Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
فِي
didalam
جَنَّـٰتٖ
surga
وَعُيُونٍ
dan mata air
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
فِي
didalam
جَنَّـٰتٖ
surga
وَعُيُونٍ
dan mata air
Terjemahan
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam (surga yang penuh) taman-taman dan mata air.
Tafsir
(Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam surga) kebun-kebun surga (dan mata air-mata air) yang mengalir di dalamnya.
Tafsir Surat Al-Hijr: 45-50
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir).
(Dikatakan kepada mereka), "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.
Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.
Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya.
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
Dan bahwa sesungguhnya Azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.
Ayat 45
Setelah Allah menyebutkan keadaan ahli neraka, maka hal itu diiringiNya dengan sebutan tentang ahli surga, bahwa mereka berada di dalam taman-taman yang bermata air banyak.
Ayat 46
Firman Allah ﷻ: “Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera.” (Al-Hijr: 46)
Yakni dalam keadaan terbebas dari semua penyakit dan kalian selalu dalam keadaan sejahtera.
“Lagi aman.” (Al-Hijr: 46)
Maksudnya, aman dari semua ketakutan dan keterkejutan; dan janganlah kalian takut akan dikeluarkan, jangan pula takut akan terputus serta fana (mati).
Ayat 47
Firman Allah ﷻ: “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47)
Al-Qasim telah meriwayatkan dari Abu Umamah yang mengatakan bahwa ahli surga masuk ke dalam surga berikut dengan apa yang terpendam di dalam hati mereka ketika di dunia, yaitu rasa benci dan dendam. Tetapi setelah mereka saling berhadapan dan berjumpa satu sama lainnya, maka Allah melenyapkan rasa dendam yang ada dalam hati mereka ketika di dunia. Kemudian Abu Umamah membacakan firman-Nya:” Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka.” (Al-Hijr: 47) Demikianlah menurut riwayat ini, tetapi Al-Qasim ibnu Abdur Rahman dalam riwayatnya yang dari Abu Umamah berpredikat daif (lemah).
Sunaid di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudalah, dari Luqman, dari Abu Umamah yang mengatakan, "Tidaklah masuk surga seorang mukmin sebelum Allah melenyapkan rasa dendam yang ada dalam hatinya. Allah mencabut rasa dendam darinya sebagaimana hewan pemangsa mencabut mangsanya."
Pendapat inilah yang sesuai dengan apa yang terdapat di dalam hadis sahih melalui riwayat Qatadah: Telah menceritakan kepada kami Abul Mutawakkil An-Naji; Abu Sa'id Al-Khudri pernah menceritakan hadis kepada mereka, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Orang-orang mukmin diselamatkan dari neraka, lalu mereka ditahan di atas sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka. Maka sebagian dari mereka meng-qisas sebagian yang lainnya menyangkut perkara penganiayaan yang pernah terjadi di antara mereka ketika di dunia. Setelah mereka dibersihkan dan disucikan (dari semua kesalahan), barulah mereka diizinkan untuk masuk surga.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa Al-Asytar meminta izin masuk kepada Khalifah Ali r.a. yang saat itu di hadapannya terdapat Ibnu Talhah. Maka Ali menangguhkannya, kemudian memberinya izin untuk masuk. Setelah Al-Asytar masuk, ia berkata, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa tidak sekali-kali engkau menahanku untuk masuk melainkan karena orang ini." Ali menjawab, "Benar." Al-Asytar berkata, "Sesungguhnya aku berpendapat bahwa seandainya di sisimu terdapat anak Usman, tentulah kamu menahanku untuk masuk." Ali menjawab, "Benar, sesungguhnya aku berharap semoga aku dan Usman termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: 'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan'.” (Al-Hijr: 47).
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Ad- Darir, telah menceritakan kepada kami Abu Malik Al-Asyja'i, telah menceritakan kepada kami Abu Habibah maula Talhah yang mengatakan bahwa Imran ibnu Talhah masuk menemui Ali r.a. setelah selesai dari Perang Jamal. Maka Ali menyambutnya dengan hangat dan berkata, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Allah menjadikan aku dan ayahmu termasuk orang-orang yang disebutkan dalam firman Allah ﷻ: 'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan'.” (Al-Hijr: 47).
Telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah Ad-Darir (yang tuna netra), telah menceritakan kepada kami Abu Malik Al-Asyja'i, dari Abu Habibah maula Talhah yang mengatakan bahwa Imran ibnu Talhah masuk menemui Ali r.a. setelah usai Perang Jamal. Ali menyambutnya dengan hangat seraya berkata, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga Allah menjadikan aku dan ayahmu termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: 'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan'.” (Al-Hijr: 47).
Saat itu di sudut lain dari hamparan tersebut terdapat dua orang lelaki. Lalu kedua lelaki itu berkata, "Allah lebih adil daripada hal tersebut, engkau perangi mereka kemarin, kemudian kalian menjadi bersaudara." Ali r.a. berkata, "Suatu kaum dari tanah yang paling jauh, maka siapakah mereka itu kalaulah bukan aku dan Talhah?" Abu Mu'awiyah melanjutkan atsar ini hingga selesai.
Waki' telah meriwayatkan dari Aban ibnu Abdullah Al-Bajali, dari Na'im ibnu Abu Hindun, dari Rab'i ibnu Khirasy hal yang serupa dengan atsar ini. Di dalam riwayat ini disebutkan bahwa lalu ada seorang lelaki dari Bani Hamdan berdiri dan berkata, "Allah lebih adil daripada hal itu, wahai Amirul Muminin." Maka Ali berteriak dengan teriakan yang keras, sehingga saya menduga bahwa gedung (tempat mereka berada) seakan-akan bergetar karena teriakannya, kemudian ia (Ali r.a.) berkata, "Jika bukan kita, lalu siapa lagi mereka?"
Sa'id ibnu Masruq telah meriwayatkan dari Abu Talhah, lalu ia mengemukakan hal yang serupa. Di dalam riwayatnya ini disebutkan bahwa Al-Haris ibnu A'war mengatakan kalimat tersebut. Maka Ali r.a. berdiri dan menghampirinya, lalu memukul kepalanya (Al-Haris) dengan sesuatu yang ada di tangannya, seraya berkata, "Hai A'war, siapa lagikah mereka jika bukan kita?"
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim yang menceritakan bahwa Ibnu Jarmuz pembunuh Az-Zubair datang meminta izin masuk menemui Khalifah Ali r.a. Namun Ali menahannya dalam waktu yang cukup lama, kemudian memberinya izin untuk masuk. Ibnu Jarmuz berkata kepada Ali, "Mengapa kamu menjauhi orang-orang yang tertimpa musibah?" Ali berkata, "Semoga mulutmu penuh dengan debu. Sesungguhnya aku berharap semoga aku, Talhah, dan Az-Zubair termasuk orang-orang yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: 'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan'.” (Al-Hijr: 47).
Hal yang serupa telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali. Sufyan ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Israil, dari Abu Musa yang mendengar Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Ali pernah mengatakan, "Demi Allah, berkenaan dengan kita ahli Badar ayat ini diturunkan," yakni firman Allah ﷻ: “Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47)
Kasir An-Nawa telah mengatakan bahwa ia masuk menemui Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali, lalu ia berkata kepadanya, "Penolongku adalah penolong kamu, perdamaianku adalah perdamaianmu, musuhku adalah musuhmu, perangku adalah perangmu. Aku bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah engkau berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar?" Abu Ja'far menjawab dengan membacakan firman-Nya: “Sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.“ (Al-An'am: 56) "Hai Kasir, jadikanlah keduanya sebagai pemimpinmu, dan apa saja yang menimpamu berada pada tanggung jawabku." Kemudian Abu Ja'far membacakan firman-Nya: “Sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47) Abu Ja'far menakwilkan bahwa mereka adalah Abu Bakar, Umar, dan Ali; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
As-Sauri telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: “Sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47) Bahwa mereka berjumlah sepuluh orang, yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Talhah, Az-Zubair, Abdur Rahman ibnu Auf, Sa'd ibnu Abu Waqqas, Sa'id ibnu Zaid, dan Abdullah ibnu Mas'ud; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Firman Allah yang mengatakan, "Mutaqabilin”, menurut Mujahid artinya sebagian dari mereka tidak membelakangi sebagian yang lainnya. Sehubungan dengan masalah ini terdapat sebuah hadis marfu' yang menerangkannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hissan ibnu Hissan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, dari Ibrahim Al-Qaumasi, dari Sa'id ibnu Syurahbil, dari Zaid ibnu Abu Aufa yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ keluar menemui kami, lalu membaca firman-Nya: “Sedangkan mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Al-Hijr: 47) Yakni merasa bersaudara karena Allah, sebagian dari mereka memandang sebagian yang lain.
Ayat 48
Firman Allah ﷻ: “Mereka tidak merasa lelah di dalamnya.” (Al-Hijr: 48) Artinya, tidak pernah merasa lelah dan tidak pernah sakit, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis dalam kitab Shahihain: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku agar menyampaikan berita gembira kepada Khadijah dengan sebuah rumah di dalam surga terbuat dari bambu, tiada kegaduhan di dalamnya dan tidak pula kelelahan.”
Firman Allah ﷻ: “Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan darinya.” (Al-Hijr:48)
Semakna dengan yang diterangkan di dalam sebuah hadis yang mengatakan: Dikatakan kepada ahli surga, "Sesungguhnya kalian tetap sehat dan tidak akan sakit selama-lamanya. Sesungguhnya kalian tetap hidup dan tidak akan mati selama-lamanya. Sesungguhnya kalian tetap muda dan tidak akan tua selama-lamanya. Dan sesungguhnya kalian tetap tinggal di dalam surga dan tidak akan pindah darinya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah darinya.” (Al-Kahfi: 108)
Ayat 49-50
Firman Allah ﷻ: “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (Al-Hijr: 49-50)
Maksudnya, beritakanlah hai Muhammad kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Aku adalah Tuhan yang mempunyai rahmat dan yang mempunyai azab yang sangat pedih.
Dalam pembahasan terdahulu telah diterangkan pembahasan yang serupa dengan makna ayat ini, yang intinya menunjukkan bahwa ayat ini mengandung makna raja' (harapan) dan khauf (ketakutan). Disebutkan pula mengenai penyebab turunnya ayat ini menurut riwayat Musa ibnu Ubaidah, dari Mus'ab ibnu Sabit yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ melewati sejumlah orang dari kalangan sahabatnya yang sedang tertawa-tawa, maka beliau ﷺ bersabda: "Ingatlah surga dan ingatlah pula neraka!” Maka turunlah firman-Nya: “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (Al-Hijr: 49-50) Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Hadis ini berpredikat mursal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnul Makki, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnu Sabit, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Abdullah, dari Ibnu Abu Rabah, dari seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi ﷺ yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ muncul menemui kami dari pintu yang biasa dipakai masuk oleh Bani Syaibah, lalu beliau ﷺ bersabda, "Jangan sekali lagi aku melihat kalian dalam keadaan tertawa-tawa." Kemudian beliau berpaling, dan manakala beliau telah sampai di Hijir Ismail, tiba-tiba beliau kembali kepada kami dengan langkah mundur, lalu bersabda: “Sesungguhnya ketika aku keluar, Jibril datang dan berkata, ‘Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah berfirman, “Kami tidak akan membuat hamba-hamba Kami berputus asa. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azabKu adalah azab yang sangat pedih.”’”
Said telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hijr: 49) Menurut riwayatnya, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Seandainya seorang hamba mengetahui kadar pemaafan Allah, tentulah tidak segan-segan ia melakukan hal yang haram; dan seandainya seorang hamba mengetahui kadar azab Allah, tentulah ia menekan hawa nafsunya.”
Usai menggambarkan siksaan dalam neraka Jahanam yang menanti
orang-orang yang sesat dan enggan bertobat, dalam ayat-ayat berikut
Allah menjelaskan balasan bagi hamba-hamba-Nya yang taat dan patuh. Allah menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang bertakwa itu,
yakni mereka yang mematuhi petunjuk Allah dan berserah diri kepada-Nya, berada dalam surga-surga. Mereka tinggal dan mendapat ganjaran di taman-taman yang keindahannya tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Dan di dekat kediaman mereka dijumpai mata air yang
mengalir. Ketika orang-orang yang bertakwa itu hendak memasuki pintu
surga, malaikat menyambut mereka, Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman dari kekurangan, ketakutan, kesedihan, kegundahan,
bahkan bencana dan malapetaka.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang bertakwa akan ditempatkan dalam surga dengan taman-taman yang memiliki beberapa mata air yang mengalir. Pada firman Allah ﷻ yang lain diterangkan pula sifat surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa itu, sebagaimana firman Allah:
Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah mereka dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga ususnya terpotong-potong? (Muhammad/47: 15)
Yang dimaksudkan dengan orang-orang yang bertakwa ialah orang yang menjaga dirinya dari azab Allah dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 45
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa adalah di dalam surga dan telaga-telaga."
Sambutan dan penghargaan atas kedatangan mereka ke tempat yang mulia itu adalah dengan cara terhormat sekali, sesuai dengan kelelahan berjuang yang telah mereka rasakan di kala hidup.
Ayat 46
“Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat dan aman."
Ayat 47
“Dan Kami cabutkan apa yang ada dalam dada mereka dari dengki-dengkian, menjadi bersaudara, di atas tempat sandaran berhadap-hadapan."
Inilah nikmat surga yang penting sekali buat diperhatikan, dan inilah puncak dari sekalian nikmat. Memang ada surga yang indah, sumur dan telaga yang mengalirkan air yang jernih, selamat, dan aman. Tetapi lebih daripada itu semuanya ialah hilangnya rasa dengki di dalam surga itu. Surga itu sendiri akan berubah menjadi neraka, walaupun betapa indahnya, kalau di sana masih ada rasa dengki, benci, dendam, dan kesumat. Bahkan itulah salah satu sebab yang menjadikan kita dalam hidup di dunia ini kerapkali merasakan neraka dunia. Yaitu rasa benci, dengki, dan dendam. Di dalam perlombaan hidup mencari kedudukan, mencari kekayaan, maka apa yang di zaman sekarang kita namakan ambisi amat berpengaruh membuat hidup jadi neraka. Di dalam hidup ini kita didorong oleh hawa nafsu loba dan tamak. Bukan tidak ada di jiwa kita maksud-maksud yang baik, amal yang saleh, bakti yang suci. Tetapi tidaklah semua orang menyenangi kejayaan yang kita peroleh. Di samping usaha kita hendak naik, ada orang yang menarik kita ke bawah. Di samping kejayaan yang telah kita capai, ada orang yang bersakit hati. Dan itu banyak atau sedikit memengaruhi jiwa kita. Kadang-kadang kita yakin bahwa kita telah berbuat baik, namun yang benci kepada kita masih ada. Bagaimanapun kita membujuk hati kita sendiri supaya bersabar dan tenang, namun pengaruh kebencian itu mesti ada kepada kita.
Di dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa rasa benci telah dicabut dari dalam dada apabila semua yang diberi rahmat oleh Allah telah berjumpa di dalam surga. Mungkin ada jasamu yang baik, di samping kesalahanmu. Mungkin berat timbanganmu kepada yang baik dan kejahatan pun ada, tetapi ringan. Dan teman engkau pun demikian pula. Karena suasana dunia ini engkau pun barangkali pernah pula membenci dia, seperti dia membenci engkau. Yang engkau lihat padanya hanya keburukannya saja, dan yang dilihatnya pada engkau hanya kejahatanmu saja. Tiba-tiba oleh pertimbangan adil dari Allah, kedua engkau, dan dia sama-sama masuk surga. Sesampai di dalam surga, persahabatanlah yang timbul kembali. Rasa dengki-dengkian yang dahulu, telah hilang. Sekarang, di dalam surga tidak ada masa perlombaan lagi, tidak ada masa konkuren berebut pengaruh lagi, tetapi zaman mengutip hasil dari ridha Allah. Telah ditutup lembaran yang lama, lembaran dunia dan telah dibuka lembaran yang baru, lembaran menerima ganjaran pahala. Maka duduklah berhadap-hadapan di atas mahligai-mahligai yang empuk dari sutra aneka warna, bersenda-gurau merasakan nikmat Ilahi.
Tidak ada rasa dengki, benci dan dendam di dalam surga itu. Tetapi sebaliknya, di tempat di luar surga, terutama sekali di dalam neraka Jahannam, kawan-kawan dan sahabat-sahabat yang karib karena persamaan kepentingan selama berada di dunia, timbullah permusuhan. Ini dikuatkan oleh ayat 67 dari surah az-Zukhruf. Allah berfirman,
“Sahabat-sahabat yang rapat pada hari itu, sebagiannya menjadi bermusuh dengan yang sebagian, kecuali semua orang yang bertakwa." (az-Zukhruf: 67)
Dan pertemuan di antara ayat ini, dapatlah kita selama di dunia ini mencari teman yang satu haluan, sahabat yang sangat karib di dalam menegakkan iman dan takwa kepada Allah. Karena segala sahabat yang hanya bersatu lantaran kepentingan hidup dan benda duniawi mungkin akan menjadi musuh kelak kemudian hari.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Jikalau sekiranya dua orang laki-laki berkasih-kasihan pada jalan Allah, yang seorang di Masyrik dan yang seorang lagi di Maghrib, niscaya akan dipertemukan Allah jua di antara keduanya di hari Kiamat. Dia berkata, “Inilah yang menyebabkan engkau suka karena Aku." (HR Ibnu Asakir dari Abu Hurairah)
Yaitu yang disukai itu ialah sama-sama menegakkan jalan Allah.
Ayat 48
“Tidak disentuh mereka oleh penat dan tidak mereka akan dikeluarkan (lagi) dari dalamnya."
Penat, capek, payah, dan lelah, itu pun penyakit yang menyebabkan dunia menjadi tempat susah. Banyak bekerja, badan sudah payah. Banyak berpikir, otak pun penat. Banyak berjalan, kaki pun penat. Sebab itu di samping bekerja wajib istirahat. Tetapi terlalu banyak istirahat menimbulkan lagi kepenatan yang baru, sebab tenaga amat terbatas, usia terlalu pendek dan kewajiban tumpuk-bertumpuk. Badan dapat diistirahatkan, tetapi bagaimana dengan berpikir? Berpikir tidak bisa diistirahatkan. Terutama orang yang beriman. Dia tidak puas dengan iman saja, tangannya gatal hendak beramal, dan amal itu hendaklah yang saleh pula. Oleh sebab itu maka hidup itu sendiri adalah kepenatan. Di surga tidak ada penat lagi! Dan tidak akan keluar dari sana lagi. Surga telah menjadi tempat yang tetap buat selama-lamanya. Dibersihkan, ke dalam neraka Jahannam, Namun selesai pem
bersihan, kembali ke surga juga, dan tidak keluar lagi.
Ayat 49
“Beritakanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Aku adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Ayat ini diturunkan Allah, setelah Dia menerangkan nikmat yang akan diterima oleh orang-orang yang disesatkan oleh iblis. Sebab Allah Yang Mahakuasa mengetahui perasaan hamba-Nya pada waktu menerima rangkaian ayat-ayat ini. Kita akan bertanya dalam hati kita sendiri, demi membaca janji-janji Allah itu, “Betapalah nasibku ini! Aku sudah banyak berbuat salah. Aku sudah kerapkali digoda setan dan iblis, aku selalu memperturutkan hawa nafsuku, akan dapatkah agaknya aku merasakan juga nikmat surga yang dijanjikan itu. Laksana doa dan munajat yang terkenal dari Imam Syafi'i,
Ya Tuhanku! Tidaklah orang semacam aku ini pantas buat masuk ke dalam surga Firdaus.
Tetapi aku pun tidak kuat jika Engkau masukkan ke dalam neraka Jahim.
Maka anugerahilahaku tobat dan ampuni dosaku.
Karena sungguhlah Engkau pengampun bagi dosa Betapapun besar.
Rintihan jiwa hamba-hamba-Nya yang demikianlah yang disambut oleh Allah dengan ayat 49 ini. Janganlah kamu berputus asa hai hamba-Ku, Lekaslah engkau sadar dan kembalilah kepada-Ku. Jangan dituruti juga kehendak iblis itu. Aku sambut pulangmu, jika selama ini telah terlanjur memperturutkan kehendak hawa nafsu dan perdayaan iblis.
mulai sekarang kembalilah ke jalan yang benar. Tidak ada jalan lain yang lebih selamat dari itu.
Ayat 50
“Dan bahwasanya adzab-Ku adalah adzab yang amat pedih."
Artinya, kalau jalan sesat itu engkau turuti juga, tidak lekas engkau kembali, niscaya eng-kau akan mendapat adzab yang pedih. Kalau demikian siapa yang akan engkau sesali kelak? Selain dirimu sendiri. Maka sedang hidup di dunia ini perhatikanlah sikap dan langkah.