Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Allah) berfirman
هَٰذَا
ini
صِرَٰطٌ
jalan
عَلَيَّ
atasKu/kepadaKu
مُسۡتَقِيمٌ
yang lurus
قَالَ
(Allah) berfirman
هَٰذَا
ini
صِرَٰطٌ
jalan
عَلَيَّ
atasKu/kepadaKu
مُسۡتَقِيمٌ
yang lurus
Terjemahan
Dia (Allah) berfirman, “Ini adalah jalan lurus yang Aku jamin (ditunjukkan kepada hamba-hamba-Ku itu).
Tafsir
(Berfirmanlah Allah) ﷻ ("Inilah jalan yang lurus; kewajiban Akulah memeliharanya").
Tafsir Surat Al-Hijr: 39-44
Ia (Iblis) berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.
Allah berfirman, "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya).”
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat.
Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya.
Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.
Ayat 39
Allah menceritakan perihal iblis dan pembangkangan serta keangkuhannya, bahwa ia berkata kepada Tuhannya:
“Oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat” (Al-Hijr: 39
Sebagian ulama mengatakan bahwa iblis bersumpah atas nama penyesatan Allah terhadap dirinya. Menurut kami, makna ayat dapat ditakwilkan bahwa 'karena Engkau telah menyesatkan aku'.
“Pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat di muka bumi.” (Al-Hijr: 39)
Yang dimaksud dengan "mereka' ialah anak cucu dan keturunan Adam a.s.
Dengan kata lain iblis mengatakan, "Sesungguhnya aku akan membuat mereka senang dengan dan memandang baik perbuatan-perbuatan maksiat, dan aku akan anjurkan mereka serta menggiring mereka dengan gencar untuk melakukan kemaksiatan."
“Dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (Al-Hijr: 39)
Yakni sebagaimana Engkau telah menyesatkan aku dan menakdirkan aku menjadi sesat, maka aku akan berupaya keras untuk menyesatkan mereka semua.
Ayat 40
“Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (Al-Hijr: 40)
Ayat ini semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil.” (Al-Isra: 62)
Ayat 41
Allah ﷻ berfirman dengan nada mengancam:
“Allah berfirman, ‘Inilah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah menjaganya." (Al-Hijr: 41)
Dengan kata lain, tempat kembali kalian semua adalah kepada-Ku, maka Aku akan membalas kalian sesuai dengan amal perbuatan kalian. Jika amal kalian baik, maka balasannya baik, jika buruk, maka balasannya buruk pula. Sama halnya dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.“ (Al-Fajr: 14)
Menurut pendapat lain, jalan yang benar itu kembalinya kepada Allah dan berujung kepada-Nya. Demikianlah menurut Mujahid Al-Hasan dan Qatadah, sama dengan firman-Nya: “Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus.” (An-Nahl: 9)
Qais ibnu Ubadah, Muhammad ibnu Sirin, dan Qatadah mengartikan ayat ini, yaitu firman-Nya: “Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah menjaganya.” (Al-Hijr: 41) Sama dengan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Al-Qur'an itu -dalam induk Al-Kitab (Lauh Mahfuz) di sisi Kami- adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (Az-Zukhruf: 4) Yakni bernilai tinggi.
Akan tetapi, pendapat yang terkenal adalah yang pertama tadi.
Ayat 42
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka.” (Al-Hijr: 42) Yaitu orang-orang yang telah Aku takdirkan mendapat hidayah, tiada jalan bagimu kepada mereka, tidak pula kalian dapat sampai kepada mereka.
“Kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (Al-Hijr: 42)
Istisna (pengecualian) dalam ayat ini bersifat munqati yakni hanya hamba-hamba Allah yang mengikuti iblis saja, yaitu mereka yang sesat.
Ibnu Jarir dalam bab ini mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnul Mubarak, dari Abdulah ibnu Mauhib, bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Qasit, bahwa di masa silam para nabi mempunyai masjid-masjid di luar kota mereka tinggal. Apabila seorang nabi menghendaki munajat kepada Tuhannya untuk menanyakan sesuatu masalah, maka ia keluar menuju masjidnya, lalu melakukan salat seperti yang telah diwajibkan oleh Allah kepadanya, kemudian dia memohon kepada Allah apa yang diinginkannya.
Ketika seorang nabi sedang berada di masjidnya, tiba-tiba datanglah musuh Allah yakni iblis, lalu iblis duduk antara dia dan arah kiblat. Nabi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Maka ucapan-ta'awwuz-nya itu mengusir iblis sebanyak tiga kali. Iblis berkata, "Dengan apakah kamu dapat selamat dariku?" Nabi balik bertanya, "Tidak, tetapi ceritakanlah kepadaku, dengan apakah kamu mengalahkan Anak Adam?" Pertanyaan ini diulanginya sebanyak dua kali, maka masing-masing pihak saling bersitegang.
Nabi itu mengatakan; "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Musuh Allah iblis berkata, "Tahukah kamu ta'awwuz yang baru kamu ucapkan? Itulah dia yang menyelamatkanmu." Nabi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk." Maka bacaan itu mengusir iblis sebanyak tiga kali. Musuh Allah iblis berkata, "Ceritakanlah kepadaku, karena apakah engkau dapat selamat dariku?" Nabi menjawab, "Tidak, tetapi ceritakanlah kepadaku dengan apakah kamu dapat mengalahkan Ibnu Adam (manusia)?" Sebanyak dua kali.
Maka masing-masing pihak saling bersitegang. Akhirnya nabi itu mengatakan bahwa sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (Al-Hijr: 42) Musuh Allah iblis berkata, "Demi Allah, saya telah mendengar firman ini sebelum kamu dilahirkan." Nabi itu mengatakan bahwa Allah telah berfirman pula: “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-A'raf; 200) "Dan sesungguhnya, demi Allah, aku tidak sekali-kali merasakan adanya godaanmu melainkan aku berlindung kepada Allah dari godaanmu." Iblis berkata, "Kamu benar, dengan itulah kamu selamat dari godaanku." Nabi bertanya, "Ceritakanlah kepadaku karena apakah kamu dapat mengalahkan manusia?" Iblis menjawab, "Saya merasukinya di saat dia sedang marah dan melalui hawa nafsunya."
Ayat 43
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya.” (Al-Hijr: 43)
Artinya, neraka Jahanam adalah tempat yang dijanjikan bagi semua pengikut iblis. Sama halnya dengan yang disebutkan dalam firman-Nya yang menceritakan tentang Al-Qur'an: “Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al-Qur'an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.” (Hud: 17)
Ayat 44
Kemudian Allah ﷻ menceritakan bahwa neraka Jahanam itu mempunyai tujuh buah pintu:
“Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr: 44)
Yakni telah ditetapkan bagi tiap-tiap pintu dari neraka Jahanam akan dimasuki oleh para pengikut iblis, mereka tidak dapat menyelamatkan diri darinya; semoga Allah melindungi kita dari neraka Jahanam. Masing-masing pengikut iblis memasuki neraka Jahanam sesuai dengan amal perbuatannya, lalu ia tinggal di lapisan yang sesuai dengan amalnya pula.
Ismail ibnu Aliyyah dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Harun Al-Ganawi, dari Hattan ibnu Abdullah; ia pernah mengatakan bahwa ia telah mendengar Ali ibnu Abu Talib berkata dalam khotbahnya, "Sesungguhnya pintu-pintu Jahanam itu bertingkat-tingkat, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain." Abu Harun mengatakan demikian seraya memperagakannya.
Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Hubairah ibnu Abu Maryam, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa pintu-pintu Jahanam itu ada tujuh buah, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Bila pintu yang pertama penuh, maka pintu yang kedua diisi, kemudian pintu yang ketiga, hingga semuanya penuh. Ikrimah mengatakan, yang dimaksud dengan tujuh buah pintu ialah tujuh tingkatan.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa tujuh buah pintu itu yang pertama dinamakan Jahanam, lalu Laza, lalu Hutamah, lalu Sa'ir, lalu Saqar, lalu Jahim, dan yang terakhir ialah Hawiyah.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan hal yang serupa dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Al-A'masy.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr: 44) Hal itu demi Allah merupakan tingkatan-tingkatan amal perbuatan mereka. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya: “Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr: 44) Bahwa ada pintu untuk orang-orang Yahudi, pintu untuk orang-orang Nasrani, pintu untuk orang-orang Sabi-in, pintu untuk orang-orang Majusi, pintu untuk orang-orang musyrik (yaitu orang-orang kafir Arab), pintu untuk orang-orang munafik, dan pintu untuk ahli tauhid (muslim). Tetapi ahli tauhid mempunyai harapan untuk dikeluarkan, sedangkan yang selain mereka tidak ada harapan sama sekali untuk selama-lamanya.
Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, dari Malik ibnu Mugawwil, dari Humaid ibnu Umar, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Neraka Jahanam mempunyai tujuh buah pintu, sebuah pintu darinya buat orang yang menghunus senjatanya terhadap umatku atau kepada umat Muhammad.” Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, "Kami tidak mengenal hadis ini selain melalui hadis Malik ibnu Mugawwil."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abbas ibnul Walid Al-Khallal, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari AbuNadrah, dari Samurah ibnu Jundub, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: “Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr: 44) Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya di antara ahli neraka ada yang dimakan api neraka sampai batas kedua mata kakinya, dan sesungguhnya di antara mereka ada yang dimakan api neraka sampai batas pinggangnya, dan di antara mereka ada yang dimakan api neraka sampai batas tenggorokannya. Tempat-tempat mereka sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang demikian itu adalah firman Allah ﷻ yang mengatakan, ‘Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka’." (Al-Hijr: 44).
Pernyataan Iblis itu dijawab oleh Allah dengan berfirman, Ini, yakni
apa yang engkau katakan, baik yang engkau kecualikan maupun yang
tidak, adalah jalan yang lurus, yang merupakan jalan kebenaran dan
mengarah ke-pada-Ku, yakni sesuatu ketentuan yang telah ditentukan
dengan ketetapan dan kebijaksanaan-Ku. Allah melanjutkan firman-Nya, Sesungguhnya kamu, wahai Iblis,
tidak punya kuasa atas hamba-hamba-Ku. Engkau tidak akan mampu
menjerumuskan dan memalingkan mereka dari ketaatan kepada-Ku,
kecuali mereka yang mengikuti godaan-mu dan enggan bertobat, yaitu
orang yang sesat.
Allah ﷻ mengecam Iblis dengan ayat ini bahwa apa yang dinyatakan Iblis itu tidak semuanya benar karena ia tidak dapat memperdaya hamba-hamba-Nya yang saleh. Ini dikatakan Allah sebagai jalan yang lurus. Dia memberi pahala semua amal baik seorang hamba dan membalas dengan siksa semua amal buruk seseorang.
Untuk menghilangkan keragu-raguan yang mungkin dipahami pada ayat-ayat yang lalu maka Allah ﷻ menegaskan dalam ayat ini, bahwa hamba-hamba Allah yang ikhlas beriman tidak seorang pun yang dapat dikuasai setan. Semuanya telah diberi taufik untuk beriman, melaksanakan perintah-perintah Allah, dan menghentikan semua larangan-Nya. Godaan apapun tidak akan mempengaruhi iman mereka. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya yang lain:
Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu." Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih. (Ibrahim/14: 22)
Firman Allah swt:
Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin dan terhadap orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (an-Nahl/16: 99-100)
Kemudian Allah ﷻ mengancam setan dan pengikut-pengikutnya dengan neraka Jahanam sebagai pembalasan bagi segala macam kejahatan yang pernah mereka perbuat.
Allah ﷻ menerangkan keadaan neraka yang akan didiami oleh orang-orang yang sesat, yaitu terdiri atas tujuh tingkat. Tiap-tiap tingkat didiami oleh orang-orang yang dosa dan hukumannya sesuai dengan tingkat kejahatan yang telah mereka perbuat.
Menurut Ibnu Juraij, neraka itu tujuh tingkat, pertama Jahannam; kedua Ladha; ketiga Huthamah; keempat: Sair; kelima Saqar; keenam Jahim; dan ketujuh Hawiyah. Masing-masing tingkat ditempati sesuai dengan kadar dosa mereka.
Dari ayat-ayat ini dapat dipahami bahwa manusia mempunyai dua macam sifat yang menonjol, yaitu pertama, mempunyai sifat yang suka mengikuti hawa nafsu dan terpengaruh oleh kehidupan dunia dengan segala macam kenikmatan hidup yang memesona dirinya. Mereka inilah orang-orang musyrik yang mudah dipengaruhi setan. Kedua, manusia yang mempunyai sifat percaya kepada Allah dan rasul, jiwanya bersih dan mulia, hubungannya dengan Allah sangat dekat, dan suka kepada kebaikan. Golongan ini tidak dapat dipengaruhi oleh setan karena hati mereka telah cenderung kepada Allah ﷻ
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
INSAN DAN IBLIS
Ayat 26
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah kering dari tanah hitam berubah bau."
Dari tanah hitam yang berubah baunya, lalu diambil lalu dijadikan tanah kering, dari sanalah asal sekali dari kejadian manusia pertama. Dari tanah yang telah berubah baunya itu, entah asalnya menjadi lumut atau lunau, lalu dari sana ditimbulkan hidup. Entah melalui peringkat (proses) beberapa masa, Aliahlah yang Mahatahu. Yang sudah terang ialah bahwa asal usul kita ialah dari tanah. Dan tanah itulah akhirnya yang diberi nyawa oleh Allah.
Manusia telah mencoba menyelidiki sendiri, yang menghasilkan ilmu pengetahuan tentang asal usul manusia dan bagaimana asal jadiriya. Darwin pun mengemukakan berbagai teori tentang asal terjadinya manusia. Tetapi teori Darwin pun hanya sampai di tengah jalan, tidak sampai kepada pangkal benar-benar. Dia berteori bahwa manusia yang sekarang ini di zaman yang sangat purbakala masih sama saja keadaannya dengan kera atau monyet. Kekeluargaan manusia dengan monyet bertemu pada satu rumpun, yaitu satu makhluk yang kira-kira perangainya adalah gabungan antara kemanusiaan dengan kemonyetan. Tetapi Darwin belum sampai kepada teori yang tegas bagaimana sebenarnya nenek moyang pertemuan manusia dengan monyet itu. Itulah yang disebut “rantai yang hilang". Yang menerangkan asal sekali dari kejadian manusia hanyalah Al-Qur'an, yaitu dari tanah hitam berubah bau dan menjadi tanah kering. Sebab itu maka teori ilmu pengetahuan boleh kita selidiki terus, tidak diterima mutlak dan tidak ditolak mutlak, karena penyelidikan itu akan dilanjutkan oleh orang lain. Namun kepercayaan yang diajarkan oleh agama kita terima dengan mutlak. Manusia asal dari tanah. Kalau hendak mengadakan penyelidikan lagi tentang proses (peringkat) kejadian itu, atas dasar itu. Silahkan!
Ayat 27
“Dan akan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api beracun."
Jin, makhluk halus yang tetap ada, tetapi tidak dapat dilihat. Jin itu dijadikan terlebih dahulu dari manusia. Di sini diterangkan bahwa kejadiannya adalah dari api, yaitu api beracun. Apakah api beracun itu? Apakah dia itu sebangsa belerang? Kita tidak tahu dan tidak akan tahu perinciannya. Sedangkan soal manusia saja lagi belum jelas oleh kita. Apatah lagi soal jin. Dalam hal ini yang menjadi dasar ialah 100% percaya! Sebab penyelidikan manusia tidak juga akan sampai ke sasaran kegaiban itu.
Ayat 28
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Tuhan engkau kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah kering, dari tanah hitam berubah bau."
Ayat 29
“Maka apabila telah Aku sempunnakan dia, dan Aku tiupkan padanya Ruh-Ku, hendaklah kamu tunduk kepadanya, sujud. “
Ayat 30
“Maka sujudlah malaikat itu sama sekali, bersama-sama."
Ayat 31
“Kecuali iblis; enggan dia akan ada bersama sekalian yang bersujud itu."
Dengan ayat-ayat ini dipertemukaniah di antara tiga makhluk Allah. Makhluk insani yang terjadi dari tanah, makhluk iblis, yang seasal dengan jin, terjadi dari api beracun dan makhluk Malaikat. Dalam hal kegaiban, sahalah di antara iblis dengan malaikat, tetapi asal kejadian tidak sama. Iblis dari api beracun, malaikat dari nur atau cahaya. Sedang diri manusia tadi mempunyai gabungan di antara nyata dan gaib, zahir dan batin.
Tubuhnya terjadi dari tanah kering dari tanah hitam yang berbau, tetapi kepadanya ditiupkan ruh dari Ilahi. Allah berfirman, “Dari ruh-Ku". Yaitu ruh kepunyaan Allah. Sekalian Ruh kita ini adalah kepunyaan Allah. Sebab kita semua ini kepunyaan Allah. Setelah Allah menjadikan manusia itu, semua makhluk gaib itu disuruh sujud kepada manusia itu, memberi hormat, malaikat yang terjadi dari nur, semuanya sujud. Tetapi iblis yang terjadi dari api beracun tidak mau sujud.
Sebuah hadits yang shahih ada menyebutkan dengan tegas,
“Bersabda Nabi ﷺ, “Dijadikan malaikat dari nur atau cahaya, dan dijadikan jin dari gejala api, dan dijadikan Adam dari apa yang telah dinyatakan sifatnya kepada kamu." (HR Muslim dan Imam Ahmad dari Aisyah)
Ayat 32
“Ia bertanya" —yaitu Allah— “Hai iblis, mengapa engkau tidak turut bersama mereka yang bersujud itu?"
Ayat 33
“Dia (iblis) menjawab, “Tidaklah aku hendak bersujud kepada manusia yang telah Engkau ciptakan dari tanah kering, dari tanah hitam berubah bau."
Dalam jawaban ini terbentang dengan sendirinya kesombongan yang tersembunyi. Si iblis merasa bahwa dia disuruh bersujud kepada si manusia itu adalah satu penghinaan terhadap dirinya dari Allah. Dia merasa lebih, dalam tiga hal daripada manusia itu. Pertama, dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah berbau. Kedua, dia terjadi lebih dahulu, sedang manusia kemudian. Ketiga, menurut hadits-hadits yang shahih, iblis itu adalah makhluk yang sangat taat pada mulanya. Berjuta-juta tahun dia telah beribadah kepada Ilahi. Tidak ada lagi sejengkal langit pun yang tidak dijadikannya tempat sujud kepada Allah. Tiba-tiba di saat penting dia disuruh bersujud kepada orang yang lebih hina pada pandangannya daripada dirinya sendiri. Ber-eda dengan malaikat. Bagi malaikat, karena Allah yang menyuruh sujud memberi hormat, mereka taati perintah itu. Padahal kejadian asal mereka lebih tinggi dan lebih mulia dari-pada iblis. Tidak ada racun dalam asal kejadian mereka, melainkan nur semata-mata.
Maka timbullah sifat-sifat buruk, ketakaburan, keengganan menjalankan perintah dan kedengkian pada diri yang berasal dari api beracun itu. Dan timbullah murka Allah.
Ayat 34
“Dia berfirman, “Keluarlah engkau dari dalamnya, karena sesungguhnya engkau adalah terkutuk."
Iblis telah menjadi terkutuk lantaran sombong, angkuh, enggan menuruti perintah, merasa lebih dari orang lain. Sehingga tidak diperhatikannya keistimewaan dari makhluk yang baru diciptakan itu. Dia hanya menilik asal dari tanah, tetapi dia tidak memerhatikan ruh ciptaan Ilahi yang ditiupkan kepada asal tanah itu. Bukankah hal begini kerapkali juga kejadian pada manusia sendiri dengan sesamanya manusia karena pengaruh iblis telah masuk ke dalam dirinya. Banyak manusia yang membanggakan keturunannya dan asal-usulnya, lalu dihinakannya manusia lain yang tidak setinggi dia asal keturunannya itu. Sehingga tidak diperhatikannya lagi nilai-nilai pikiran yang dikeluarkan oleh orang yang dihinakannya itu. Laksana seorang mubaligh sedang berpidato yang sangat berarti dan berkesan di atas sebuah podium, sehingga banyak orang yang terpesona. Lalu ada di antara yang hadir bertanya sambil berbisik kepada temannya, “Tengku dia?" Kawannya itu menggelengkan kepala dan berkata, “Keturunan biasa!" Beberapa saat kemudian dia bertanya lagi, “Di kantor mana dia bekerja, berapa gajinya sebulan?" Kawannya tadi tidak menjawab lagi karena jemu mendengar pertanyaan orang yang mendapat didikan iblis itu.
Setelah iblis disuruh keluar karena telah terkutuk, Allah meneruskan firman-Nya,
Ayat 35
“Dan sesungguhnya atas engkau adalah laknat, sampai hari Pembalasan."
Dengan firman Allah yang demikian, maka sejak waktu itu telah dimulailah dinyatakan oleh Allah akan kudrat iradat-Nya bahwa manusia telah mulai mempunyai musuh yang dilaknat, yang menyebabkan manusia wajib awas dan waspada menghadapinya.
Bertambah jelas lagi pertentangan itu, sebab iblis ketika disuruh keluar itu telah mengemukakan permohonannya kepada Allah.
Ayat 36
“Dia berkata, “Ya Tuhanku! Kalau demikian, berilah akan daku tangguh, sampai kepada hari mereka akan dibangkitkan. “
Tegasnya, jika aku sudah disuruh keluar serupa ini, dan sudah terkutuk, janganlah tanggung-tanggung lagi. Berilah aku kesempatan untuk memperdayakan, menipu dan merayu manusia itu sampai kepada anak-cucunya, sampai kepada hari Kiamat. Pendeknya selama dunia masih didiami manusia, kami bangsa iblis mesti ada pula di sana. Selama mereka ingin berbuat baik, selama itu pula kami ingin menghalangi kebaikan itu, bahkan kami hendak menjerumuskan mereka, merambaukan mereka ke dalam jurang kehinaan. Kesempatan ini mohon Engkau beri, ya Allah!
Ayat 37
“Dia berfirman, “Maka sesungguhnya engkau adalah dari mereka yang diberi tangguh itu."
Ayat 38
“Sampai hari, waktu yang ditentukan itu."
Permohonannya diluluskan semua. Dia minta diberi kesempatan mengganggu manusia dalam perjalanannya menuju Allah. Ini dikabulkan! Dia meminta dia dibiarkan berbuat demikian sampai habis dunia ini ditutup. Itu pun dikabulkan semua.
Iblis meneruskan lagi permohonannya.
Ayat 39
“Dia berkata, “Ya Tuhanku! Lantunan Engkau telah menjadikan daku sesat., maka akan aku perhiasi (kejahatan) di bumi."
Aku perhiasi, artinya yang tidak elok, aku katakan elok, yang berbahaya, aku katakan tidak berbahaya. Kalau ada sesuatu hal lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, aku berusaha merayukan atau menyarankan kepada manusia itu, mengatakan bahwa manfaatnyalah yang lebih banyak. Misalnya meminum minuman yang menjadikan mabuk. Minuman keras ada mudharat dan manfaat, tetapi mudharatnya lebih besar. Maka aku — kata iblis akan selalu mencoba meyakinkan manusia itu bahwa manfaat minuman keras itu lebih banyak dari bahayanya.
“Dan akan aku perdayakan mereka semua."
Tetapi lantaran kebebasan yang begitu luas yang diberikan kepadanya, rupanya si iblis mulai merasa bahwa kekuatannya terbatas juga. Pada dirinya pun ada kelemahan. Dia tidak sanggup berhadapan dengan satu golongan manusia yang lebih kuat dari dia. Sebab itu dia berkata lagi,
Ayat 40
“Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka."
Ayat 41
“Dia berfirman, “Ini adalah satu jalan kepada-Ku, yang lurus."
Adam dan istrinya juga akan disuruh keluar dari surga ini. Tetapi dari bumi tempat mereka berdiam itu, mereka disuruh pulang kembali kepada-Ku, dan Aku tunjukkan jalan lurus menuju pulang itu, yakni jalan-Ku sendiri. Jalan dari Aku, bersama Aku, menuju Aku.
Makhluk ini, baik dia malaikat, ataupun dia manusia, ataupun dia iblis dan jin, tidak ada yang berhak menyombong atau takabur; menyombong. Sifat takabur adalah sifat Allah semata-mata. Maka dengan menyombong Allah melanjutkan firman-Nya kepada iblis itu,
Ayat 42
“Sesungguhnya hamba-hambaKu tidaklah ada kekuasaan bagimu atas mereka."
Dengan sombongnya Allah berfirman, “Hamba-Ku yang sejati tidak akan dapat engkau pengaruhi. Sebab di dalam berjalan menuju Aku, mereka tidak memilih jalan lain hanyalah satu jalan saja. jalan-Ku!
“Kecuali barangsiapa yang mengikut engkau dari orang-orang yang sesat."
Ada orang yang terlengah, terlalai dalam perjalanan itu. Dia melengong-lengong, membengong-bengong ke kiri ke kanan lalu engkau rayu dari tepi jalan, dia pun kehilangan ke-seimbangan diri lalu diturutinya kehendak setan, dia tinggalkan jalan lurus itu, dia menyeleweng, dia mengencong. Itulah hanya yang dapat engkau tarik. Tetapi kalau dia sadar kembali sebelum terlambat, lalu dia kembali ke jalan-Ku itu dan engkau ditinggalkannya, dia masih tetap Aku terima sebagai hamba-Ku. Tetapi orang-orang yang tidak lekas sadar, yang menurutkan engkau berhanyut-hanyut di jalan sesat yang tidak tentu ujungnya itu, maka celakalah dia.
Ayat 43
“Dan sesungguhnya neraka Jahannam itu adalah tempat yang dijanjikan buat mereka sekalian"
Ayat 43 ini tidaklah lagi dihadapkan Allah kepada si iblis, tetapi lanjutan firman untuk Rasul-Nya Muhammad ﷺ bahwa neraka Jahannam adalah buat mereka sekalian, yaitu mereka yang diperdayakan bersama-sama dengan yang memperdayakan, yaitu si iblis itu sendiri. Lalu Allah jelaskan sifat-sifat Jahannam itu.
Dan ayat ini adalah peringatan yang jelas bagi manusia supaya dia hati-hati berjalan di dalam hidup ini. Kalau dia terlengah sedikit saja akan lalulah ke atas dirinya perdayaan setan iblis itu. Sedang menurut ayat-ayat di atas tadi dan disambungkan lagi dengan beberapa ayat yang lain, penyesalan tidak ada pada iblis. Kutuk Allah yang telah diterimanya karena dia tidak mau bersujud kepada Adam itu bukan membuatnya insaf, melainkan menumbuhkan tekad bulat pada dirinya untuk melanjutkan permusuhannya dengan manusia. Sampai dia minta diberi kesempatan memperdayakan manusia selama dunia ini masih didiami oleh manusia. Dan Allah pun memberikan kesempatan itu kepadanya. Iblis sendiri pun telah memberikan pengakuan sejak semula, bahwa manusia yang benar-benar memperhambakan diri kepada Allah tidaklah akan dapat dijatuhkannya ke dalam pengaruhnya. Dan Allah pun memberikan peringatan pula bahwasanya jalan yang direntangkan Allah ini adalah jalan lurus, ash-Shiratal Mustaqim. Yang jadi tujuan ialah Allah sendiri dan ridha-Nya.
Ini jadi peringatan dari Allah bahwa selama manusia masih tetap berjalan di atas jalan ash-Shiratal Mustaqim itu, perdayaan setan iblis tidaklah akan mempan.
Ayat 44
“Dia mempunyai tujuh pintu. Bagi tiap-tiap pintu dari mereka ada bagian yang tertentu."
Mereka akan masuk dari tiap-tiap pintu itu menurut pembagian masing-masing dan derajat kesesatan masing-masing.
Demikianlah pada ayat ini telah dibayangkan perjuangan yang harus dihadapi manusia di dalam hidup. Mulai masuk ke dalam arena kehidupan sudah mulai diperingati bahwasanya di mana-mana sudah ada musuh yang menunggu, yaitu iblis. Dan memang begitulah keenakan dari hidup dan keasyikan dari al-Hayat, yaitu berjuang.
Kemenangan dalam perjuangan itulah yang mempertinggi nilai kehidupan dan nilai yang akan ditempuh, yaitu pulang kepada Allah dan ke jannatun Na'im yang telah disediakan.
Sebuah hadits,
“Dan telah mengeluarkan Ibnu Maniawaihi dan al-Khathib dalam tarikhnya dari Anas, Berkata Rasulullah ﷺ tentang firman Allah, “Dari tiap-tiap pintu bagi mereka, ada bagian yang tertentu" itu. Berkata Rasulullah ﷺ, “Satu bagian buat yang memperserikatkan Allah, satu bagian untuk yang ragu-ragu kepada Allah, dan satu bagian lagi tempat orang yang lalai dari Allah." (HR Ibnu Mardawaihi dan al-Khatib)