Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
عَلِمۡنَا
Kami mengetahui
ٱلۡمُسۡتَقۡدِمِينَ
orang-orang terdahulu
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
عَلِمۡنَا
Kami mengetahui
ٱلۡمُسۡتَـٔۡخِرِينَ
orang-orang kemudian
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
عَلِمۡنَا
Kami mengetahui
ٱلۡمُسۡتَقۡدِمِينَ
orang-orang terdahulu
مِنكُمۡ
diantara kamu
وَلَقَدۡ
dan sesungguhnya
عَلِمۡنَا
Kami mengetahui
ٱلۡمُسۡتَـٔۡخِرِينَ
orang-orang kemudian
Terjemahan
Sungguh, Kami benar-benar mengetahui orang-orang yang terdahulu di antara kamu dan Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian.
Tafsir
(Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian) yaitu makhluk-makhluk yang terdahulu sejak Nabi Adam (dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian) orang-orang yang akan datang kemudian hingga hari kiamat.
Tafsir Surat Al-Hijr: 21-25
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanah (perbendaharaan)nya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kalian dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya.
Dan sesungguhnya benar-benar Kamilah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.
Dan sesungguhnya Kami mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang akan menghimpunkan mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Ayat 21
Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dialah yang memiliki segala sesuatu, dan bahwa segala sesuatu mudah bagi-Nya serta tiada harganya bagi-Nya. Di sisi-Nya Dia memiliki perbendaharaan segala sesuatu yang terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya.
“Dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Al-Hijr: 21)
Yakni menurut apa yang dikehendaki dan yang disukai-Nya, dan karena adanya hikmah yang sangat besar serta rahmat bagi hamba-hamba-Nya dalam hal tersebut, bukanlah sebagai suatu keharusan; bahkan Dia menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (rahmat).
Yazid ibnu Abu Ziyad telah meriwayatkan dari Abu Juhaifah, dari Abdullah, bahwa tiada suatu daerah pun yang diberi hujan selama setahun penuh, tetapi Allah membagi-bagikannya sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Maka Dia memberikan hujan secara terbagi-bagi, terkadang di sana dan terkadang di sini. Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: “Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanah (perbendaharaan)nya.” (Al-Hijr: 21), hingga akhir ayat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Salim, dari Al-Hakam ibnu Uyaynah sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: “Dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Al-Hijr: 21) Bahwa tiada suatu tahun pun yang lebih banyak hujannya daripada tahun yang lain, tidak pula kurang; tetapi suatu kaum diberi hujan, sedangkan kaum yang lain tidak diberi berikut semua hewan yang ada di laut.
Ibnu Jarir mengatakan: “Telah sampai suatu berita kepada kami bahwa seiring dengan turunnya hujan, turun pula para malaikat yang bilangannya jauh lebih banyak daripada bilangan anak-anak iblis dan anak-anak Adam. Bilangan mereka sama dengan setiap tetes dari air hujan, turun di tempat mana pun tetes air hujan jatuh dan di daerah mana pun yang menumbuhkan tetumbuhan."
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud Ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Hayyan ibnu Aglab ibnu Tamim, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Hisyam, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Perbendaharaan Allah ialah Kalam-(Nya), apabila Dia hendak menciptakan sesuatu Dia hanya berfirman kepadanya, ‘Jadilah kamu!’ Maka jadilah ia. Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini tiada yang meriwayatkannya selain Aglab, sedangkan dia orangnya tidak kuat (haditsnya). Sejumlah ulama terdahulu ada yang membicarakannya, dan ternyata tiada yang meriwayatkan darinya kecuali hanya anaknya.
Ayat 22
Firman Allah ﷻ: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan).” (Al-Hijr 22)
Yakni membuahi awan, maka awan mengucurkan air (hujan)nya; dan mengawinkan tumbuh-tumbuhan, maka terbukalah daun-daunnya dan kuntum-kuntum bunganya.
Lafaz riyah disebutkan dalam bentuk jamak, dengan maksud angin yang bermanfaat. Lain halnya dengan angin yang kering, maka ia diungkapkan dalam bentuk tunggal, yakni ar-rih; lalu disifati dengan kata al-'aqim yang artinya tidak menyuburkan atau angin kering. Disebutkan pula dengan bentuk jamak karena mengandung pengertian adanya faktor interaksi di antara dua hal atau lebih.
Al-A'masy mengatakan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Qais ibnus Sakan, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan firman-Nya: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan).” (Al-Hijr: 22) Angin dikirimkan, maka angin itu membawa air dari langit; kemudian berlalu seirama dengan bergeraknya awan hingga awan itu menjatuhkan hujan sebagaimana air susu keluar dari tetek sapi perahan.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha'i, dari Qatadah. Qatadah mengatakan, Allah mengirimkan angin kepada awan, maka angin membuahinya sehingga awan penuh dengan air. Ubaid ibnu Umair Al-Laitsi mengatakan bahwa Allah mengirimkan angin yang membawa kesuburan pada suatu daerah, maka bumi daerah itu menjadi subur. Lalu Allah mengirimkan angin yang mengarak awan, kemudian mengirimkan angin yang membawa air sehingga awan mengandung banyak air.
Setelah itu Allah mengirimkan angin yang mengawinkan tumbuh-tumbuhan, maka tumbuh-tumbuhan itu menjadi berbuah dengan suburnya. Setelah itu Qatadah membaca firman Allah ﷻ: “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan).” (Al-Hijr: 22)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui hadis Ubais ibnu Maimun, dari Abul Mihzam, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Angin selatan berasal dari surga, angin inilah yang disebutkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya, dan angin ini banyak mengandung manfaat bagi manusia.” Sanad hadis ini berpredikat daif (lemah).
Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Ibnu Ja'diyyah Al-Laisi; ia mendengar Abdur Rahman ibnu Mikhraq menceritakan hadis berikut dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menciptakan angin di dalam surga, yang jaraknya sama dengan perjalanan tujuh tahun, dan sesungguhnya sebelumnya terdapat sebuah pintu yang tertutup. Sesungguhnya angin yang datang kepada kalian berasal dari pintu itu. Seandainya pintu angin itu dibuka (semuanya), tentulah akan menerbangkan segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi. Angin itu yang ada di sisi Allah dinamakan azib, sedangkan yang ada di antara kalian adalah angin selatan.”
Firman Allah ﷻ: “Lalu Kami beri minum kalian dengan air itu.” (Al-Hijr: 22) Artinya, Kami menurunkan hujan itu dalam keadaan tawar sehingga dapat kalian meminumnya. Seandainya Dia menghendaki, tentulah Dia menjadikan air itu berasa asin, seperti yang diisyaratkan-Nya dalam ayat yang lain melalui firman-Nya dalam surat Al-Waqi'ah, yaitu: “Maka pernahkah kalian memikirkan tentang air yang kalian minum. Kaliankah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan air itu asin, maka mengapakah kalian tidak bersyukur?” (Al-Waqi'ah: 68-70) Demikian pula dalam firman Allah ﷻ: “Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kalian, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya untuk (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kalian menggembalakan ternak kalian.” (An-Nahl: 10)
Firman Allah ﷻ: “Dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya.” (Al-Hijr: 22)
Menurut Sufyan As-Sauri, makna yang dimaksud ialah 'dan sekali-kali kalian tidak dapat mencegah (turun)nya'. Tetapi dapat pula diartikan bahwa makna yang dimaksud ialah 'dan kalian bukanlah orang-orang yang memeliharanya, tetapi Kami-lah yang menurunkannya dan yang memeliharanya untuk kalian, lalu Kami menjadikannya mata air dan sumber-sumber air di bumi'. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan mengeringkan air itu dan melenyapkannya. Tetapi karena rahmat-Nya, hujan diturunkan dan dijadikan berasa tawar, lalu disimpan di dalam mata air-mata air, sumur-sumur, dan sungai-sungai serta tempat-tempat penyimpanan air lainnya, agar mencukupi mereka selama satu tahun, untuk minum mereka dan hewan ternak mereka, serta untuk pengairan lahan pertanian mereka.
Ayat 23
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya benar-benar Kamilah yang menghidupkan dan mematikan.” (Al-Hijr: 23)
Allah menyebutkan tentang kekuasaan-Nya dalam memulai penciptaan dan mengulanginya, dan bahwa Dialah Yang menciptakan makhluk dari tiada, kemudian Dia mematikan mereka, lalu Dia membangkitkan mereka semua pada hari perhimpunan. Allah menyebutkan pula bahwa Dialah yang mewarisi bumi dan semua makhluk yang ada padanya, dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali.
Ayat 24
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan perihal ilmu-Nya Yang Maha Sempurna tentang mereka, mulai dari yang pertama hingga yang paling akhir. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian.” (Al Hijr: 24)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan orang-orang yang terdahulu ialah semua orang yang telah mati sejak dari Nabi Adam a.s. Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang terkemudian ialah orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang akan ada nanti sampai hari kiamat. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Muhammad ibnu Ka'b, Asy-Sya'bi, dan lain-lainnya. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari seorang lelaki, dari Marwan ibnul Hakam yang mengatakan bahwa ada sejumlah lelaki yang mengambil saf paling belakang demi seorang wanita, lalu Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian, dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).” (Al-Hijr: 24)
Sehubungan dengan makna ayat ini ada sebuah hadis garib (asing) sekali yang berkenaan dengan latar belakangnya. Ibnu Jarir mengatakan: Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Musa Al-Jarasyi, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita yang salat di belakang Nabi ﷺ. Wanita itu sangat cantik. Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, tidak ada seorang wanita pun yang pernah aku lihat secantik wanita itu." Ketika shalat akan dimulai sebagian dari kaum muslim maju ke saf yang terdepan agar tidak melihat wanita itu, sedangkan sebagian lainnya mengambil safnya di belakang wanita-itu. Ketika mereka (yang ada di depan) sujud, mereka melihat wanita itu dari bawah tangan mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).” (Al-Hijr: 24)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsirnya. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsir masing-masing, bagian dari kitab sunnahnya; begitu pula Ibnu Majah, melalui berbagai jalur dari Nuh ibnu Qais Al-Haddani yang dinilai tsiqah oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta lain-lainnya. Tetapi telah diriwayatkan dari Ibnu Mu'in bahwa Nuh ibnu Qais orangnya daif (lemah haditsnya). Imam Muslim dan ahli sunan mengetengahkan hadis ini, tetapi di dalam hadis ini terkandung predikat munkar yang parah.
Abdur Razzaq telah meriwayatkannya dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Amr ibnu Malik (yakni An-Nakri), bahwa ia pernah mendengar Abul Jauza mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian.” (Al-Hijr: 24) Yakni dalam saf salat.
“Dan orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).” (Al-Hijr: 24) Menurut pengertian lahiriahnya, kata-kata ini berasal dari perkataan Abul Jauza, sedangkan nama Ibnu Abbas tidak disebut-sebut di dalamnya. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hal ini mirip dengan riwayat Nuh ibnu Qais.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnu Abu Ma'syar, dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Aun ibnu Abdullah menceritakan tentang pendapat Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian, dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).” (Al-Hijr: 24) Ketika disebutkan kepada Muhammad ibnu Ka'b bahwa makna ayat ini berkenaan dengan saf-saf dalam salat, maka Muhammad ibnu Ka'b menyanggahnya dan mengatakan bahwa maknanya bukanlah demikian (tapi sebagai berikut).
“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada kalian.” (Al-Hijr: 24)
Yang telah mati atau yang telah terbunuh.
“Dan orang-orang yang terkemudian (daripada kalian).” (Al-Hijr: 24)
Yaitu orang-orang yang akan diciptakan kemudian.
Ayat 25
“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia akan menghimpunkan mereka semuanya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hijr: 25)
Maka Aun ibnu Abdullah mengatakan kepada Muhammad ibnu Ka'b, "Semoga Allah memberimu taufik dan memberi balasan kebaikan kepadamu.”
Dan sungguh, Kami mengetahui orang yang terdahulu sebelum kamu,
baik tentang kehidupan maupun kematian mereka, dan Kami mengetahui
pula orang yang terkemudian, yaitu umat pada masa sekarang dan masa
mendatang. Dan ketahuilah wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu
yang telah memberi manusia kehidupan dan berbagai kenikmatan, Dialah yang akan mematikan dan mengumpulkan mereka semua di Padang
Mahsyar. Sungguh, Dia adalah Tuhan Yang Mahabijaksana dengan menempatkan sesuatu dengan tepat, Maha Mengetahui segala sesuatu, besar maupun kecil, baik yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang.
Dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh at-Tirmizi dan al-hakim dari Ibnu Abbas diterangkan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan wanita cantik yang salat mengikuti Nabi ﷺ Oleh karena itu, sebagian sahabat yang ingin salat mengikuti Nabi ﷺ maju ke saf pertama agar tidak dapat melihat wanita itu. Mereka khawatir dengan melihat muka wanita itu salat menjadi batal. Sedang sebagian sahabat yang lain mundur ke bagian belakang dengan harapan dapat melihat muka wanita itu di waktu rukuk melalui ketiak mereka. Maka turun ayat ini mencela perbuatan sahabat itu. Allah ﷻ mengetahui maksud para sahabat yang maju ke saf pertama dan maksud para sahabat yang mundur ke saf belakang.
Hal ini menunjukkan bahwa para sahabat Nabi sebagai manusia ada yang sangat baik, sangat memelihara salat mereka supaya tidak melihat wanita cantik karena khawatir dapat membatalkan salat. Akan tetapi, ada yang justru ingin melihat wanita cantik itu. Hal ini adalah wajar dan bersifat manusiawi, serta belum sampai pada perbuatan dosa yang melanggar agama.
Sekalipun ayat ini diturunkan dengan peristiwa di atas, tetapi meliputi juga pengetahuan Allah ﷻ terhadap segala yang tersirat dan tergores di dalam hati seseorang.
Berdasarkan sabab nuzul ini, maka Ibnu 'Abbas mengartikan al-mustaqdimin wal-musta'khirin sebagai keutamaan salat pada saf terdepan dibandingkan dengan salat pada saf paling belakang. Sebagian ulama mengartikannya dengan pengetahuan terhadap manusia yang diciptakan lebih dulu, manusia sekarang, dan manusia yang diciptakan belakangan.
Arti lain dari al-mustaqdimin wal-musta'khirin adalah Allah mengetahui masa lampau dan masa mendatang manusia. Ada pula ulama yang mengartikan al-mustaqdimin sebagai orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan, dan al-musta'khirin dengan arti sebaliknya.
Pada ayat ini, Allah ﷻ menegaskan bahwa Dialah yang Mahakuasa mengetahui semua yang terdahulu beserta peristiwa yang telah terjadi dari yang paling besar sampai yang paling kecil. Dia mengetahui apa yang ada sekarang ini, dan mengetahui apa yang terjadi pada masa yang akan datang, tidak satu pun kejadian yang tidak diketahui-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 16
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan di langit bintang-bintang dan Kami perhiasi dia bagi orang-orang yang sudi melihat."
Pada kesan yang pertama dan ayat ini, semua orang dapat memandang ke langit me-renungkan bintang-bintang. Memang sangat indahnya bintang-bintang menghiasi langit, tetapi bagi orang yang sudi melihat dan memerhatikannya. Tetapi apabila diperdalam lagi, dalam langkah kedua, terasalah hubungan bintang di langit dengan kehidupan kita. Di tanah Arab, tanah tempat ayat diturunkan karena kurangnya awan yang mendinding mata menghambat bintang-bintang itu, maka seakan-akan bintang-bintang itu dekat benar rasanya, seakan-akan dapat dijemba dengan tangan. Orang-orang Badwi di padang pasir itu, demikian bertautnya kehidupan mereka dengan alam, sampai zaman kita ini, menghafal nama bintang-bintang yang kelihatan, di luar kepala. Ini Kala, ini Beruang Besar, ini Beruang Kecil, ini Tenggala, dan sebagainya. Apabila diperdalam lagi kepada tingkat yang ketiga sampailah kita kepada ilmu pengetahuan alam yang berdalam-dalam, pengetahuan ruang angkasa, teleskop yang besar-besar di dunia, yang telah sampai penyelidikan ahli-ahli ilmu pengetahuan bahwa bintang di langit itu mempunyai kelompok-kelompok yang dinamai galaksi atau kepulauan-kepulauan yang masing-masing keputauan itu melingkungi tidak kurang daripada 100.000,000.000 (12 buah nolnya, berarti 100 miliar). Tepatlah ujung ayat yang mengatakan, “Dan Kami perhiasi dia bagi orang-orang yang sudi melihat." Memang asyiklah ahli-ahli ilmu bintang itu memerhatikan kuasa Allah di luar bumi kita ini yang sangat ajaib dan indah, padahal bumi kita hanya laksana satu butir pasir saja di antara 100 miliar bintang dalam kelompok atau galaksi yang melingkungi dia.
Di dalam ayat ini disebut bintang-bintang itu dalam nama buruj, maka ahli-ahli falak Arab memberi istilah bahwa yang termasuk buruj itu ialah matahari, bulan, dan bintang-bintang yang beredar, yaitu yang disebut bintang dua belas. Sarjana-sarjana Arab dan Islam telah turut memasukkan modal dalam kemajuan ilmu bintang ini. Omar Kayyam (Umar Khayyam) pengarang Ruba'yat yang mashyur, pun adalah seorang ahli bintang. Al-Wazir Nizamul Mulk telah memberinya bantuan mendirikan sebuah peneropong bintang di Nysapur di zaman Sultan Malik Syah Saljuk. Setelah kaum Muslimin mundur dalam dunia ilmu pengetahuan, bangsa Barat telah melanjutkan ilmu ini. Padahal ayat-ayat yang menganjurkan menilik keindahan bintang-bintang terpampang terus dalam Al-Qur'an.
Ayat 17
“Dan telah Kami pelihara dia dari tiap-tiap setan terkutuk."
Artinya, selalulah setan berusaha hendak mendekati langit itu, hendak mengorek-ngorek rahasia Ilahi, baik yang berkenaan dengan wahyu ataupun yang berkenaan dengan nasib manusia. Tetapi usaha setan itu tidaklah berhasil, karena penjagaan yang sangat teguh.
Ayat 18
“Kecuali yang mencuri pendengaran, maka dia diikuti oleh nyala api yang terang -benderang."
Dalam surah-surah yang lain selanjutnya kelak kita pun akan bertemu ayat-ayat yang seperti ini, yaitu bahwa setan selalu mencoba-coba hendak mencari rahasia langit, mengintip-intip. Namun maksudnya itu selalu digagalkan oleh nyala terang-benderang. Percayatah kita bahwa di balik yang dapat kita ketahui masih banyak rahasia yang tidak kita ketahui, yaitu rahasia yang sedikit saja kadang-kadang di dalam Al-Qur'an. Kabarnya konon, apa yang melayang di tengah malam yang jernih, yang dinamai komet atau bintang berekor, ialah mempunyai tugas memanah setan. Kita hanya percaya saja. Karena tidaklah cukup tenaga manusia buat menyelidiki kenyataan dan apa artinya pemanahan setan dengan cahaya api yang terang itu. Ahli-ahli falak modern, sebagaimana kita katakan tadi telah mengemukakan teori dari hasil penyelidikan, bahwa bintang-bintang itu mempunyai kepulauan-kepulauan atau galaksi. Satu galaksi mengandung tidak kurang daripada 100.000.000.000. Sedang manusia yang mendiami bumi ini sekarang belumlah lebih daripada 3 miliar. Satu di antara bintang yang amat kecil, satelit dari bumi, yaitu bulan, baru itulah yang dapat didatangi.
Alangkah Mahaluas kekuasaan Allah.
Ayat 19
“Dan bumi ini, Kami bentangkan dia dan Kami letakkan padanya gunung-gunung, dan Kami tumbuhkan padanya tiap-tiap sesuatu yang ditimbang."
Dibentangkan bumi untuk kehidupan segala yang bernyawa. Termasuk manusia. Dia dibentangkan laksana membentangkan tikar layaknya dan diletakkan pula gunung-gunung menjadi pasak atau tiangnya. Maka di atas bumi yang berpasak gunung itu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan berbagai ragam yang semuanya itu ada saja hubungannya dengan kehidupan manusia tadi. Amat menarik ujung ayat yang mengatakan bahwa segala sesuatu dijadikan oleh Allah dengan ditimbang. Penghamparan bumi, peletakan gunung-gunung dan penumbuhan segala yang tumbuh itu, semuanya itu adalah dengan timbangan tertentu. Timbangan dan imbangan. Letak gunung dalam sebuah negeri, menentukan pula banyak hujan yang jatuh setiap tahun. Dan menentukan pula keadaan udara. Menentukan pula dari hal tumbuh-tumbuhan yang lebih subur tumbuhnya di satu daerah dan kurang suburnya di tempat yang lain. Semuanya ini memengaruhi pula akan hidup manusia, di dalam daerah-daerah yang didiaminya. Perbedaan di antara tanah Arab dengan benua Eropa. Perbedaan lagi dengan daerah khatulistiwa. Maka semuanya itu bertali dengan penghamparan bumi, penanaman gunung dan penumbuhan tanam-tanaman. Se-muanya ditimbang.
Ayat 20
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu di dalamnya berbagai-bagai penghidupan."
Dibawalah manusia oleh panggilan hidup itu melaksanakan mata usaha dan penghidupan masing-masing, menurut kecenderungan atau keturunan. Dan yang satu memerlukan kepada yang lain. Dan timbullah pada setiap orang keasyikan menghadapi tugas kehidupan itu. Sehingga orang yang menjual sayur di pasar pun sama asyiknya dengan orang yang bekerja menjadi tukang isi batu bara (stenkoof) di dalam kapal.
“Dan apa-apa yang kamu tidak mesti membeli rezeki kepadanya."
Yang manusia tidak perlu memberi rezeki kepadanya ialah ternaknya: kerbau, kambing, lembu, dan unta, dan sebagainya itu. Sebab rezeki semuanya itu telah disediakan sendiri
oleh Allah, asal manusia pandai menggem-balakannya saja.
Ayat 21
“Dan tidaklah ada satu pun benda, melainkan di sisi Kamilah perbendaharaannya. Dan tidaklah Kami turunkan, melainkan dengan ukuran yang telah tertentu."
Apa yang dipunyai oleh manusia? Adakah sumber lain daripada yang dipunyai itu yang bukan dari Allah perbendaharaannya? Minyak tanah diambilnya dari dalam bumi. Emas dikeluarkannya dari dalam tambang, dan lain-lain sebagainya. Dan semuanya itu diturunkan dengan ukuran tertentu. Berubah ukurannya, berubah pulalah sifatnya. Seumpama emas. Dia mempunyai karat 22 atau 24 karat. Tidak dapat lebih dari itu, dia tidak emas lagi. Ukuran-ukuran zat kimia bertemu di mana-mana. Ilmu kimialah yang membuktikan segala ukuran itu. Maka disebutlah zat-zat oksigen, hidrogen dan karbon, yang bertemu pada benda. Perbedaan ukuran menjadikan pula perlainan benda. Sehingga pada hakikatnya di antara emas dengan besi atau tembaga, zat asalnya hanya sama saja. Yang membedakan sehingga ada yang dinamai besi dan ada yang dinamai emas, lain tidak ialah ukuran campuran. Demikian juga perbedaan di antara air, minyak tanah dan minyak kelapa. Dan segala barang yang ada dalam dunia ini.
Ayat 22
“Dan Kami kirimkan angin-angin sebagai penjodoh."
Anginlah yang mempertemukan jodoh di antara satu kembang dengan kembang yang lain, sang kembang jantan dan sang betinanya dalam satu macam buah-buahan. Sentuhan angin yang halus itu, mempertemukan mereka, sehingga berpadulah di antara ijab dan salab, atau positif dan negatif. Maka gugurlah kembang yang meliputi zat si jantan dan tinggallah putik yang akan menjadi buah.
“Maka Kami turunkan air dari langit, ... Kami beri minum kamu dengan dia. Padahal bukanlah kamu yang jadi penyimpannya."
Kalau hanya dibaca sepintas lalu, tidaklah akan meresap ayat ini ke dalam batin kita. Tetapi cobalah pikirkan kalau langit tidak menjatuhkan hujan. Bagaimana kita dapat hidup? Kalau kita di zaman modern ini hidup di kota besar, dengan memutar kran air saja, air telah memancar berapa kubik kita sukai, maka kenangkanlah betapa ribut penduduk kota kalau sekiranya sentral air itu rusak, sehingga terhenti mengalir ke setiap pipa. Betapa gelisahnya orang di kota ketika itu. Listrik tidak jalan, segala kegiatan terhenti. Ketika itu terasalah bahwa bukan kita yang menguasai air.
Demikian juga kalau musim kemarau telah panjang, sehingga sawah-sawah menjadi kering dan padi yang baru akan besar mati karena kering. Adakah pada waktu itu manusia mempunyai simpanan air sendiri (reservoir) yang mencukupi? Bukankah manusia kembali menunggu belas kasihan hujan?
Ayat 23
“Dan sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan."
Hendak mengetahui arti hidup, pandanglah semua yang hidup. Sejak dari manusia sampai kepada binatang-binatang dan sampai kepada tumbuh-tumbuhan. Kehidupan itu adalah salah satu tanda dari ada-Nya yang sebenar hidup dan yang menganugerahi hidup. Tidak bisa timbul hidup dari yang tidak hidup. Dan untuk meyakinkan mengenai diri kita sendiri, perhatikanlah bahwasanya kita datang ke dunia ini benar-benar tidaklah atas kehendak kita."Dan Kamilah yang mematikan." Sebenarnya maut tidak lain daripada rangkaian atau ujung dari hidup. Hidup terus hanya ada pada-Nya. Orang kadang-kadang ngeri'memikirkan maut, padahal dia telah hidup. Dan ujung dari hidup ialah mati. Keduanya tidak dapat dikuasainya.
“Dan Kamilah yang mewarisi."
Jika mati tubuh itu sendiri kembali ke tanah, pulang kepada yang empunya. Dia yang mewarisi kembali. Harta benda yang ditinggalkan, lambat laun kembali kepada Allah juga. Atau lebih tegas lagi, karena memang tetap kepunyaan Allah. Berapa banyak didirikan orang bangunan yang mahal-mahal di bawah kekuasaan raja-raja yang besar. Rajanya mati, bangunannya tinggal. Atau kerajaannya sudah runtuh, meskipun keturunan rajanya masih ada. Seketika kita melihat negeri-negeri yang ada beraja di Sumatera Timur sebelum perang, seperti Istana Sultan Serdang, Langkat, Lei-dong dan Kualuh, Kota Pinang dan lain-lain, siapa yang menyangka bahwa yang dilihatnya di tahun 1945 itu, maka di tahun 1965 hanya tinggal runtuhan saja. Tinggal sejarah sedih saja? Ke mana perginya? Dikembalikan kepada yang empunya. Kepada waris yang sebenarnya, Allah! Yang kekal hanya Dia saja. Yang lain tidak kekal.
Ayat 24
“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui siapa-siapa yang dahulu daripada kamu."
Kadang-kadang engkau hanya menerima berita dari orang lain saja tentang nenekmu, dan engkau tidak mendapatinya lagi.
“Dan sesungguhnya Kami pun telah mengetahui siapa-siapa yang kemudian."
Sedang kita sendiri tidak tahu siapa agaknya cucu dari cucu kita yang akan lahir. Sedang semuanyaitusudahada dalam ilmu Allah Ta'aala.
Demikian juga halnya dengan ajal sampai, terdahulu kemudian. Ada orang yang ter-kemudian lahir, lebih dahulu meninggal dan ada yang menyaksikan cucunya lahir dan me-nyaksikan pula cucunya itu meninggal. Sehingga sudah menjadi keyakinan kita bersama bahwasanya ajal itu benar-benar di tangan Allah, Dia yang menentukan mana yang akan dahulu dan mana yang akan kemudian. Ada yang dipanjangkan umurnya dan ada yang dipendekkan. Ilmu itu hanyalah semata-mata di tangan Allah SWT,
Meskipun ada lagi penafsiran lain tentang ayat ini, kita memilih penafsiran yang telah kita uraikan ini. Penafsiran itu ialah yang tersebut di dalam satu hadits, bahwa Allah Maha Mengetahui siapa yang terlebih dahulu mengejar shaf yang pertama, atau yang di muka dalam shalat dan siapa pula yang berlambat-lambat datang, sehingga duduk di shaf yang di belakang-belakang,
Ayat 25
“Dan sesungguhnya Allah engkau. Dialah yang akan menghimpunkan mereka."
Di Padang Mahsyar esok. Baik orang yang dahulu, atau yang kini atau yang nanti.
Baik nenek, ayah, anak dan cucu. Semua akan berjumpa kembali. Yang tidak berkenalan akan berkenalan. Dalam perhimpunan itulah akan dipertimbangkan dosa dan pahala yang telah dikerjakan selama hidup. Di sana akan diputuskan ke mana hendak diantar ke surga atau ke neraka."Sesungguhnya dia adalah Mahabijaksana." Sehingga tidak ada orang berbuat baikyangakan dilupakan kebaikannya dan tidak pula orang akan dihukum dengan sewenang-wenang dan aniaya.
“Maha Mengetahui."
Sehingga tidak usah ragu bahwa ada hal yang tersembunyi yang tidak tampak oleh Allah seperti kerapkali kita alami di dunia ini banyak kebaikan kita tidak tampak oleh manusia. Sedang kalau ada kesalahan kita sedikit, ributlah segala mulut memperkatakan.