Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
جُعِلَ
dijadikan
ٱلسَّبۡتُ
hari Sabtu
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱخۡتَلَفُواْ
(mereka) berselisih
فِيهِۚ
didalamnya/padanya
وَإِنَّ
dan sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
لَيَحۡكُمُ
sungguh akan memutuskan
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
فِيمَا
tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
فِيهِ
didalamnya/padanya
يَخۡتَلِفُونَ
mereka perselisihkan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
جُعِلَ
dijadikan
ٱلسَّبۡتُ
hari Sabtu
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ٱخۡتَلَفُواْ
(mereka) berselisih
فِيهِۚ
didalamnya/padanya
وَإِنَّ
dan sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
لَيَحۡكُمُ
sungguh akan memutuskan
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
يَوۡمَ
pada hari
ٱلۡقِيَٰمَةِ
kiamat
فِيمَا
tentang apa
كَانُواْ
adalah mereka
فِيهِ
didalamnya/padanya
يَخۡتَلِفُونَ
mereka perselisihkan
Terjemahan
Sesungguhnya (mengagungkan) hari Sabtu hanya diwajibkan bagi orang-orang (Yahudi) yang memperselisihkannya. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan.
Tafsir
(Sesungguhnya telah dijadikan hari Sabtu) diwajibkan menghormatinya (atas orang-orang Yahudi yang berselisih mengenainya) dengan nabi mereka; mereka adalah orang-orang Yahudi yang diperintahkan oleh Allah supaya mereka menyibukkan dirinya untuk beribadah di hari Jumat, akan tetapi mereka mengatakan, "Kami tidak menghendakinya," lalu mereka memilih hari Sabtu sebagai hari untuk ibadah. Akhirnya Allah memperketat peraturan kepada mereka di hari Sabtu. (Dan sesungguhnya Rabbmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu) yaitu Dia kelak akan memberi pahala kepada orang yang taat, dan Dia akan mengazab orang-orang yang durhaka melanggar hal-hal yang diharamkan-Nya.
Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan. Tidak diragukan bahwa Allah ﷻ mensyariatkan atas setiap umat suatu hari dari satu minggu agar mereka berkumpul padanya guna melakukan ibadah. Maka Allah mensyariatkan bagi umat ini hari Jumat, mengingat hari Jumat adalah hari keenam. Pada hari Jumatlah Allah merampungkan penciptaan-Nya, dan semua makhluk dikumpulkan pada hari itu serta sempurnalah nikmat Allah atas hamba-hamba-Nya.
Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Allah ﷻ mensyariatkan hal tersebut kepada kaum Bani lsrail melalui lisan Nabi Musa a.s. (yakni berkumpul melakukan ibadah pada hari Jumat). Tetapi mereka menggantinya dan memilih hari Sabtu, karena sesungguhnya hari Sabtu adalah hari yang Allah tidak menciptakan sesuatu pun padanya; mengingat semua penciptaan telah diselesaikan pada hari sebelumnya, yaitu hari Jumat. Maka Allah menetapkan hari Sabtu buat mereka dalam syariat kitab Taurat, dan memerintahkan mereka agar berpegang teguh padanya serta memeliharanya.
Selain dari itu Allah memerintahkan kepada mereka agar mengikuti Nabi Muhammad ﷺ bila telah diutus oleh Allah ﷻ Kemudian Allah mengambil janji-janji dan sumpah-sumpah mereka. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. (An-Nahl: 124) Mujahid mengatakan bahwa mereka memakai hari Sabtu dan meninggalkan hari Jumat. Kemudian mereka terus-menerus berpegang pada hari Sabtu hingga Allah mengutus Isa putra Maryam. Menurut suatu pendapat, sesungguhnya Nabi Isa memindahkan mereka kepada hari Ahad. Menurut pendapat yang lainnya lagi, Isa tidak meninggalkan syariat Kitab Taurat kecuali apa yang di-mansukh pada sebagian hukum-hukumnya, dan bahwa sesungguhnya Isa masih tetap memelihara hari Sabtu hingga ia diangkat.
Sesungguhnya orang-orang Nasrani sesudahnyayaitu di zaman Konstantinopelmengalihkannya ke hari Ahad untuk membedakan dengan orang-orang Yahudi, dan mereka mengalihkan arah salatnya menghadap ke arah timur, tidak lagi menghadap ke arah Sakhrah (kubah Baitul Maqdis). Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hammam, dari Abu.Hurairah r.a., bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ". Kami adalah umat yang terakhir, tetapi umat yang paling terdahulu di hari kiamat, hanya bedanya mereka diberikan Al-Kitab sebelum kami.
Kemudian hari ini (Jumat) adalah hari mereka juga yang telah difardukan Allah atas mereka, tetapi mereka berselisih pendapat tentangnya, dan Allah memberi kami petunjuk kepadanya. Manusia sehubungan dengan hal ini mengikuti kami, orang-orang Yahudi besok, dan orang-orang Nasrani lusanya. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada imam Bukhari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Huzaifah: keduanya mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: ". Allah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka orang-orang Yahudi menjadi hari Sabtu, dan orang-orang Nasrani menjadi hari Ahad.
Dan Allah mendatangkan kita, lalu Dia memberi kita petunjuk kepada hari Jumat. Dia menjadikan hari Jumat, lalu hari Sabtu dan hari Ahad; demikian pula halnya mereka adalah mengikut kita pada hari kiamat. Kita adalah umat yang terakhir dari kalangan penduduk dunia, tetapi merupakan orang-orang yang pertama pada hari kiamat, dan yang diputuskan peradilan di antara sesama mereka sebelum umat-umat lainnya. (Riwayat Muslim)"
Sesungguhnya pengagungan dan larangan berburu pada hari Sabtu
bukanlah ajaran Nabi Ibrahim, melainkan hanya diwajibkan atas orang
Yahudi yang memperselisihkannya, yakni menyangkut hari yang harus diagungkan. Dan sesungguhnya Tuhanmu Yang Maha Memberi petunjuk
dan keputusan pasti akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
Kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu. Usai menyebut keteladanan Nabi Ibrahim sebagai imam, nabi, dan
rasul, dan meminta Nabi Muhammad untuk mengikutinya, pada ayat
ini Allah meminta beliau menyeru manusia ke jalan Allah dengan cara
yang baik, Wahai Nabi Muhammad, seru dan ajak-lah manusia kepada
jalan yang sesuai tuntunan Tuhanmu, yaitu Islam, dengan hikmah, yaitu
tegas, benar, serta bijak, dan dengan pengajaran yang baik. Dan berdebatlah dengan mereka, yaitu siapa pun yang menolak, menentang, atau meragukan seruanmu, dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Yang
Maha Memberi petunjuk dan bimbingan, Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang sesat dan menyimpang dari jalan-Nya, dan Dialah pula yang
lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk dan berada di jalan yang
benar.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ mengecam orang Yahudi karena mereka berselisih tentang kedudukan hari Sabtu. Hari Sabtu adalah hari jatuhnya murka Allah kepada sebagian Bani Israil karena kedurhakaan mereka melanggar kewajiban pada hari itu, seperti diterangkan Allah swt:
Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kamu kera yang hina!" (al-Baqarah/2: 65)
Allah ﷻ mewajibkan kepada Bani Israil untuk melaksanakan ibadah pada hari Sabtu serta melarang mereka dan hewan-hewan mereka melakukan pekerjaan lain. Akan tetapi, sebagian mereka tidak menaati larangan Allah dan mencari-cari jalan untuk membenarkan perbuatan mereka pada hari itu. Karena mereka menghalalkan yang haram, jatuhlah azab Tuhan dengan mengubah mereka menjadi seperti kera.
Ketetapan hari Sabtu sebagai hari mulia dan untuk ibadah bukanlah warisan dari syariat Nabi Ibrahim, tetapi ketentuan syariat Nabi Musa, sebagaimana hari Ahad bagi syariat Nabi Isa dan hari Jumat bagi syariat Nabi Muhammad ﷺ
Allah menyesatkan orang-orang sebelum kita dari hari Jumat, maka untuk orang Yahudi hari Sabtu dan untuk orang Nasrani hari Ahad, maka datanglah Allah kepada kita yang diberi-Nya kita petunjuk untuk hari Jumat lalu Allah menjadikan hari Jumat, Sabtu, dan Ahad. Dan demikianlah mereka menjadi pengikut kita pada hari kiamat. Kitalah orang yang terakhir dari penghuni dunia tapi orang pertama pada hari kiamat dan diadili di antara mereka sebelum makhluk-makhluk lain diadili. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hudzaifah)
Keterangan hari-hari mulia itu tidak merupakan masalah pokok dari syariat yang diturunkan Allah kepada para nabi, tetapi termasuk masalah furuiyah (cabang). Masing-masing mereka mempunyai ketentuan sendiri. Nabi Muhammad ﷺ tidaklah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Musa a.s., tetapi beliau diperintahkan mengikuti Nabi Ibrahim a.s.
Perselisihan di antara golongan dalam agama Yahudi tidak dapat diselesaikan antara mereka sendiri, karena sudah mengakar dan meluas. Hanya Allah ﷻ yang menentukan keputusan di antara mereka pada hari kiamat kelak, tentang masalah-masalah yang mereka perselisihkan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TENTANG HARI SABTU
Menurut syari'at Yahudi, Sabtu dijadikan hari perhentian bekerja, hari untuk istirahat. Karena menurut kepercayaan mereka, pada hari itu jualah Allah istirahat setelah selesai mencipta alam. Ini pun masuk dalam Hukum Sepuluh. Oleh sebab itu maka istirahat pada hari Sabtu itu dipegang teguh oleh orang Yahudi. Tidak ada kegiatan hidup sama sekali pada hari Sabtu, sampai pun kepada zaman kita ini. Sehingga karena demikian besar pengaruh orang Yahudi dalam perekonomian negeri Amerika Serikat, meskipun orang Yahudi Amerika hanya kira-kira dua juta saja di antara 170 juta orang Amerika Serikat, maka istirahat terpaksa dua hari, yaitu Sabtu dan Ahad. Hari Ahad adalah hari istirahat orang Nasrani.
Menurut anggapan dan ajaran Islam, yang menjadi pokok sendi atau i'tikad ialah tentang Allah itu Esa. Adapun istirahat hari Sabtu, atau hari Ahad, atau hari Jum'at bukanlah termasuk ftikad, tetapi termasuk dalam syari'at, yang dapat berubah-ubah karena perubahan rasul yang datang. Tetapi setelah Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa beliau ialah menegakkan kembali ajaran tauhid Nabi Ibrahim, orang Yahudi teringat hari Sabtu mereka. Mereka selalu merangkaikan tauhid dengan hari Sabtu. Tidak sah tauhid kalau tidak hari Sabtu istirahat. Di sinilah pangkal selisih dengan orang Nasrani dan juga dengan orang Islam. Mengapa mereka tidak mau membicarakan dasar (prinsip) terlebih dahulu?
Dengan orang Kristen mereka berselisih. Orang Kristen menetapkan hari Ahad jadi hari istirahat, yaitu hari pertama dalam seminggu, yang menurut kepercayaan ialah hari pertama Allah mencipta alam. Orang Yahudi bertahan, mengatakan mesti hari Sabtu, karena pada hari itulah Allah istirahat sesudah menjadikan langit dan bumi. Tentang menjadikan alam dalam enam hari itu pun tidak dimungkiri oleh ajaran yang dibawa Muhammad. Tetapi penafsiran Al-Qur'an da-lam pikiran bebas orang Islam, jauh lebih berani daripada penafsiran penganut Taurat dan Injil, yaitu bahwa yang dimaksud dengan enam hari, bukan mesti dan bukan pasti enam hari dalam hitungan kita karena perjalanan falak matahari ini, sebab Al-Qur'an juga ada menyebut bahwa satu hari Allah yang sama dengan 1.000 tahun hitungan kita manusia, (surah as-Sajdah ayat 5 dan surah al-Hajj ayat 47), dan ada juga hitungan sehari Allah sama dengan 50.000 tahun hitungan insan (surah al-Ma'aarij ayat 4). Sebab itu maka Allah menjadikan alam dalam enam hari itu, ialah hari menurut perhitungan Allah sendiri, yang menguasai alam cakrawala yang amat luas ini. Sehingga pengukuran hari Allah bukanlah semata-mata tergantung kepada perhitungan perjalanan matahari. Maka Nabi Muhammad ﷺ menetapkan hari Jum'at buat hari besar Islam, hari yang diistimewakan dalam sepekan itu. Bukan dinamai hari istirahat, tetapi hari Jum'at, artinya hari berkumpul beribadah bersama-sama.
Maka datanglah ayat menjelaskan kedudukan hari Sabtu yang dijadikan pertahanan dasar oleh orang Yahudi itu.
Ayat 124
“Tidak lain, Sabtu itu hanya dijadikan untuk orang-orang yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Allah engkau akan menghukum di antena mereka pada hari Kiamat, pada apa yang mereka pensetisihkan itu"
Soal penetapan hari Sabtu sebagai hari besar, belumlah tersebut dalam ajaran Nabi Ibrahim, sedang orang Yahudi menyatakan sudah. Dan kalau diminta keterangan dari kitab mereka sendiri, adalah Nabi Ibrahim menentukan itu, mereka tidak dapat memberikan. Inilah pangkal perselisihan. Dalam kitab Perjanjian Lama yang sekarang pun tidak tersebut bahwa hari Sabtu jadi hari istirahatnya Nabi Ibrahim, Sebab itu Allah memberi keterangan bahwa perselisihan itu kelak akan diselesaikan di hadapan Allah di akhirat. Adapun di dunia ini, setiap golongan agama memegang setia hari besarnya karena itu bukan pokok dasar aqidah. Yang pokok dasar adalah bahwa Tiada Allah melainkan Allah, Yang Esa adanya.
Tentang keutamaan dan kelebihan hari Jum'at telah bersabda Nabi Muhammad ﷺ,
“Dari Abu Hurairah (moga-moga ridha Allah atasnya) bahwasanya Rasulullah ﷺ telah bersabda, “Kita adalah umat yang terakhir, tetapi yang terdahulu di hari Kiamat, meskipun kepada mereka yang terlebih dahulu diturunkan kitab sebelum kita. Kemudian itu; inilah hari yang di-fardhukan Allah atas mereka, lalu mereka berselisih padanya, sedang kita diberi petunjuk oleh Allah. Sebab itu maka manusia pun adalah pengikut kita, Yahudi beresok dan ... lepas beresok." (HR Bukhari)
Sabda beliau pula,
“Dari Abu Hurairah dan Huzaifah (ridha Allah atas keduanya), bersabda Rasulullah ﷺ, “Setelah disesatkan Allah dari hari Jum'at mereka yang sebelum kita. Maka adalah bagi orang Yahudi hari Sabtu dan bagi orang ‘Nashara hari Ahad. Setelah itu kita pun didatangkan Allah dan diberi petunjuk kepada hari Jum'at. Maka jadilah berturut-turut Jum' a t, Sabtu dan Ahad. Demikian pula mereka di belakang kita di hari Kiamat. Kita umat terakhir di dunia ini, tetapi yang terdahulu di hari Kiamat. Kita yang akan lebih dahulu diperiksa di antara mereka itu sebelum makhluk-makhluk yang lain." (HR Muslim)
DAKWAH
Ayat 125
“Serulah kepada jalan Allah engkau dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik."
Ayat ini adalah mengandung ajaran kepada Rasul ﷺ tentang cara melancarkan dakwah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan di atas jalan Allah (Sabilillah). Sabilillah, atau Shirathal Mustaqim atau ad-Dinul Haqqu. Agama yang benar. Nabi ﷺ memegang tampuk pimpinan dalam melakukan dakwah itu. Kepadanya dituntunkan oleh Allah bahwa di dalam melakukan dakwah hendaklah memakai tiga macam cara atau tiga tingkat cara. Pertama hikmah (kebijaksanaan). Yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau kepada kepercayaan terhadap Allah. Contoh-contoh kebijaksanaan itu selalu pula ditunjukkan Allah.
Kata hikmah itu kadang-kadang diartikan orang dengan filsafat. Padahal dia adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat dipahamkan oleh orang-orang yang telah terlatih pikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi hikmat dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang lebih berhikmah diam daripada berkata.
Yang kedua ialah al-Mau'izhatul Hasanah, yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab itu termasuklah dalam bidang al-Mau'izhatul Hasanah, pendidikan ayah-bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan contoh beragama di hadapan anak-anaknya, sehingga menjadi kehidupan mereka pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan.
Pengajaran-pengajaran yang baik lebih besar kepada kanak-kanak yang belum ditumbuhi atau belum diisi lebih dahulu oleh ajaran-ajaran yang lain.
Yang kedua ialah Jadilhum biUati hiya ahsart, bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran pikiran, yang di zaman kita ini disebut polemik, ayat ini menyuruh, agar dalam hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Di antaranya ialah membedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib di-bantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan pikiran yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima kebenaran, meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.
Ketiga pokok cara melakukan dakwah ini, hikmah, mau'izhah hasanah dan mujadalah biilati hiya ahsan, amatlah diperlukan di segala zaman. Sebab dakwah atau ajakan dan seruan membawa umat manusia kepada jalan yang benar itu, sekali-kali bukanlah propaganda, meskipun propaganda itu sendiri kadang-kadang menjadi bagian dari alat dakwah. Dakwah meyakinkan, sedang propaganda atau di'ayah adalah memaksakan. Dakwah dengan jalan paksa tidaklah akan berhasil menundukkan keyakinan orang. Apatah lagi dalam hal agama Al-Qur'an sudah menegaskan bahwa dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan (al-Baqarah ayat 256). Dan di ujung ayat ini dengan tegas Allah mengatakan bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak Allah sendiri.
“Sesungguhnya Allah engkau, Dialah yang lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk."
Demikianlah ayat ini telah dijadikan salah satu pedoman perjuangan, menegakkan iman dan Islam di tengah-tengah berbagai ragamnya masyarakat pada masa itu, yang kedatangan Islam adalah buat menarik dan membawa, bukan mengusir dan mengenyahkan orang. Dan sampai sekarang, ketiga pokok ini masih tetap dipakai, menurutperkembangan-perkembang-an zaman yang modern.
PEMBALASAN
Ayat 126
“Dan jika kamu membalas, hendaklah pembalasan sebanding dengan apa yang mereka siksakan kepada kamu. Dan jika kamu sabar, maka itulah dia yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar."
Baik ketika masih di Mekah, apatah lagi setelah Hijrah ke Madinah, macam-macamlah penderitaan Rasulullah ﷺ karena kejahatan musuh-musuhnya terhadapnya. Kadang-kadang karena sakitnya pukulan itu berniatlah beliau bahwa kelak kalau menang memang hendak membalas kepada musuh-musuh itu. Ayat ini menjelaskan, Memang! Itu adalah hak beliau! Jika membalas, balas dengan balasan yang setimpal, nyawa bayar nyawa. Ini kejadian dengan Wahsyi, budak yang membunuh Sayyidina Hamzah. Ketika Rasulullah ﷺ tahu bahwa Wahsyi itulah yang membunuh Hamzah dan merobek dada Hamzah lalu mengeluarkan jantungnya dan digigit oleh Hindun, istri Abu Sufyan, buat melepaskan sakit hatinya, sebab saudara-saudaranya mati di Peperangan Badar karena kena pedang Hamzah. Rasulullah ﷺ bertekad, bahwa kelak kalau Wahsyi itu dapat dalam satu peperangan, akan disiksa setimpal dengan kejahatannya. Sebab kalau menurut kita sekarang ini, cara yang dilakukan oleh Wahsyi itu ialah kejahatan, penjahat perang, karena dalam peraturan perang di zaman Jahiliyyah sendiri pun, amat hina menganiaya mayat.
Tetapi setelah kemarahan beliau mulai reda menurun, membalas kepada Wahsyi itu mulai menurun pula, sebab ingat akan ujung ayat ini."Dan jika kamu sabar, maka itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." Apa yang kejadian kemudian? Wahsyi masuk Islam ketika Futuh Mekah, dan dia menjadi Muslim yang baik, dan kemudian dia telah ikut dalam peperangan-peperangan yang besar dan penting dalam Islam. Bahkan ketika Rasulullah ﷺ telah wafat dan Abu Bakar menjadi Khalifah, telah dikirim oleh khalifah tentara untuk membasmi pemberontakan orang-orang yang murtad di bawah nabi-nabi palsu, Wahsyi turut terkirim dalam tentara yang memerangi Musailamah al-Kazzab, nabi palsu di Yamamah (Nejd). Wahsyi yang dahulu di zaman jahiliyyah membunuh Hamzah itu, sekarang dia pulalah yang membunuh Musailamah nabi palsu itu dalam peperangan yang hebat.
Banyak lagi contoh-contoh demikian yang terjadi dalam sejarah nabi kita Muhammad ﷺ! Seumpama orang Yahudi yang datang memaki-makinya, dituduh pelambat membayar utang, diterimanya dengan senyum dan dibayarnya utangnya, padahal Umar bin Khaththab sudah nyaris menyentak pedang hendak membunuh orang Yahudi itu. Apa jadinya? Dia masuk Islam di saat itu juga, karena tertawan oleh kesabaran dan kelemahlembutan sikap Nabi ﷺ.
Di akhirnya Allah tekankan lagi,
Ayat 127
“Dan bersabarlah engkau! Dan tidaklah sabar engkau itu melainkan dengan Allah."
Macam-macam yang akan engkau hadapi dalam sikap dan cara kaummu yang bodoh itu, yang kasar budinya, sombong sikapnya. Syarat kemenangan ialah sabar. Sabarmu bukanlah kelemahan, tetapi itulah dia yang sebenarnya kekuatan, sebab engkau kuat mengendalikan diri. Dalam hal yang demikian, engkau adalah dengan Allah. Engkau tidak dibiarkan Allah sendirian."Dan jangan engkau berdukacita terhadap mereka." Mentang-mentang mereka belum mau engkau ajak, tetapi gembiralah hatimu. Sebab di sampingyangmasih berkeras tidak mau mengakui, yang telah tunduk pun banyak pula dan telah menjadi pengikutmu yang setia,
“Dan jangan engkau bersempit hati lantaran tipu daya mereka."
Semuanya hadapi dengan dada lapang. Kelak apabila engkau menang menghadapi mereka, sedang mereka masih hidup, mereka akan tunduk tersipu-sipu kepadamu.
Ayat 128
“Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang bertakwa dan beserta orang yang berbuat kebajikan."
Bertakwa pakaian hati, beramal kebajikan (ihsan), pekerjaan badan. Takwa menjadi sebab buat selalu berbuat ihsan. Sebab takwa sebagai minyak pelancar hidup. Ihsan ialah selalu berbuat baik dan memperbaiki. Ihsan di dalam pekerjaan dan ihsan terhadap orang lain.
Demikianlah tuntunan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya.
Demikian pula tuntunan yang diberikan Rasul kepada umatnya.
PENUTUP
Ketika seorang budiman bernama Harim bin Hibban akan meninggal dunia, segala yang mengelilinginya meminta kepadanya supaya dia meninggalkan wasiat.
Maka berkatalah beliau,
“Aku mewasiatkan kepada kamu supaya selalu membaca ayat-ayat Allah di akhin sunah an-Nahl, mulai dari ayat “lld'u Uaa sabiti nahbika."
“Serulah kepada jalan Allah engkau dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Allah engkau, Dia yang lebih tahu siapa yang sesat dari jalannya, dan Dialah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk."
Dimulai pada hari Kamis, 18 Ramadhan 1384 21 Januari 1965
Selesai pada hari Sabtu,
27 Ramadhan 1384 30 Januari 1965
Di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun, Jakarta (masih dalam tahanan).