Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
نَعۡلَمُ
Kami mengetahui
أَنَّكَ
bahwasanya kamu
يَضِيقُ
menjadi sempit/sesak
صَدۡرُكَ
dadamu
بِمَا
dengan apa/sebab
يَقُولُونَ
mereka katakan
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
نَعۡلَمُ
Kami mengetahui
أَنَّكَ
bahwasanya kamu
يَضِيقُ
menjadi sempit/sesak
صَدۡرُكَ
dadamu
بِمَا
dengan apa/sebab
يَقُولُونَ
mereka katakan
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit (gundah dan sedih) disebabkan apa yang mereka ucapkan.
Tafsir
(Dan sungguh) lafal qad menunjukkan makna littahqiq (Kami telah mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka katakan) yaitu disebabkan perolok-olokkan dan pendustaan mereka itu.
Tafsir Surat Al-Hijr: 94-99
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), (yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). Allah ﷻ berfirman, memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah yang dia diutus untuk menyampaikannya, dan melaksanakannya serta mempermaklumatkannya secara terang-terangan di hadapan orang-orang musyrik, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan apa yang diperintahkan (kepadamu). (Al-Hijr: 94) Maksudnya, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu secara terang-terangan.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah membaca Al-Qur'an dengan suara keras dalam salat. Abu Ubaidah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ masih tetap sembunyi-sembunyi dalam menjalankan ibadahnya, hingga turun firman-Nya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu). (Al-Hijr: 94) Maka barulah beliau ﷺ keluar bersama para sahabatnya menyerukan agama Islam secara terang-terangan. Firman Allah ﷻ: dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Al-Hijr: 94-95) Artinya, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu hiraukan orang-orang musyrik yang hendak menghalang-halangimu dari mengamalkan ayat-ayat Allah.
Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (Al-Qalam: 9) Janganlah kamu takut terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah melindungimu dari mereka dan memelihara dirimu dari kejahatan mereka. Makna ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al-Maidah: 67) Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad ibnus Sakan, telah menceritakan kepada kami lshaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Aun ibnu Kahmas, dari Yazid ibnu Dirham, dari Anas.
Yazid ibnu Dirham mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Anas membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), (yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah. (Al-Hijr: 95-96) Lalu sahabat Anas mengatakan, "Di saat Rasulullah ﷺ lewat, ada sebagian dari mereka (orang-orang musyrik) mengerdipkan matanya (yakni memperolok-olok Nabi ﷺ). Maka datanglah Malaikat Jibril." Menurut Yazid ibnu Dirham, sahabat Anas mengatakan, "Lalu Malaikat Jibril balas mengerdipkan matanya terhadap mereka. Maka tubuh mereka dikenai sesuatu yang akibatnya seperti bekas tusukan, sehingga matilah mereka." Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, Yazid ibnu Ruman telah menceritakan kepadaku tentang pemimpin orapg-orang yang memperolok-olokkan Nabi ﷺ; dari Urwah ibnuz Zubair, bahwa jumlah mereka ada lima orang, semuanya adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kedudukan di kalangan kaumnya masing-masing.
Mereka adalah: Dari kalangan Bani Asad ibnu Abdul Uzza ibnu Qusay ialah Al-Aswad ibnul Muttalib yang dijuluki dengan panggilan Abu Zam'ah. Menurut berita yang sampai kepadaku, Rasulullah ﷺ pernah mendoakan kebinasaan untuknya setelah ia menyakiti dan memperolok-olok Rasulullah ﷺ di luar batas. Rasulullah ﷺ berkata dalam do'anya: Ya Allah, butakanlah matanya dan tumpaslah anaknya. Dari kalangan Bani Zahrah ialah Al-Aswad ibnu Abdu Yagus ibnu Wahb ibnu Abdu Manaf ibnu Zahrah. Dari kalangan Bani Makhzum ialah Al-Walid ibnul Mugirah ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Makhzum. Dari kalangan Bani Sahm ibnu Umar ibnu Hasis ibnu Ka'b ibnu Lu-ay ialah Al-As ibnu Wa-il ibnu Hisyam ibnu Sa'id ibnu Sa'd.
Dari kalangan Bani Khuza'ah ialah Al-Haris ibnut Talatilah ibnu Amr ibnul Haris ibnu Abdu ibnu Amr ibnu Mulkan. Setelah perbuatan jahat mereka kelewat batas dan sangat gencar dalam memperolok-olok Rasulullah ﷺ, maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Al-Hijr: 94-95) Sampai dengan firman-Nya: maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). (Al-Hijr: 96) Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman,. dari Urwah ibnuz Zubair atau lainnya dari kalangan ulama terdahulu, bahwa Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah ﷺ yang saat itu sedang tawaf di Baitullah.
Malaikat Jibril berdiri, dan Rasulullah ﷺ berdiri pula di sampingnya. Maka Malaikat Jibril membawa Rasulullah kepada Al-Aswad ibnu Abdu Yagus, lalu Jibril mengisyaratkan ke arah perut Al-Aswad, maka dengan serta merta perut Al-Aswad kembung dan mati karenanya. Malaikat Jibril membawa Rasulullah ﷺ kepada Al-Walid ibnul Mugirah, lalu Jibril mengisyaratkan ke arah luka yang ada di bagian bawah mata kaki Al-Walid. Luka itu telah dideritanya sejak dua tahun silam, karena itu Al-Walid selalu menjulurkan kainnya (untuk menutupi lukanya itu). Asal mula lukanya itu adalah melalui seorang lelaki dari kalangan Bani Khuza'ah yang sedang memberikan bulu penyeimbang pada anak panahnya, lalu salah satu anak panahnya terkait pada kain Al-Walid dan melukai kakinya itu.
Pada mulanya lukanya itu tidaklah begitu parah, tetapi setelah ditunjuk oleh Malaikat Jibril, maka lukanya menjadi parah dan menyebabkannya mati. Malaikat Jibril membawa Nabi ﷺ kepada Al-As ibnu Wa-il, lalu Jibril mengisyaratkan ke arah telapak kakinya. Setelah itu Al-As keluar dengan mengendarai keledainya menuju Taif, lalu keledainya ditambatkan di suatu tempat yang banyak belingnya, dan kakinya tertusuk oleh beling hingga matilah ia. Malaikat Jibril membawa Nabi ﷺ kepada Al-Haris ibnut-Talatilah, lalu Jibril mengisyaratkan ke arah kepalanya, maka Al-Haris mengeluarkan ingus nanah, dan matilah ia karenanya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pemimpin mereka adalah Al-Walid ibnul Mugirah, dialah yang menghimpunkan mereka. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Ikrimah semisal dengan lafaz yang diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid, dari Urwah secara panjang lebar.
Hanya Sa'id mengatakan bahwa salah seorang dari mereka adalah Al-Haris ibnu Gaitalah, sedangkan Ikrimah menyebutnya Al-Haris ibnu Qais. Az-Zuhri mengatakan bahwa keduanya benar, nama aslinya ialah Al-Haris ibnu Qais, sedangkan ibunya bernama Gaitalah. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid dan Miqsam serta Qatadah dan lain-lainnya, bahwa mereka berjumlah lima orang. Asy-Sya'bi mengatakan, jumlah mereka ada tujuh orang.
Tetapi pendapat yang terkenal mengatakan lima orang. Firman Allah ﷻ: (Yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya). (Al-Hijr: 96) Ayat ini mengandung ancaman yang keras dan janji yang pasti kepada orang yang menjadikan sembahan lain di samping Allah. Firman Allah ﷻ: Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat). (Al-Hijr: 97-98) Yakni sesungguhnya Kami, hai Muhammad, benar-benar mengetahui bahwa dadamu merasa sempit disebabkan gangguan yang mereka lancarkan terhadap dirimu, maka janganlah hal itu mengendurkan semangatmu, jangan pula memalingkanmu dari menyampaikan risalah Allah; dan bertawakallah kamu kepada-Nya, sesungguhnya Dialah yang memberimu kecukupan dan menolongmu dalam menghadapi mereka.
Maka sibukkanlah dirimu dengan berzikir mengingat Allah, memuji-Nya, dan bertasbih kepada-Nya serta menyembah-Nya, yaitu dengan mengerjakan salat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud. (Al-Hijr: 98) Seperti yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: .. telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah, dari Kasir ibnu Murrah, dari Na'im ibnu Ammar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Allah ﷻ berfirman, "Hai anak Adam, janganlah kamu segan mengerjakan (salat sunat) empat rakaat di permulaan siang hari, tentulah Aku akan memberikan kecukupan kepadamu di akhir siang harinya.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Mak-hul, dari Kasir ibnu Murrah dengan lafaz yang semisal. Karena itulah bilamana Rasulullah ﷺ mengalami suatu musibah, maka beliau salat (sebagai penawarnya). Firman Allah ﷻ: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99) Menurut Imam Bukhari, Salim mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ajal atau maut. Yang dimaksud dengan Salim ialah Salim ibnu Abdullah ibnu Umar. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Sufyan, telah menceritakan kepada kami Tariq ibnu Abdur Rahman, dari Salim ibnu Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99) Menurutnya, yang dimaksud dengan hal yang diyakini ialah maut atau ajal.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, serta lain-lainnya. Sebagai dalilnya ialah firman Ailah ﷻ dalam ayat lain ketika menceritakan perihal ahli neraka. Disebutkan bahwa mereka mengatakan: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian. (Al-Muddatstsir: 43-47) Di dalam hadis sahih melalui hadis Az-Zuhri, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari Ummul Ala (seorang wanita dari kalangan Ansar) disebutkan: -: .
bahwa ketika Rasulullah ﷺ masuk ke tempat Usman ibnu Maz'un yang telah mati, lalu Ummul Ala berkata, "Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, hai Abus Sa'ib (nama julukan Usman ibnu Maz'un). Kesaksianku terhadapmu menyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah memuliakanmu." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Apakah yang membuatmu mengetahui bahwa Allah telah memuliakannya?" Ummul Ala berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah. Maka siapa lagikah yang mau memberikan kesaksian (untuknya)?" Rasulullah ﷺ bersabda: Adapun dia, sesungguhnya dia telah kedatangan hal yang meyakinkan (yakni kematian), dan sesungguhnya saya benar-benar memohon kebaikan (untuknya). Firman Allah ﷻ: dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99) Dari makna ayat ini disimpulkan bahwa ibadah seperti salat dan lain-lainnya diwajibkan kepada manusia selagi akalnya sehat dan normal, maka ia mengerjakan salatnya sesuai dengan kondisinya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, dari Imran ibnu Husain r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Salatlah sambil berdiri; dan jika kamu tidak mampu (berdiri), maka (salatlah) dengan duduk. Dan jika kamu tidak mampu (duduk), maka (salatlah) dengan berbaring pada lambung. Keterangan ini dapat dijadikan dalil yang menyalahkan pendapat sebagian orang-orang ateis yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan al-yaqin dalam ayat ini ialah makrifat.
Untuk itu, mereka mengatakan bahwa bilamana seseorang dari mereka telah sampai kepada tingkatan makrifat, maka gugurlah taklif atau kewajiban mengerjakan ibadah. Hal ini jelas merupakan kekufuran, kesesatan, dan kebodohan; karena sesungguhnya para nabi dan para sahabatnya adalah orang yang paling makrifat kepada Allah dan paling mengetahui tentang hak-hak Allah serta sifat-sifat-Nya dan pengagungan yang berhak diperoleh-Nya.
Akan tetapi, sekalipun demikian mereka adalah orang yang paling banyak mengerjakan ibadah dan paling mengekalkan perbuatan-perbuatan kebaikan sampai ajal menjemput mereka. Sesungguhnya makna yang dimaksud dengan istilah al-yaqin dalam ayat ini ialah kematian, seperti yang telah dijelaskan di atas. Akhirnya kami panjatkan puja dan puji kepada Allah ﷻ atas hidayah yang telah diberikan-Nya, dan hanya kepada-Nyalah memohon pertolongan dan bertawakal. Dialah yang berhak mewafatkan kita dalam keadaan yang paling baik dan paling sempurna, dan sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia. Demikianlah akhir tafsir surat Al-Hijr, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."
Kembali mengingatkan Nabi Muhammad, Allah berfirman, Dan
sungguh, Kami mengetahui bahwa engkau memiliki budi pekerti luhur
dan toleransi yang tinggi dalam menghadapi gangguan mereka, tetapi
engkau merasa sedih sehingga dadamu menjadi sempit disebabkan apa
yang mereka ucapkan kepadamu berupa pendustaan, hinaan, dan olokolok mereka. Karena itu, maka janganlah kaupedulikan ucapan mereka betapapun menyakitkan hatimu, tetapi bertasbihlah kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kesyirikan dan kekurangan disertai dengan
memuji Tuhanmu yang selalu mengawasi dan melindungimu dari gangguan kaum kafir serta membimbingmu ke jalan kebenaran, dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud, yakni taat, tekun, dan patuh kepada
Allah, seperti yang telah kaulakukan selama ini.
Ayat ini memberi jaminan kepada Nabi Muhammad bahwa Allah ﷻ memeliharanya dari tindakan orang-orang musyrik Mekah yang memperolok-olok dan menyakitinya serta memelihara Al-Qur'an dari usaha-usaha orang-orang yang ingin mengotorinya.
Ath-thabari menyampaikan riwayat dari Sa'id bin Jubair bahwa orang-orang musyrik Mekah yang memperolok-olok Al-Qur'an dan Nabi Muhammad ialah al-Walid bin Mugirah, al-'As bin Wa'il, Al-'Adi bin Qais, Aswad bin Abdu Yaguts, dan Aswad bin Muththalib. Mereka semua terkenal dalam sejarah, dan sebab-sebab kematian mereka adalah akibat tindakan mereka sendiri.
Menurut suatu riwayat diterangkan bahwa suatu ketika Nabi ﷺ berada di hadapan orang-orang kafir Mekah, mereka saling mengedipkan mata tanpa setahu Nabi Muhammad saw, dan berkata sesamanya dengan maksud mengejek Nabi, "Inikah orang yang mendakwakan dirinya nabi?" Pada waktu itu, Jibril a.s. menyertai Nabi, lalu Jibril menusuk punggung orang-orang yang memperolok-olokkan itu dengan jarinya, sehingga menimbulkan bekas, luka, dan borok yang busuk baunya. Tiada seorang pun yang mendekati mereka karena baunya itu. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Nabi ﷺ dilindungi Allah ﷻ dari gangguan orang-orang kafir.
Allah mengetahui bahwa Nabi ﷺ merasa sedih karena olok-olokan dan tindakan orang-orang kafir. Untuk mengobati kesedihannya itu, Allah memerintahkan Nabi ﷺ untuk bertasbih, mensucikan Allah dari segala sesuatu yang menyekutukan-Nya, salat, rukuk, sujud, banyak melakukan ibadah, berbuat baik, dan mengekang hawa nafsu. Hal ini berlaku pula bagi kaum Muslimin sampai akhir hayat mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PENDUDUK AIKAH DAN AL-HIJR
Ayat 78
“Dan sesungguhnya penduduk Alkah itu adalah sangat zalim."
Penduduk Aikah ialah kaum Nabi Syu'aib. Setengah ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Syu'aib itu datang kepada dua kaum, yaitu Madyan dan Aikah. Hanya seorang Nabi Syu'aiblah di antara nabi-nabi yang terdahulu itu yang mendatangi dua kaum. Tetapi setengah ahli tafsir lagi mengatakan bahwa orang Madyan itulah juga yang disebut orang Aikah. Sebab arti Aikah ialah tempat yang banyak tumbuh pohon kayu karena subur.
Ayat 79
“Maka Kami balas kepada mereka."
Karena kezaliman kaum itu, mereka telah mendapat balasan Allah yang setimpal, sebagaimana telah diterangkan juga di dalam surah Huud dan surah yang lain-lain. "Dan sesungguhnya keduanya itu." Yaitu kaum Aikah dan kaum Nabi Luth yang telah dibinasakan seperti tersebut di ayat-ayat sebelumnya.
“Adalah dijalan raya yang tenang “
Yang setiap waktu dapat dilalui oleh kafilah dan dapat dilihat dengan mata serta di-perhatikan.
Ayat 80
“Dan sesungguhnya telah mendustakan penduduk al-Hijr akan rasul-rasul."
Sebagaimana telah diriyatakan pada pendahuluan tafsir surah ini, arti al-Hijr ialah batu gunung atau batu besar. Tetapi menjadi nama juga dari negeri tempat berdiam kaum Tsamud. Terkenal dan selalu disebutkan di dalam Al-Qur'an bahwa kaum itu amat pandai membuat bangunan rumah-rumah yang kukuh dan batu-batu gunung itu. Disebut di sini bahwa mereka telah mendustakan rasul-rasul, padahal rasul yangdiutus kepada mereka hanya seorang,yaitu Nabi Shalih. Maka dapatlah dipahamkan bahwa suatu kaum yang mendustakan seorang rasul Allah berarti mendustakan juga akan sekalian rasul, sebab ajaran yang dibawa oleh sekalian rasul Allah itu hanyalah satu juga hakikatnya. Membantah Shalih berarti membantah Musa. Mengingkari risalah Muhammad, sama juga dengan mengingkari risalah Isa al-Masih dan seterusnya.
Ayat 81
“Dan telah Kami datangkan kepada mereka tanda-tanda."
Satu di antara tanda-tanda itu ialah unta besar yang terkenal, yang dinamai Unta Allah (Naaqat Allah).
“Maka adalah mereka itu berpaling darinya."
Mungkin sebab yang utama dari mereka memalingkan diri dari peringatan nabi mereka ialah lantaran hidup yang mewah dan kepandaian yang tinggi, sehingga memandang enteng saja kepada seruan rasul Allah. Sebab di antara keistimewaan mereka ialah
Ayat 82
“Dan adalah mereka memahat rumah-rumah di gunung-gunung dengan keadaan aman."
Letak tanah mereka yang berlembah dan bergunung dan berudara bagus, dan kekayaan serta kemakmuran, menyebabkan kepandaian memahat batu menjadi tinggi. Batu gunung yang terjal itu, tentunya terdiri dari batu-batu granit yang keras. Itu telah mereka pahat dan dikeping-keping dijadikan dinding rumah, yang tegak dengan megahnya. Mereka merasa aman tenteram, tinggal dalam rumah-rumah yang indah itu. Tetapi karena hidup yang telah serba mewah, kebenaran tidak diingat lagi. Nasihat Nabi Shalih tidak diacuhkan. Sebagaimana disebut di dalam surah Huud, surah asy-Syu'araa' dan lain-lain, mereka bunuh unta Allah, mereka juga bersekongkol beberapa orang hendak membunuh rasul Allah, Shalih.
Ayat 83
“Lalu dikenallah, mereka oleh adzab di waktu pagi-pagi."
Di sini tampak bahwa pembangunan dan pembinaan rumah-rumah yang indah mewah, bagaimanapun giatnya dan bagaimanapun megahnya, tidaklah berarti kalau sekiranya tidak disertai dengan pembangunan ruhari yaitu hubungan diri pribadi dengan Allah. Adzab siksaan Ilahi bisa saja datang dengan tiba-tiba, entah berlaku di waktu petang hari, entah berlaku di waktu pagi hari. Kadang-kadang dengan tidak disadarinya, kesombongan manusia itu sendirilah yang meruntuhkan apa yang mereka bina.
Kehendak Allah berlaku menurut apa yang telah digariskan-Nya.
Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Haaqqah ayat 5, dan surah Huud ayat 67 dan pada surah yang lain, mereka dibinasakan dengan pekik atau sorak yang amat keras dan dahsyat dari malaikat Demikian keras sorak dan pekikan malaikat itu, sehingga terbongkar tulang belulang mereka dari badan. Dan negeri mereka pun hancur.
Ayat 84
“Maka tidaklah menolong kepada mereka segala apa yang telah mereka usahakan."
Rumah-rumah bertingkat, gedung-gedung dari batu berpahat, habis runtuh. Bangunan-bangunan yang didirikan dengan susah payah tidak dapat ditolong. Maka tersebutlah di dalam beberapa hadits, bahwasanya Nabi kita Muhammad ﷺ ke Peperangan Tabuk, yaitu perang jauh yang terakhir beliau pimpin. Di tengah jalan berjumpalah bekas negeri al-Hijr dari kaum Tsamud itu. Di sana berjumpa air tergenang. Lalu sahabat-sahabat Rasulullah mencoba hendak memasak air di tempat itu dan juga hendak mengisi tempat-tempat air mereka. Setelah diketahui oleh Rasulullah, beliau suruh tumpahkan air itu kembali dan pecahkan periuk tempat air itu dimasak. Dan beliau larang berhenti lama di situ. Padahal jarak kebinasaan kaum Tsamud di negeri al-Hijr dengan zaman Nabi kita Muhammad ﷺ sudah ribuan tahun. Sampai beliau berkata menurut hadits yang dirawikan oleh Bukhari dari Ibnu Umar,
“Janganlah kamu masuk ke tempat kaum yang tersiksa itu, melainkan dengan menangis, jika kamu tidak menangis, buatlah tangisan, supaya jangan sampai menimpa pula kepada kamu seperti yang menimpa kepada kaum itu." (HR Bukhari)
Ayat 85
“Dan tidaklah Kami menjadikan semua langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar."
Artinya bukan dijadikan dengan semau-mau, dengan kucar-kacir, melainkan dengan serba teratur, teratur yang benar."Dan sesungguhnya saat itu pasti datang." Saat ialah Kiamat, baik Kiamat kecil dengan lahirnya seseorang ke dunia dan kemudian mati, atau Kiamat menengah besar yaitu timbulnya suatu kerajaan atau suatu bangsa, kemudian runtuh. Atau Kiamat kubra, yaitu semua langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya itu pun akan hancur. Lantaran segala alam ini ada permulaan, pun ada kesudahan. Ada masa naik dan ada masa menurun, ada masa datang dan ada masa pergi, maka dapatlah segala kejadian di sekeliling ditinjau dengan ukuran yang demikian. Kalau kiranya orang-orang kafir itu tidak mau percaya kepada kebenaran dan keras bertahan pada pendiriannya yang salah, namun sudahlah pasti akan datang saat kejatuhannya.
“Lantaran itu memberi maaflah dengan pemaafan yang elok."
Inilah peringatan Allah kepada Rasul-Nya. Memberi maaflah dan berlapang dadalah. Jangan lekas marah melihat keras kepala mereka. Mereka bersikap demikian ialah karena tidak ingat bahwa segala sesuatu menunggu saat. Mereka pasti kalah. Pendirian mereka pasti datang saatnya tidak dapat dipertahankan lagi. Betapapun mereka berkeras mulut, namun ujung perjalanan mereka sudah terang.
Ayat 86
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Mahakuasa Menjadikan. Yang Maha Mengetahui"
Perbanyaklah maaf! Betapapun mereka menentang, namun Allah Yang Mencipta segala sesuatu telah lebih dahulu mengetahui sehingga mana, sejauh mana kekuatan mereka. Allah telah lebih dahulu mengetahui mana yang saleh dari mereka dan mana yang thalih.
Ayat 87
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada engkau teguh dari yang diulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung."
Diingatkan oleh Allah bahwa dalam hebatnya perjuangan menegakkan ajaran Allah dan bagaimana pula tantangan dari kaum beliau sendiri, namun Nabi kita Muhammad ﷺ telah diberi bekal atau senjata ruhari oleh Allah yaitu, yang terpenting sekali, tujuh yang diulang-ulang, yaitu surah al-Faatihah, yang terdiri daripada tujuh ayat ialah modal perjuangan yang pertama. Dalam ketujuh ayat yang diulang-ulang, tidak kurang tujuh belas kali sehari semalam dalam shalat yang fardhu, ditambah lagi dengan setiap rakaat dari setiap shalat yang sunnah (nawafil), di daiamnyalah tersimpul Pandangan Hidup Seorang Muslim. Al-Faatihah adalah sebagian atau satu surah saja dari Al-Qur'an, tetapi dia adalah al-Faatihah, yaitu pembuka dari Al-Qur'an, dan dia pun “Ummul Kitab" ibu dari kitab Al-Qur‘an. Itulah sebabnya maka disebut terlebih dahulu tujuh yang diulang-ulang, kemudian baru disebut Al-Qur'an yang agung. Sebab sekalian isi Al-Qur'an itu pada hakikatnya bisa dihimpunkan ke dalam al-Faatihah (lihat kembali tasfir surah al-Faatihah). Sebab di sanalah pangkal i'tikad, yaitu tauhid. Maka di dalam menghadapi kewajibanmu memimpin kaummu dengan sabar, sekali-kali janganlah dilupakan al-Faatihah itu sebagai pendirian hidup.
Ayat 88
“Janganlah engkau perpanjang pandang kedua matamu, kepada nikmat yang Kami berikan dia kepada beberapa golongan dari antara mereka."
Mentang-mentang ada di antara mereka yang kaya raya, hidup mewah dan berbangga dengan harta benda mereka, maka engkau wahai Utusan-Ku, janganlah sampai terpesona oleh itu. Selama engkau tidak tunduk atau silau kepada mereka lantaran mereka kaya raya, selama itu pula mereka tidak akan dapat memasukkan pengaruhnya kepada engkau. Kebanyakan, orang yang lemah imannya, menjadi kendur perjuangannya sebab disilaukan orang dengan harta benda. Ada orang yang menjadi merasa rendah harga diri mentang-mentang berhadapan dengan orang kaya. Namun engkau ya Utusan-Ku, janganlah sampai demikian. Apabila mereka sudah tahu bahwa engkau tidak bisa dibeli atau engkau yang penting ialah menegakkan agama, bukan mencari harta, mereka pasti tunduk. Sebab seorang kaya merasa dirinya lebih tinggi ialah karena si miskin merasa dirinya lebih rendah."Dan janganlah engkau berduka cita tentang hal merekaMisalnya karena mereka tidak mau menerima kebenaran dan tetap dalam kekafirannya. Biarkan mereka, sampai mereka berjumpa dengan jalan buntu dalam kesombongan hidup.
“Dan rendahkanlah sayapmu terhadap orang-orang yang beriman."
Kepada yang beriman itulah engkau merendahkan sayap, menunjukkan kasih dan sayang, tidak peduli apakah dia kaya ataupun dia miskin. Atau apakah dia seorang tuan atau seorang hamba sahaya. Sebab orang-orang yang telah beriman inilah yang bersedia sehidup semati dengan engkau dalam menempuh suka dan duka.
Adakah tuan lihat induk ayam seketika melindungi anak-anaknya dengan sayapnya, seketika terancam musuh atau karena sangat panas? Adakah tuan lihat burung merendahkan sayap melindungi telurnya yang hendak menetas? Maka dan sinilah diambil kata merendahkan sayap yang disuruhkan Allah kepada Rasul-Nya,
Yaitu agar rasul menjadi pelindung dan menyelimuti umatnya dengan sayap rahmatnya, terutama umat-umat yang kelihatan lemah pada Nabi hendaklah hidup di tengah-tengah mereka, merasakan apa yang mereka rasakan. Dan ini dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ, sehingga bagi beliau sama saja penyelenggaraannya kepada sahabat-sahabatnya yang lebih kuat dengan yang dianggap lemah dalam masyarakat. Kedudukan Bilal dengan Abu Bakar sama dalam majelis Nabi ﷺ. Oleh sebab itu mereka pun bersikap demikian pula kepada Nabi ﷺ.
Ayat 89
“Dan katakanlah, “Sesungguhnya aku ini ialah pemberi ancaman yang terang."
Di dalam memberi peringatan kepada orang yang tidak mau beriman, bahwa adzab neraka akan menimpa dirinya, siksa Allah akan dirasakannya, nasib malang yang tidak dapat dielakkan, maka aku ini tidak boleh sembunyi-sembunyi. Aku mesti menyatakannya terus terang, jelas, dan nyata. Dalam hal menyampaikan ancaman Ilahi itu, aku tidak boleh tenggang-menenggang. Katakanlah demikian hai Utusan-Ku.
Ayat 90
“Sebagaimana telah Kami turunkan siksa kepada orang-orang yang membagi-bagi."
Ayat 91
“Yang telah menjadikan mereka akan Al-Qur'an bertumpuk-umpuk."2
Di ayat 89 Rasulullah saut disuruh menegaskan bahwa dia wajib menyampaikan ancaman Allah kepada siapa yang menentang hukum Allah. Dalam hal ini dia harus bersikap terus terang. Mengancam dengan terang. Dan ancaman ini pun telah pernah juga beliau disuruh menyampaikannya dengan terus-terang kepada orang-orang yang membagi-bagi. Siapa orang-orang yang membagi-bagi itu? Dan apa yang mereka bagi-bagikan? Mereka ialah pemuka-pemuka Quraisy, orang-orang hartawan, disegani orang dan sangat berpengaruh. Merekalah yang dengan keras menentang Rasulullah ﷺ di Mekah. Itulah Ash bin Wail, Utaibah dan Syatbah, keduanya anak Rabf ah, Abu Jahal bin Hisyam, an-Nadhr bin Harits, Umayyah bin Khalaf, Munabbih bin al-Hajjaj dan beberapa orang lain. Mereka dengan sombongnya telah membagi-bagi daerah pengaruh dalam kota Mekah itu. Si anu mewilayahi kampung anu. Si fulan menguasai daerah anu. Daerah-daerah yang tidak ditentukan bagi mereka masing-masing, mereka bertanggung jawab menghalangi orang datang kepada Nabi ﷺ buat mendengar Al-Qur'an. Terutama terhadap orang yang datang dari tempat-tempat jauh. Mereka itu pulalah yang telah mengumpuk-umpuk Al-Qur'an. Kata mereka bahwa isi Al-Qur'an itu seumpuk sihir, seumpuk syi'ir seumpuk kahanah (tenung) dan lain-lain. Dan mereka tidak mau mengakui bahwa Al-Qur'an itu nur bagi jiwa dan hudan atau petunjuk menempuh jalan menuju Allah.
Orang-orang itu, pemuka-pemuka Quraisy itu, telah diancam terus-terang oleh Rasulullah ﷺ seketika masih di Mekah, bahwa kalau mereka masih terus-menerus bersikap menentang dengan kasar juga, mereka akan celaka. Pasti celaka. Tetapi mereka tiada peduli. Maka benar-benarlah mereka semuanya dan beberapa puluh kawan-kawan mereka yang lain binasa semua di Peperangan Badar.
Ayat 92
“Maka demi Tuhanmu! Sesungguhnya akan Kami tanyai mereka itu sekalian."
Ayat 93
“Dari hal apa yang mereka kerjakan."
Setelah kesengsaraan dunia dan kekalahan yang mereka derita di Perang Badar, sampai tewas semuanya, di akhirat kelak pun mereka akan ditanyai dan diperiksa dari hal apa yang telah mereka perbuat menentang agama itu.
Ayat 94
“Sebab itu, jalan luruslah engkau dengan apa yang diperintahkan kepada engkau “
Jangan peduli akan hambatan dan rintangan mereka.
“Dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrikin."
Sebab bagaimanapun seruan yang hendak engkau sampaikan, namun mereka tidak juga hendak beriman.
Ayat 95
“Sesungguhnya Kami akan memelihana engkau dari orang-orang yang mempenotok-otokkanitu."
Bagaimana mereka mengolok-olok dan mengejek, tidaklah itu akan berkesan kepada perjuanganmu yang besar ini. Malahan merekalah sebagian besar dari tukang mengolok-olok itu yang binasa di dalam Peperangan Badar yang terkenal dan tidak mereka sangka-sangka itu, yaitu
Ayat 96
“Yang telah mengada-ada bersama Allah akan Tuhan yang lain. Mereka kelak akan tahu sendini."
Mereka kelak akan tahu sendiri, dari sebab mereka memperserikatkan yang lain dengan Allah, betapa adzab siksa yang akan mereka derita di akhirat esok. Sebab memperserikatkan Allah dengan yang lain, adalah induk dari segala dosa, sehingga tidak dapat diampuni.
Kemudian, sebagai penawar hati Rasulullah ﷺ Allah membujuk beliau dengan firman-Nya,
Ayat 97
“Dan sesungguhnya Kami tahu, bahwa engkau, sempit dadamu lantaran apa yang mereka percakapkan."
Dituduh gila, tukang sihir, tukang tenung; dikatakan akan putus keturunan (abtar), karena tidak beranak laki-laki. Diriwayatkan penyebar kabar bohong dan lain-lain. Sebagai manusia pastilah Rasul kadang-kadang merasa sempit dada, artinya merasa sakit hati, iba hati, karena serangan-serangan yang demikian terhadap dirinya. Malahan dalam beberapa ayat telah kita ketahui, pernah terlintas dalam ingatan beliau, lebih baik mati saja, lompati tebing curam. Semuanya tidaklah dianggap sebagai kesalahan dari beliau, karena rasa-rasa yang demikian termasuk “jibillat" manusia. Yang pasti ada pada setiap manusia yang berperasaan. Rasa sedih kehilangan yang dicintai, rasa iba hati karena diejek dan diolok-olok, rasa marah karena dihinakan, semuanya itu termasuk perangai asli manusia, yang tidak bisa dikikis dan tidak dapat dihilangkan. Cuma akal budi manusia disuruh mengendalikan dirinya, sehingga rasa-rasa yang demikian jangan sampai mendorongnya akan bersikap yang salah. Maka perasaan hati luka, atau dada sempit lantaran celaan dan hinaan orang-orang yang mempercakapkannya itu telah diketahui oleh Allah, dan Allah tetap melindunginya. Dan untuk menguatkan jiwa menghadapi perjuangan, Allah ingatkan kepada beliau.
Ayat 98
“Maka bertasbihlah, dengan memuji Allah engkau, dan jadilah engkau dari orang-orang yang bersigud."
Bertasbih memuji Allah, dan sujud kepada-Nya, Dekati Allah terus. Asalkan engkau tetap membuat hubungan yang rapat dengan Ilahi, tidak suatu pun di dunia ini yang akan dapat menggoncangkan engkau dan mengganggu engkau.
Ayat 99
“Dan sembahlah Tuhanmu, sampai datang kepadamu yakin."
Jangan berhenti-henti menyembah Allah, baik secara shalat atau secara dzikir, yaitu mengingat Dia selalu waktu dalam segala usaha dan pekerjaan. Sampai datang yakin. Apa arti yakin di ayat ini?
Keterangan yang masyhur dari ahli-ahli tafsir ialah sampai datang maut. Karena maut itu yakin akan datang, pasti ditempuh. Artinya sampai mati jangan lepas dari beribadah. Dengan demikian jiwa yang lemah jadi kuat. Betapapun banyak penderitaan yang tidak teratasi lagi oleh kekuatan kita sebagai manusia, namun dengan beribadah jiwa kita menjadi tabah, sebab sandaran kita adalah Allah sendiri. Kita mendapat keyakinan bahwa segala yang terjadi ini adalah atas kehendak Allah jua, baru bisa terjadi. Allah tidak akan mengecewakan hamba-Nya, Pegang pendirian demikian sampai engkau mati.
Ada juga yang menafsirkan lurus saja. Ibadah terus kepada Allah, sampai engkau yakin, jangan berhenti. Dan kalau engkau telah yakin, bagaimana? Jawabnya ialah, “Kalau engkau telah yakin lantaran bersungguh-sung-guhnya engkau beribadah, niscaya engkau tidak menghentikan ibadah lagi." Ditegakkan orang beribadah misalnya, engkau tentu tidak akan mau berhenti lagi, sebab engkau mengerjakannya dengan yakin. Bukan seperti perkataan setengah orang yang sesat pahamnya, yang mengatakan “Saya sekarang telah yakin, sebab itu saya tidak hendak beribadah lagi." Tandanya bahwa dia belum sekali juga merasakan apa arti keyakinan itu.
Orang yang mempersenda-sendakan agama atau yang hendak menyimpangkannya dari maksudnya yang asal dan ada pula yang berkata bahwa beribadahlah kepada Allah sampai telah datang rasa yakin. Kalau hati sudah mulai yakin katanya — ibadah itu tidak perlu lagi. Ada di antara mereka yang mengatakan bahwa beribadah, shalat, puasa dan sebagainya itu hanyalah amalan orang yang sedang baru mencari-cari. Kalau yang dicari telah dapat, yaitu keyakinan, guna apa beribadah lagi. Paham ini sudah nyata sesatnya. Sebab tidak ada orang yang lebih yakin daripada Nabi kita Muhammad ﷺ dan para sahabat. Tidak pernah seorang pun di antara mereka menghentikan ibadahnya, walaupun keyakinan mereka akan Allah sudah tidak sedikit jua diragukan lagi.
Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh ad-Dailami dan al-Hakim dan lain-lain dari Abu Muslim al-Khaulani, setelah rasu-lullah ﷺ menerima wahyu ayat-ayat ini, beliau berkata,
“Tidaklah Allah, mewahyukan kepadaku supaya aku mengumpul harta, dan supaya aku masuk menjadi salah seorang saudagar, tetapi diwahyukannya kepadaku supaya engkau bertasbih memuji Allah engkau, dan hendaklah engkau termasuk dari orang-orang yang bersujud, dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yakin." (HR ad-Dailami dan al-Hakim)
Demikianlah wahyu Allah kepada Rasul-Nya,yangakan menjadi pegangan dan pedoman di dalam menghadapi kewajiban menegakkan
titah Ilahi di muka orang-orang yang ingkar dan tidak percaya. Pedoman dan pegangan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya ini pulalah yang selalu patut menjadi pegangan kita umat Muhammad ﷺ yang tetap tidak pernah padam cita-citanya menegakkan agama Allah dalam dunia ini. Sampai datang keyakinan yang sejati, yaitu mati.