Ayat
Terjemahan Per Kata
إِلَّا
melainkan
مَنِ
orang/siapa
ٱسۡتَرَقَ
mencuri
ٱلسَّمۡعَ
pendengaran
فَأَتۡبَعَهُۥ
lalu mengikuti/mengejarnya
شِهَابٞ
nyala api
مُّبِينٞ
yang nyata
إِلَّا
melainkan
مَنِ
orang/siapa
ٱسۡتَرَقَ
mencuri
ٱلسَّمۡعَ
pendengaran
فَأَتۡبَعَهُۥ
lalu mengikuti/mengejarnya
شِهَابٞ
nyala api
مُّبِينٞ
yang nyata
Terjemahan
kecuali (setan) yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) maka dia dikejar oleh bintang-bintang (berapi) yang terang.
Tafsir
(Akan tetapi) tetapi (setan yang mencuri-curi berita yang dapat didengar) yang menyadapnya (maka ia pasti dikejar oleh semburan api yang terang) yakni bintang yang menyala terang dan dapat membakar atau menembus atau membuatnya cacat.
Tafsir Surat Al-Hijr: 16-20
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandangi(nya), dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat), lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang. Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di bumi keperluan-keperluan hidup dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.
Allah ﷻ menyebutkan tentang langit yang diciptakan-Nya, yang sangat tinggi disertai dengan bintang-bintang yang menghiasinya, baik yang tetap maupun yang beredar. Hal tersebut dapat dijadikan tanda-tanda yang jelas menunjukkan kekuasaan-Nya bagi orang yang merenungkannya dan menggunakan akal pikirannya dalam menganalisis keajaiban-keajaiban alam yang sangat mengagumkan itu dan membuat terpesona orang yang memandangnya. Karena itulah Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-buruj dalam ayat ini ialah bintang-bintang. Menurut kami (penulis), makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang. (Al-Furqan: 61), hingga akhir ayat.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa al-buruj artinya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi matahari dan bulan. Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa al-buruj dalam ayat ini artinya gedung-gedung yang di dalamnya ada penjaganya. Dan dijadikanlah bintang-bintang meteor sebagai penjaganya dari gangguan setan-setan yang jahat, agar setan-setan tidak dapat mencuri dengar percakapan para malaikat yang ada di langit. Maka barang siapa di antara setan-setan membangkang dan berani berbuat mencuri dengar, maka dia akan dilempar oleh bintang yang menyala terang itu hingga membinasakannya.
Akan tetapi, adakalanya setan telah menyampaikan pembicaraan yang telah didengarnya itu kepada setan yang ada di bawahnya sebelum ia dikenai oleh bintang yang menyala. Lalu setan yang menerimanya itu menyampaikannya kepada setan lainnya yang ada di bawahnya, kemudian ia menyampaikannya kepada kekasihnya, seperti yang disebutkan dengan jelas dalam hadis sahih. Sehubungan dengan tafsir ayat ini Imam Bukhari mengatakan: ".
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan. dari Amr, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menyampaikannya dari Nabi ﷺ, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Apabila Allah memutuskan urusan di langit, malaikat mengepakkan sayapnya karena tunduk patuh kepada firman-Nya. (yang bunyinya) seakan-akan seperti suara rantai (yang dijatuhkan) di atas batu yang licin (berbunyi gemerincing). Ali dan lain-lainnya mengatakan bahwa seakan-akan suaranya seperti suara rantai yang jatuh di atas batu yang licin dan menembusnya karena wibawa dan pengaruh firman Allah kepada mereka.
Manakala para malaikat terkejut dan takut, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?" Maka mereka berkata kepada malaikat yang bertanya, "Sesungguhnya apa yang difirmankan oleh-Nya adalah hak belaka. Dia Mahatinggi lagi Mahabesar." Maka percakapan mereka didengar oleh setan yang mencuri dengar. Setan-setan yang mencuri dengar itu menurut yang digambarkan dan diperagakan oleh sufyan dengan tangannya seraya membuka semua jari tangannya yang kanan dan menegakkannya serta menyusunnya yang satu di atas yang lainnya satu sama lainnya saling mengusung.
Adakalanya bintang yang membakar itu mengenai setan yang mencuri dengar percakapan para malaikat, sebelum setan menyampaikannya kepada teman yang ada di bawahnya. Adakalanya setan sempat menyampaikan hasil curi dengarnya itu kepada teman yang dibawahnya sebelum ia terkena oleh bintang yang membakar. Kemudian temannya itu meneruskannya sampai kepada setan yang ada di bumi. Adakalanya Sufyan mengatakan, "Hingga sampai di bumi, lalu dilemparkan ke dalam mulut penyihir atau tukang tenung (tukang ramal); setan memasukkannya disertai dengan seratus kali dusta, maka tukang sihir itu percaya.
Dan para tukang sihir dan tukang tenung itu mengatakan, 'Bukankah kita telah diberi tahu bahwa hari anu akan terjadi peristiwa anu dan anu, dan ternyata kami menjumpainya benar sesuai dengan berita yang dicuri dengar dari langit' Kemudian Allah ﷻ menyebutkan penciptaannya terhadap bumi, dan bumi itu dipanjangkan, diluaskan serta digelarkan-Nya. Dia menjadikan padanya gunung-gunung yang menjulang tinggi, lembah-lembah, dataran-dataran rendah, dan padang-padang sahara. Dia juga menumbuhkan tanam-tanaman dan berbagai macam buah yang beraneka ragam.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: segala sesuatu menurut ukuran. (Al-Hijr: 19) Yakni menurut ukurannya yang telah dimaklumi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Abu Malik, Mujahid, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan ibnu Muhammad, Abu Saleh, dan Qatadah. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa makna ayat ini ialah, "Segala sesuatu menurut ukurannya yang pantas." Ibnu Zaid mengatakan, makna ayat ialah "segala sesuatu menurut kadar dan ukurannya yang sesuai".
Ibnu Zaid mengatakan pula bahwa yang dimaksud dengan lafaz mauzun ialah timbangan yang biasa dipakai di pasar-pasar. Firman Allah ﷻ: Dan Kami telah menjadikan untuk kalian di bumi keperluan-keperluan hidup. (Al-Hijr. 20) Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia telah menciptakan berbagai macam sarana dan penghidupan di muka bumi. Ma'ayisy adalah bentuk jamak dari ma'isyah. Firman Allah ﷻ: dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kalian sekali-kali bukanlah pemberi rezeki kepadanya. (Al-Hijr: 20) Menurut Mujahid, makhluk yang dimaksud ialah hewan-hewan liar dan hewan-hewan ternak. Sedangkan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah budak-budak belian, hewan liar, dan hewan ternak.
Makna yang dimaksud ialah Allah telah menganugerahkan kepada mereka segala macam sarana dan mata pencaharian serta penghidupan untuk fasilitas mereka. Allah juga telah menundukkan buat mereka hewan-hewan untuk kendaraan mereka, serta hewan ternak yang mereka makan dagingnya, dan budak-budak lelaki dan wanita yang melayani mereka; sedangkan rezeki mereka dari Penciptanya, bukan dari orang-orang yang memiliki mereka, karena mereka hanya memanfaatkannya saja."
kecuali setan yang terus-menerus berupaya keras mencuri-curi berita
yang dapat didengar dari malaikat lalu dikejar oleh semburan api yang terang. Usai menyebut tanda kekuasaan-Nya di langit, Allah lalu beralih
menyebut tanda kekuasaan-Nya di bumi. Allah menyatakan, Dan Kami telah menghamparkan bumi sebagai pijakan bagi manusia, dan Kami
pancangkan padanya gunung-gunung yang kukuh sebagai pasak bagi
bumi agar tidak roboh dan berguncang sehingga manusia menjadi
aman, serta Kami ciptakan dan tumbuhkan di sana segala sesuatu, seperti
tumbuhan yang beragam, menurut ukuran yang seimbang dan tepat;
semuanya demi kemaslahatan makhluk-Nya.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah ﷻ menjaga langit dan isinya dari setan yang terkutuk. Pada ayat yang lain Allah ﷻ berfirman:
Dan (Kami) telah menjaganya dari setiap setan yang durhaka. (as-shaffat/37: 7)
Sementara itu ada setan yang tidak mengindahkan larangan-larangan Allah. Ia mencari berita yang mungkin didengarnya dari para malaikat, maka setan-setan yang demikian itu diburu oleh semburan api yang membakar, sehingga ia lari dan tidak sempat mendengar pembicaraan para malaikat itu. Hal ini dijelaskan oleh firman Allah swt:
Mereka (setan-setan itu) tidak dapat mendengar (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru. (as-shaffat/37: 8)
Dan firman Allah swt:
Dan sesungguhnya kami (jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami (jin) dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mencuri dengar (berita-beritanya). Tetapi sekarang siapa (mencoba) mencuri dengar (seperti itu) pasti akan menjumpai panah-panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (al-Jinn/72: 8-9)
Seperti yang tersebut di atas bahwa ada beberapa ayat yang menerangkan berbagai usaha setan untuk mendengarkan pembicaraan para malaikat di langit, tetapi sebelum sempat ia mendengarkannya, ia dikejar dan dibakar oleh semburan api yang panas. Hal ini termasuk perkara yang gaib karena sukar diketahui dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia dan tidak dapat pula diketahui hakikatnya, serta bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan maksud ayat yang sebenarnya. Karena yang menerangkan hal ini adalah Al-Qur'an dan pikiran manusia belum sampai kepadanya, maka bagi kaum Muslimin wajib mengimaninya, dan percaya bahwa langit dan bumi serta alam semesta ini adalah milik Allah Yang Maha Pencipta. Allah ﷻ menjaga dan mengatur semua milik-Nya itu. Bagaimana cara Dia mengatur dan menjaga, sangat sedikit pengetahuan manusia tentang hal itu. Demikian pula bagaimana setan mengintip pembicaraan para malaikat dan bagaimana bentuk semburan api itu memburu setan. Hanya Allahlah Yang Mengetahui.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 16
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan di langit bintang-bintang dan Kami perhiasi dia bagi orang-orang yang sudi melihat."
Pada kesan yang pertama dan ayat ini, semua orang dapat memandang ke langit me-renungkan bintang-bintang. Memang sangat indahnya bintang-bintang menghiasi langit, tetapi bagi orang yang sudi melihat dan memerhatikannya. Tetapi apabila diperdalam lagi, dalam langkah kedua, terasalah hubungan bintang di langit dengan kehidupan kita. Di tanah Arab, tanah tempat ayat diturunkan karena kurangnya awan yang mendinding mata menghambat bintang-bintang itu, maka seakan-akan bintang-bintang itu dekat benar rasanya, seakan-akan dapat dijemba dengan tangan. Orang-orang Badwi di padang pasir itu, demikian bertautnya kehidupan mereka dengan alam, sampai zaman kita ini, menghafal nama bintang-bintang yang kelihatan, di luar kepala. Ini Kala, ini Beruang Besar, ini Beruang Kecil, ini Tenggala, dan sebagainya. Apabila diperdalam lagi kepada tingkat yang ketiga sampailah kita kepada ilmu pengetahuan alam yang berdalam-dalam, pengetahuan ruang angkasa, teleskop yang besar-besar di dunia, yang telah sampai penyelidikan ahli-ahli ilmu pengetahuan bahwa bintang di langit itu mempunyai kelompok-kelompok yang dinamai galaksi atau kepulauan-kepulauan yang masing-masing keputauan itu melingkungi tidak kurang daripada 100.000,000.000 (12 buah nolnya, berarti 100 miliar). Tepatlah ujung ayat yang mengatakan, “Dan Kami perhiasi dia bagi orang-orang yang sudi melihat." Memang asyiklah ahli-ahli ilmu bintang itu memerhatikan kuasa Allah di luar bumi kita ini yang sangat ajaib dan indah, padahal bumi kita hanya laksana satu butir pasir saja di antara 100 miliar bintang dalam kelompok atau galaksi yang melingkungi dia.
Di dalam ayat ini disebut bintang-bintang itu dalam nama buruj, maka ahli-ahli falak Arab memberi istilah bahwa yang termasuk buruj itu ialah matahari, bulan, dan bintang-bintang yang beredar, yaitu yang disebut bintang dua belas. Sarjana-sarjana Arab dan Islam telah turut memasukkan modal dalam kemajuan ilmu bintang ini. Omar Kayyam (Umar Khayyam) pengarang Ruba'yat yang mashyur, pun adalah seorang ahli bintang. Al-Wazir Nizamul Mulk telah memberinya bantuan mendirikan sebuah peneropong bintang di Nysapur di zaman Sultan Malik Syah Saljuk. Setelah kaum Muslimin mundur dalam dunia ilmu pengetahuan, bangsa Barat telah melanjutkan ilmu ini. Padahal ayat-ayat yang menganjurkan menilik keindahan bintang-bintang terpampang terus dalam Al-Qur'an.
Ayat 17
“Dan telah Kami pelihara dia dari tiap-tiap setan terkutuk."
Artinya, selalulah setan berusaha hendak mendekati langit itu, hendak mengorek-ngorek rahasia Ilahi, baik yang berkenaan dengan wahyu ataupun yang berkenaan dengan nasib manusia. Tetapi usaha setan itu tidaklah berhasil, karena penjagaan yang sangat teguh.
Ayat 18
“Kecuali yang mencuri pendengaran, maka dia diikuti oleh nyala api yang terang -benderang."
Dalam surah-surah yang lain selanjutnya kelak kita pun akan bertemu ayat-ayat yang seperti ini, yaitu bahwa setan selalu mencoba-coba hendak mencari rahasia langit, mengintip-intip. Namun maksudnya itu selalu digagalkan oleh nyala terang-benderang. Percayatah kita bahwa di balik yang dapat kita ketahui masih banyak rahasia yang tidak kita ketahui, yaitu rahasia yang sedikit saja kadang-kadang di dalam Al-Qur'an. Kabarnya konon, apa yang melayang di tengah malam yang jernih, yang dinamai komet atau bintang berekor, ialah mempunyai tugas memanah setan. Kita hanya percaya saja. Karena tidaklah cukup tenaga manusia buat menyelidiki kenyataan dan apa artinya pemanahan setan dengan cahaya api yang terang itu. Ahli-ahli falak modern, sebagaimana kita katakan tadi telah mengemukakan teori dari hasil penyelidikan, bahwa bintang-bintang itu mempunyai kepulauan-kepulauan atau galaksi. Satu galaksi mengandung tidak kurang daripada 100.000.000.000. Sedang manusia yang mendiami bumi ini sekarang belumlah lebih daripada 3 miliar. Satu di antara bintang yang amat kecil, satelit dari bumi, yaitu bulan, baru itulah yang dapat didatangi.
Alangkah Mahaluas kekuasaan Allah.
Ayat 19
“Dan bumi ini, Kami bentangkan dia dan Kami letakkan padanya gunung-gunung, dan Kami tumbuhkan padanya tiap-tiap sesuatu yang ditimbang."
Dibentangkan bumi untuk kehidupan segala yang bernyawa. Termasuk manusia. Dia dibentangkan laksana membentangkan tikar layaknya dan diletakkan pula gunung-gunung menjadi pasak atau tiangnya. Maka di atas bumi yang berpasak gunung itu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan berbagai ragam yang semuanya itu ada saja hubungannya dengan kehidupan manusia tadi. Amat menarik ujung ayat yang mengatakan bahwa segala sesuatu dijadikan oleh Allah dengan ditimbang. Penghamparan bumi, peletakan gunung-gunung dan penumbuhan segala yang tumbuh itu, semuanya itu adalah dengan timbangan tertentu. Timbangan dan imbangan. Letak gunung dalam sebuah negeri, menentukan pula banyak hujan yang jatuh setiap tahun. Dan menentukan pula keadaan udara. Menentukan pula dari hal tumbuh-tumbuhan yang lebih subur tumbuhnya di satu daerah dan kurang suburnya di tempat yang lain. Semuanya ini memengaruhi pula akan hidup manusia, di dalam daerah-daerah yang didiaminya. Perbedaan di antara tanah Arab dengan benua Eropa. Perbedaan lagi dengan daerah khatulistiwa. Maka semuanya itu bertali dengan penghamparan bumi, penanaman gunung dan penumbuhan tanam-tanaman. Se-muanya ditimbang.
Ayat 20
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu di dalamnya berbagai-bagai penghidupan."
Dibawalah manusia oleh panggilan hidup itu melaksanakan mata usaha dan penghidupan masing-masing, menurut kecenderungan atau keturunan. Dan yang satu memerlukan kepada yang lain. Dan timbullah pada setiap orang keasyikan menghadapi tugas kehidupan itu. Sehingga orang yang menjual sayur di pasar pun sama asyiknya dengan orang yang bekerja menjadi tukang isi batu bara (stenkoof) di dalam kapal.
“Dan apa-apa yang kamu tidak mesti membeli rezeki kepadanya."
Yang manusia tidak perlu memberi rezeki kepadanya ialah ternaknya: kerbau, kambing, lembu, dan unta, dan sebagainya itu. Sebab rezeki semuanya itu telah disediakan sendiri
oleh Allah, asal manusia pandai menggem-balakannya saja.
Ayat 21
“Dan tidaklah ada satu pun benda, melainkan di sisi Kamilah perbendaharaannya. Dan tidaklah Kami turunkan, melainkan dengan ukuran yang telah tertentu."
Apa yang dipunyai oleh manusia? Adakah sumber lain daripada yang dipunyai itu yang bukan dari Allah perbendaharaannya? Minyak tanah diambilnya dari dalam bumi. Emas dikeluarkannya dari dalam tambang, dan lain-lain sebagainya. Dan semuanya itu diturunkan dengan ukuran tertentu. Berubah ukurannya, berubah pulalah sifatnya. Seumpama emas. Dia mempunyai karat 22 atau 24 karat. Tidak dapat lebih dari itu, dia tidak emas lagi. Ukuran-ukuran zat kimia bertemu di mana-mana. Ilmu kimialah yang membuktikan segala ukuran itu. Maka disebutlah zat-zat oksigen, hidrogen dan karbon, yang bertemu pada benda. Perbedaan ukuran menjadikan pula perlainan benda. Sehingga pada hakikatnya di antara emas dengan besi atau tembaga, zat asalnya hanya sama saja. Yang membedakan sehingga ada yang dinamai besi dan ada yang dinamai emas, lain tidak ialah ukuran campuran. Demikian juga perbedaan di antara air, minyak tanah dan minyak kelapa. Dan segala barang yang ada dalam dunia ini.
Ayat 22
“Dan Kami kirimkan angin-angin sebagai penjodoh."
Anginlah yang mempertemukan jodoh di antara satu kembang dengan kembang yang lain, sang kembang jantan dan sang betinanya dalam satu macam buah-buahan. Sentuhan angin yang halus itu, mempertemukan mereka, sehingga berpadulah di antara ijab dan salab, atau positif dan negatif. Maka gugurlah kembang yang meliputi zat si jantan dan tinggallah putik yang akan menjadi buah.
“Maka Kami turunkan air dari langit, ... Kami beri minum kamu dengan dia. Padahal bukanlah kamu yang jadi penyimpannya."
Kalau hanya dibaca sepintas lalu, tidaklah akan meresap ayat ini ke dalam batin kita. Tetapi cobalah pikirkan kalau langit tidak menjatuhkan hujan. Bagaimana kita dapat hidup? Kalau kita di zaman modern ini hidup di kota besar, dengan memutar kran air saja, air telah memancar berapa kubik kita sukai, maka kenangkanlah betapa ribut penduduk kota kalau sekiranya sentral air itu rusak, sehingga terhenti mengalir ke setiap pipa. Betapa gelisahnya orang di kota ketika itu. Listrik tidak jalan, segala kegiatan terhenti. Ketika itu terasalah bahwa bukan kita yang menguasai air.
Demikian juga kalau musim kemarau telah panjang, sehingga sawah-sawah menjadi kering dan padi yang baru akan besar mati karena kering. Adakah pada waktu itu manusia mempunyai simpanan air sendiri (reservoir) yang mencukupi? Bukankah manusia kembali menunggu belas kasihan hujan?
Ayat 23
“Dan sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan."
Hendak mengetahui arti hidup, pandanglah semua yang hidup. Sejak dari manusia sampai kepada binatang-binatang dan sampai kepada tumbuh-tumbuhan. Kehidupan itu adalah salah satu tanda dari ada-Nya yang sebenar hidup dan yang menganugerahi hidup. Tidak bisa timbul hidup dari yang tidak hidup. Dan untuk meyakinkan mengenai diri kita sendiri, perhatikanlah bahwasanya kita datang ke dunia ini benar-benar tidaklah atas kehendak kita."Dan Kamilah yang mematikan." Sebenarnya maut tidak lain daripada rangkaian atau ujung dari hidup. Hidup terus hanya ada pada-Nya. Orang kadang-kadang ngeri'memikirkan maut, padahal dia telah hidup. Dan ujung dari hidup ialah mati. Keduanya tidak dapat dikuasainya.
“Dan Kamilah yang mewarisi."
Jika mati tubuh itu sendiri kembali ke tanah, pulang kepada yang empunya. Dia yang mewarisi kembali. Harta benda yang ditinggalkan, lambat laun kembali kepada Allah juga. Atau lebih tegas lagi, karena memang tetap kepunyaan Allah. Berapa banyak didirikan orang bangunan yang mahal-mahal di bawah kekuasaan raja-raja yang besar. Rajanya mati, bangunannya tinggal. Atau kerajaannya sudah runtuh, meskipun keturunan rajanya masih ada. Seketika kita melihat negeri-negeri yang ada beraja di Sumatera Timur sebelum perang, seperti Istana Sultan Serdang, Langkat, Lei-dong dan Kualuh, Kota Pinang dan lain-lain, siapa yang menyangka bahwa yang dilihatnya di tahun 1945 itu, maka di tahun 1965 hanya tinggal runtuhan saja. Tinggal sejarah sedih saja? Ke mana perginya? Dikembalikan kepada yang empunya. Kepada waris yang sebenarnya, Allah! Yang kekal hanya Dia saja. Yang lain tidak kekal.
Ayat 24
“Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui siapa-siapa yang dahulu daripada kamu."
Kadang-kadang engkau hanya menerima berita dari orang lain saja tentang nenekmu, dan engkau tidak mendapatinya lagi.
“Dan sesungguhnya Kami pun telah mengetahui siapa-siapa yang kemudian."
Sedang kita sendiri tidak tahu siapa agaknya cucu dari cucu kita yang akan lahir. Sedang semuanyaitusudahada dalam ilmu Allah Ta'aala.
Demikian juga halnya dengan ajal sampai, terdahulu kemudian. Ada orang yang ter-kemudian lahir, lebih dahulu meninggal dan ada yang menyaksikan cucunya lahir dan me-nyaksikan pula cucunya itu meninggal. Sehingga sudah menjadi keyakinan kita bersama bahwasanya ajal itu benar-benar di tangan Allah, Dia yang menentukan mana yang akan dahulu dan mana yang akan kemudian. Ada yang dipanjangkan umurnya dan ada yang dipendekkan. Ilmu itu hanyalah semata-mata di tangan Allah SWT,
Meskipun ada lagi penafsiran lain tentang ayat ini, kita memilih penafsiran yang telah kita uraikan ini. Penafsiran itu ialah yang tersebut di dalam satu hadits, bahwa Allah Maha Mengetahui siapa yang terlebih dahulu mengejar shaf yang pertama, atau yang di muka dalam shalat dan siapa pula yang berlambat-lambat datang, sehingga duduk di shaf yang di belakang-belakang,
Ayat 25
“Dan sesungguhnya Allah engkau. Dialah yang akan menghimpunkan mereka."
Di Padang Mahsyar esok. Baik orang yang dahulu, atau yang kini atau yang nanti.
Baik nenek, ayah, anak dan cucu. Semua akan berjumpa kembali. Yang tidak berkenalan akan berkenalan. Dalam perhimpunan itulah akan dipertimbangkan dosa dan pahala yang telah dikerjakan selama hidup. Di sana akan diputuskan ke mana hendak diantar ke surga atau ke neraka."Sesungguhnya dia adalah Mahabijaksana." Sehingga tidak ada orang berbuat baikyangakan dilupakan kebaikannya dan tidak pula orang akan dihukum dengan sewenang-wenang dan aniaya.
“Maha Mengetahui."
Sehingga tidak usah ragu bahwa ada hal yang tersembunyi yang tidak tampak oleh Allah seperti kerapkali kita alami di dunia ini banyak kebaikan kita tidak tampak oleh manusia. Sedang kalau ada kesalahan kita sedikit, ributlah segala mulut memperkatakan.