Ayat
Terjemahan Per Kata
إِلَّا
kecuali
ٱمۡرَأَتَهُۥ
isterinya
قَدَّرۡنَآ
Kami telah menentukan
إِنَّهَا
sesungguhnya ia
لَمِنَ
sungguh dari/termasuk
ٱلۡغَٰبِرِينَ
orang-orang yang tertinggal
إِلَّا
kecuali
ٱمۡرَأَتَهُۥ
isterinya
قَدَّرۡنَآ
Kami telah menentukan
إِنَّهَا
sesungguhnya ia
لَمِنَ
sungguh dari/termasuk
ٱلۡغَٰبِرِينَ
orang-orang yang tertinggal
Terjemahan
kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya dia termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal.”
Tafsir
(Kecuali istrinya, kami telah menentukan, bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal.") bersama orang-rang kafir lainnya yang tertimpa azab.
Tafsir Surat Al-Hijr: 57-60
Berkata (pula) Ibrahim, "Apakah urusan kalian yang penting (selain itu), hai para utusan? Mereka menjawab, "Kami sesungguhnya diutus kepada kaum yang berdosa, kecuali Lut beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama-sama dengan orang kafir lainnya). Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal Ibrahim a.s. setelah rasa takutnya lenyap dan mendapat berita gembira bahwa sesungguhnya dia balik bertanya kepada para utusan itu tentang latar belakang dan tujuan kedatangan mereka kepadanya. Maka mereka menjawab: Kami sesungguhnya diutus kepada kaum yang berdosa. (Al-Hijr: 58) Yang mereka maksud adalah kaum Nabi Lut.
Lalu mereka memberitakan kepada Ibrahim a.s. bahwa mereka akan menyelamatkan keluarga Lut dari kalangan kaumnya, kecuali istrinya; karena sesungguhnya istrinya termasuk orang-orang yang binasa bersama-sama kaumnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama-sama dengan orang kafir lainnya). (Al-Hijr: 60) Yakni termasuk orang yang tertinggal dan dibinasakan."
Allah menyatakan bahwa kami akan membinasakan kaum Nabi
Lut yang berdosa, kecuali para pengikut Lut. Sesungguhnya Kami pasti
menyelamatkan mereka semuanya dari kebinasaan itu, kecuali istrinya. Dia
dibinaskan bersama kaum Nabi Lut lainnya. Kami telah menentukan keputusan sesuai perintah Allah kepada kami bahwa sesungguhnya dia termasuk orang yang tertinggal bersama orang kafir lainnya. Usai mengisahkan dialog antara Nabi Ibrahim dengan para malaikat yang bertamu ke kediamannya, pada ayat-ayat berikut Allah mengisahkan pembinasaan kaum Nabi Lut. Allah menyatakan, Maka
ketika utusan yang sebelumnya bertamu ke rumah Nabi Ibrahim itu
datang kepada para pengikut Lut, dia berkata, Sesungguh-nya kamu, wahai
para tamu, adalah orang yang tidak kami kenal. (Lihat: Surah al-'Ankabut/29: 23).
Para malaikat yang menjadi tamu Nabi Ibrahim menerangkan kepadanya bahwa mereka ditugaskan untuk membinasakan kaum Lut yang tidak mengindahkan seruan nabi yang diutus kepada mereka. Termasuk orang-orang yang dibinasakan itu adalah istri Lut sendiri. Sedangkan orang-orang yang mengikuti Lut akan diselamatkan dari azab itu.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa seseorang tidak dapat membebaskan orang lain dari azab Allah walaupun orang lain itu adalah istri, anak-anak atau orang tuanya, karena manusia bertanggung jawab kepada Allah atas segenap perbuatan yang telah dilakukannya. Allah tidak akan membebani seseorang dengan dosa orang lain sedikit pun. Firman Allah:
Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain (al-An'am/6: 164).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
UMAT NABI LUTH A.S.
Setelah hilang rasa takut Nabi Ibrahim dan ditambah lagi dengan gembira menerima berita bahwa dia akan diberi putra lagi, barulah Nabi Ibrahim bertanya kepada malaikat-malaikat utusan Allah itu kalau-ka-lau ada lagi kewajiban mereka yang lain yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Ayat 57
“Dia bertanya, “Apakah urusan kamu, wahai utusan-utusan?"
Ayat 58
“Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami ini diutus kepada suatu kaum yang berdosa."
Yaitu kaum penduduk negeri Sodom yang berdosa dan sangat cabul, yaitu orang laki-laki berzina dengan orang laki-laki, yang kemudian disebut berliwath (homoseks). Maka semua kaum yang berdosa itu menurut keterangan mereka kepada Nabi Ibrahim, akan dibinasakan.
Ayat 59
“Kecuali keluanga Luth. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan mereka sekalian
Mulai ayat ini adalah lanjutan wahyu dari Allah langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ. Tegasnya malaikat-malaikat utusan itu telah menjawab secara pendek tentang kewajiban mereka yang lain kepada Nabi Ibrahim, yaitu hendak membinasakan kaum yang berdosa itu. Kemudian Allah menerangkan kepada rasul-Nya bahwa yang tidak turut dibinasakan ialah Luth saja dengan keluarganya, sebab keluarga-keluarga Luth itu tidak ada yang turut dalam dosa yang amat nista itu. Dan sebagaimana juga pada Nabi Nuh niscaya segala orang yang beriman kepadanya turut diselamatkan, sebab mereka juga sudah dihitung keluarga. Tetapi sebagaimana tersebut di dalam surah adz-Dzaariyaat ayat 36 bahwa pengikut itu tidak banyak, hanya sebuah saja rumah orang Muslimin.
Ayat 60
“Kecuali istrinya, sudah Kami tentukan; sesungguhnya dia dari golongan orang-orang yang ketinggalan."
Oleh karena Al-Qur'an benar-benar wahyu, tidak bercampur kata lain, walaupun dari pikiran Nabi Muhammad ﷺ sendiri, maka kerapkali bertemu di dalam Al-Qur'an bahwa istri Nabi Luth itu termasuk orangyang tinggal, yang tidak turut diselamatkan. Melainkan tinggal bersama kena adzab dengan kaum itu. Tetapi tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur'an yang membuka rahasia perempuan itu, apa sebab maka dia — padahal istri seorang rasul — yang menyebutkan kesalahannya secara jelas; Apakah dia berzina? Apakah dia turut pula dalam perbuatan keji itu? Hanya disebut saja di akhir surah at-Tahriim ayat 10 bahwa dia mengkhianati suaminya. Apa kekhianatan itu pun tidak disebut maka nyatalah bahwa hukum seberat itu yang ditimpakan kepada diri istri Nabi Luth itu niscaya sepadan dengan dosanya.
Ayat 61
“Maka tatkala utusan-utusan itu telah datang kepada kaum Luth."
Ayat 62
“Dia berkata,—yaitu Nabi Luth—Sesungguhnya kamu ini adalah suatu kaum yang tidak dikenal."
Rupanya tidaklah pula Nabi Luth kenal kepada mereka, seperti Nabi Ibrahim tadi pula. Dan teguran Nabi Luth tentang orang-orang baru, yang masuk ke dalam negerinya, padahal mereka tidak dikenal, dan mereka tampaknya masih muda-muda pula adalah berarti sebagai hendak memberi peringatan kepada mereka tentang kekejian perangai kaumnya terhadap sesama laki-laki. Padahal mereka tetamunya.
Ayat 63
"Mereka berkata, “Bahkan kami ini datang membawa apa yang mereka ragukan padanya."
Sudah berkali-kali Nabi Luth memberi ingat kepada mereka supaya perangai yang amat hina itu dihentikan, dan kalau tidak mau menghentikannya, maka adzab Allah pasti datang, namun mereka tidak mau percaya, bahkan mereka hinakan Nabi Luth. Sekarang te-tamu-tetamu itu telah langsung menyatakan maksud kedatangan mereka kepada Nabi Luth, yaitu apa yang mereka ragukan kebenarannya selama ini. Membawa adzab Allah atas mereka. Dan mereka sambung lagi penegasan mereka kepada Nabi Luth.
Ayat 64
“Dan kami datang kepada engkau dengan kebenaran, dan sesungguhnya kami ini adalah orang-orang yang benar."
Artinya, bahwa kaum itu akan dijatuhi adzab adalah hal yang sebenarnya pasti terjadi, sebab sudah diputuskan oleh Allah. Dan mereka adalah malaikat-malaikat yang benar dan taat kepada Allah, yang dititahkan Ilahi melaksanakan keputusan Allah itu.
Setelah itu mereka sampaikanlah kepada Nabi Luth apa tindakan yang perlu diambilnya apabila keputusan Allah terhadap kaum itu telah hendak dijalankan.
Ayat 65
“Lantaran itu benjolanlah engkau dengan keluargamu malam hari."
Maksudnya supaya jangan ketahuan dan jangan diganggu oleh kaum itu."Dan iring-kanlah di belakang mereka." Yaitu supaya Nabi Luth jangan berjalan terlebih dahulu, melainkan mengiring di belakang supaya tidak ada di antara mereka yang ketinggalan seorang jua pun."Dan jangan berpaling seorang pun dari kamu." Mereka dilarang keras berpaling melihat ke belakang, supaya jangan kelihatan oleh mereka betapa ngerinya siksa dan adzab yang dijatuhkan kepada kaum itu.
“Dan pergilah ke mana kamu diperintah."
Itulah tindakan yang perlu diambil oleh mereka nanti tengah malam, dan Nabi Luth pun telah menyampaikan perintah-perintah itu kepada para keluarganya yang akan ikut pindah bersama beliau ke tempat yang diperintahkan itu.
Dan Allah berfirman seterusnya kepada rasul Allah,
Ayat 66
“Dan Kami selesaikanlah soal itu kepadanya, bahwa akar-akar mereka itu akan diputuskan di waktu pagi."
Malaikat-malaikat itu dengan perintah Allah telah menyelesaikan pemberian perintah berangkat malam kepada Nabi Luth, dan menjelaskan pula bahwasanya pada waktu pagi besok akan dibongkarlah urat akar kaum yang durhaka itu dari muka bumi.
Itulah rahasia yang telah disampaikan oleh malaikat-malaikat itu sesampainya di rumah Nabi Luth, Kemudian mereka pun telah duduk dengan tenangnya. Maka berita ada beberapa laki-laki muda menjadi tetamu Nabi Luth, tersiarlah segera dalam kalangan kaum itu.
Ayat 67
“Dan datanglah penduduk negeri itu dengan riang gembira."
Berduyun-duyun, berkerumun-kerumun ke rumah Nabi Luth hendak melihat wajah orang-orang laki-laki baru, lagi muda-muda itu. Demikian runtuh budi mereka.
Ayat 68
“Dia berkata, “Sesungguhnya mereka ini adalah tetamuku, maka janganlah kamu beri malu aku."
Namun permintaan Nabi Luth yang demikian, tidaklah mereka acuhkan, bahkan mereka bertambah mendesak juga. Nabi Luth berkata lagi,
Ayat 69
“Dan takutlah kepada Allah dan janganlah kamu hinakan daku."
Dengan penuh nafsu,
Ayat 70
“Mereka berkata, Bukankah kami telah melarang kamu dari (menerima) orang-orang."
Dengan pertanyaan demikian, merekalah yang menyalahkan Nabi Luth. Karena rupanya sudah ada peraturan mereka perbuat, tidak boleh orang menerima tetamu laki-laki dengan diam-diam. Kalau ada tamu laki-laki mesti laporkan kepada isi negeri! Sekarang Luth sudah ada tetamu, tidak dilaporkan. Suatu kesalahan besar. Orang-orang ini mesti diserahkan kepada mereka. Dan bagi Nabi Luth sendiri adalah suatu kehinaan besar kalau tetamunya hendak ditangkap di hadapan matanya. Dibujuknya lagi orang-orang itu,
Ayat 71
“Dia berkata, Itulah anak-anak perempuanku, jika kamu hendak melakukan juga."
Jika kamu hendak melakukan juga per-setubuhan melepaskan syahwatmu tidak ada halangan. Ini anak perempuanku, kawinilah dia secara sah. Inilah jalan yang benar.
Namun tawaran yang begitu mulia dari Nabi Luth tidak mereka dengarkan dan tidak mereka pedulikan. Mereka bertambah mendesak. Allah berfirman menjelaskan keadaan orang itu kepada nabi kita Muhammad saw,.
Ayat 72
“Demi umurmu! Sesungguhnya mereka di dalam kemabukan, mereka telah sangat sesat."
“Demi umurmu! Ya Utusan-Ku Muhammad! Sumpah kemuliaan tentang hidup yang amat berharga dari Nabi kita Muhammad ﷺ yang tidak diberikan Allah kepada seorang pun dari nabi-nabi" Demikianlah kesan dari Mufassir yang besar Abu Bakar Ibnul Arab dan dikuatkan pula oleh ahli-ahli tafsir yang lain.
“Demi umurmu yang bernilai demikian tinggi, ya Rasul-Ku, sesungguhnya pembicaraan tulus ikhlas dan seruan dari hati yang telah disampaikan oleh Nabi Luth kepada kaum itu tidak ada lagi yang mempan. Sebab mereka telah sangat dimabukkan oleh hawa nafsu mereka melihat ada wajah laki-laki baru datang di rumah Nabi Luth. Sampai demikian kejatuhan akhlak mereka."
Dalam ribut-ribut berkerumun itu, sedang Nabi Luth tegak di muka pintu rumahnya, maka kedua malaikat utusan itu muncul menarik tangan Nabi Luth supaya masuk ke dalam rumah. Dan pintu dikunci. Segala macam usaha dicoba mereka buat masuk. Tetapi tidak berhasil, mata mereka dibutakan Allah pada saat itu sehingga tidak tentu ke mana mereka hendak masuk (lihat surah al-Qamar, ayat 37).
Lantaran itu maka satu demi satu mereka pun mengundurkan diri. Waktu sudah lengang di halaman, kedua malaikat itu menyu-ruhkanlah kepada Nabi Luth supaya mempersiapkan keluarganya buat berangkat meninggalkan negeri itu lepas tengah malam, menurut peraturan yang diterangkan oleh malaikat itu siang harinya. Yaitu keluarga disuruh berjalan terlebih dahulu, Nabi Luth di belakang dan tidak seorang jua pun yang boleh melengong ke belakang. Istrinya yang telah tua itu ikut juga berangkat. Tetapi di tengah jalan dilanggarnya larangan menoleh ke bela-kang itu. Dicobanya juga hendak melihat apa yang telah terjadi di negeri yang telah diting-galkannya itu. Rupanya adzab itu telah turun.
Ayat 73
“Maka diambillah mereka oleh adzab pekikan di waktu fajar."
Yakni di waktu matahari akan mulai terbit di ufuk timur.
Ayat 74
“Maka Kami jadikanlah yang di atasnya menjadi bawahnya."
Negeri itu ditunggangbalikkan, dibongkar urat akarnya, laksana pohon kayu besar di-tumbangkan angin layaknya.
“Dan Kami hujani ke atas mereka dengan batu tanah kertas."
Itulah batu kerikil tajam yang telah bercampur dengan belerang dan mengandung api. Boleh jadi dari letusan gunung berapi dekat di sana atau bagaimana. Di waktu telah menghujan batu-batu itu jauh, dan terang udara oleh cahaya apinya, di saat itu pula istri Nabi Luth itu tertegun dan melihat dengan tercengang-cengang, padahal tidak boleh dilihat (surah Huud ayat 81). Tiba-tiba jatuhlah sebuah dari hujan batu berapi itu tepat di atas kepalanya, maka hancur terbakarlah seluruh badannya sampai hangus menjadi abu. Nabi Luth beserta anak-anaknya meneruskan perjalanan.
Ayat 75
“Sesungguhnya pada yang demikian itu, menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikinan dalam."
Atau orang yang mempunyai firasat, yang dapat melihat gerak-gerik suasana zaman. Bah-wa suatu kaum yang kedurhakaannya sudah melampaui batas, kemaksiatan sudah sampai di puncak, akan ada saja bahaya menimpa, sehingga negerinya akan dibongkar urat akarnya.
Yang di atas dibanting ke bawah, yang di bawah dibalikkan ke atas, sehingga rusak binasa, porak-poranda.
AI-Mutawassimiin, kita artikan orang-orang yang berpikiran dalam. Di dalam beberapa penafsiran yang besar-besar terdapat bahwa yang dimaksud dengan al-Muta-wassimiin ialah orang yang mendalam firasatnya. Artinya, dengan melihat keadaan yang disebut situasi dan kondisi, orang yang beriman dan berpikiran dalam itu telah dapat mengira-ngirakan apa yang akan terjadi di belakangnya. Maka dibawa kepada ayat ini, apabila kita lihat kemungkaran telah sampai ke puncaknya, satu waktu mesti sampai kepada kematangan buat jatuh. Umat Nabi Luth telah demikian durhaka kepada Allah maka orang yang beriman dari jauh hari telah dapat mengirakan apa kecelakaan yang akan menimpa. Oleh sebab itu maka orang yang beriman dan berpikiran dalam tidaklah bisa terjatuh ke dalam cengkeraman situasi, dia akan tetap waspada.
Qatadah menafsirkan Lil-Mutawassimiin ialah Ui-Mu'tabirnn, artinya orang yang pandai mengambil banding dan ibarat dari satu kejadian.
Ibnu Abbas mengartikan Lin-Nazhiriin, artinya, orang yang berpandangan jauh.
Imam Malik bin Anas mengartikan Lil-Muta-ammiliin, orang yang merenungkan secara mendalam.
Ibnu Jarir dalam tafsirnya membawakan hadits Rasulullah ﷺ yang diterimanya dari Abu Said, bersabda Rasulullah ﷺ,
“Awaslah, kamu kena firasat orang yang beriman, karena orang Mukmin memandang sesuatu adalah dengan nur Adah." (HR Ibnu Jarir)
Dan sebuah lagi hadits Anas, demikian sabda Rasulullah ﷺ,
“Sesungguhnya bagi Allah ada beberapa hamba yang dapat mengetahui manusia dengan merenung dalam."
Ayat 76
“Dan sesungguhnya negeri itu adalah di jalan yang tetap dilalui."
Artinya kafilah-kafilah yang keluar masuk ke negeri Mekah dapat melewati bekas run-tuhan itu, sehingga selalu dapat mereka melihatnya.
Ayat 77
“Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda bagi orang-orang yang beriman."
Maka orang-orang yang mempunyai kepercayaan kepada Allah, apabila dia lalu dekat runtuhan negeri yang telah terbalik itu, dapatlah dia bermenung dan insaf akan kekuasaan Allah dan bertambahlah imannya lantaran itu, bahwa bagi Allah meruntuhkan sebuah negeri karena dosanya, adalah perkara yang gampang saja. Menurunkan hujan batu berapi dan berbelerang pun mudah bagi-Nya. Sebuah negeri yang tadinya subur dan ramai, mungkin dalam sebentar waktu saja terbalik dan tenggelam.
Negeri itu terletak di pinggir jalan kafilah dari Madinah ke Syam, yang di zaman Rasulullah ﷺ sangat ramai dilalui oleh kafilah-kafilah perniagaan. Penafsir belum tahu apakah bekas negeri itu masih ada juga sekarang, sebab sudah empat belas abad berlalu sesudah zaman Rasulullah. Belum ada pengetahuan penulis apakah jalan kereta api yang didirikan di zaman Kerajaan Turki Usmani dan Syam ke Madinah, yaitu atas kehendak Sultan Abduihamid (meninggal tahun 1909 M — 1327 H). Sekarang dasar jalan kereta api itu masih ada dan kerajaan-kerajaan Arab hendak membangunnya kembali.