Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يَدۡعُونَ
(mereka) menyeru/menyembah
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
لَا
tidak
يَخۡلُقُونَ
mereka dapat menciptakan
شَيۡـٔٗا
sesuatu
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
يُخۡلَقُونَ
mereka diciptakan
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يَدۡعُونَ
(mereka) menyeru/menyembah
مِن
dari
دُونِ
selain
ٱللَّهِ
Allah
لَا
tidak
يَخۡلُقُونَ
mereka dapat menciptakan
شَيۡـٔٗا
sesuatu
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
يُخۡلَقُونَ
mereka diciptakan
Terjemahan
(Berhala-berhala) yang mereka seru selain Allah tidak dapat menciptakan sesuatu apa pun, bahkan berhala-berhala itu (sendiri) diciptakan (oleh manusia).
Tafsir
(Dan berhala-berhala yang mereka seru) dapat dibaca yad`uuna dan tad`uuna, artinya yang mereka sembah (selain Allah) yang dimaksud adalah berhala-berhala (tidak dapat membuat sesuatu apa pun sedangkan berhala-berhala itu sendiri dibuat orang) mereka pahat dari batu atau dari bahan-bahan yang lain.
Tafsir Surat An-Nahl: 19-21
Dan Allah mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian nyatakan.
Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan berhala-berhala itu (sendiri) dibuat oleh orang.
(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan.
Ayat 19-20
Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia mengetahui semua yang terkandung di dalam hati dan semua rahasia, sebagaimana Dia mengetahui hal-hal yang lahir (nyata). Di hari kiamat kelak Dia akan memberikan balasanNya kepada setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Jika amal perbuatannya baik, maka balasannya baik; tetapi jika amal perbuatannya buruk, maka balasannya buruk pula.
Selanjutnya Dia menyebutkan bahwa berhala-berhala yang mereka seru selain Allah tidak dapat membuat sesuatu apa pun, sedangkan mereka sendiri dibuat oleh manusia; seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya menyitir kata-kata kekasih-Nya Nabi Ibrahim a.s., yaitu: “Apakah kalian menyembah patung-patung yang kalian pahat itu? Padahal Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat itu?” (Ash-Shaffat: 95-96)
Ayat 21
Firman Allah ﷻ: “(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup.” (An-Nahl: 21)
Artinya, benda-benda mati tidak bernyawa; maka tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, dan tidak berakal.
“Dan berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan.” (An-Nahl: 21) Berhala-berhala itu tidak mengetahui kapan hari kiamat terjadi.
Maka bagaimanakah dapat diharapkan darinya manfaat atau pahala atau balasan? Sesungguhnya yang dapat diharapkan manfaat, pahala, dan balasannya hanyalah Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, Dialah Yang menciptakan segala sesuatu.
Dan berhala-berhala yang mereka seru, sembah, dan mintai pertolongan selain Allah itu tidak akan dapat membuat dan menciptakan sesuatu apa pun untuk mereka, sedang berhala-berhala itu dibuat oleh orang,
bahkan tidak jarang oleh penyembahnya sendiri. Berhala-berhala itu hanyalah benda mati, tidak hidup. Mereka tidak
dapat mengetahui, merasa, tumbuh, bahkan untuk sekadar bergeser
sendiri. Dan berhala-berhala itu juga tidak dapat mengetahui sedikit pun
kapankah penyembahnya akan dibangkitkan.
Sesudah itu, Allah ﷻ menjelaskan kepada orang-orang musyrik bagaimana keadaan patung yang sebenarnya. Hal ini sebagai penegasan terhadap kebodohan mereka yang tidak dapat menilai keadaan yang sebenarnya dari patung-patung yang mereka sembah.
Allah ﷻ menyatakan bahwa orang-orang yang menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah berarti menyembah sesuatu yang tidak dapat menciptakan suatu apapun. Apa yang mereka sembah itu hanyalah makhluk yang diciptakan oleh Allah. Jadi patung-patung dan sembahan-sembahan lainnya itu tidak dapat memberikan pengaruh apa-apa karena hanya merupakan hasil pahatan manusia itu sendiri.
Allah ﷻ berfirman:
Dia (Ibrahim) berkata, "Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu?Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (as-shaffat/37: 95-96)
Pertanyaan ini adalah cetusan perasaan Nabi Ibrahim pada saat melihat kaumnya yang menyembah patung-patung. Hal ini menunjukkan kebenaran ungkapan Nabi Ibrahim karena patung-patung itu hanyalah ciptaan manusia belaka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LAUTAN
Ayat 14
“Dan Dialah yang menyediakan lautan supaya kamu makan darinya daging yang empuk."
Di ayat ini ditarik perhatian kita kepada soal laut, dan terlebih dahulu soal ikan. Disebut keistimewaan dari daging ikan laut, yaitu empuknya, tidak pernah keras atau kejang atau liat. Kata yang sedikit ini saja sudah dapat berlarut-larut kepada usaha mempertinggi hasil ikan laut dan memperbaiki alat-alat penangkapannya."Dan supaya kamu keluarkan darinya perhiasan yang akan kamu pakai dia." Yaitu mutiara, merjan, giwang dari lokan dan karab. Itulah barang-barang mahal yang dihasilkan dan lautan untuk manusia."Dan engkau lihat kapal mengarungi padanya." Alat pengangkutan penting yang telah ada di dunia sejak beribu-ribu tahun yang telah lalu, mengarungi lautan menghubungkan benua dengan benua, pulau dengan pulau, membawa pindah boyongan manusia dari benua ke benua, sehingga ahli-ahli ilmu pertumbuhan bangsa-bangsa (antropologi), ahli sejarah bangsa, ahli ilmu bumi dan lain-lain telah mencari hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang berjauhan letak negerinya, padahal satu rumpun juga bangsanya. Seumpama keturunan kaum Arya yang berasal dari dataran tinggi Iran, menyebar ke India dan menyebar ke Eropa, sehingga dapat kita ketahui bahwa bangsa Iran (Persia) sekarang ini adalah satu nenek dengan bangsa Inggris. Dan bangsa Arya di Eropa adalah berasal dari Asia. Demikian juga Bangsa Indian Amerika, ada kemungkinan berasal dari bangsa-bangsa Melayu.
Tiliklah betapa berjauhan negeri itu. Mengapa orang Asia sampai ke Eropa dan orang Malaysia (rumpun-rumpun bangsa Melayu) sampai ke Amerika jadi orang Indian? Ialah karena hubungan kapal sudah lama ada di dunia ini.
“Dan supaya kamu caii kaiunia-Nya dan supaya kamu beisyukuv."
Dalam membicarakan lautan dan ikannya, mutiara dan merjan, serta membicarakan ke pentingan kapal, Allah di akhir ayat telah menganjurkan memakai kesempatan mencari karunia Allah dengan mempergunakan kapal itu. Bertemulah dalam ayat ini kenyataan bahwa menjadi Muslim haruslah mempunyai keaktifan hidup. Mengembaralah, berlayarlah, berniagalah, jadi nelayanlah. Dan ujungnya? Ujungnya ialah bersyukur kepada Allah.
Barulah timbul syukur setelah apa yang diusahakan berhasil. Nyata sekali dalam ayat ini bahwasanya orang yang malas, yang tidak suka menghorak selanya dan yang hanya terbenam dalam daerah tempat tinggalnya, tidaklah akan merasakan karunia Ilahi itu. Allah sudah menakdirkan bahwasanya tanah daratan itu hanya seperlima dari bumi, sedang yang empat perlima adalah lautan. Dengan ketangkasan dan kecerdasan, mengembara dan bergiat terbukalah pintu kehidupan, ber-hubunganlah di antara manusia sesama manusia dari benua ke benua. Dengan demikian timbullah syukur kepada Allah,
Ayat 15
“Dan Dia lekatkan ke bumi gunung-gunung itu supaya tidak menggoncangkan kamu."
Di pangkal ayat ini ditegaskanlah apa guna gunung. Karena kebanyakan kita tidak tahu hikmah adanya gunung, karena gunung itu kebetulan telah ada. Hikmahnya ialah supaya manusia yang tinggal di muka bumi ini jangan selalu tergoncang, tidak mendapat ketenteraman berdiam di muka bumi. Sebab kalau bumi itu datar saja, tidak ada gunung sama sekali, tidaklah dapat dihambat angin yang selalu bertiup dengan kerasnya. Ingat sajalah misal yang kita alami di lautan lepas. Alangkah kerasnya angin di situ. Barulah dirasakan reda angin itu kalau berlayar di balik pulau, sebab pulau menghambat angin. Dan hikmah kejadian gunung yang lain ialah menghambat awan agar menjatuhkan hujan, yang akan turun ke tanah rendah dengan teratur."Dan sungai-sungai dan jalan-jalan." Sama pentingnya di antara sungai dengan jalan-jalan perhubungan. Sungai dan jalan raya adalah urat nadi masyarakat manusia. Sungai-sungai besar di seluruh dunia ini mengambil peranan penting bagi hubungan lalu lintas, walaupun setelah dunia maju sebagai sekarang ini. Sejak zaman purbakala pun sungai adalah pangkal kehidupan manusia dan tempat mereka mendirikan kebudayaan, seperti Nil Efrat atau Sungai Jordan di Timur Tengah. Atau Sungai Donaw, Sungai Rhen dan Thames di Eropa, Missisippi di Amerika dan sungai-sungai di India dan Tiongkok. Mereka akan membuka kisah tentang kebudayaan manusia di sisinya. Demikian juga jalan-jalan raya penghubung di antara desa dan desa, kota dan kota.
“Supaya kamu dapat petunjuk jalan."
Maka dari adanya gunung-gunung, sungai-sungai dan jalan-jalan raya, manusia pun dapat petunjuk jalan-jalan yang akan ditempuhnya dalam hidupnya, berhubungan di antara satu dengan yang lain, sehingga dunia ini jadi ramai.
Ayat 16
“Dan diadakan-Nya tanda-tanda, dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk."
Tanda-tanda banyak diletakkan Allah untuk diketahui oleh manusia misalnya di dalam pelayaran. Misalnya apabila berlayar siang hari atau musafir, puncak gunung apa yang kelihatan dari tengah laut? Untuk tanda di arah mana kapal berlayar sekarang? Kemudian Allah pun memberi ilham manusia sehingga mendapat pedoman yang menentukan arah utara itu. Dengan terdapatnya alat pedoman (kompas) itu manusia sudah menjadi lebih mudah lagi berlayar jauh. Dan dengan bintang pun manusia mendapat petunjuk dalam perjalanan di waktu malam, untuk mengetahui arah penjuru: barat, timur, utara, dan selatan.
Setelah semuanya itu dicurai-paparkan oleh Allah, untuk menimbulkan keinsafan bagi manusia bahwa Tidak ada Allah selain Allah, yang menjadi pokok pertama dari sekalian wahyu yang diturunkan, yang dinamai ruh; sebab wahyu itu adalah menjiwai jiwa, menghidupkan hidup, maka sekarang mulailah Allah menyuruh tanyakan,
Ayat 17
“Apakah yang mencipta (sama) seperti yang tidak mencipta?"
Semuanya itu dijadikan oleh Allah, yang tiada Allah melainkan Dia! Sekarang timbul pertanyaan, “Manakah Aliahmu yang selain Allah itu? Mana berhalamu itu? Apa yang telah dia jadikan?"
Adakah berhala-berhala yang kamu puja atau sesamamu manusia yang kamu agungkan seperti Allah itu mendirikan gunung-gunung buat pasak bumi? Menggenangkan lautan buat kamu berlayar? Menurunkan air hujan buat kamu minum? Mengalirkan sungai-sungai dan mendirikan jalan raya buat kamu lalui? Adakah berhala-berhala atau apa yang kamu puja puji itu sanggup membuat alamat atau pertanda untuk kamu berlayar siang dan malam, dan berhala-berhala itukah yang menciptakan bintang-bintang yang dapat kami jadikan tanda dalam pelayaran atau musafir? Sama sekali tidak!
Dengan mempercayai Keesaan Allah, Mahabesar dan Mahakuasanya Allah, kamu dibawa membubung tinggi, kepada yang luhur, bukan dibawa menurun ke bawah, kepada yang tidak bisa mencipta apa-apa, yang kedudukannya sama saja dengan kamu. Bahkan bukan berhala-berhala itu yang menjadikan kamu, malahan kamulah yang membuat dia! Kalau begitu adakah Allah yang mencipta segala sesuatu sama dengan yang tidak mencipta apa-apa itu?
“Apakah tidak kamu pikiikan?"
Memang, orang yang menganut suatu kepercayaan yang salah, yang musyrik terpaksa
tidak mau memikirkan kepercayaannya itu dengan saksama. Karena kalau benar-benar mereka pikirkan kepercayaannya itu, mereka akan merasa sendiri bahwa kepercayaan mereka itu adalah mengacaukan pikiran.
Ayat 18
“Dan jika kamu hendak menghitung nikmat Aliah itu tidaklah kamu akan dapat membilangnya."
Itu tadi baru sekelumit kecil Allah Ta'aala menyebut beberapa nikmat-Nya atas kamu, hai manusia, sudah demikian luas soal-soal yang dihimpunnya. Padahal kalau dihitung dan dihitung lagi, dibilang dan dikumpul dan dijumlahkan, tidaklah akan dapat dibilang berapa nikmat itu. Lantaran itu, kalau kamu berpikir, sekali lagi berpikir, tidaklah sekali-kali pantas jika kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kamu wajiblah insaf akan hal ini dan kembali kepada Allah Yang Tunggal.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Kesalahan dan dosa yang selama ini, sebelum mendapat pengertian, dapatlah diampuni oleh Allah kalau kamu telah tobat, dan mengakui Tidak ada Allah, selain Allah.
Ayat 19
“Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan."
Yang masih kamu sembunyikan dalam dadamu dan belum pernah kamu membetik mulut menyatakannya kepada orang lain. Allah sudah tahu perasaanmu itu.
“Dan apa yang kamu jelaskan."
Yang dijelaskan atau yang dikeluarkan dengan mulut sehingga telah diketahui orang banyak, Allah pun tahu. Malahan Allah pun tahu apakah yang dinyatakan dengan mulut itu benar-benar suara dari hati, atau lain di mulut lain di hati?
Begitulah ketelitian Allah, yang apabila iman kita telah bertambah kukuh, akan kita rasakan kebenaran dari ayat itu, sehingga menjadi kenyataan.
Ayat 20
“Dan apa pun yang mereka seru selain dari Allah itu tidaklah menciptakan apa-apa, malahan merekalah yang diciptakan."
Sama saja keadaan kamuyang menyembah dengan barang apa yang kamu sembah itu, sama-sama tidak mempunyai kesanggupan menciptakan, bahkan mereka itulah yang diciptakan. Dirinya diadakan oleh Allah, dan dia disebut Tuhan atau Dewa, karena kamu saja yang menyatakan demikian. Dahulu kala di Candi Borobudur diletakkan orang beratus-ratus berhala Buddha. Berduyun-duyun orang datang memuja batu-batu yang dipahat oleh tukang patung itu. Kemudian beberapa di antara patung-patung itu diangkut orang ke dalam kota Yogyakarta, lalu dideretkan di tepi jalan untuk menjadi perhiasan jalan. Setelah berubah tempatnya, berubah pula waktu dan masanya, pendewaannya pun telah berubah pula. Dahulu dipuja, dan kemudian dijadikan perhiasan di tepi jalan. Barangnya itu juga. Serupa lembu persembahan orang Hindu. Di beberapa kota besar di India, lembu-lembu itu berbuat sesuka hati menghadang jalan. Kalau dia membuat air kencingnya ada orang yang datang berkerumun memperebutkan kencing lembu itu dan membasuh mukanya dengan dia. Tetapi lembu yang dituhankan itu juga, kalau dipindahkan ke daerah Islam, tidak lagi dituhankan, melainkan disembelih dan digulai.
Ayat 21
“Mereka itu mati, bukan hidup. Dan mereka pun tidak tahu bila mereka akan dibangkitkan."
Kalau yang kamu tuhankan itu berhala, nyatalah dia tidak bernyawa. Kalau yang kamu tuhankan itu manusia-manusia yang kamu
katakan keramat dan telah mati, lalu kamu datang ke kuburnya meminta tolong atau meminta syafaat dan sebagainya, maka kamu telah meminta tolong kepada yang mati, bukan kepada yang hidup. Mengapa tidak langsung saja kepada al-Hayyu, ai-Qayyum? Yang tetap hidup selama-lamanya dan berdiri sendiri-Nya? Yaitu Allah?
Ayat 22
‘Tuhanmu adalah Allah Yang Esa."
Itulah yang sebenar Allah, yang tidak ada serikat bagi-Nya dengan yang lain. Tidak bisa ada dua kekuasaan mengatur alam ini. Dan pikiran yang sehat, akal yang waras tidaklah dapat menerima akan perbilangan Allah “Maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, hati mereka adalah menolak." Mereka tidak menerima kalau dikatakan Allah itu Esa, sebab banyak ataupun sedikit soal-soal membuat patung-patung itu pun ada hubungan dengan mencari keuntungan. Penjaga-penjaga patung kadang-kadang dapat juga hadiah-hadiah dari yang memuja patung itu. Sebab itu nyatalah perhitungan mereka akan keuntungan duniawi saja. Mereka tidak memikirkan hari akhirat, di sana akan dipertanggungjawabkan perbuatan mereka.
“Dan mereka itu sombong."
Sombong! Tidak mau mendengar nasihat, merasa diri lebih, merasa besar selalu. Untuk mempertahankan berhala-berhala itu, mereka mengemukakan berbagai alasan, terutama pusaka nenek moyang.
Ayat 23
“Tak ayat lagi. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan."
Yaitu rahasia sebenarnya yang menyebabkan mereka menolak ajakan kebenaran."Dan apa yang mereka jelaskan."
Yang berbeda dengan yang sebenarnya.
“Sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang sombong."
Di ayat selanjutnya ini dipertunjukkan Allah salah satu sikap sombong mereka.
Ayat 24
“Dan apabila ditanyakan kepada mereka, Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?" Mereka menjawab, Dongeng-dongeng orang dahulu-dahulu."
Demikianlah perangai orang-orang yang sombong itu. Menurut riwayat dari Qata-dah, beberapa orang musyrikin Arab itu sengaja duduk di tepi jalan menunggu-nunggu orang-orang beriman yang kembali dari mendengarkan Nabi Muhammad ﷺ menerangkan wahyu-wahyu yang diturunkan Allah. Di antaranya ialah kisah-kisah umat yang telah terdahulu. Maka musyrikin itu bertanya kepada mereka, apa yang mereka dengar, apa yang diterangkan oleh Muhammad. Orang-orang beriman itu dengan jujurnya menerangkan kembali apa yang mereka dengar. Maka dengan cemoohnya orang-orang musyrikin itu berkata, “Ah, itu cuma dongeng-dongeng orang dulu-dulu saja!"
Ayat 25
“Supaya mereka pikul beban mereka dengan sempurna di hari Kiamat dan beban orang-orang yang mereka sesatkan dengan tidak berpengetahuan."
Adzab itulah yang akan jadi balasan kepada mereka kelak. Yang jadi pokok asal ialah sombong, tinggi hati, padahal jiwa kosong dari budi, akal kosong dari ilmu. Memang menurut ilmu jiwa, kesombongan adalah pertandaan dari kerendahan diri. Karena dengan sombong itulah orang menyembunyikan kekurangannya. Neraka Jahannam jualah tempat mereka. Pikullah beban kesombongan yang berat itu ke sana, beserta beban orang-orang yang telah disesatkan dengan tidak berilmu, yang hanya
meraba-raba mencari jalan gelap, karena tidak mau melalui jalan yang terang dan benar.
"Sungguh jahatlah apa yang mereka pikul itu."
Ayat 26
“Sesungguhnya telah menipu daya orang-orang yang sebelum mereka."
Di zaman purbakala telah ada pula orang yang sombong seperti mereka itu, yang dengan congkak dan angkuh hendak melawan Allah. Orang itu ialah Raja Namrudz bin Kanaan. Dengan sombongnya dia hendak menentang Allah Ta'aala sendiri. Dia tidak percaya bahwa Allah Ta'aala itu demikian berkuasa. Orang mengatakan bahwa Allah Ta'aala itu Mahakuasa di langit. Karena sombong, tetapi bodoh, dia bertekad hendak menentang Allah berperang. Dia hendak menaklukkan langit. Lalu diperintahkannya beribu-ribu rakyatnya membuat satu bangunan di negeri Babel; dibuat tinggi-tinggi, karena dia dari atas bangunan itu hendak mengintip apa-apa yang kejadian di langit. Bagaimana kejadiannya?
“Maka Allah binasakan bangunan-bangunan mereka itu dari dasar-dasarnya, maka runtuhlah atapnya kepada diri mereka dari atas mereka dan datanglah adzab kepada mereka, dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Mungkin juga bangunan-bangunan besar dan tinggi itu bukan dimaksud untuk dibina sampai ke langit. Sebab yang demikian nyatalah terlalu bodoh. Mungkin diperbuat istana besar yang indah, dikerahkan seluruh tenaga rakyat untuk membangunnya, supaya nyata kepada orang banyak bahwa beliaulah yang Allah, bukan Allah. Nah lihatlah betapa besar kekuasaan-Nya. Maka sedang baginda bermegah-megah menyaksikan orang bekerja membangun, entah ada ukuran yang salah, entah bagaimana, istana itu pun runtuh sebelum selesai. Mereka hancur dihimpit oleh batu-batu puncaknya. Mereka diserang oleh musuh, yaitu keruntuhan itu sendiri dengan tidak disangka-sangka.
Ayat 27
“Kemudian itu, di hari Kiamat Atlah akan menghinakan mereka dan Dia akan bertanya, Manakah dia sekutu-sekutu-Ku, yang kamu telah bersusah payah membela mereka?"
Dengan bersusah payah, mati-matian, berkorban harta dan benda dan juga jiwa, mereka mempertahankan berhala-berhala mereka. Mereka tuduh Nabi Muhammad gila, tukang sihir, tukang tenung, membawa berita palsu, menceritakan dongeng-dongeng kuno orang dulu-dulu dan lain-lain sebagainya, karena Nabi ﷺ telah mencela berhala mereka. Maka di hari Kiamat mereka disuruh memikul beban dosa dan dosa orang-orang yang mereka sesatkan, lalu dihinakan pula, dan diminta kepada mereka, mana sekarang tuhan-tuhan dan berhala-berhala kamu itu, yang kamu pertahankan dengan segala daya upaya itu? Sekarang kamu berhadapan dengan adzab Allah sendiri. Bukankah sudah patut, kalau memang berhalamu itu dahulu telah kamu bela demikian rupa, supaya dapat membela kamu? Sekarang mana dia? berkata orang-orang yang berilmu, yaitu orang yang beriman, sebab mereka beriman itu dengan ilmu, bukan serampangan.
“Sesungguhnya kehinaan pada hari ini dan kejahatan, adalah atas orang yang kafir."
Di dunia mereka yang tertawa, mengejek dan takabur terhadap Nabi dan orang-orang yang beriman. Di akhirat tiba giliran bagi mereka buat memikul kehinaan dan nasib buruk.
Dan demikianlah selalu ada saja manusia yang terpesona oleh rayuan kebendaan dan kulit yang lahir, kekuasaan yang sangat memperdayakan manusia, sehingga mereka lupa batas-batas hidup yang tidak boleh dilampaui.
Bilamana ditegur, diejeknya orang yang menegur itu. Namun orang yang berpandangan jauh, orang yang beriman dan berilmu, yang tau sebab akibat dalam perjalanan hidup, tetaplah pada pendiriannya, dan berkata dengan penuh keyakinan bahwasanya kehinaan dan balasan yang setimpal adalah atas orang-orang yang kafir, yaitu yang tidak mau peduli dan menolak mentah-mentah segala seruan yang benar.
Perjuangan itu tidaklah berhenti selama buruk dan baik masih saja bertanding dalam dunia ini.