Ayat
Terjemahan Per Kata
وَهُوَ
dan Dia
ٱلَّذِي
yang
سَخَّرَ
menundukkan
ٱلۡبَحۡرَ
lautan
لِتَأۡكُلُواْ
agar kamu makan
مِنۡهُ
daripadanya
لَحۡمٗا
daging
طَرِيّٗا
lembut/segar
وَتَسۡتَخۡرِجُواْ
dan kamu mengeluarkan
مِنۡهُ
daripadanya
حِلۡيَةٗ
perhiasan
تَلۡبَسُونَهَاۖ
kamu memakainya
وَتَرَى
dan kamu melihat
ٱلۡفُلۡكَ
bahtera
مَوَاخِرَ
berlayar
فِيهِ
padanya
وَلِتَبۡتَغُواْ
dan agar kamu mencari
مِن
dari
فَضۡلِهِۦ
karunianya
وَلَعَلَّكُمۡ
dan agar kamu
تَشۡكُرُونَ
kalian bersyukur
وَهُوَ
dan Dia
ٱلَّذِي
yang
سَخَّرَ
menundukkan
ٱلۡبَحۡرَ
lautan
لِتَأۡكُلُواْ
agar kamu makan
مِنۡهُ
daripadanya
لَحۡمٗا
daging
طَرِيّٗا
lembut/segar
وَتَسۡتَخۡرِجُواْ
dan kamu mengeluarkan
مِنۡهُ
daripadanya
حِلۡيَةٗ
perhiasan
تَلۡبَسُونَهَاۖ
kamu memakainya
وَتَرَى
dan kamu melihat
ٱلۡفُلۡكَ
bahtera
مَوَاخِرَ
berlayar
فِيهِ
padanya
وَلِتَبۡتَغُواْ
dan agar kamu mencari
مِن
dari
فَضۡلِهِۦ
karunianya
وَلَعَلَّكُمۡ
dan agar kamu
تَشۡكُرُونَ
kalian bersyukur
Terjemahan
Dialah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.
Tafsir
(Dan Dialah yang menundukkan lautan) Dia telah membuatnya jinak sehingga dapat dinaiki dan diselami (agar kalian dapat memakan daripadanya daging yang segar) yaitu ikan (dan kalian mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kalian pakai) yaitu berupa mutiara dan marjan (dan kamu melihat) menyaksikan (bahtera) perahu-perahu (berlayar padanya) dapat melaju di atas air; artinya dapat membelah ombak melaju ke depan atau ke belakang hanya ditiup oleh satu arah angin (dan supaya kalian mencari) lafal ini diathafkan kepada lafal lita'kuluu, artinya supaya kalian mencari keuntungan (dari karunia-Nya) karunia Allah ﷻ lewat berniaga (dan supaya kalian bersyukur) kepada Allah ﷻ atas karunia itu.
Tafsir Surat An-Nahl: 14-18
Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untuk kalian), agar kalian dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kalian mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kalian pakai; dan kalian melihat bahtera berlayar padanya dan supaya kalian mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kalian bersyukur. Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak guncang bersama kalian, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapat petunjuk, dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak mempelajari.
Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah ﷻ menyebutkan tentang laut yang luas dengan ombaknya yang gemuruh, Dia telah menundukkannya. Allah menyebutkan pula karuniaNya kepada hamba-hamba-Nya, bahwa Dia telah menundukkan laut untuk mereka sehingga mereka dapat mengarunginya; Dia telah menciptakan padanya ikan-ikan kecil dan ikan-ikan besar, lalu menghalalkannya bagi hamba-hamba-Nya untuk dimakan dagingnya, baik dalam keadaan hidup maupun telah mati, baik mereka dalam keadaan tidak ihram maupun sedang ihram.
Allah telah menciptakan padanya mutiara-mutiara dan berbagai macam perhiasan yang berharga, serta memudahkan bagi hamba-hamba-Nya dalam mengeluarkannya dari tempatnya untuk perhiasan yang mereka pakai. Allah telah menundukkan laut untuk mengangkut kapal-kapal yang membelah jalan melaluinya. Menurut pendapat lain, makna mawakhira ialah membelakangi arah angin; kedua makna ini benar. Menurut pendapat lainnya lagi, laut dengan anjungannya, yaitu bagian depan perahu (kapal) yang bangunannya agak tinggi.
Itulah cara membuat perahu yang telah ditunjukkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melalui kakek moyang mereka, Nabi Nuh a.s.; lalu diterima oleh mereka secara turun-temurun. Nabi Nuh a.s. adalah orang pertama yang membuat kapal dan yang menaikinya, kemudian manusia menerima keahlian ini dari suatu generasi ke generasi lainnya secara turun-temurun. Mereka menaiki perahu dari satu kawasan ke kawasan yang lain melalui jalan laut, dan dari suatu kota ke kota yang lain serta dari suatu pulau ke pulau yang lain.
Dengan menaiki perahu, mereka melakukan kegiatan ekspor impor. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: dan supaya kalian mencari (keuntungan) dari karunia-Nya dan supaya kalian bersyukur. (An-Nahl: 14) Yakni mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan kebajikan yangdiberikan-Nya. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa dalam kitabnya ia menjumpai sebuah riwayat dari Muhammad ibnu Mu'awiyah Al-Bagdadi yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Amr, dari Sahl Ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Allah berfirman kepada Laut Barat dan Laut Timur.
Kepada Laut Barat dikatakan, "Sesungguhnya Aku akan membawa sebagian dari hamba-hamba-Ku berlayar melaluimu, maka apakah yang akan engkau lakukan terhadap mereka?" Laut Barat menjawab, "Saya akan menenggelamkan mereka." Maka dikatakan kepadanya, "Bahayamu berada di sekitarmu, tetapi Aku membawa mereka dengan kekuasaan-Ku, dan Aku haramkan perhiasan dan berburu (padamu)." Lalu Allah berfirman kepada Laut Timur, "Sesungguhnya Aku akan membawa sebagian dari hamba-hamba-Ku dengan melaluimu, maka apakah yang akan engkau lakukan terhadap mereka?" Laut Timur menjawab, "Aku akan membawa mereka di atas permukaanku, dan aku akan menjadi seperti seorang ibu kepada anaknya terhadap mereka." Maka Allah memberinya balasan berupa perhiasan dan hewan buruan laut.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami belum pernah mengetahui ada yang meriwayatkannya dari Sahl selain Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Amr, sedangkan hadisnya berpredikat munkar." Riwayat ini telah dikemukakan pula oleh Sahl, dari An-Nu'man ibnu Abu Ayyasy, dari Abdullah ibnu Amr secara mauquf. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan tentang bumi dan gunung-gunung yang menjulang tinggi lagi kokoh, semuanya Dia" tancapkan di bumi agar bumi stabil, tidak guncang; yakni tidak mengguncangkan semua makhluk hidup yang ada di permukaannya.
Karena bila bumi terus berguncang, hidup mereka tidak akan tenang. Disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at: 32) Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah; ia pernah mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, bumi terus berguncang, maka mereka (para malaikat) berkata, "Bumi ini tidak layak menjadi tempat bagi seorang manusia pun." Kemudian pada keesokan harinya gunung-gunung telah diciptakan padanya, dan para malaikat tidak mengetahui mengapa gunung-gunung itu diciptakan.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Qais ibnu Ubadah, bahwa setelah Allah menciptakan bumi, maka bumi terus berguncang, lalu para malaikat berkata, "Ini tidak layak bagi seorang pun yang bertempat tinggal di permukaannya." Kemudian pada keesokan harinya ternyata telah ada gunung-gunung (yang menstabilkannya). Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepadaku Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ata ibnus Sa-ib, dari Abdullah ibnu Habib, dari Ali bin Abu Thalib RA yang mengatakan bahwa setelah Allah menciptakan bumi, Dia membiarkannya, kemudian bumi berkata, "Wahai Tuhanku, Engkau akan menciptakan di atasku Bani Adam yang gemar mengerjakan dosa-dosa dan menimbulkan kekotoran di atasku?" Maka Allah menancapkan padanya gunung-gunung yang dapat kalian lihat dan yang tidak terlihat oleh kalian.
Sebelum itu bumi tidak tetap, selalu berguncang seperti daging yang hidup (berdenyut). Firman Allah ﷻ: dan (Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan. (An-Nahl: 15) Maksudnya, Allah menciptakan padanya sungai-sungai yang mengalir dari suatu tempat ke tempat yang lain sebagai rezeki buat hamba-hamba-Nya. Sungai berhulu dari suatu tempat dan menjadi rezeki bagi orang-orang yang ada di tempat lain (yang dilaluinya). Sungai menempuh berbagai kawasan dan daerah melalui hutan-hutan, padang-padang, dan membelah bukit-bukit serta lembah-lembah, lalu sampai pada suatu negeri yang penduduknya beroleh manfaat besar darinya.
Dalam alirannya air sungai berbelok-belok, terkadang ke arah kanan, ke arah kiri, terkadang menciut, melebar, serta ada yang berarus deras, ada pula yang berarus tenang. Terkadang sebagian lembah ada yang diairinya dalam suatu waktu, sedangkan di waktu yang lain tidak diairinya, dalam perjalanannya dari sumber menuju muaranya. Kekuatan dan lemahnya arus air telah ditetapkan oleh kehendak-Nya dan menuruti sunnah yang telah ditetapkanNya.
Maka tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada Rabb selain Dia. Allah pun telah menjadikan padanya jalan-jalan yang dapat dilalui dari suatu negeri ke negeri yang lain, sehingga ada jalan yang membelah gunung, yakni jalan yang ada di antara dua gunung membentuk celah sebagai jalan yang dapat dilalui, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas. (Al-Anbiya: 31), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). (An-Nahl: 16) Yakni petunjuk-petunjuk berupa gunung-gunung yang besar, bukit-bukit yang kecil, serta lain-lainnya yang dapat dijadikan oleh para musafir sebagai tanda-tanda mereka dalam perjalanannyabaik di darat maupun di laut bila mereka sesat jalan.
Firman Allah ﷻ: Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16) Yaitu di malam hari, menurut Ibnu Abbas. Diriwayatkan dari Malik sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (An-Nahl: 16) Bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda itu adalah gunung-gunung. Kemudian Allah ﷻ mengingatkan (manusia) akan kebesaran Zat-Nya, bahwa yang patut disembah hanyalah Dia, bukan berhala-berhala itu yang tidak dapat membuat sesuatu apa pun, bahkan mereka sendiri dibuat orang. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran. (An-Nahl: 17) Kemudian Allah ﷻ mengingatkan mereka atas sangat berlimpahnya nikmat-nikmat serta kebaikan-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18) Yakni memaafkan kalian. Sekiranya kalian dituntut untuk mensyukuri semua nikmat-Nya, tentulah kalian tidak akan mampu melakukannya.
Dan seandainya kalian diperintahkan untuk itu, pastilah kalian lemah dan meninggalkannya (tidak dapat bersyukur secara semestinya). Seandainya Dia mengazab kalian, tentulah Dia berhak mengazab kalian tanpa berbuat aniaya terhadap kalian. Akan tetapi, Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dia selalu mengampuni dosa-dosa yang banyak dan membalas pahala kebaikan sekecil apa pun. Ibnu Jarir mengatakan bahwa firman Allah ﷻ yang mengatakan: Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun. (An-Nahl: 18) Hal ini dinyatakan-Nya mengingat ada di antara kalian yang lupa untuk bersyukur kepada-Nya atas sebagian dari nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Allah Maha Pengampun bila kalian bertobat kepada-Nya dan kembali kepada-Nya dengan mengerjakan ketaatan kepada-Nya serta menempuh jalan yang diridai-Nya. lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 18) Yakni Maha Penyayang kepada kalian, Dia tidak mengazab kalian sesudah kalian kembali dan bertobat kepada-Nya."
Dan Dia-lah yang menundukkan untukmu lautan yang terhampar luas
dan menjadikannya tempat tinggal bagi binatang-binatang laut dan tumbuh kembang aneka perhiasan. Hal ini dimaksudkan agar kamu
dapat menangkap ikan-ikannya dan memakan daging yang segar darinya,
dan dari lautan itu pula kamu dapat mengeluarkan benda-benda yang
bernilai tinggi, seperti mutiara, permata, dan semacamnya untuk menjadi perhiasan yang kamu pakai. Di samping itu, kamu juga melihat perahu pembawa barang-barang berat dan bahan-bahan makanan dapat
berlayar padanya dengan mudah atas izin Allah. Dan Dia menundukkan laut agar kamu dapat memanfaatkannya dan mencari rezeki dari
sebagian karunia-Nya yang terdapat di sana, dan agar kamu selalu bersyukur atas nikmat-nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada kamu serta
memanfaatkannya sesuai tujuan penciptaannya. Dan Dia Yang Mahakuasa itu pula yang telah menancapkan gunung
dengan kukuh dan kuat di bumi tempat kamu tinggal agar bumi itu tidak
goncang bersama kamu. Dan Dia pula yang menciptakan sungai-sungai
yang mengalirkan air untuk dimanfaatkan oleh makhluk hidup, dan di
atas bumi itu pula Allah menciptakan jalan-jalan yang terbentang agar
kamu mendapat petunjuk, baik menuju arah yang benar maupun menuju pengakuan atas keesaan Allah.
Selanjutnya, Allah ﷻ menyebutkan nikmat-nikmat yang terdapat di lautan yang diberikan kepada hamba-Nya. Dijelaskan bahwa Dia yang telah mengendalikan lautan untuk manusia. Maksudnya ialah mengendalikan segala macam nikmat-Nya yang terdapat di lautan agar manusia dapat memperoleh makanan dari lautan itu berupa daging yang segar, yaitu segala macam jenis ikan yang diperoleh manusia dengan jalan menangkapnya.
Penyerupaan ikan dengan daging yang segar agar dipahami bahwa yang boleh dimakan dari segala jenis ikan yang terdapat di dalam lautan itu ialah yang ditangkap dalam keadaan segar, meskipun binatang itu mati tanpa disembelih. Akan tetapi, apabila segala jenis ikan yang diperoleh itu dalam keadaan tidak segar, mati, apalagi telah membusuk, maka tidak boleh dimakan karena dikhawatirkan membahayakan kesehatan. Yang dimaksud dengan binatang yang mati di lautan ialah binatang yang mati dengan sendirinya atau karena sebab-sebab yang lain sehingga mengambang di permukaan air, bukan yang mati karena ditangkap oleh manusia.
Rasulullah bersabda:
Semua binatang laut yang mati karena kehabisan air makanlah dan semua binatang laut yang terdampar ke daratan dari lautan makanlah, tetapi binatang yang terapung di lautan janganlah dimakan. (Hadis dhaif riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Jabir)
Ikan yang mati di laut boleh dimakan sebab Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (Riwayat Imam Empat dari Abu Hurairah)
Hendaklah dipahami sekali lagi bahwa bangkai binatang air laut yang halal dimakan ialah binatang yang ditangkap oleh manusia, yang terlempar ke daratan, yang mati karena kehabisan air, dan yang masih segar, bukan binatang yang mati terapung di lautan dan sudah membusuk.
Selanjutnya Allah ﷻ menyebutkan nikmat lain yang dapat diperoleh manusia dari lautan, yaitu berupa perhiasan. Di antaranya adalah mutiara dan marjan
Mutiara adalah perhiasan yang diperoleh dari dalam tubuh sejenis lokan yang proses kejadiannya dimulai dengan masuknya semacam benda keras, pasir, atau benda asing lainnya ke dalam tubuh lokan. Karena sangat mengganggu bagi organ-organ tubuhnya, lokan mengeluarkan semacam cairan yang dapat mengeras untuk membungkus benda keras itu. Proses itu berlanjut terus-menerus sehingga lama-kelamaan terbentuk semacam benda bulat dan mengkilat, warnanya putih kebiru-biruan, kemerah-merahan, atau kekuning-kuningan yang sangat indah dipandang mata. Benda itu dikeluarkan oleh manusia dari lokan tadi, ada yang kecil dan ada yang besar sesuai dengan lamanya benda tersebut dalam tubuh lokan itu. Itulah yang dimaksud dengan mutiara.
Perhiasan yang lain adalah marjan, sebangsa tumbuh-tumbuhan yang hidup di dasar laut dan mirip dengan karang. Marjan itu diambil oleh manusia dari lautan dan dibuat menjadi kalung, gelang, atau perhiasan lain yang sangat indah. Semua itu berupa nikmat Allah yang diberikan kepada manusia yang tiada ternilai harganya.
Nikmat lain yang diberikan kepada manusia dari lautan ialah mereka dapat menjadikannya sebagai sarana lalu lintas pelayaran, baik oleh kapal layar ataupun kapal mesin. Kapal-kapal itu hilir mudik dari suatu negara ke negara lain untuk mengangkut segala macam barang perdagangan sehingga mempermudah perdagangan antar negara tersebut. Dari perdagangan itu, manusia mendapat rezeki karena keuntungan yang diperolehnya.
Nikmat-nikmat Allah itu disebutkan agar manusia mensyukuri semua nikmat yang diberikan-Nya kepada mereka. Juga dimaksudkan agar manusia dapat memahami betapa besar nikmat Allah yang telah diberikan pada mereka dan memanfaatkan nikmat yang tiada tara itu untuk beribadah kepada-Nya dan kesejahteraan mereka sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LAUTAN
Ayat 14
“Dan Dialah yang menyediakan lautan supaya kamu makan darinya daging yang empuk."
Di ayat ini ditarik perhatian kita kepada soal laut, dan terlebih dahulu soal ikan. Disebut keistimewaan dari daging ikan laut, yaitu empuknya, tidak pernah keras atau kejang atau liat. Kata yang sedikit ini saja sudah dapat berlarut-larut kepada usaha mempertinggi hasil ikan laut dan memperbaiki alat-alat penangkapannya."Dan supaya kamu keluarkan darinya perhiasan yang akan kamu pakai dia." Yaitu mutiara, merjan, giwang dari lokan dan karab. Itulah barang-barang mahal yang dihasilkan dan lautan untuk manusia."Dan engkau lihat kapal mengarungi padanya." Alat pengangkutan penting yang telah ada di dunia sejak beribu-ribu tahun yang telah lalu, mengarungi lautan menghubungkan benua dengan benua, pulau dengan pulau, membawa pindah boyongan manusia dari benua ke benua, sehingga ahli-ahli ilmu pertumbuhan bangsa-bangsa (antropologi), ahli sejarah bangsa, ahli ilmu bumi dan lain-lain telah mencari hubungan di antara bangsa-bangsa yang sekarang berjauhan letak negerinya, padahal satu rumpun juga bangsanya. Seumpama keturunan kaum Arya yang berasal dari dataran tinggi Iran, menyebar ke India dan menyebar ke Eropa, sehingga dapat kita ketahui bahwa bangsa Iran (Persia) sekarang ini adalah satu nenek dengan bangsa Inggris. Dan bangsa Arya di Eropa adalah berasal dari Asia. Demikian juga Bangsa Indian Amerika, ada kemungkinan berasal dari bangsa-bangsa Melayu.
Tiliklah betapa berjauhan negeri itu. Mengapa orang Asia sampai ke Eropa dan orang Malaysia (rumpun-rumpun bangsa Melayu) sampai ke Amerika jadi orang Indian? Ialah karena hubungan kapal sudah lama ada di dunia ini.
“Dan supaya kamu caii kaiunia-Nya dan supaya kamu beisyukuv."
Dalam membicarakan lautan dan ikannya, mutiara dan merjan, serta membicarakan ke pentingan kapal, Allah di akhir ayat telah menganjurkan memakai kesempatan mencari karunia Allah dengan mempergunakan kapal itu. Bertemulah dalam ayat ini kenyataan bahwa menjadi Muslim haruslah mempunyai keaktifan hidup. Mengembaralah, berlayarlah, berniagalah, jadi nelayanlah. Dan ujungnya? Ujungnya ialah bersyukur kepada Allah.
Barulah timbul syukur setelah apa yang diusahakan berhasil. Nyata sekali dalam ayat ini bahwasanya orang yang malas, yang tidak suka menghorak selanya dan yang hanya terbenam dalam daerah tempat tinggalnya, tidaklah akan merasakan karunia Ilahi itu. Allah sudah menakdirkan bahwasanya tanah daratan itu hanya seperlima dari bumi, sedang yang empat perlima adalah lautan. Dengan ketangkasan dan kecerdasan, mengembara dan bergiat terbukalah pintu kehidupan, ber-hubunganlah di antara manusia sesama manusia dari benua ke benua. Dengan demikian timbullah syukur kepada Allah,
Ayat 15
“Dan Dia lekatkan ke bumi gunung-gunung itu supaya tidak menggoncangkan kamu."
Di pangkal ayat ini ditegaskanlah apa guna gunung. Karena kebanyakan kita tidak tahu hikmah adanya gunung, karena gunung itu kebetulan telah ada. Hikmahnya ialah supaya manusia yang tinggal di muka bumi ini jangan selalu tergoncang, tidak mendapat ketenteraman berdiam di muka bumi. Sebab kalau bumi itu datar saja, tidak ada gunung sama sekali, tidaklah dapat dihambat angin yang selalu bertiup dengan kerasnya. Ingat sajalah misal yang kita alami di lautan lepas. Alangkah kerasnya angin di situ. Barulah dirasakan reda angin itu kalau berlayar di balik pulau, sebab pulau menghambat angin. Dan hikmah kejadian gunung yang lain ialah menghambat awan agar menjatuhkan hujan, yang akan turun ke tanah rendah dengan teratur."Dan sungai-sungai dan jalan-jalan." Sama pentingnya di antara sungai dengan jalan-jalan perhubungan. Sungai dan jalan raya adalah urat nadi masyarakat manusia. Sungai-sungai besar di seluruh dunia ini mengambil peranan penting bagi hubungan lalu lintas, walaupun setelah dunia maju sebagai sekarang ini. Sejak zaman purbakala pun sungai adalah pangkal kehidupan manusia dan tempat mereka mendirikan kebudayaan, seperti Nil Efrat atau Sungai Jordan di Timur Tengah. Atau Sungai Donaw, Sungai Rhen dan Thames di Eropa, Missisippi di Amerika dan sungai-sungai di India dan Tiongkok. Mereka akan membuka kisah tentang kebudayaan manusia di sisinya. Demikian juga jalan-jalan raya penghubung di antara desa dan desa, kota dan kota.
“Supaya kamu dapat petunjuk jalan."
Maka dari adanya gunung-gunung, sungai-sungai dan jalan-jalan raya, manusia pun dapat petunjuk jalan-jalan yang akan ditempuhnya dalam hidupnya, berhubungan di antara satu dengan yang lain, sehingga dunia ini jadi ramai.
Ayat 16
“Dan diadakan-Nya tanda-tanda, dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk."
Tanda-tanda banyak diletakkan Allah untuk diketahui oleh manusia misalnya di dalam pelayaran. Misalnya apabila berlayar siang hari atau musafir, puncak gunung apa yang kelihatan dari tengah laut? Untuk tanda di arah mana kapal berlayar sekarang? Kemudian Allah pun memberi ilham manusia sehingga mendapat pedoman yang menentukan arah utara itu. Dengan terdapatnya alat pedoman (kompas) itu manusia sudah menjadi lebih mudah lagi berlayar jauh. Dan dengan bintang pun manusia mendapat petunjuk dalam perjalanan di waktu malam, untuk mengetahui arah penjuru: barat, timur, utara, dan selatan.
Setelah semuanya itu dicurai-paparkan oleh Allah, untuk menimbulkan keinsafan bagi manusia bahwa Tidak ada Allah selain Allah, yang menjadi pokok pertama dari sekalian wahyu yang diturunkan, yang dinamai ruh; sebab wahyu itu adalah menjiwai jiwa, menghidupkan hidup, maka sekarang mulailah Allah menyuruh tanyakan,
Ayat 17
“Apakah yang mencipta (sama) seperti yang tidak mencipta?"
Semuanya itu dijadikan oleh Allah, yang tiada Allah melainkan Dia! Sekarang timbul pertanyaan, “Manakah Aliahmu yang selain Allah itu? Mana berhalamu itu? Apa yang telah dia jadikan?"
Adakah berhala-berhala yang kamu puja atau sesamamu manusia yang kamu agungkan seperti Allah itu mendirikan gunung-gunung buat pasak bumi? Menggenangkan lautan buat kamu berlayar? Menurunkan air hujan buat kamu minum? Mengalirkan sungai-sungai dan mendirikan jalan raya buat kamu lalui? Adakah berhala-berhala atau apa yang kamu puja puji itu sanggup membuat alamat atau pertanda untuk kamu berlayar siang dan malam, dan berhala-berhala itukah yang menciptakan bintang-bintang yang dapat kami jadikan tanda dalam pelayaran atau musafir? Sama sekali tidak!
Dengan mempercayai Keesaan Allah, Mahabesar dan Mahakuasanya Allah, kamu dibawa membubung tinggi, kepada yang luhur, bukan dibawa menurun ke bawah, kepada yang tidak bisa mencipta apa-apa, yang kedudukannya sama saja dengan kamu. Bahkan bukan berhala-berhala itu yang menjadikan kamu, malahan kamulah yang membuat dia! Kalau begitu adakah Allah yang mencipta segala sesuatu sama dengan yang tidak mencipta apa-apa itu?
“Apakah tidak kamu pikiikan?"
Memang, orang yang menganut suatu kepercayaan yang salah, yang musyrik terpaksa
tidak mau memikirkan kepercayaannya itu dengan saksama. Karena kalau benar-benar mereka pikirkan kepercayaannya itu, mereka akan merasa sendiri bahwa kepercayaan mereka itu adalah mengacaukan pikiran.
Ayat 18
“Dan jika kamu hendak menghitung nikmat Aliah itu tidaklah kamu akan dapat membilangnya."
Itu tadi baru sekelumit kecil Allah Ta'aala menyebut beberapa nikmat-Nya atas kamu, hai manusia, sudah demikian luas soal-soal yang dihimpunnya. Padahal kalau dihitung dan dihitung lagi, dibilang dan dikumpul dan dijumlahkan, tidaklah akan dapat dibilang berapa nikmat itu. Lantaran itu, kalau kamu berpikir, sekali lagi berpikir, tidaklah sekali-kali pantas jika kamu mempersekutukan yang lain dengan Allah. Kamu wajiblah insaf akan hal ini dan kembali kepada Allah Yang Tunggal.
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Kesalahan dan dosa yang selama ini, sebelum mendapat pengertian, dapatlah diampuni oleh Allah kalau kamu telah tobat, dan mengakui Tidak ada Allah, selain Allah.
Ayat 19
“Dan Allah mengetahui apa yang kamu rahasiakan."
Yang masih kamu sembunyikan dalam dadamu dan belum pernah kamu membetik mulut menyatakannya kepada orang lain. Allah sudah tahu perasaanmu itu.
“Dan apa yang kamu jelaskan."
Yang dijelaskan atau yang dikeluarkan dengan mulut sehingga telah diketahui orang banyak, Allah pun tahu. Malahan Allah pun tahu apakah yang dinyatakan dengan mulut itu benar-benar suara dari hati, atau lain di mulut lain di hati?
Begitulah ketelitian Allah, yang apabila iman kita telah bertambah kukuh, akan kita rasakan kebenaran dari ayat itu, sehingga menjadi kenyataan.
Ayat 20
“Dan apa pun yang mereka seru selain dari Allah itu tidaklah menciptakan apa-apa, malahan merekalah yang diciptakan."
Sama saja keadaan kamuyang menyembah dengan barang apa yang kamu sembah itu, sama-sama tidak mempunyai kesanggupan menciptakan, bahkan mereka itulah yang diciptakan. Dirinya diadakan oleh Allah, dan dia disebut Tuhan atau Dewa, karena kamu saja yang menyatakan demikian. Dahulu kala di Candi Borobudur diletakkan orang beratus-ratus berhala Buddha. Berduyun-duyun orang datang memuja batu-batu yang dipahat oleh tukang patung itu. Kemudian beberapa di antara patung-patung itu diangkut orang ke dalam kota Yogyakarta, lalu dideretkan di tepi jalan untuk menjadi perhiasan jalan. Setelah berubah tempatnya, berubah pula waktu dan masanya, pendewaannya pun telah berubah pula. Dahulu dipuja, dan kemudian dijadikan perhiasan di tepi jalan. Barangnya itu juga. Serupa lembu persembahan orang Hindu. Di beberapa kota besar di India, lembu-lembu itu berbuat sesuka hati menghadang jalan. Kalau dia membuat air kencingnya ada orang yang datang berkerumun memperebutkan kencing lembu itu dan membasuh mukanya dengan dia. Tetapi lembu yang dituhankan itu juga, kalau dipindahkan ke daerah Islam, tidak lagi dituhankan, melainkan disembelih dan digulai.
Ayat 21
“Mereka itu mati, bukan hidup. Dan mereka pun tidak tahu bila mereka akan dibangkitkan."
Kalau yang kamu tuhankan itu berhala, nyatalah dia tidak bernyawa. Kalau yang kamu tuhankan itu manusia-manusia yang kamu
katakan keramat dan telah mati, lalu kamu datang ke kuburnya meminta tolong atau meminta syafaat dan sebagainya, maka kamu telah meminta tolong kepada yang mati, bukan kepada yang hidup. Mengapa tidak langsung saja kepada al-Hayyu, ai-Qayyum? Yang tetap hidup selama-lamanya dan berdiri sendiri-Nya? Yaitu Allah?
Ayat 22
‘Tuhanmu adalah Allah Yang Esa."
Itulah yang sebenar Allah, yang tidak ada serikat bagi-Nya dengan yang lain. Tidak bisa ada dua kekuasaan mengatur alam ini. Dan pikiran yang sehat, akal yang waras tidaklah dapat menerima akan perbilangan Allah “Maka orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, hati mereka adalah menolak." Mereka tidak menerima kalau dikatakan Allah itu Esa, sebab banyak ataupun sedikit soal-soal membuat patung-patung itu pun ada hubungan dengan mencari keuntungan. Penjaga-penjaga patung kadang-kadang dapat juga hadiah-hadiah dari yang memuja patung itu. Sebab itu nyatalah perhitungan mereka akan keuntungan duniawi saja. Mereka tidak memikirkan hari akhirat, di sana akan dipertanggungjawabkan perbuatan mereka.
“Dan mereka itu sombong."
Sombong! Tidak mau mendengar nasihat, merasa diri lebih, merasa besar selalu. Untuk mempertahankan berhala-berhala itu, mereka mengemukakan berbagai alasan, terutama pusaka nenek moyang.
Ayat 23
“Tak ayat lagi. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan."
Yaitu rahasia sebenarnya yang menyebabkan mereka menolak ajakan kebenaran."Dan apa yang mereka jelaskan."
Yang berbeda dengan yang sebenarnya.
“Sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang sombong."
Di ayat selanjutnya ini dipertunjukkan Allah salah satu sikap sombong mereka.
Ayat 24
“Dan apabila ditanyakan kepada mereka, Apakah yang telah diturunkan oleh Allah kamu?" Mereka menjawab, Dongeng-dongeng orang dahulu-dahulu."
Demikianlah perangai orang-orang yang sombong itu. Menurut riwayat dari Qata-dah, beberapa orang musyrikin Arab itu sengaja duduk di tepi jalan menunggu-nunggu orang-orang beriman yang kembali dari mendengarkan Nabi Muhammad ﷺ menerangkan wahyu-wahyu yang diturunkan Allah. Di antaranya ialah kisah-kisah umat yang telah terdahulu. Maka musyrikin itu bertanya kepada mereka, apa yang mereka dengar, apa yang diterangkan oleh Muhammad. Orang-orang beriman itu dengan jujurnya menerangkan kembali apa yang mereka dengar. Maka dengan cemoohnya orang-orang musyrikin itu berkata, “Ah, itu cuma dongeng-dongeng orang dulu-dulu saja!"
Ayat 25
“Supaya mereka pikul beban mereka dengan sempurna di hari Kiamat dan beban orang-orang yang mereka sesatkan dengan tidak berpengetahuan."
Adzab itulah yang akan jadi balasan kepada mereka kelak. Yang jadi pokok asal ialah sombong, tinggi hati, padahal jiwa kosong dari budi, akal kosong dari ilmu. Memang menurut ilmu jiwa, kesombongan adalah pertandaan dari kerendahan diri. Karena dengan sombong itulah orang menyembunyikan kekurangannya. Neraka Jahannam jualah tempat mereka. Pikullah beban kesombongan yang berat itu ke sana, beserta beban orang-orang yang telah disesatkan dengan tidak berilmu, yang hanya
meraba-raba mencari jalan gelap, karena tidak mau melalui jalan yang terang dan benar.
"Sungguh jahatlah apa yang mereka pikul itu."
Ayat 26
“Sesungguhnya telah menipu daya orang-orang yang sebelum mereka."
Di zaman purbakala telah ada pula orang yang sombong seperti mereka itu, yang dengan congkak dan angkuh hendak melawan Allah. Orang itu ialah Raja Namrudz bin Kanaan. Dengan sombongnya dia hendak menentang Allah Ta'aala sendiri. Dia tidak percaya bahwa Allah Ta'aala itu demikian berkuasa. Orang mengatakan bahwa Allah Ta'aala itu Mahakuasa di langit. Karena sombong, tetapi bodoh, dia bertekad hendak menentang Allah berperang. Dia hendak menaklukkan langit. Lalu diperintahkannya beribu-ribu rakyatnya membuat satu bangunan di negeri Babel; dibuat tinggi-tinggi, karena dia dari atas bangunan itu hendak mengintip apa-apa yang kejadian di langit. Bagaimana kejadiannya?
“Maka Allah binasakan bangunan-bangunan mereka itu dari dasar-dasarnya, maka runtuhlah atapnya kepada diri mereka dari atas mereka dan datanglah adzab kepada mereka, dari jurusan yang tidak mereka sadari."
Mungkin juga bangunan-bangunan besar dan tinggi itu bukan dimaksud untuk dibina sampai ke langit. Sebab yang demikian nyatalah terlalu bodoh. Mungkin diperbuat istana besar yang indah, dikerahkan seluruh tenaga rakyat untuk membangunnya, supaya nyata kepada orang banyak bahwa beliaulah yang Allah, bukan Allah. Nah lihatlah betapa besar kekuasaan-Nya. Maka sedang baginda bermegah-megah menyaksikan orang bekerja membangun, entah ada ukuran yang salah, entah bagaimana, istana itu pun runtuh sebelum selesai. Mereka hancur dihimpit oleh batu-batu puncaknya. Mereka diserang oleh musuh, yaitu keruntuhan itu sendiri dengan tidak disangka-sangka.
Ayat 27
“Kemudian itu, di hari Kiamat Atlah akan menghinakan mereka dan Dia akan bertanya, Manakah dia sekutu-sekutu-Ku, yang kamu telah bersusah payah membela mereka?"
Dengan bersusah payah, mati-matian, berkorban harta dan benda dan juga jiwa, mereka mempertahankan berhala-berhala mereka. Mereka tuduh Nabi Muhammad gila, tukang sihir, tukang tenung, membawa berita palsu, menceritakan dongeng-dongeng kuno orang dulu-dulu dan lain-lain sebagainya, karena Nabi ﷺ telah mencela berhala mereka. Maka di hari Kiamat mereka disuruh memikul beban dosa dan dosa orang-orang yang mereka sesatkan, lalu dihinakan pula, dan diminta kepada mereka, mana sekarang tuhan-tuhan dan berhala-berhala kamu itu, yang kamu pertahankan dengan segala daya upaya itu? Sekarang kamu berhadapan dengan adzab Allah sendiri. Bukankah sudah patut, kalau memang berhalamu itu dahulu telah kamu bela demikian rupa, supaya dapat membela kamu? Sekarang mana dia? berkata orang-orang yang berilmu, yaitu orang yang beriman, sebab mereka beriman itu dengan ilmu, bukan serampangan.
“Sesungguhnya kehinaan pada hari ini dan kejahatan, adalah atas orang yang kafir."
Di dunia mereka yang tertawa, mengejek dan takabur terhadap Nabi dan orang-orang yang beriman. Di akhirat tiba giliran bagi mereka buat memikul kehinaan dan nasib buruk.
Dan demikianlah selalu ada saja manusia yang terpesona oleh rayuan kebendaan dan kulit yang lahir, kekuasaan yang sangat memperdayakan manusia, sehingga mereka lupa batas-batas hidup yang tidak boleh dilampaui.
Bilamana ditegur, diejeknya orang yang menegur itu. Namun orang yang berpandangan jauh, orang yang beriman dan berilmu, yang tau sebab akibat dalam perjalanan hidup, tetaplah pada pendiriannya, dan berkata dengan penuh keyakinan bahwasanya kehinaan dan balasan yang setimpal adalah atas orang-orang yang kafir, yaitu yang tidak mau peduli dan menolak mentah-mentah segala seruan yang benar.
Perjuangan itu tidaklah berhenti selama buruk dan baik masih saja bertanding dalam dunia ini.