Ayat

Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
عَمِلُواْ
(mereka) mengerjakan
ٱلسُّوٓءَ
kejahatan/kesalahan
بِجَهَٰلَةٖ
dengan/karena kebodohan
ثُمَّ
kemudian
تَابُواْ
mereka bertaubat
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
ذَٰلِكَ
demikian/itu
وَأَصۡلَحُوٓاْ
dan mereka mengadakan perbaikan
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
مِنۢ
dari
بَعۡدِهَا
sesudahnya
لَغَفُورٞ
sungguh Maha Pengampun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
ثُمَّ
kemudian
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
عَمِلُواْ
(mereka) mengerjakan
ٱلسُّوٓءَ
kejahatan/kesalahan
بِجَهَٰلَةٖ
dengan/karena kebodohan
ثُمَّ
kemudian
تَابُواْ
mereka bertaubat
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
ذَٰلِكَ
demikian/itu
وَأَصۡلَحُوٓاْ
dan mereka mengadakan perbaikan
إِنَّ
sesungguhnya
رَبَّكَ
Tuhanmu
مِنۢ
dari
بَعۡدِهَا
sesudahnya
لَغَفُورٞ
sungguh Maha Pengampun
رَّحِيمٌ
Maha Penyayang
Terjemahan

Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) orang-orang yang melakukan keburukan karena kebodohan (tidak menyadari akibatnya), lalu bertobat dan memperbaiki (dirinya). Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir

(Kemudian sesungguhnya Rabbmu terhadap orang-orang yang mengerjakan keburukan) kemusyrikan (karena kebodohannya kemudian mereka bertobat) kembali kepada Allah (sesudah itu dan memperbaiki dirinya) memperbaiki amal perbuatannya (sesungguhnya Rabbmu sesudah itu) sesudah kebodohannya dan sesudah bertobat (benar-benar Maha Pengampun) kepada mereka (lagi Maha Penyayang) kepada mereka.
Tafsir Surat An-Nahl: 118-119
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.
Kemudian sesungguhnya Tuhanmu mengampuni orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki dirinya; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 118
Setelah Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia mengharamkan atas kita bangkai, darah, daging babi, dan hewan ternak yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, sesungguhnya Allah memberikan rukhsah padanya hanya bagi orang yang dalam keadaan darurat. Di dalam hal ini terkandung keluasan bagi umat ini dimana Allah menghendaki untuk mereka kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi mereka.
Setelah itu Allah ﷻ menyebutkan apa yang dahulu pernah Dia haramkan atas orang-orang Yahudi dalam syariat mereka, sebelum di-mansukh (direvisi). Di dalamnya terdapat belenggu-belenggu, kesempitan, dan beban-beban yang memberatkan. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu.” (An-Nahl: 118) Dan dalam surat Al-An'am disebutkan oleh firman-Nya: “Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku; dan dari sapi dan domba Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu kecuali lemak yang melekat di punggung keduanya.” (Al-An'am: 146) sampai dengan firman-Nya: “benar-benar Maha Benar.” (Al-An'am: 146)
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan Kami tidak menzalimi mereka. (An-Nahl: 118)
Yakni melalui apa yang Kami sempitkan atas diri mereka.
“Tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (Al-An 'am: 118). Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan perlakuan itu. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia dari) jalan Allah.” (An-Nisa: 160).
Ayat 119
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan sifat Kemuliaan-Nya dan Kelapangan-Nya terhadap orang-orang mukmin yang durhaka, bahwa barang siapa di antara mereka yang bertobat kepada Allah, tentulah Allah menerima tobatnya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Kemudian sesungguhnya Tuhanmu mengampuni orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohan.” (An-Nahl: 119)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat durhaka, dia adalah orang yang bodoh.
“Kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki dirinya.” (An-Nahl: 119)
Maksudnya, mereka berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mulai mengerjakan amal-amal ketaatan.
“Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nahl: 119)
Yakni sesungguhnya Allah ﷻ benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka yang bertobat sesudah mereka tergelincir mengerjakan perbuatan salah.
Kemudian ketahuilah, wahai Nabi, sesungguhnya Tuhan-mu selalu
membuka pintu ampunan bagi orang yang mengerjakan kesalahan karena
kebodohan dan kecerobohan mereka, kemudian mereka bertobat setelah itu
dan memperbaiki dirinya dengan meninggalkan perbuatan dosa sembari
mengerjakan amal saleh, sungguh, Tuhanmu setelah itu, yakni setelah mereka tobat, benar-benar Maha Pengampun, Maha PenyayangAyat ini dan ayat-ayat berikutnya menjelaskan keteladanan Nabi
Ibrahim yang selalu patuh kepada Allah dan mengikuti tuntunan-Nya.
Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam, pemimpin, dan sosok panutan
bagi umat-umat sesudahnya. Ia patuh kepada Allah dan mempunyai sifat hanif, yakni memegang teguh dan melaksanakan kebenaran, dan dia
sejak dahulu dan secara terus-menerus bukanlah termasuk orang musyrik. Ia tidak pernah sekalipun menyekutukan Allah.
Kemudian Allah menjelaskan kebesaran rahmat dan kasih sayang kepada hamba-Nya dengan memberi pengampunan bagi yang melakukan kejahatan pada umumnya, baik kejahatan berbuat nista kepada Allah maupun tindakan kejahatan dan maksiat lainnya. Akan tetapi, Allah ﷻ mengaitkan beberapa ketentuan untuk memperoleh kasih dan pengampunan-Nya itu, seperti:
Pertama: Orang yang melakukan kejahatan karena kejahilan atau ketidaktahuannya terhadap hukum-hukum agama. Dia tidak tahu bahwa yang dilakukannya itu menyalahi perintah agama di samping memberi kemudaratan bagi dirinya sendiri.
Kedua: Timbul dalam dirinya rasa penyesalan yang mendalam sesudah melakukan kejahatan lalu mengucapkan istigfar dan segera bertobat kepada Allah ﷻ Tobat tidak boleh ditunda-tunda sesudah dia menyadari kesalahannya, karena hal demikian merusak iman dan jiwanya.
Firman Allah swt:
Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (an-Nisa'/4: 17)
Ketiga: Melakukan amal saleh dan menjauhi larangan Allah sebagai bukti dari penyesalannya. Dengan niat yang kuat dan hati yang tegar berjanji tidak lagi mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan serta bertekad untuk taat kepada Allah ﷻ
Firman Allah swt:
Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. (al-Furqan/25: 71).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 118
“Dan atas orang-orang yang Yahudi Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepada engkau dahulu."
Yaitu sebagaimana yang diwahyukan Ailah pada surah al-An'aam ayat 146. Memang ada beberapa makanan yang bagi mereka diharamkan, yaitu binatang-binatang ternak tertentu, sedang bagi kita kaum Muslimin tidak diharamkan.
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi adalah mereka itu yang terhadap diri mereka sendiri menganiaya."
Keterangan tentang hal ini dapat dilihat kembali pada tafsir surah al-An'aam, juz delapan.
Ayat 119
“Kemudian itu sesungguhnya Allah engkau terhadap orang-orang yang berbuat kejahatan dengan kebodohan, kemudian mereka bertobat sesudah itu, dan memperbaiki, sesungguhnya Allah engkau sesudah yang demikian itu adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Di dalam ayat ini dijelaskan oleh Allah betapa luas ampunan-Nya atas hamba-Nya, sehingga orang yang pernah bersalah tidak ada jalanbuatberputusasalantaranmengenangkan kesalahannya. Banyak kita terlanjur berbuat salah karena kita mulanya tidak tahu bahwa itu adalah salah, kita bodoh dalam soal itu, tetapi setelah kita tahu bahwa hal itu memang salah, dan segera kita bertobat, yaitu dengan segera menghentikan dan tidak melanjutkan lagi jalan yang salah itu, lalu kembali ke jalan yang benar, dan terus diperbaiki. Maka Allah tidaklah menolak hamba-Nya yang kembali kepada kebenaran itu, malahan disambut-Nya dengan serba ampun dan kasih sayang. Sebagaimana pepatah ahli-ahli hikmah, “Salah satu kali karena tidak tahu tidaklah mengapa, tetapi yang buruk ialah salah dua kali dalam hal yang serupa.'' Dan dengan ayat ini pun dapat kita pahami betapa luasnya dada agama dan betapa besar kesempatan terbuka akan berbuat baik dalam dunia ini.
IBRAHIM SEORANG UMAT
Ayat 120
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat yang tunduk kepada Allah, lagi lurus dan tidaklah dia dari orang yang musyrikin."
Yang selalu kita ketahui, kalimat umat adalah untuk sekelompok masyarakat yang besar, sebagai umat Islam, atau umat Arab dan lain-lain. Tetapi sekali-sekali terhadap satu orang istimewa dibahasakan juga umat Dalam Al-Qur'an sekali ini saja dipakai kata umat buat Ibrahim Khalil Allah. Kalau kita artikan secara biasa saja ialah “Ibrahim adalah seorang yang tunduk kepada Allah." Tetapi kalau Allah yang memakai kalimat itu dalam wahyu, terhadap seorang Nabi yang besar, yang diberi-Nya gelar kehormatan “Khalil" (sahabat), jelaslah itu meminta perhatian kita. Memang Ibrahim patut dipanggilkan umat, sebab dia telah menurunkan umat-umat yang besar, Umat Bani lsrail dari keturunan Ishaq dan Ya'qub, dan Bani Isma'il yang menurunkan Arab Musta'ribah, yang dari sini turun Nabi Muhammad ﷺ. Maka seorang yang menjadi sumber umat-umat yang besar, selayaknyalah mendapat kehormatan disebut juga umat. Adapun arti umat yang terpakai di sini, menurut beberapa ahli tafsir adalah demikian.
Ibnul Arab berkata bahwa seorang alim yang disegani karena luas ilmunya disebut juga umat. Dan lagi, umat artinya ialah seorang yang terkumpul pada dirinya banyak kebajikan.
Menurut al-Wahidi, kebanyakan ahli tafsir mengartikan umat di sini ialah guru yang me-ngajarkan serba kebajikan. Lantaran itu maka Ibrahim disebut umat, yang dimaksud ialah bahwa beliau guru yang mengajarkan kebajikan, terkumpul pada dirinya segala sifat-sifat yang baik dan mengetahui akan serba-serbi hukum syari'at. Dan ada juga yang menafsirkan, artinya umat di sini ialah imam yang diikuti apa yang dipimpinkannya.
Maka semua tafsir ini memang bertemulah pada Nabi Ibrahim, yang riwayat per-juangannya amat jelas dilukiskan dalam Al-Qur'an. Sesudah beliau di ayat ini disebut umat, disebut pula qanith, yang telah kita artikan tunduk. Taat kepada segala apa yang diperintahkan Allah, walaupun menyembelih putranya sendiri. Lagi harif, yang kita artikan lurus. Sebenarnya kalimat lurus belum juga setepatnya untuk menafsirkan harif. Sebab dalam kalimat harif, selain dari lurus terkandung juga suatu kecondongan. Artinya di samping menuju Allah, dia pun tertarik oleh magnet (besi berani) ketuhanan, sehingga tidak dapat berpesong sedikit juga kepada yang lain. Sedang pengertian lurus saja tidaklah mencakup jiwa kecenderungan itu. Dan tidaklah beliau itu termasuk orang yang musyrik, bahkan seorang penegak tauhid yang asli dan tulen. Seorang rasul dan nabi Allah yang telah memberi rumusan ketaatan kepada Allah dengan nama Islam, yang berarti menyerah bulat sehingga dapatlah dipastikan, “Agama yang sebenarnya di sisi Allah, ialah agama yang menyerah bulat itu tidak mungkin dua, pasti satu." Sebab itu Ibrahim tidak bisa jadi musyrik.
Ayat 121
"Dia berterima kasih atas nikmat-nikmat-Nya. Dia (Allah) telah memilihnya dan memberinya petunjuk kepada jalan yang lurus."
Sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah atas petunjuk yang diberikan Allah ke-padanya, dia telah mendirikan Ka'bah tempat beribadah dan pusat beribadahan dari setiap umat yang mengakui keesaan Allah. Dan pilihan Allah atas dirinya menjadi nabi dan rasul telah dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sampai dia dibakar, sampai dia terpaksa berlawan dengan ayah kandungnya sendiri dan sampai terpaksa meninggalkan kampung halaman di negeri Irak dan pindah ke negeri subur yang kemudian bernama Yerusalem dan mengembara ke Mesir dan ke Hejaz Tanah Arab.
Ayat 122
“Dan Kami beri dia di dunia ini kebaikan, dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang saleh."
Kebaikan dunia yang terang diterimanya ialah setelah dia nyaris tidak mengharapkan lagi akan beroleh putra karena sudah mulai tua, maka dalam usia 86 tahun dia beroleh putra, Isma'il. Dan dalam usia 100 tahun, dia beroleh putra Ishaq dari istrinya yang disangka mandul, yaitu Sarah. Kedua putra ini telah
menurunkan bangsa-bangsa yang besar. Selain dari itu ialah rezekinya yang berganda lipat di hari tua. Maka sudahlah menjadi kemegahan umum sejak zaman purbakala bahwa anak keturunan dan harta benda adalah kebajikan dunia dan kemegahannya. Dan niscaya orang yang telah berjuang untuk Allah seperti Ibrahim itu, yang telah mendapat gelar “Khalil Allah" akan mendapat tempat yang layak pula di akhirat, bersama-sama dengan orang saleh yang lain, yaitu nabi-nabi dan rasul-rasul dan pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul yang setia.
NABI MUHAMMAD ﷺ PEWARIS AGAMA IBRAHIM A.S.
“Kemudian telah Kami wahyukan kepada engkau, supaya ikutilah agama Ibrahim yang lurus itu, dan bukanlah dia dari orang yang musyrikin."
(ayat 123)