Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقۡنَا
Kami telah menciptakan
ٱلۡإِنسَٰنَ
manusia
مِن
dari
صَلۡصَٰلٖ
tanah liat yang kering
مِّنۡ
dari
حَمَإٖ
lumpur hitam
مَّسۡنُونٖ
berbentuk
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
خَلَقۡنَا
Kami telah menciptakan
ٱلۡإِنسَٰنَ
manusia
مِن
dari
صَلۡصَٰلٖ
tanah liat yang kering
مِّنۡ
dari
حَمَإٖ
lumpur hitam
مَّسۡنُونٖ
berbentuk
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang dibentuk.
Tafsir
(Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia) yaitu Nabi Adam (dari tanah liat kering) tanah liat kering yang apabila diketuk akan terdengar daripadanya suara melenting (yang berasal dari lumpur hitam) tanah liat yang hitam (yang diberi bentuk) diubah bentuknya.
Tafsir Surat Al-Hijr: 26-27
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan salsal dalam ayat ini ialah tanah liat kering. Makna lahiriah ayat sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api. (Ar-Rahmah: 14-15) Dari Mujahid, disebutkan pula bahwa salsal artinya tanah yang berbau busuk.
Tetapi tafsir ayat dengan ayat yang lain adalah lebih utama. Firman Allah ﷻ: dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al-Hijr: 26) Makna yang dimaksud ialah tanah liat. Sedangkan al-masnun artinya yang licin, seperti pengertian dalam perkataan seorang penyair: Kemudian pinggangnya ditempelkan di kubah hijau sambil berjalan di atas marmer yang licin lagi mengilap. Yang dimaksud dengan masnun dalam syair ini ialah licin lagi mengilap.
Karena itulah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia pernah mengatakan, "Makna yang dimaksud ialah tanah yang basah." Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ad-Dahhak, bahwa al-hama-il masnun ialah tanah yang berbau busuk. Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan masnun dalam ayat ini ialah yang dituangkan. Firman Allah ﷻ: Dan Kami telah menciptakan jin sebelumnya. (Al-Hijr: 27) Yakni sebelum menciptakan manusia.
dari api yang sangat panas. (Al-Hijr: 27) Ibnu Abbas mengatakan, makna yang dimaksud ialah angin panas yang dapat membunuh (mematikan). Sebagian ulama mengatakah bahwa samum ialah angin panas di malam dan siang hari. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kalau samum terjadi di malam hari, dan harur terjadi di siang hari. Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia masuk ke dalam rumah Umar Al-Asam menjenguknya, lalu Umar Al-Asam mengatakan, "Maukah aku ceritakan kepada kamu sebuah hadis yang pernah kudengar dari Abdullah ibnu Mas'ud.
Dia mengatakan bahwa angin yang panas ini adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian angin panas yang jin diciptakan darinya. Kemudian Ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: 'Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas' (Al-Hijr: 27)." Dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa al-jan (jin) diciptakan dari nyala api. Menurut riwayat lain, dari nyala api yang paling baik. Dari Amr ibnu Dinar, disebutkan dari api matahari. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan: Para malaikat diciptakan dari nur, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang digambarkan kepada kalian. Makna yang dimaksud oleh ayat ialah menonjolkan kemuliaan Adam a.s.
dan keharuman serta kesucian unsur kejadiannya."
Setelah menggambarkan nikmat-nikmat Allah di alam sekitar manusia, melalui ayat-ayat berikut Allah menjelaskan penciptaan manusia.
Allah menyatakan, Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia, yakni Adam, dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi
bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum penciptaan Adam dari api
yang sangat panas.
Ayat ini menerangkan bahwa setelah menyempurnakan bentuk ciptaan-Nya, Allah lalu meniupkan roh kepadanya. Menurut para saintis, kata hama' (lumpur hitam) pada ayat ini mengisyaratkan akan terlibatnya molekul air (H2O) dalam proses terbentuknya molekul-molekul pendukung proses kehidupan. Seperti diketahui 'air adalah media bagi terjadinya suatu proses reaksi kimiawi/biokimiawi untuk membentuk suatu molekul baru. Kata "yang diberi bentuk", mengisyaratkan bahwa reaksi biokimiawi yang terjadi dalam media berair itu, telah menjadikan unsur-unsur, yang semula 'hanya atom-atom menjadi suatu molekul organik, yang susunan dan bentuknya tertentu, seperti asam amino atau nukleotida.
Pada ayat yang lain, Allah ﷻ menerangkan kejadian manusia itu:
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap. (ar-Rahman/55: 14-15)
Secara ilmiah, tembikar adalah semacam porcelain, yang dalam proses reaksi kimiawi dapat digunakan sebagai katalis untuk terjadinya proses polimerisasi. Kata "tanah kering seperti tembikar" mungkin mengisyaratkan terjadinya proses polimerasasi atau reaksi perpanjangan rantai molekul dari asam-asam amino menjadi protein atau dari nukleotida menjadi polinukleotida, termasuk molekul Desoxyribonucleic Acid (DNA), suatu materi penyusun struktur gena makhluk hidup.
Dan firman Allah swt:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya." (shad/38: 71-72)
Yang dimaksud dengan insan (manusia) dalam ayat ini, ialah Adam a.s. yang merupakan bapak seluruh manusia. Sebagian ahli tafsir berpendapat Adam yang disebut dalam ayat ini bukanlah manusia pertama, karena sebelum itu Allah ﷻ telah menciptakan beribu-ribu Adam. Tetapi Nabi Adam adalah nabi pertama yang diberi tugas untuk berdakwah kepada manusia agar mengikuti jalan yang benar.
Dalam hadis Nabi diterangkan proses penciptaan Adam itu. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah menciptakan Adam dari kepalan tanah yang diambil dari segala macam tanah, maka lahirlah anak Adam menurut kadar tanah itu. Di antara mereka ada yang merah, ada yang hitam, dan ada di antara kedua warna itu. Ada yang mudah, ada yang sukar, ada yang baik, dan ada yang buruk. (Riwayat Ahmad dan Muslim dari 'Aisyah)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
INSAN DAN IBLIS
Ayat 26
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah kering dari tanah hitam berubah bau."
Dari tanah hitam yang berubah baunya, lalu diambil lalu dijadikan tanah kering, dari sanalah asal sekali dari kejadian manusia pertama. Dari tanah yang telah berubah baunya itu, entah asalnya menjadi lumut atau lunau, lalu dari sana ditimbulkan hidup. Entah melalui peringkat (proses) beberapa masa, Aliahlah yang Mahatahu. Yang sudah terang ialah bahwa asal usul kita ialah dari tanah. Dan tanah itulah akhirnya yang diberi nyawa oleh Allah.
Manusia telah mencoba menyelidiki sendiri, yang menghasilkan ilmu pengetahuan tentang asal usul manusia dan bagaimana asal jadiriya. Darwin pun mengemukakan berbagai teori tentang asal terjadinya manusia. Tetapi teori Darwin pun hanya sampai di tengah jalan, tidak sampai kepada pangkal benar-benar. Dia berteori bahwa manusia yang sekarang ini di zaman yang sangat purbakala masih sama saja keadaannya dengan kera atau monyet. Kekeluargaan manusia dengan monyet bertemu pada satu rumpun, yaitu satu makhluk yang kira-kira perangainya adalah gabungan antara kemanusiaan dengan kemonyetan. Tetapi Darwin belum sampai kepada teori yang tegas bagaimana sebenarnya nenek moyang pertemuan manusia dengan monyet itu. Itulah yang disebut “rantai yang hilang". Yang menerangkan asal sekali dari kejadian manusia hanyalah Al-Qur'an, yaitu dari tanah hitam berubah bau dan menjadi tanah kering. Sebab itu maka teori ilmu pengetahuan boleh kita selidiki terus, tidak diterima mutlak dan tidak ditolak mutlak, karena penyelidikan itu akan dilanjutkan oleh orang lain. Namun kepercayaan yang diajarkan oleh agama kita terima dengan mutlak. Manusia asal dari tanah. Kalau hendak mengadakan penyelidikan lagi tentang proses (peringkat) kejadian itu, atas dasar itu. Silahkan!
Ayat 27
“Dan akan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api beracun."
Jin, makhluk halus yang tetap ada, tetapi tidak dapat dilihat. Jin itu dijadikan terlebih dahulu dari manusia. Di sini diterangkan bahwa kejadiannya adalah dari api, yaitu api beracun. Apakah api beracun itu? Apakah dia itu sebangsa belerang? Kita tidak tahu dan tidak akan tahu perinciannya. Sedangkan soal manusia saja lagi belum jelas oleh kita. Apatah lagi soal jin. Dalam hal ini yang menjadi dasar ialah 100% percaya! Sebab penyelidikan manusia tidak juga akan sampai ke sasaran kegaiban itu.
Ayat 28
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Tuhan engkau kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan manusia dari tanah kering, dari tanah hitam berubah bau."
Ayat 29
“Maka apabila telah Aku sempunnakan dia, dan Aku tiupkan padanya Ruh-Ku, hendaklah kamu tunduk kepadanya, sujud. “
Ayat 30
“Maka sujudlah malaikat itu sama sekali, bersama-sama."
Ayat 31
“Kecuali iblis; enggan dia akan ada bersama sekalian yang bersujud itu."
Dengan ayat-ayat ini dipertemukaniah di antara tiga makhluk Allah. Makhluk insani yang terjadi dari tanah, makhluk iblis, yang seasal dengan jin, terjadi dari api beracun dan makhluk Malaikat. Dalam hal kegaiban, sahalah di antara iblis dengan malaikat, tetapi asal kejadian tidak sama. Iblis dari api beracun, malaikat dari nur atau cahaya. Sedang diri manusia tadi mempunyai gabungan di antara nyata dan gaib, zahir dan batin.
Tubuhnya terjadi dari tanah kering dari tanah hitam yang berbau, tetapi kepadanya ditiupkan ruh dari Ilahi. Allah berfirman, “Dari ruh-Ku". Yaitu ruh kepunyaan Allah. Sekalian Ruh kita ini adalah kepunyaan Allah. Sebab kita semua ini kepunyaan Allah. Setelah Allah menjadikan manusia itu, semua makhluk gaib itu disuruh sujud kepada manusia itu, memberi hormat, malaikat yang terjadi dari nur, semuanya sujud. Tetapi iblis yang terjadi dari api beracun tidak mau sujud.
Sebuah hadits yang shahih ada menyebutkan dengan tegas,
“Bersabda Nabi ﷺ, “Dijadikan malaikat dari nur atau cahaya, dan dijadikan jin dari gejala api, dan dijadikan Adam dari apa yang telah dinyatakan sifatnya kepada kamu." (HR Muslim dan Imam Ahmad dari Aisyah)
Ayat 32
“Ia bertanya" —yaitu Allah— “Hai iblis, mengapa engkau tidak turut bersama mereka yang bersujud itu?"
Ayat 33
“Dia (iblis) menjawab, “Tidaklah aku hendak bersujud kepada manusia yang telah Engkau ciptakan dari tanah kering, dari tanah hitam berubah bau."
Dalam jawaban ini terbentang dengan sendirinya kesombongan yang tersembunyi. Si iblis merasa bahwa dia disuruh bersujud kepada si manusia itu adalah satu penghinaan terhadap dirinya dari Allah. Dia merasa lebih, dalam tiga hal daripada manusia itu. Pertama, dia terjadi dari api, sedang manusia terjadi dari tanah berbau. Kedua, dia terjadi lebih dahulu, sedang manusia kemudian. Ketiga, menurut hadits-hadits yang shahih, iblis itu adalah makhluk yang sangat taat pada mulanya. Berjuta-juta tahun dia telah beribadah kepada Ilahi. Tidak ada lagi sejengkal langit pun yang tidak dijadikannya tempat sujud kepada Allah. Tiba-tiba di saat penting dia disuruh bersujud kepada orang yang lebih hina pada pandangannya daripada dirinya sendiri. Ber-eda dengan malaikat. Bagi malaikat, karena Allah yang menyuruh sujud memberi hormat, mereka taati perintah itu. Padahal kejadian asal mereka lebih tinggi dan lebih mulia dari-pada iblis. Tidak ada racun dalam asal kejadian mereka, melainkan nur semata-mata.
Maka timbullah sifat-sifat buruk, ketakaburan, keengganan menjalankan perintah dan kedengkian pada diri yang berasal dari api beracun itu. Dan timbullah murka Allah.
Ayat 34
“Dia berfirman, “Keluarlah engkau dari dalamnya, karena sesungguhnya engkau adalah terkutuk."
Iblis telah menjadi terkutuk lantaran sombong, angkuh, enggan menuruti perintah, merasa lebih dari orang lain. Sehingga tidak diperhatikannya keistimewaan dari makhluk yang baru diciptakan itu. Dia hanya menilik asal dari tanah, tetapi dia tidak memerhatikan ruh ciptaan Ilahi yang ditiupkan kepada asal tanah itu. Bukankah hal begini kerapkali juga kejadian pada manusia sendiri dengan sesamanya manusia karena pengaruh iblis telah masuk ke dalam dirinya. Banyak manusia yang membanggakan keturunannya dan asal-usulnya, lalu dihinakannya manusia lain yang tidak setinggi dia asal keturunannya itu. Sehingga tidak diperhatikannya lagi nilai-nilai pikiran yang dikeluarkan oleh orang yang dihinakannya itu. Laksana seorang mubaligh sedang berpidato yang sangat berarti dan berkesan di atas sebuah podium, sehingga banyak orang yang terpesona. Lalu ada di antara yang hadir bertanya sambil berbisik kepada temannya, “Tengku dia?" Kawannya itu menggelengkan kepala dan berkata, “Keturunan biasa!" Beberapa saat kemudian dia bertanya lagi, “Di kantor mana dia bekerja, berapa gajinya sebulan?" Kawannya tadi tidak menjawab lagi karena jemu mendengar pertanyaan orang yang mendapat didikan iblis itu.
Setelah iblis disuruh keluar karena telah terkutuk, Allah meneruskan firman-Nya,
Ayat 35
“Dan sesungguhnya atas engkau adalah laknat, sampai hari Pembalasan."
Dengan firman Allah yang demikian, maka sejak waktu itu telah dimulailah dinyatakan oleh Allah akan kudrat iradat-Nya bahwa manusia telah mulai mempunyai musuh yang dilaknat, yang menyebabkan manusia wajib awas dan waspada menghadapinya.
Bertambah jelas lagi pertentangan itu, sebab iblis ketika disuruh keluar itu telah mengemukakan permohonannya kepada Allah.
Ayat 36
“Dia berkata, “Ya Tuhanku! Kalau demikian, berilah akan daku tangguh, sampai kepada hari mereka akan dibangkitkan. “
Tegasnya, jika aku sudah disuruh keluar serupa ini, dan sudah terkutuk, janganlah tanggung-tanggung lagi. Berilah aku kesempatan untuk memperdayakan, menipu dan merayu manusia itu sampai kepada anak-cucunya, sampai kepada hari Kiamat. Pendeknya selama dunia masih didiami manusia, kami bangsa iblis mesti ada pula di sana. Selama mereka ingin berbuat baik, selama itu pula kami ingin menghalangi kebaikan itu, bahkan kami hendak menjerumuskan mereka, merambaukan mereka ke dalam jurang kehinaan. Kesempatan ini mohon Engkau beri, ya Allah!
Ayat 37
“Dia berfirman, “Maka sesungguhnya engkau adalah dari mereka yang diberi tangguh itu."
Ayat 38
“Sampai hari, waktu yang ditentukan itu."
Permohonannya diluluskan semua. Dia minta diberi kesempatan mengganggu manusia dalam perjalanannya menuju Allah. Ini dikabulkan! Dia meminta dia dibiarkan berbuat demikian sampai habis dunia ini ditutup. Itu pun dikabulkan semua.
Iblis meneruskan lagi permohonannya.
Ayat 39
“Dia berkata, “Ya Tuhanku! Lantunan Engkau telah menjadikan daku sesat., maka akan aku perhiasi (kejahatan) di bumi."
Aku perhiasi, artinya yang tidak elok, aku katakan elok, yang berbahaya, aku katakan tidak berbahaya. Kalau ada sesuatu hal lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, aku berusaha merayukan atau menyarankan kepada manusia itu, mengatakan bahwa manfaatnyalah yang lebih banyak. Misalnya meminum minuman yang menjadikan mabuk. Minuman keras ada mudharat dan manfaat, tetapi mudharatnya lebih besar. Maka aku — kata iblis akan selalu mencoba meyakinkan manusia itu bahwa manfaat minuman keras itu lebih banyak dari bahayanya.
“Dan akan aku perdayakan mereka semua."
Tetapi lantaran kebebasan yang begitu luas yang diberikan kepadanya, rupanya si iblis mulai merasa bahwa kekuatannya terbatas juga. Pada dirinya pun ada kelemahan. Dia tidak sanggup berhadapan dengan satu golongan manusia yang lebih kuat dari dia. Sebab itu dia berkata lagi,
Ayat 40
“Kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka."
Ayat 41
“Dia berfirman, “Ini adalah satu jalan kepada-Ku, yang lurus."
Adam dan istrinya juga akan disuruh keluar dari surga ini. Tetapi dari bumi tempat mereka berdiam itu, mereka disuruh pulang kembali kepada-Ku, dan Aku tunjukkan jalan lurus menuju pulang itu, yakni jalan-Ku sendiri. Jalan dari Aku, bersama Aku, menuju Aku.
Makhluk ini, baik dia malaikat, ataupun dia manusia, ataupun dia iblis dan jin, tidak ada yang berhak menyombong atau takabur; menyombong. Sifat takabur adalah sifat Allah semata-mata. Maka dengan menyombong Allah melanjutkan firman-Nya kepada iblis itu,
Ayat 42
“Sesungguhnya hamba-hambaKu tidaklah ada kekuasaan bagimu atas mereka."
Dengan sombongnya Allah berfirman, “Hamba-Ku yang sejati tidak akan dapat engkau pengaruhi. Sebab di dalam berjalan menuju Aku, mereka tidak memilih jalan lain hanyalah satu jalan saja. jalan-Ku!
“Kecuali barangsiapa yang mengikut engkau dari orang-orang yang sesat."
Ada orang yang terlengah, terlalai dalam perjalanan itu. Dia melengong-lengong, membengong-bengong ke kiri ke kanan lalu engkau rayu dari tepi jalan, dia pun kehilangan ke-seimbangan diri lalu diturutinya kehendak setan, dia tinggalkan jalan lurus itu, dia menyeleweng, dia mengencong. Itulah hanya yang dapat engkau tarik. Tetapi kalau dia sadar kembali sebelum terlambat, lalu dia kembali ke jalan-Ku itu dan engkau ditinggalkannya, dia masih tetap Aku terima sebagai hamba-Ku. Tetapi orang-orang yang tidak lekas sadar, yang menurutkan engkau berhanyut-hanyut di jalan sesat yang tidak tentu ujungnya itu, maka celakalah dia.
Ayat 43
“Dan sesungguhnya neraka Jahannam itu adalah tempat yang dijanjikan buat mereka sekalian"
Ayat 43 ini tidaklah lagi dihadapkan Allah kepada si iblis, tetapi lanjutan firman untuk Rasul-Nya Muhammad ﷺ bahwa neraka Jahannam adalah buat mereka sekalian, yaitu mereka yang diperdayakan bersama-sama dengan yang memperdayakan, yaitu si iblis itu sendiri. Lalu Allah jelaskan sifat-sifat Jahannam itu.
Dan ayat ini adalah peringatan yang jelas bagi manusia supaya dia hati-hati berjalan di dalam hidup ini. Kalau dia terlengah sedikit saja akan lalulah ke atas dirinya perdayaan setan iblis itu. Sedang menurut ayat-ayat di atas tadi dan disambungkan lagi dengan beberapa ayat yang lain, penyesalan tidak ada pada iblis. Kutuk Allah yang telah diterimanya karena dia tidak mau bersujud kepada Adam itu bukan membuatnya insaf, melainkan menumbuhkan tekad bulat pada dirinya untuk melanjutkan permusuhannya dengan manusia. Sampai dia minta diberi kesempatan memperdayakan manusia selama dunia ini masih didiami oleh manusia. Dan Allah pun memberikan kesempatan itu kepadanya. Iblis sendiri pun telah memberikan pengakuan sejak semula, bahwa manusia yang benar-benar memperhambakan diri kepada Allah tidaklah akan dapat dijatuhkannya ke dalam pengaruhnya. Dan Allah pun memberikan peringatan pula bahwasanya jalan yang direntangkan Allah ini adalah jalan lurus, ash-Shiratal Mustaqim. Yang jadi tujuan ialah Allah sendiri dan ridha-Nya.
Ini jadi peringatan dari Allah bahwa selama manusia masih tetap berjalan di atas jalan ash-Shiratal Mustaqim itu, perdayaan setan iblis tidaklah akan mempan.
Ayat 44
“Dia mempunyai tujuh pintu. Bagi tiap-tiap pintu dari mereka ada bagian yang tertentu."
Mereka akan masuk dari tiap-tiap pintu itu menurut pembagian masing-masing dan derajat kesesatan masing-masing.
Demikianlah pada ayat ini telah dibayangkan perjuangan yang harus dihadapi manusia di dalam hidup. Mulai masuk ke dalam arena kehidupan sudah mulai diperingati bahwasanya di mana-mana sudah ada musuh yang menunggu, yaitu iblis. Dan memang begitulah keenakan dari hidup dan keasyikan dari al-Hayat, yaitu berjuang.
Kemenangan dalam perjuangan itulah yang mempertinggi nilai kehidupan dan nilai yang akan ditempuh, yaitu pulang kepada Allah dan ke jannatun Na'im yang telah disediakan.
Sebuah hadits,
“Dan telah mengeluarkan Ibnu Maniawaihi dan al-Khathib dalam tarikhnya dari Anas, Berkata Rasulullah ﷺ tentang firman Allah, “Dari tiap-tiap pintu bagi mereka, ada bagian yang tertentu" itu. Berkata Rasulullah ﷺ, “Satu bagian buat yang memperserikatkan Allah, satu bagian untuk yang ragu-ragu kepada Allah, dan satu bagian lagi tempat orang yang lalai dari Allah." (HR Ibnu Mardawaihi dan al-Khatib)