Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
نَعۡلَمُ
Kami mengetahui
أَنَّهُمۡ
bahwasanya mereka
يَقُولُونَ
(mereka) mengatakan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُعَلِّمُهُۥ
mengejar dia (Muhammad)
بَشَرٞۗ
seorang manusia
لِّسَانُ
lisan/bahasa
ٱلَّذِي
yang
يُلۡحِدُونَ
mereka tuduhkan
إِلَيۡهِ
kepadanya
أَعۡجَمِيّٞ
bahasa ajam
وَهَٰذَا
dan/sedang ini (Al Quran)
لِسَانٌ
lisan/bahasa
عَرَبِيّٞ
Arab
مُّبِينٌ
yang nyata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
نَعۡلَمُ
Kami mengetahui
أَنَّهُمۡ
bahwasanya mereka
يَقُولُونَ
(mereka) mengatakan
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُعَلِّمُهُۥ
mengejar dia (Muhammad)
بَشَرٞۗ
seorang manusia
لِّسَانُ
lisan/bahasa
ٱلَّذِي
yang
يُلۡحِدُونَ
mereka tuduhkan
إِلَيۡهِ
kepadanya
أَعۡجَمِيّٞ
bahasa ajam
وَهَٰذَا
dan/sedang ini (Al Quran)
لِسَانٌ
lisan/bahasa
عَرَبِيّٞ
Arab
مُّبِينٌ
yang nyata
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) hanyalah diajarkan kepadanya (Nabi Muhammad) oleh seorang manusia.” Bahasa orang yang mereka tuduh (bahwa Nabi Muhammad belajar kepadanya) adalah bahasa ajam (bukan bahasa Arab). Padahal, ini (Al-Qur’an) adalah bahasa Arab yang jelas.
Tafsir
(Dan sesungguhnya) lafal qad di sini menunjukkan makna tahqiq (Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya ia itu diajarkan kepadanya) yakni Al-Qur'an itu (oleh seorang manusia.") dimaksud adalah seorang pendeta Nasrani yang Nabi ﷺ pernah berkunjung kepadanya; lalu Allah ﷻ menyanggah melalui firman-Nya: (Padahal bahasa) atau logat (yang mereka tuduhkan) mereka sangkakan (kepada Muhammad) bahwa ia belajar daripadanya (adalah bahasa ajam sedangkan ini) yakni Al-Qur'an ini (adalah dalam bahasa Arab yang terang) memiliki kejelasan dan kefasihan, maka mengapa bahasa ini diajarkan oleh orang asing?.
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. Allah ﷻ menyebutkan tentang kedustaan, buat-buatan, dan kebohongan orang-orang musyrik dalam tuduhan mereka terhadap Nabi ﷺ, bahwa sesungguhnya Al-Qur'an yang dibacakan oleh Muhammad kepada mereka tiada lain diajarkan oleh seorang manusia kepadanya. Lalu mereka mengisyaratkan kepada seorang lelaki 'Ajam yang ada di antara mereka, yaitu seorang pelayan milik salah satu puak dari kabilah Quraisy.
Lelaki itu seorang pedagang yang menjajakan barang-barangnya di Safa. Adakalanya Rasulullah ﷺ duduk dengannya dan berbincang-bincang dengannya mengenai sesuatu hal. Padahal orang tersebut berbahasa 'Ajam, tidak mengetahui bahasa Arab, atau hanya mengetahui sedikit bahasa Arab, menyangkut keperluannya yang darurat untuk berkomunikasi. Karena itulah Allah membantah tuduhan tersebut melalui firman-Nya: Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103) Dengan kata lain, mana mungkin Al-Qur'an yang bahasanya sangat fasih, berparamasastra sangat tinggi, dan mengandung makna-makna yang sempurna lagi mencakup segalanya yang menjadikannya jauh lebih sempurna daripada makna-makna yang terkandung di dalam semua kitab yang diturunkan kepada kaum Bani Israil merupakan buah dari pelajaran yang diterimanya! Dan mana mungkin dia belajar dari seorang 'Ajam (non-Arab)! Jelas hal ini tidak akan dikatakan oleh seorang yang berakal rendah pun.
Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah mengatakan, "Dahulu Rasulullah ﷺ menurut berita yang sampai kepadaku sering duduk di Marwah di tenda (jongko) seorang budak beragama Nasrani bernama Jabar, dia adalah seorang budak milik seseorang dari Banil Hadrami." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103) Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Kasir. Dari Ikrimah dan Qatadah, disebutkan bahwa nama budak itu Ya'isy.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Tuhman, dari Muslim ibnu Abdullah Al-Malai, dari Mujahid, dari ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah mengajarkan kepada seorang penyanyi di Mekah, namanya Bal'am, padahal dia berbahasa 'Ajam. Orang-orang musyrik melihat Rasulullah ﷺ sering mengunjunginya, lalu mereka mengatakan, "Sesungguhnya dia diajari oleh Bal'am," Maka Allah menurunkan firman berikut: sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam, sedangkan Al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An-Nahl: 103) Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan bahwa budak lelaki tersebut adalah Salman Al-Farisi.
Tetapi pendapat Ad-Dahhak ini lemah, karena ayat ini adalah ayat Makkiyyah, sedangkan Salman baru masuk Islam di Madinah. Ubaidillah ibnu Muslim mengatakan, "Dahulu kami mempunyai dua orang budak Romawi yang membaca kitab milik keduanya dengan bahasanya. Dan tersebutlah bahwa Nabi ﷺ mampir kepada keduanya, lalu berdiri dan mendengarkan bacaan yang dilakukan keduanya. Maka orang-orang musyrik mengatakan, "Muhammad sedang belajar dari kedua orang itu.' Maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini." Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa orang yang melancarkan tuduhan ini adalah seorang lelaki dari kalangan kaum musyrik yang pernah bertugas menjadi juru tulis wahyu bagi Rasulullah ﷺ Tetapi dia murtad sesudah masuk Islam, lalu ia melancarkan tuduhan ini; semoga Allah melaknatnya."
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka yang tidak mempercayai datangnya Al-Qur'an dari Allah berkata, Sesungguhnya AlQur'an itu bukanlah kitab dari Allah yang dibawa turun oleh Jibril sebagaimana pengakuan Muhammad, melainkan hanya diajarkan oleh
seorang manusia, yakni pria dari Romawi atau Persia, kepadanya, yakni
Muhammad. Tuduhan mereka batil karena bahasa yang digunakan
oleh orang yang mereka tuduhkan kepadanya adalah bahasa 'Ajam, bukan
bahasa Arab, padahal Al-Qur'an ini adalah dalam bahasa Arab yang jelas
dan memiliki keindahan susunan dan makna yang tidak mampu ditandingi bahkan oleh sastrawan hebat sekalipun. Usai menceritakan keingkaran kaum kafir atas ayat-ayat yang Rasulullah sampaikan, Allah lalu menyebut azab bagi mereka, Sesungguhnya orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, yaitu Al-Qur'an dan
tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta, Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada mereka menuju keimanan dan mengamalkan tuntunan-Nya, padahal Dia telah menganugerahi mereka potensi iman dan
menjelaskan kepada mereka ayat-ayat itu melalui rasul-Nya. Dan akibat
keingkaran mereka itu mereka akan mendapat azab yang pedih jika tidak
bertobat.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa orang-orang musyrik Mekah menuduh Nabi Muhammad ﷺ menerima pelajaran Al-Qur'an dari seseorang. Menurut mereka, orang itu seorang laki-laki asing, bukan bangsa Arab, yang selalu mengajarkan kitab-kitab lama di tengah-tengah mereka. Tetapi tuduhan itu tidak benar karena Al-Qur'an tersusun dalam bahasa Arab yang indah dan padat isinya, bagaimana orang asing menciptakannya? Sampai sejauh mana orang yang bukan bangsa Arab Quraisy merasakan keindahan bahasa Arab dan kemudian menyusunnya dalam bahasa yang indah dan padat seperti Al-Qur'an? Apalagi kalau dikatakan bahwa orang itu menjadi pengajar Nabi. Mengenai siapa orang asing itu, bermacam-macam riwayat menjelaskannya. Di antaranya ada yang mengatakan bahwa orang asing itu adalah seorang budak Romawi yang beragama Nasrani, yang dipelihara oleh Bani Hadrami. Namun demikian, dari riwayat yang bermacam-macam itu, tidak ada satu pun yang dapat menjadi pegangan.
Besar kemungkinan tuduhan itu hanya tipu muslihat orang-orang musyrik yang sengaja dilontarkan kepada Nabi ﷺ dan kaum Muslimin. Pemimpin-pemimpin Quraisy yang berdagang ke Syam (Syria) sedikit banyaknya sudah pernah mendengar isi Kitab Taurat dan Injil karena hubungan mereka dengan orang-orang Ahli Kitab. Karena Al-Qur'an itu memuat isi Taurat, lalu mereka mengira tentulah ada orang asing ('ajam) yang beragama Nasrani mengajarkan isi Al-Qur'an itu kepada Nabi.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 93
“Dan jikalau Allah menghendaki niscaya dijadikan-Nya kamu semuanya umat yang satu. Tetapi disesatkan-Nya semuanya yang dikehendaki-Nya dan diberi-Nya petunjuk barangsiapayang dikehendaki-Nya."
Dapatlah kita kira-kirakan sendiri bahwasanya Allah Ta'aala berkuasa membuat umat itu jadi umat yang satu, tidak ada pertikaian, tidak ada perselisihan. Tetapi yang demikian itu hanya sebentar saja, sebab Allah Ta'aala juga yang telah menakdirkan bahwa pikiran manusia itu, tidak sama. Ada yang sesat dan ada yang mendapat petunjuk. Di sini terjadilah ujian atas pikiran karena ada pergesekan dan peradukan di antara satu sama lain. Akhirnya yang benar juga yang menang. Untuk kelak ada ujiannya yang lagi. Demikian terus-menerus, sehingga dalam kehidupan itu manusia menentukan mutu, mana yang tahan uji dan mana yang hilang dibawa zaman.
“Dan sesungguhnya kamu akan ditanya atas barang sesuatu yang telah kamu kerjakan."
Maka ujian mutu amal itu bukan hanya selesai sehingga di dunia ini saja, tetapi di akhirat kelak di hadapan Allah, akan ditanya dan dipertanggungjawabkan.
Ayat 94
“Dan janganlah kamujadikan sumpah-sumpah kamu sebagai tipu daya antara kamu."
Ini adalah sebagai lanjutan dari urusan sumpah dan janji yang telah disebut di ayat-ayat di atas tadi. Khusus seruan Allah ini kepada kaum Muslimin, yang telah mengikat sumpah dan baiat akan setia membela Nabi ﷺ di negeri Mekah, walaupun musuh mereka akan kaum Quraisy besar jumlahnya ketika itu lagi kuat. Sedang golongan Mukmin mash sedikit dan lemah. Pegang teguh sumpah itu, sediakan harta dan jiwa untuk membelanya. Jangan sampai dijadikan tipu daya, dicarikan jalan keluar untuk terlepas dari ikatan sumpah itu."Kelak akan tergelincir kaki sesudah tegaknya dan akan kamu rasakan kejahatan lantaran kamu berpaling dari jalan Allah." Dengan menyatakan setia kepada Rasul, memilih pendirian yang suci dengan beriman kepada Allah, tegak di dalam hidup telah kukuh. Tetapi apabila digoyahkan pendirian itu dan dicari tipu daya jalan keluar pastilah tergelincir kaki dari tempat tegak itu dan terjerembab masuk bahaya kehancuran, dan sengsaralah yang akan dirasakan karena berpaling dan jalan Allah.
“Dan bagi kamu adalah adzab yang besar."
Inilah pesan keras Allah menyuruh kaum Muslimin itu setia memegang sumpahnya, mengikat diri dengan disiplin yang keras, bersaksi kepada Allah, walaupun apa yang akan terjadi. Jangan sedikit pun ada rasa-rasa hendak mencari dalih melepaskan diri. Jangan sampai rasa segan musyrikin itu hilang kepada Muslimin karena mudah memungkiri janji. Pesan ini dikuatkan lagi dengan firman selanjutnya,
Ayat 95
“Dan jangan kamu jual perjanjian Allah dengan harga sedikit."
Apa perjanjian kaum Mukminin dengan Allah? Ialah bahwa tiada akan menyembah sebarang Allah pun selain Dia. Bebas jiwa ini daripada pengaruh apa saja dan siapa saja. Tidak bisa dibeli orang dan tidak mau menjual, walaupun dengan harga berapa, karena semua harga selama di dalam dunia ini adalah sedikit. Tidak mau menukar Allah dengan berhala. Tidak mau mengganti Muhammad saw, dengan pemimpin lain. Tidak mau menukar keyakinan islam dengan keyakinan lain. Walaupun untuk semuanya itu akan berapa dibayar orang. Tidak ada yang dapat menghargai keyakinan itu, sebab dia adalah kekayaan yang paling tinggi dalam hidup. Kalau itu yang hilang, punahlah semua. Tidak ada harga hidup lagi. Sebab itu dijelaskan di ujung ayat,
“Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagi kamu, jikalau kamu tahu."
Taruhlah, lantaran menjual keyakinan kita diberi pangkat yang tinggi di dalam dunia. Akan berapa lama pangkat itu dipakai? Taruhlah diberi harta benda sepuas-puasnya; bagaimana kalau badan sakit-sakit atau jiwa sakit karena tekanan batin mendustai diri sendiri? Tetapi kalau dia tidak mau menjual perjanjian dengan Allah itu kepada manusia atau kepada iblis, maka kemuliaan dunia yang akan diterimanya ialah karena orang yang beriman akan melihat bahwa masih ada Mukmin seperti dia yang masih bertahan dengan perjanjian dengan Allah. Dan dia pasti akan mati, dan pasti menerima ganjarannya di hadapan Allah dengan tunai, dengan harga yang lebih mahal daripada bumi dan langit sekalipun.
Adapun selama di dunia ini, Allah tegaskan di lanjutan ayat,
Ayat 96
“Apa yang di sisi kamu akan habis, tetapi apa yang di sisi Allah kekal adanya."
Di dalam batin kita ini selalu berjuang kehendak nafsu dengan kehendak iman. Untuk mempertahankan firman Allah yang telah diimani ini amat hebat batin kita berjuang, di antara kesempatan yang ada di hadapan mata, padahal kata Allah barang itu tiada kekal, dengan yang di sisi Allah, yang hanya tampak oleh mata batin. Dengan jelas Allah meneruskan firman-Nya,
“Dan akan Kami tunaikan untuk orang-orang yang sabar, ganjaran mereka dengan yang lebih baik dari apa yang pernah mereka kerjakan."
Di sinilah terletak ujian itu, yaitu di antara janji Allah yang demikian jelas, dengan janji manusia atau iblis yang mendebarkan dada. Di sini orang yang lemah kerapkali jatuh.
AMAL SALEH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Ayat 97
“Barangsiapayang beramal saleh dari laki-laki dan perempuan, sedang dia adalah beriman, maka akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik."
Pada pangkal ayat ini jelaslah dipertalikan di antara amal saleh atau perbuatan dan hasil-hasil pekerjaan yang baik dengan iman. Iman kepada Allah menimbulkan amal yang saleh. Pengakuan iman saja belumlah berarti sebelum dibuktikan oleh hasil pekerjaan yang baik.
Dan di dalam ayat ini juga dijelaskan lagi bahwa di dalam hal amal saleh dan iman itu samalah kedudukan di antara laki-laki degan perempuan. Masing-masing sama-sama sanggup menumbuhkan iman dalam hatinya dan masing-masing pun sanggup akan berbuat baik. Maka tidaklah kurang tanggung jawab orang perempuan daripada orang laki-laki di dalam menegakkan iman kepada Allah. Oleh sebab itu maka keduanya, laki-laki dan perempuan itu, dengan iman dan amal salehnya sama-sama dijanjikan Allah akan diberi kehidupan yang baik. Atau Hayatan Thay-yibah.
Menurut penafsiran Ibnu Katsir, kehidupan yang baik itu ialah ketenteraman jiwa, walau dari mana datangnya gangguan.
Menurut satu penafsiran yang disampaikan orang dari Ibnu Abbas dan satu jamaah dari ahli tafsir pula, kehidupan yang baik ialah mendapat rezeki yang halal lagi baik dalam hidup di dunia ini.
Menurut satu tafsiran dari Ali bin Abi Thalib, kehidupan yang baik ialah rasa tenang dan sabar menimpa berapa pun dan apa pun yang diberikan Allah, tidak merasa gelisah.
Menurut satu tafsir lagi dari Ali bin Abu Thalhah dan lbnu Abbas pula, kehidupan yang baik ialah as-Sa'adah rasa bahagia.
Satu riwayat dari ad-Dahhaak ialah rezeki yang halal dan kelezatan dan kepuasan beribadah kepada Allah dalam hidup, serta dada lapang terbuka.
Menurut JaTar ash-Shadiq, kehidupan yang baik ialah tumbuhnya ma'rifatullah, atau perkenalan akan Allah di dalam jiwa.
Semua penafsiran ini tidaklah berlawanan, malahan boleh dikatakan bahwa yang satu menggenapkan yang lain.
Dapatlah kita jadikan pegangan sebuah hadits,
“Beroleh kemenanganlah orang yang telah jadi Islam, mendapat rezeki sekadar cukup dan menerima senang apa yang diberikan Allah kepadanya." (HR Imam Ahmad dari lbnu Umar)
Menurut al-Mahayami, kehidupan yang baik ialah merasa berbahagia dengan amalnya di dunia ini, lebih daripada kesenangan orang yang berharta dan berpangkat dengan harta dan pangkatnya. Dan kebahagiaan perasaannya itu tidak dapat ditumbangkan oleh kesukaran hidupnya. Sebab dia merasa ridha menerima pembagian yang diberikan Allah kepadanya, sehingga harta benda tidaklah begitu dipen-tingkannya. Tetapi orang yang kafir meskipun telah ada harta dan pangkatnya, namun dia tidak juga pernah merasa bahagia, malahan bertambah lama bertambah rakus dan bertambah lama bertambah takut kalau-kalau yang telah ada akan susut atau habis. Dan orang yang diberikan kehidupan yang baik di dunia itu akan diberi pula ganjaran yang lebih baik di akhirat. Maka tidaklah dikatakan kepada mereka, “Segala kebajikan kamu telah habis di kala hidup di dunia saja, tidak ada sambungannya lagi di akhirat. Tetapi akan disempurnakan amalan yang kecil dengan pahala yang lebih besar." Sekian tafsiran al-Mahayami.
Al-Qasimi menyatakan pendapatnya pula dalam tafsirnya, “Buat saya kehidupan yang baik itu ialah yang memenuhi dada dengan kesejukan karena puas dengan yakin dan merasakan manisnya iman, ingin menemui apa yang telah dijanjikan Allah dan ridha menerima ketentuan (qadha) dari Allah. Lalu memerdekakan ruh dari apa yang memper-budaknya selama ini, merasa tenteram dengan hanya satu tuhan yang disembah dan mengambil cahaya (nur) dari rahasia ujud yang berdiri padanya, dan lain-lain kelebihan yang telah ditentukan pada tempatnya masing-masing. Inilah kehidupan yang baik di dunia.
Adapun di akhirat, maka untuknyalah pahala yang lebih baik dan ganjaran yang lebih sempurna." Sekian tafsiran al-Qasimi.
Itu sebabnya maka dijelaskan di ujung ayat,
“Dan akan Kami tunaikan kepada mereka pahala mereka dengan yang lebih bagus dari apa yang pernah mereka kerjakan."
Sesungguhnya segala amalan baik (amal saleh) yang kita kerjakan dalam dunia ini, yang bersumber telaga dari iman kita kepada Allah, kalau kita pikirkan dalam-dalam, tidaklah sepadan dengan pahala dan ganjaran yang akan kita terima di akhirat kelak. Amat sedikitlah yang kita kerjakan itu dan berlipat ganda lebih besarlah pahala dan ganjaran yang akan kita terima. Dalam umur yang hanya sangat terbatas ini kita kerjakan perintah Allah sekadar ketentuan dan waktu yang ditentukan, padahal pahala yang akan kita terima adalah kekal tidak ada ujung. Camkanlah!
BERLINDUNG DARI PENGARUH SETAN
Ayat 98
“Maka apabila engkau membaca Al-Qur'an, berlindunglah engkau kepada Allah, dari setan yang terkutuk."
Apabila akan memulai membaca Al-Qur-‘an, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk, jangan sampai perhatian kita yang sedang dihadapkan kepada kalam Ilahi diganggu oleh perasaan lain, yang bukan-bukan, yang selalu diganggukan kepada kita oleh setan. Maka bacalah sebelum membaca Bismillahirrahmanirrahim.
“Berlindunglah aku kepada Allah, daripada setan terkutuk."
Semata-mata membaca Al-Qur'an saja, untuk memfasihkan lidah, membetulkan makhraj hurufnya, tidaklah dia akan berkesan kepada jiwa kita, kalau ketika membaca perhatian tiada tumpah kepadanya. Sebab itu maka tidaklah satu kemegahan kalau kita misalnya dalam sehari semalam dapat mengkhatamkan Al-Qur'an sekali atau dua kali, karena bertambah kerapkali khatamnya, bertambah nyata bahwa sudah terlalu cepat kita membaca, sehingga hanya lidah yang membaca dan perhatian tidak tertuju kepada isinya. Sedang lidah menyebut Al-Qur'an, tetapi hati tidak bertali dengan lidah, maka hati yang kosong itu bisa diisi oleh setan.
Ayat 99
“Sesungguhnya dia itu, tidaklah ada kekuasaannya atas orang yang beriman."
Artinya, orang yang Mukmin tidak dapat dipengaruhinya. Tiap pengaruh kekuasaan setan akan masuk, si Mukmin sadar dan ingat kepada Allah, dan si setan pun lari,
“Dan yang kepada Allah mereka, mereka bertawakal."
Benteng orang yang tawakal adalah sangat kuat, yaitu Allah sendiri. Setan tidak berani mendekat ke sana. Tetapi bila si Mukmin keluar dari dalam benteng itu, lalu bermain-main dan berlalai-lalat, maka setan pun datanglah mencederainya. Tetapi bila dia lekas lari masuk benteng, si setan tidak berani lagi mendekati pintu. Tawakal artinya menyerahkan diri seridha-ridhanya kepada Allah.
Kepada siapa setan itu dapat berkuasa? Ayat selanjutnya menjawab pertanyaan.
Ayat 100
“Kekuasaannya hanyalah atas orang-orang yang menjadikan dia sebagai pelindung dan atas orang-orang yang mempersekutukan dia."
Orang-orang semacam itulah yang dapat dikuasai, diperintah dan diperbudak setan. Karena memang dia yang datang sendiri menyerahkan dirinya buat dilindungi oleh setan, dipimpin oleh setan. Memang dia sendiri yang dengan sukarela sendiri mempersekutukan Allah dengan yang lain, terutama dengan setan itu sendiri. Dia tidak menjadi hamba Allah lagi, sebab itu dia pasti diperhamba oleh yang lain. Sebab perhambaan itu—bagaimanapun manusia mengingkarinya —selama manusia masih hidup, dia pasti jadi hamba. Orang yang Mukmin membulatkan perhambaan itu kepada Allah. Orang yang tidak kenal Allah atau tidak mau mengenal Allah, dia pasti memperhambakan diri kepada yang lain, jadi budak setan, budak nafsu, budak pemimpin, budak harta, dan budak dari 1001 macam budak.
BANTAHAN MUSYRIKIN KARENA PERTUKARAN AYAT
“Dan apabila Kami takarkan satu ayat di tempat satu ayat, sedang Allah tahu apa yang diturunkan-Nya, berkatalah mereka." yaitu orang-orang musyrikin itu.
Ayat 101
“Sesungguhnya engkau ini hanyalah seorang yang mengada-adakan saja. Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui."
Di dalam menurunkan syari'at, Allah memakai juga suatu cara yang bernama
“Berangsur-angsur menurunkan perataan sya-
At-Tadriju fit tasyn' Misalnya dari hal mengharamkan minuman yang memabukkan dan judi. Mula-mula seketika orang-orang bertanya tentang bahaya keduanya itu, datanglah ayat menjawab bahwa minuman keras dan judi ada juga manfaatnya dan ada juga mudha-ratnya, teiapi mudharatnya lebih besar dari manfaatnya (al-Baqarah ayat 219), Kemudian terjadilah hal yang kurang baik dipandang mata. Yaitu seorang sahabat Rasulullah ﷺ shalat. Dalam shalat itu dia membaca ayat dengan kacau balau sebab dia sedang mabuk karena habis minum tuak. Maka tibalah ayat melarang keras shalat kalau sedang mabuk. (an-Nisaa' ayat 43). Beberapa waktu kemudian timbullah perkelahian di antara orang-orang yang mabuk itu, sehingga dapat mengacaukan persaudaraan yang demikian murni di antara sesama Muslim. Maka tibalah ayat yang keras menerangkan bahaya minuman keras dan judi, dan disamaratakan dengan memberi hidangan kepada berhala dan meminta keizinan kepada berhala, semua itu adalah ajaran setan. Di akhir ayat diancam
“Maukah kamu berhenti apa tidak?" (al-Maa'idah: 91)
Maka dengan larangan pertama, yang menerangkan tuak dan judi ada manfaat dan ada mudharat, tetapi mudharatnya lebih besar, sudah ada larangan yang dapat dipikirkan oleh yang beriman. Kalau sesuatu pekerjaan yang mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, masakan orang Mukmin masih mau berbuat?
Larangan kedua sudah lebih keras dari yang pertama. Orang yang telah tertanam imannya tidaklah akan mau lagi minum tuak kalau waktu shalat sudah dekat, bahkan ada yang berhenti minum minuman keras sama sekali, sebab baginya shalat lebih penting. Masakan dengan mabuk menghadap Allah. Tetapi larangan taraf ketiga, yang telah berisi ancaman itu, “mau berhenti apa tidak?" adalah larangan terakhir yang tidak dapat dilanggar lagi, sehingga bagi Muslim, tuak, judi, bangkai, darah dan daging babi, adalah hal-hal yang sangat dijauhi dan dibenci, yang kadang-kadang mendengar nama-nama itu saja mereka sudah jijik.
Oleh karena ada beberapa ayat yang turun secara teratur demikian, yang ketiga menggenapkan yang kedua, dan yang kedua menggenapkan yang pertama, berkatalah orang-orang musyrikin seperti yang dikatakan di dalam ayat ini terhadap Nabi ﷺ, “Sesungguhnya engkau ini hanyalah seorang yang mengada-adakan saja." Syari'at yang demikian teratur dari Allah, mereka katakan diada-adakan saja oleh Muhammad. Padahal “Allah tahu apa yang diturunkan-Nya." Maka di ujung ayat dijelaskan, “bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui.'' Dengan pengetahuan serba dangkal itu mereka hendak mengukur syari'at Nabi Muhammad ﷺ.
Ayat 102
“Katakanlah, “Dia tetak diturunkan oleh Ruhul Qudus dari Allah engkau dengan kebenaran."
Dia bukan seperti yang kamu tuduhkan, diada-adakan oleh Muhammad saja, tetapi dititahkan Allah kepada Ruhul Qudus. Ruh yang suci, yaitu salah satu sebutan terhadap malaikat karena dia suci dari sifat-sifat buruk yang ada pada kita jenis manusia ini. Dialah yang diperintahkan Allah menyampaikan wahyu itu kepada Muhammad ﷺ di atas nama Allah.
“Untuk menetapkan (pendirian) orang yang beriman, dan petunjuk, dan kabar gembina bagi Muslimin."
Dia turun dengan kebenaran, dengan al-Haq yang dapat diuji. Dan dengan berpedoman kepada wahyu itu, orang-orang beriman pengikut Muhammad ﷺ bertambah tetap dan teguh pendiriannya, tidak dapat digoyahkan oleh siapa saja, dan dia petunjuk untuk mereka dalam menempuh jalan Allah. Dan dia pun memberi kabar gembira bagi orang Muslimin, orang yang telah berserah diri kepada Allah, bahwa mereka akan diberi rahmat surga kelak di akhirat.
TUDUHAN YANG TIDAK BERALASAN
Maka orang-orang musyrikin itu pun menyebarkan kabar pula, bahwa berita-berita yang dikatakan oleh Muhammad sebagai wahyu itu lain tidak hanyalah dipelajarinya kepada orang-orang Ajam (bukan Arab) yang berdiam di Mekah pada masa itu. Ahli riwayat ada yang mengatakan bahwa nama orang itu jabar. Nasrani masuk Islam. Kata yang lain namanya Ya'isy, yang pandai membaca kitab-kitab bahasa ‘Ajam. Kata yang lain pula dia berdua, nama yang seorang Yasar, dan seorang lagi Jabar, keduanya orang pulau Sicilia menjadi budak di Mekah dan pandai membuat pedang. Mereka mengerti membaca Taurat dan Injil. Kata kaum musyrikin itu, dari merekalah Muhammad belajar kitab-kitab itu dan diubahnya bahasanya, lalu dikatakannya wahyu.
Tuduhan itulah yang dipatahkan oleh ayat ini.
Ayat 103
“Dan sesungguhnya Kami tahu bahwa mereka berkata, “Hanya manusia yang mengajarnya."
Bukan wahyu. Dia belajar kepada pandai besi orang Sitilia itu.
“Sedang lidah orang yang mereka cenderungi itu bahasa asing, dan ini adalah lidah Arab yang asli."
Karena tidak mau percaya bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah. Mereka katakan bahwa wahyu itu dipelajari oleh Muhammad kepada pandai besi orang Sicilia yang telah bertahun-tahun tinggal di Mekah itu. Penduduk Mekah banyak kenal kepada pandai besi itu. Semua orang tahu bahwa petah lidahnya bercakap dalam bahasa Arab, sebab masih terbawa oleh bahasa negerinya, laksana orang Cina totok tinggal di Indonesia, walaupun sudah bertahun-tahun, petah lidahnya kaku dan bahasanya salah, seumpama rumah saya, dalam bahasa Indonesia mereka ucapkan “owe punya lumah". Bagaimana kaum musyrikin itu menuduh Nabi Muhammad ﷺ belajar wahyu kepada orang Sicilia? Lidah atau bahasa Al-Qur'an adalah bahasa Arab yang terang dan fasih, menurut jalan bahasa yang mengagumkan mereka sendiri, mengatasi susunan syair yang selama ini mereka banggakan. Itukah yang dipelajari Muhammad kepada orang-orang ‘Ajam pandai besi ahli membuat pedang di Mekah itu? Bukankah dengan wahyu-wahyu itu Allah berkali-kali memerintahkan Rasul-Nya menentang mereka, coba kemukakan susun kata dan isi yang dapat menandingi wahyu Ilahi itu, walaupun menurut ukuran sependek-pendek surah. Inikah yang di-pelajari Muhammad kepada orang Sicilia yang empunya hapar besi membuat pedang itu? Dengan perbandingan pemakaian bahasa ini saja tertolaklah tuduhan yang tidak masuk akal itu. Setelah itu berfirmanlah Allah,
Ayat 104
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidaklah akan diberi petunjuk oleh Allah, dan untuk mereka adalah adzab yang pedih."