Ayat
Terjemahan Per Kata
وَعَلَى
dan atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
هَادُواْ
Yahudi
حَرَّمۡنَا
Kami haramkan
مَا
apa
قَصَصۡنَا
Kami ceritakan
عَلَيۡكَ
atasmu
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
وَمَا
dan tidaklah
ظَلَمۡنَٰهُمۡ
Kami menganiaya mereka
وَلَٰكِن
akan tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
وَعَلَى
dan atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
هَادُواْ
Yahudi
حَرَّمۡنَا
Kami haramkan
مَا
apa
قَصَصۡنَا
Kami ceritakan
عَلَيۡكَ
atasmu
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
وَمَا
dan tidaklah
ظَلَمۡنَٰهُمۡ
Kami menganiaya mereka
وَلَٰكِن
akan tetapi
كَانُوٓاْ
adalah mereka
أَنفُسَهُمۡ
diri mereka
يَظۡلِمُونَ
mereka menganiaya
Terjemahan
Terhadap orang Yahudi Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) dahulu. Kami tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri.
Tafsir
(Dan terhadap orang-orang Yahudi) dimaksud para pemeluk agama Yahudi (Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu) di dalam firman-Nya yang lain, yaitu, "Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku..." (Q.S. Al-An'am 146) (dan Kami tiada menganiaya mereka) dengan mengharamkan hal tersebut kepada mereka (akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri) dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat yang menyebabkan diharamkannya hal-hal tersebut.
Tafsir Surat An-Nahl: 118-119
Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu; dan Kami tiada menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya); sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Setelah Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia mengharamkan atas kita bangkai, darah, daging babi, dan hewan ternak yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, sesungguhnya Allah memberikan rukhsah padanya hanya bagi orang yang dalam keadaan darurat.
Di dalam hal ini terkandung keluasan bagi umat ini yang Allah,menghendaki untuk mereka kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi mereka. Setelah itu Allah ﷻ menyebutkan apa yang dahulu pernah Dia haramkan atas orang-orang Yahudi dalam syariat mereka, sebelum di-mansukh. Di dalamnya terdapat belenggu-belenggu, kesempitan, dan beban-beban yang memberatkan. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu. (An-Nahl: 118) Dan dalam surat Al-An'am disebutkan oleh firman-Nya: Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku: dan dari sapi dan domba.
Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya. (Al-An'am: 146) sampai dengan firman-Nya: benar-benar Mahabenar. (Al-An'am: 146) Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: dan Kami tiada menganiaya mereka. (An-Nahl: 118) Yakni melalui apa yang Kami sempitkan atas diri mereka. tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Al-An 'am: 118) Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa mereka berhak untuk mendapatkan perlakuan itu. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. (An-Nisa: 160) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan sifat Kemuliaan-Nya dan Kelapangan-Nya terhadap orang-orang mukmin yang durhaka, bahwa barang siapa di antara mereka yang bertobat kepada Allah, tentulah Allah menerima tobatnya.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Kemudian sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohan. (An-Nahl: 119) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat durhaka, dia adalah orang yang bodoh. kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). (An-Nahl: 119) Maksudnya, mereka berhenti dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan mulai mengerjakan amal-amal ketaatan. sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nahl: 119) Yakni sesungguhnya Allah ﷻ sesudah mereka mengerjakan perbuatan itu dan tergelincir benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka yang bertobat.
Dan ingatlah, wahai Nabi Muhammad, bahwa terhadap orang Yahudi Kami haramkan banyak hal, di antaranya apa yang telah Kami ceritakan
dahulu kepadamu di ayat yang lain (al-An'a'm/6: 146). Kami tidak menzalimi mereka dengan mengharamkan semua itu, justru merekalah yang
menzalimi diri sendiri dengan berbuat berbagai kemaksiatan. Kemudian ketahuilah, wahai Nabi, sesungguhnya Tuhan-mu selalu
membuka pintu ampunan bagi orang yang mengerjakan kesalahan karena
kebodohan dan kecerobohan mereka, kemudian mereka bertobat setelah itu
dan memperbaiki dirinya dengan meninggalkan perbuatan dosa sembari
mengerjakan amal saleh, sungguh, Tuhanmu setelah itu, yakni setelah mereka tobat, benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ mengingatkan kembali apa yang di-haramkan kepada orang Yahudi. Hal-hal yang halal dan haram dalam agama Yahudi sebenarnya tidak sama dengan apa yang diharamkan atau dihalalkan oleh kaum musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan halal dan haram oleh kaum musyrik terhadap hewan ternak mereka tidak bersumber dari syariat agama-agama terdahulu. Beberapa makanan telah diharamkan Allah kepada orang Yahudi, seperti yang diterangkan dalam firman Allah:
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh, Kami Mahabenar. (al-An'am/6: 146)
Allah mengharamkan daging dan lemak binatang ternak khusus kepada orang Yahudi sebagai hukuman atas perbuatan mereka yang aniaya seperti membunuh nabi-nabi, memakan riba, dan memperoleh harta dengan cara yang haram.
Firman Allah swt:
Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah. (an-Nisa'/4: 160)
Dari ayat ini, dapat dipahami perbedaan yang jelas antara alasan Allah mengharamkan beberapa jenis makanan kepada orang Yahudi dengan alasan yang diberlakukan kepada orang Islam. Kepada orang Islam, Allah ﷻ tidak mengharamkan makanan-makanan kecuali karena pada makanan itu terdapat suatu kemudaratan yang bisa mencelakakan dirinya. Sedangkan kepada orang Yahudi, Allah mengharamkan makanan yang baik-baik itu sebagai hukuman bagi mereka.
Maka tidaklah benar pendapat yang mengatakan bahwa Bani Israil sendiri yang mengharamkan makanan itu kepada diri mereka. Semua makanan, sebelum Taurat diturunkan kepada mereka, adalah halal, kecuali makanan yang diharamkan sendiri oleh Nabi Yakub (Israil) untuk dirinya. Menurut riwayat, makanan yang diharamkan oleh Nabi Yakub itu ialah daging dan susu unta. Beliau berbuat demikian untuk mengekang nafsu dalam usaha membersihkan jiwa dan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Firman Allah swt:
Semua makanan itu halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Yakub) atas dirinya sebelum Taurat diturunkan. (Ali 'Imran/3: 93)
Adapun makanan seperti daging binatang berkuku, lemak sapi, dan kambing, diharamkan kepada seluruh Bani Israil pada waktu Taurat sudah diturunkan sebagai hukuman kepada mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 118
“Dan atas orang-orang yang Yahudi Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan kepada engkau dahulu."
Yaitu sebagaimana yang diwahyukan Ailah pada surah al-An'aam ayat 146. Memang ada beberapa makanan yang bagi mereka diharamkan, yaitu binatang-binatang ternak tertentu, sedang bagi kita kaum Muslimin tidak diharamkan.
“Dan tidaklah Kami menganiaya mereka, tetapi adalah mereka itu yang terhadap diri mereka sendiri menganiaya."
Keterangan tentang hal ini dapat dilihat kembali pada tafsir surah al-An'aam, juz delapan.
Ayat 119
“Kemudian itu sesungguhnya Allah engkau terhadap orang-orang yang berbuat kejahatan dengan kebodohan, kemudian mereka bertobat sesudah itu, dan memperbaiki, sesungguhnya Allah engkau sesudah yang demikian itu adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Di dalam ayat ini dijelaskan oleh Allah betapa luas ampunan-Nya atas hamba-Nya, sehingga orang yang pernah bersalah tidak ada jalanbuatberputusasalantaranmengenangkan kesalahannya. Banyak kita terlanjur berbuat salah karena kita mulanya tidak tahu bahwa itu adalah salah, kita bodoh dalam soal itu, tetapi setelah kita tahu bahwa hal itu memang salah, dan segera kita bertobat, yaitu dengan segera menghentikan dan tidak melanjutkan lagi jalan yang salah itu, lalu kembali ke jalan yang benar, dan terus diperbaiki. Maka Allah tidaklah menolak hamba-Nya yang kembali kepada kebenaran itu, malahan disambut-Nya dengan serba ampun dan kasih sayang. Sebagaimana pepatah ahli-ahli hikmah, “Salah satu kali karena tidak tahu tidaklah mengapa, tetapi yang buruk ialah salah dua kali dalam hal yang serupa.'' Dan dengan ayat ini pun dapat kita pahami betapa luasnya dada agama dan betapa besar kesempatan terbuka akan berbuat baik dalam dunia ini.
IBRAHIM SEORANG UMAT
Ayat 120
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang umat yang tunduk kepada Allah, lagi lurus dan tidaklah dia dari orang yang musyrikin."
Yang selalu kita ketahui, kalimat umat adalah untuk sekelompok masyarakat yang besar, sebagai umat Islam, atau umat Arab dan lain-lain. Tetapi sekali-sekali terhadap satu orang istimewa dibahasakan juga umat Dalam Al-Qur'an sekali ini saja dipakai kata umat buat Ibrahim Khalil Allah. Kalau kita artikan secara biasa saja ialah “Ibrahim adalah seorang yang tunduk kepada Allah." Tetapi kalau Allah yang memakai kalimat itu dalam wahyu, terhadap seorang Nabi yang besar, yang diberi-Nya gelar kehormatan “Khalil" (sahabat), jelaslah itu meminta perhatian kita. Memang Ibrahim patut dipanggilkan umat, sebab dia telah menurunkan umat-umat yang besar, Umat Bani lsrail dari keturunan Ishaq dan Ya'qub, dan Bani Isma'il yang menurunkan Arab Musta'ribah, yang dari sini turun Nabi Muhammad ﷺ. Maka seorang yang menjadi sumber umat-umat yang besar, selayaknyalah mendapat kehormatan disebut juga umat. Adapun arti umat yang terpakai di sini, menurut beberapa ahli tafsir adalah demikian.
Ibnul Arab berkata bahwa seorang alim yang disegani karena luas ilmunya disebut juga umat. Dan lagi, umat artinya ialah seorang yang terkumpul pada dirinya banyak kebajikan.
Menurut al-Wahidi, kebanyakan ahli tafsir mengartikan umat di sini ialah guru yang me-ngajarkan serba kebajikan. Lantaran itu maka Ibrahim disebut umat, yang dimaksud ialah bahwa beliau guru yang mengajarkan kebajikan, terkumpul pada dirinya segala sifat-sifat yang baik dan mengetahui akan serba-serbi hukum syari'at. Dan ada juga yang menafsirkan, artinya umat di sini ialah imam yang diikuti apa yang dipimpinkannya.
Maka semua tafsir ini memang bertemulah pada Nabi Ibrahim, yang riwayat per-juangannya amat jelas dilukiskan dalam Al-Qur'an. Sesudah beliau di ayat ini disebut umat, disebut pula qanith, yang telah kita artikan tunduk. Taat kepada segala apa yang diperintahkan Allah, walaupun menyembelih putranya sendiri. Lagi harif, yang kita artikan lurus. Sebenarnya kalimat lurus belum juga setepatnya untuk menafsirkan harif. Sebab dalam kalimat harif, selain dari lurus terkandung juga suatu kecondongan. Artinya di samping menuju Allah, dia pun tertarik oleh magnet (besi berani) ketuhanan, sehingga tidak dapat berpesong sedikit juga kepada yang lain. Sedang pengertian lurus saja tidaklah mencakup jiwa kecenderungan itu. Dan tidaklah beliau itu termasuk orang yang musyrik, bahkan seorang penegak tauhid yang asli dan tulen. Seorang rasul dan nabi Allah yang telah memberi rumusan ketaatan kepada Allah dengan nama Islam, yang berarti menyerah bulat sehingga dapatlah dipastikan, “Agama yang sebenarnya di sisi Allah, ialah agama yang menyerah bulat itu tidak mungkin dua, pasti satu." Sebab itu Ibrahim tidak bisa jadi musyrik.
Ayat 121
"Dia berterima kasih atas nikmat-nikmat-Nya. Dia (Allah) telah memilihnya dan memberinya petunjuk kepada jalan yang lurus."
Sebagai tanda terima kasihnya kepada Allah atas petunjuk yang diberikan Allah ke-padanya, dia telah mendirikan Ka'bah tempat beribadah dan pusat beribadahan dari setiap umat yang mengakui keesaan Allah. Dan pilihan Allah atas dirinya menjadi nabi dan rasul telah dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Sampai dia dibakar, sampai dia terpaksa berlawan dengan ayah kandungnya sendiri dan sampai terpaksa meninggalkan kampung halaman di negeri Irak dan pindah ke negeri subur yang kemudian bernama Yerusalem dan mengembara ke Mesir dan ke Hejaz Tanah Arab.
Ayat 122
“Dan Kami beri dia di dunia ini kebaikan, dan sesungguhnya dia di akhirat termasuk orang-orang yang saleh."
Kebaikan dunia yang terang diterimanya ialah setelah dia nyaris tidak mengharapkan lagi akan beroleh putra karena sudah mulai tua, maka dalam usia 86 tahun dia beroleh putra, Isma'il. Dan dalam usia 100 tahun, dia beroleh putra Ishaq dari istrinya yang disangka mandul, yaitu Sarah. Kedua putra ini telah
menurunkan bangsa-bangsa yang besar. Selain dari itu ialah rezekinya yang berganda lipat di hari tua. Maka sudahlah menjadi kemegahan umum sejak zaman purbakala bahwa anak keturunan dan harta benda adalah kebajikan dunia dan kemegahannya. Dan niscaya orang yang telah berjuang untuk Allah seperti Ibrahim itu, yang telah mendapat gelar “Khalil Allah" akan mendapat tempat yang layak pula di akhirat, bersama-sama dengan orang saleh yang lain, yaitu nabi-nabi dan rasul-rasul dan pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul yang setia.
NABI MUHAMMAD ﷺ PEWARIS AGAMA IBRAHIM A.S.
Ayat 123
“Kemudian telah Kami wahyukan kepada engkau, supaya ikutilah agama Ibrahim yang lurus itu, dan bukanlah dia dari orang yang musyrikin."