat ganjaran diterima langsung dari Allah.
“Dan amatlah nikmat negeri itu bagi orang-orang yang bertakwa."
Negeri yang dijanjikan di akhirat itu ialah “Surga-surga ‘Adn" (Aden). Artinya, yang kekal.
Ayat 31
"Yang mereka akan masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai. Untuk meieka ada di dalamnya apa saja yang mereka kehendaki. Demikianlah ganjaran Allah atas orang-orang yang bertakwa."
Kalau tadinya orang-orang sombong mendapat penerimaan demikian buruk dan malai-kat-malaikat penjaga Jahannam itu, maka sambutan atas orang takwa kebalikan dari itu.
Ayat 32
“Yang diterima oleh malaikat-malaikat dengan baik, sambil mereka berkata, “Sejahteralah atas kamu!"
Biasanya orang yang baru datanglah yang mengucapkan salam kepada yang ditepati, tetapi oleh karena yang datang ini adalah orang-orang yang dimuliakan oleh yang menyambut, maka malaikat-malaikat itulah yang menyambut dengan ucapan “Salam ‘alaikum" sejahteralah atasmu. Dan di penutup ayat Allah menegaskan,
“Masuklah kamu ke dalam surga, dengan amal yang lelah kamu kerjakan."
Melihat perbandingan ini, betapa sambutan di akhirat buat orang yang sombong dan betapa pula penghormatan yang diberikan atas orang yang bertakwa, dapatlah kita membandingkan di antara dua sikap hidup. Yang pertama sombong, angkuh, tak mau menerima kebenaran dan tidak insaf bahwa dia adalah makhluk. Yang kedua orang yang Muttaqin, orang yang bertakwa. Yaitu orang yang selalu insaf bahwa dia tidak lebih dari seorang hamba Allah, dan berusaha terus menyesuaikan hidupnya dengan kehendak Aliahnya. Di lanjutan ayat ini diingatkan kembali kesombongan si sombong tadi.
Ayat 33
“Bukankah mereka itu tidak menunggu, melainkan supaya datang malaikat kepada mereka, atau datang perintah Aliahmu?"
Kebenaran sudah nyata dan terang, sudah disampaikan oleh nabi, tetapi mereka tidak mau menurut. Apa sebab? Apakah mereka menunggu malaikat yang datang menyampaikan kepada mereka? Atau datang perintah Allah yang tidak dapat dielakkan sama sekali? Yaitu, atau mereka mampus dengan tiba-tiba? Atau Kiamat yang berdiri? Maka kepada Nabi kita Muhammad ﷺ diperingatkan Allah, “Demikian jualah diperbuat oieh orang-orang yang sebelum mereka." Apakah akibatnya? Ialah kehinaan dan adzab buat diri mereka sendiri.
"Dan tidaklah Allah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang telah menganiaya diri mereka sendiri."
Sebab tidaklah mereka langsung diadzab dan dihinakan saja, melainkan telah terlebih dahulu disampaikan sekalian peringatan dan ancaman, dan selalu ada ancaman itu selama Al-Qur'an ini masih terkembang di muka kita.
Ayat 34
“Maka mengenallah keburukan apa yang mereka perbuat itu ke atas diri mereka."
Setimpal dan sepadan, seukuran dengan tidak ada kezaliman, sehingga kalau mereka pikirkan dengan tenang, mereka pun akan merasa bahwa adzab yang mereka derita itu tidak lebih dan tidak kurang dari sikap keadilan Allah.
“Dan meliputitah kepada mereka apa yang pernah mereka perolok-olokkan itu."
Sesama di dunia soal-soal neraka, adzab dan malaikat-malaikat penjaga neraka, kekal di dalam, pohon zaqqum, sungai daripada nanah, dan lain-lain sebagainya, menjadi buah olok-olok mereka. Sekarang mereka telah di dalam Jahannam, ke kiri, ke kanan memandang tidak lain daripada neraka.
JAWABAN MUSYRIKIN
Kalau pada ayat-ayat di atas diterangkan akibat dari kesombongan, sekarang diuraikan lagi kata-kata cara dari orang-orang musyrik itu. Mereka mengakui Allah ada, tetapi mereka tidak merasa puas kalau tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah.
Ayat 35
“Dan berkata orang-orang yang musyntk: “Jikalau Allah menghendaki, tentu kami tidak menyembah sesuatu pun selain Dia, baik kami dan tidak juga bapak-bapak kami, dan tidak kami menghatamkan sesuatu apa pun dengan tidak izin-Nya."
Ini pun semacam kata-kata beracun, yang pada zahirnya seakan-akan benar. Mereka hendak menyandarkan kepada takdir. Bahwa mereka jadi musyrik, demikian juga nenek moyang mereka tidak lain adalah, kehendak Allah juga. Mereka tidaklah akan mengharamkan atau menghalangi, membenci segala yang bersifat Islam, melainkan karena Allah juga yang mengizinkan. Dengan sebab demikian maka Muhammad ﷺ tak usah memusingkan hal mereka. Maka Allah menjelaskan kepada rasul-Nya bahwa kata-kata begini bukan barang baru, “Demikian juga telah diucapkan oleh orang-orang yang sebelum mereka." Mereka ini hanya mengulang sikap ingkar dan kufur yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dahulu saja, terhadap rasul-rasul yang mendatangi mereka.
Kalau ucapan kaum musyrikin ini diperturutkan, apalah guna syari'at? Apa guna perintah dan larangan? Kalau dalam ayat ini, telah diterangkan bahwa ucapan begini sudah lama, sejak orang yang kufur, lama sebelum Muhammad, bahkan di zaman nabi-nabi dan rasul-rasul yang dahulu telah ada, sampai sekarang pun ucapan demikian masih ada. Nasib kami jadi begini, karena beginilah kehendak Allah.
Dengan demikian mereka hendak melepaskan tanggung jawab dari dirinya sendiri dan menyandarkan semua kepada Allah. Kasarnya, Allah-lah yang salah menjadikannya begini.
Kalau memang demikian, apalah guna agama? Apakah guna rasul-rasul diutus? Apa guna pertimbangan buruk dan baik di dunia ini? Kalau demikian, apa guna kita diberi akal? Bukankah akal ini yang selalu mendorong kita berusaha, mendorong menimbang hendak mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya? Tidakkah kita sadari bahwa kita ada mempunyai ikhtiar sendiri di dalam hidup ini? Misalnya seketika kita mengangkat suapan kita yang berisi nasi ke dalam mulut, bukankah atas kehendak kita sendiri? Pernahkah terjadi tangan Allah yang halus datang mengangkat tangan kita, baru dia sampai kepada mulut kita?
“Dan adakah atas rasul-rasul itu, kecuali menyampaikan dengan terang?"
Segala rasul yang diutus oleh Allah itu telah menyampaikan seruan Allah dengan se-terang-terang dan sejelas-jelasnya, tidak ada yang berkekurangan lagi. Kalau kiranya memang seseorang atau suatu kaum mendapat petunjuk hanya bergantung kepada kehendak Allah saja dengan tidak ada usaha pada orang atau kaum itu, apa perlunya Allah berulang-ulang dan berturut-turut mengirim utusan-Nya? Dan mengapa utusan itu disuruh menyampaikan sampai sejelas-jelasnya? Lain tidak ialah supaya manusia mempergunakan akal dan ikhtiar yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, di dalam dia menempuh sendiri hidup ini, memilih mana yang memberi manfaat dan mengelakkan diri daripada yang mudharat.
Dengan penegasan ayat itu jelaslah bahwa ucapan yang demikian tiada layak keluar dari mulut orang yang beriman, hanya dari mulut orang musyrik yang mencari helat mengelakkan diri.
Ayat 36
“Dan sesungguhnya telah Kami utus pada tiap-tiap umat seorang rasul, agar mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh, dari berhala-berhala."
Sebagai ditafsirkan oleh lbnu Katsir, “Maka senantiasalah Allah mengutus rasul-rasul ke-pada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah Yang Esa dan menjauhkan diri dari thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai ditutup dengan kedatangan Muhammad ﷺ yang dakwahnya melingkupi manusia dan jin di timur dan di barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu membawa wahyu bahwa tidak ada Allah melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja beribadah."
Kata lbnu Katsir seterusnya, “Tidak ada Allah Ta'aala menghendaki bahwa mereka me-nyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah rasul-rasul-Nya. Adapun kehendak Allah di dalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alasan mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah setan-setan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Aliah ridha hamba-Nya jadi kafir. Dalam hal ini Allah mempunyai alasan yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna." Sekian lbnu Katsir.
“Maka di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan di antara mereka ada yang tetap atasnya kesesalan. Maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang mendustakan."
Di dalam ayat ini teranglah Allah menunjukkan perbandingan di antara orang yang mendapat petunjuk Allah dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan di muka bumi dan memerhatikan bagaimana akibat dari orang yang mendustakan Allah, orang yang tidak sudi menerima kebenaran. Di sini Allah telah menjelaskan bahwa akibat dari orang yang mendustakan ajaran Allah itu, tidaklah ada yang selamat. Memang, kadang-kadang mereka diberi kesempatan. Maka dengan kesempatan yang diberikan sedikit itu, mereka bertambah lupa dan mereka ber-tambah bangga dalam kesesatannya. Namun kemudian segala kesempatan itu dicabut dengan tiba-tiba dengan kesudahan yang menyedihkan.
Demikianlah kita lihat pada tiap-tiap zaman, terjadi pada orang kecil dan orang besar. Bahkan tidaklah dapat disisihkan dan diperbedakan di antara kuburan seorang diktator dan seorang penguasa sewenang-wenang dengan kuburan dari seorang penggosok sepatunya.