Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
apakah tidak/belum
يَأۡتِكُمۡ
datang kepadamu
نَبَؤُاْ
berita
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
قَوۡمِ
kaum
نُوحٖ
Nuh
وَعَادٖ
dan 'Ad
وَثَمُودَ
dan Samud
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِمۡ
sesudah mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُهُمۡ
mengetahui mereka
إِلَّا
selain
ٱللَّهُۚ
Allah
جَآءَتۡهُمۡ
telah datang kepada mereka
رُسُلُهُم
Rasul-Rasul mereka
بِٱلۡبَيِّنَٰتِ
dengan bukti-bukti nyata
فَرَدُّوٓاْ
lalu mereka menutupkan
أَيۡدِيَهُمۡ
tangan mereka
فِيٓ
ke dalam
أَفۡوَٰهِهِمۡ
mulut mereka
وَقَالُوٓاْ
dan mereka berkata
إِنَّا
sesungguhnya kami
كَفَرۡنَا
kami mengingkari
بِمَآ
dengan/terhadap apa
أُرۡسِلۡتُم
kamu disuruh/diutus
بِهِۦ
dengannya
وَإِنَّا
dan sesungguhnya kami
لَفِي
sungguh dalam
شَكّٖ
keragu-raguan
مِّمَّا
terhadap apa
تَدۡعُونَنَآ
kamu menyeru kami
إِلَيۡهِ
kepadanya
مُرِيبٖ
menggelisahkan
أَلَمۡ
apakah tidak/belum
يَأۡتِكُمۡ
datang kepadamu
نَبَؤُاْ
berita
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
قَوۡمِ
kaum
نُوحٖ
Nuh
وَعَادٖ
dan 'Ad
وَثَمُودَ
dan Samud
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِمۡ
sesudah mereka
لَا
tidak
يَعۡلَمُهُمۡ
mengetahui mereka
إِلَّا
selain
ٱللَّهُۚ
Allah
جَآءَتۡهُمۡ
telah datang kepada mereka
رُسُلُهُم
Rasul-Rasul mereka
بِٱلۡبَيِّنَٰتِ
dengan bukti-bukti nyata
فَرَدُّوٓاْ
lalu mereka menutupkan
أَيۡدِيَهُمۡ
tangan mereka
فِيٓ
ke dalam
أَفۡوَٰهِهِمۡ
mulut mereka
وَقَالُوٓاْ
dan mereka berkata
إِنَّا
sesungguhnya kami
كَفَرۡنَا
kami mengingkari
بِمَآ
dengan/terhadap apa
أُرۡسِلۡتُم
kamu disuruh/diutus
بِهِۦ
dengannya
وَإِنَّا
dan sesungguhnya kami
لَفِي
sungguh dalam
شَكّٖ
keragu-raguan
مِّمَّا
terhadap apa
تَدۡعُونَنَآ
kamu menyeru kami
إِلَيۡهِ
kepadanya
مُرِيبٖ
menggelisahkan
Terjemahan
Apakah belum sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ‘Ad, Samud, dan orang-orang setelah mereka? Tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka selain Allah. Rasul-rasul telah datang kepada mereka dengan (membawa) bukti-bukti yang nyata, tetapi mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (sebagai tanda penolakan dan karena kebencian) dan berkata, “Sesungguhnya kami tidak percaya akan ajaran yang kamu bawa dan kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan menyangkut apa yang kamu serukan kepada kami.”
Tafsir
(Belumkah sampai kepada kalian) Istifham atau kata tanya di sini mengandung makna menetapkan (berita) kisah (tentang orang-orang sebelum kalian, yaitu kaum Nuh dan Ad) kaum Nabi Hud (dan Tsamud) kaum Nabi Saleh (dan orang-orang sesudah mereka, yang tiada seorang pun mengetahui jumlah mereka selain Allah) karena saking banyaknya. (Telah datang rasul-rasul kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata) yakni dengan membawa hujah-hujah yang jelas untuk membuktikan kebenaran mereka (lalu mereka menutupkan) yang dimaksud adalah umat-umat terdahulu itu (tangan mereka ke mulutnya) dengan menggigitnya sebagai pertanda kebencian mereka yang sangat terhadap ajakan para rasul itu (dan berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian disuruh menyampaikannya) menurut anggapan kalian itu (dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kalian ajak kami kepadanya.") artinya mereka benar-benar ragu terhadapnya.
Belumkah sampai kepada kalian berita orang-orang sebelum kalian (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Samud, dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata, lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan kelanjutan dari perkataan Musa a.s.
kepada kaumnya. Dengan kata lain, Musa a.s. menggugah kaumnya agar ingat akan hari-hari Allah, yaitu pembalasan-Nya terhadap umat-umat yang mendustakan rasul-rasul Allah. Akan tetapi, pendapat Ibnu Jarir ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa hal ini merupakan kalimat permulaan yang mengandung berita dari Allah, ditujukan kepada umat ini. Dapat pula dikatakan bahwa sesungguhnya kisah mengenai kaum 'Ad dan kaum Samud tidak terdapat di dalam kitab Taurat.
Seandainya apa yang disebutkan dalam ayat ini merupakan bagian dari perkataan Musa a.s. kepada kaumnya yang berupa kisah-kisah tentang umat terdahulu, maka sudah barang tentu kisah tentang kedua umat tersebut disebutkan di dalam kitab Taurat. Kesimpulannya: Allah ﷻ telah menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nuh, kaum 'Ad, kaum Samud, dan umat-umat lainnya di masa silam yang mendustakan para rasul. Jumlah mereka tidak terhitung, hanya Allah ﷻ yang mengetahuinya. Telah datang kepada mereka rasul-rasul (dengan membawa) bukti-bukti. (Ibrahim: 9) Yakni hujah-hujah dan bukti-bukti yang jelas dan terang lagi mematahkan hujah lawan. Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. (Ibrahim: 9) Abdullah Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa berdustalah orang-orang ahli nasab.
Urwah ibnuz Zubair mengatakan, "Kami tidak menemukan seorang (ahli nasab) pun yang mengetahui terusan nasab sesudah Ma'd Ibnu Adnan: Firman Allah ﷻ: lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya. (Ibrahim: 9) Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat ini. Menurut suatu pendapat, mereka mengisyaratkan ke arah mulut para rasul dengan maksud menyuruh para rasul diam saat para rasul menyeru mereka untuk menyembah Allah ﷻ Menurut pendapat lainnya, makna yang dimaksud ialah mereka menutupkan tangannya ke mulutnya karena mendustakan dan benci terhadap seruan para rasul.
Menurut pendapat lainnya lagi, ungkapan ini merupakan reaksi dari mereka yang tidak mau memenuhi seruan para rasul. Mujahid, Muhammad ibnu Ka'b, dan Qatadah mengatakan bahwa mereka mendustakan para rasul dan menjawab seruan para rasul itu dengan mulut mereka. Ibnu Jarir mengatakan, pengarahan untuk memahami ungkapan ini perlu dijelaskan; bahwa huruf fi dalam ayat ini bermakna ba, karena pernah didengar dari orang Arab ada yang mengatakan Adkhalakallahu Bil Jannah.
Mereka bermaksud bahwa 'semoga Allah memasukkanmu ke dalam surga'. Salah seorang penyair mengatakan: ..... Saya menyukainya sebagai ganti dari Laqit dan kabilahnya, tetapi saya tidak suka terhadap Sanbas. Menurut kami, dapat dikatakan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh Mujahid diperbuat dengan adanya tafsir hal tersebut melalui ayat selanjutnya, yaitu firman Allah ﷻ: dan mereka berkata.Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kalian ajak kami kepadanya. (Ibrahim: 9) Seakan-akan ayat ini hanya Allah yang lebih mengetahui merupakan tafsir yang menjelaskan makna yang dimaksud dalam firman sebelumnya, yaitu: lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian). (Ibrahim: 9) Sufyan As-Sauri dan Israil telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah, sehubungan dengan makna firman-Nya: Lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian) (Ibrahim: 9) Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan bahwa mereka menutupkan tangannya ke mulutnya karena benci.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abu Hurairah ibnu Maryam, dari Abdullah, bahwa Abdullah ibnu Mas'ud telah mengatakan hal yang serupa. Pendapat ini dipilih oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Ibnu Jarir menguatkan pendapat yang dipilihnya ini dengan mengemukakan firman Allah ﷻ yang menceritakan perihal orang-orang munafik: dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. (Ali-Imran: 119) Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika mereka mendengar Kalamullah, mereka merasa heran, lalu menutupkan tangan mereka ke mulutnya seraya berkata: dan mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kalian disuruh menyampaikannya (kepada kami)." (Ibrahim: 9), hingga akhir ayat. Mereka mengatakan, "Kami tidak percaya kepada apa yang kamu sampaikan itu, dan sesungguhnya kami meragukannya dengan keraguan yang kuat.""
Janganlah kalian, wahai Bani Israil dan umat Nabi Muhammad, mengingkari nikmat Allah. Apakah belum sampai kepadamu berita tentang
kebinasaan orang-orang sebelum kamu, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum 'a'd,
kaum Šamud, dan orang-orang setelah mereka, seperti penduduk Madyan,
kaum Tubba', dan lain-lain. Tidak ada yang mengetahui secara detail
azab seperti apa yang mereka alami, selain Allah. Rasul-rasul telah datang
kepada mereka membawa bukti-bukti yang nyata tentang kerasulan para
utusan itu, berupa mukjizat dan penjelasan yang mudah dipahami oleh
umat masing-masing, namun mereka menutupkan tangannya ke mulutnya
dengan penuh kebencian dan penolakan, dan berkata, Sesungguhnya
kami tidak percaya sama sekali akan bukti bahwa kamu diutus kepada
kami, dan kami benar-benar berada dalam keraguan yang sangat mendalam
dan menggelisahkan hati kami terhadap apa yang kamu serukan kepada
kami, berupa ajakan beriman dan bertauhid kepada Allah. Menanggapi jawaban kaumnya, rasul-rasul mereka berkata, Apakah
ada keraguan dari siapa pun yang berakal terhadap wujud dan keesaan
Allah, Pencipta langit dan bumi dalam keseimbangan yang begitu sempurna' Dia menyeru kamu agar bertauhid dan beribadah hanya kepadaNya untuk kepentinganmu sendiri, yakni agar Dia mengampuni sebagian
dosa-dosamu yang sengaja maupun tidak, dan menangguhkan siksaan-mu
sampai waktu yang ditentukan oleh-Nya. Mendengar nasihat para rasul
itu, mereka berkata, Kamu hanyalah manusia biasa seperti kami juga. Tidak ada keistimewaan apa pun dalam diri kamu yang memantaskan
kamu untuk menjadi pembimbing kami. Kamu mengaku sebagai rasul hanya karena ingin menghalangi kami menyembah apa yang dari dahulu telah diyakini dan disembah oleh nenek moyang kami, lalu kamu
mengajak kami menyembah tuhanmu. Karena itu, datangkanlah kepada
kami bukti yang nyata bahwa kamu benar utusan Allah sehingga kami
tidak lagi dapat membantahnya.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ bertanya kepada umat manusia apakah mereka pernah mendapatkan berita tentang umat-umat yang terdahulu, serta berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah mereka alami, misalnya berita tentang kaum Nabi Nuh, kaum ?'d dan kaum samud, serta umat yang datang sesudah mereka, yang hanya Allah sajalah yang benar-benar mengetahuinya?
Mereka mendustakan para rasul padahal telah membawa bukti-bukti yang nyata. Mereka menutupkan tangan ke mulut untuk menunjukkan kebencian kepada para rasul tersebut, seraya berkata, "Sesungguhnya kami menging-kari apa-apa yang diperintahkan kepadamu untuk disampaikan kepada kami." Di samping itu, umat-umat tersebut juga mengatakan kepada para rasul bahwa mereka berada dalam keragu-raguan dan tidak yakin akan kebenaran yang diserukan para rasul kepada mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 6
“Dan (ingatlah) tatkala berkata Musa kepada kaumnya: Ingatlah olehmu akan nikmat Allah atas kamu, ketika dilepaskan-Nya kamu dan keluarga Fir'aun yang telah menyiksa kamu dengan seburuk-buruk adzab."
Di sini telah mulai dibayangkan betapa pahit penindasan yang mereka derita. Bukan saja Fir'aun sendiri yang menyiksa dan menganiaya mereka terutama lagi ialah keluarga Fir'aun, atau yang di zaman sekarang disebut orang Regime (rejim). Berlindung di bawah payung panji nama Fir'aun, maka segala kaki tangan, segala keluarga, segala pegawai, segala pembesar, yang tersebut kaum golongan Fir'aun, berleluasalah menindas mereka. Inilah salah satu sebab mengapa Musa sebelum menjadi rasul sampai membunuh orang, sebab tidak tega hatinya melihat kaumnya Bani Israil disiksa dan dihina demikian saja oleh seorang manusia biasa, yang tidak ada kelebihannya, hanyalah karena dia kaum Qibthi, artinya sekaum dengan Fir'aun. Empat ratus tahun, generasi demi generasi mereka menderita penindasan.
“Mereka sembelih anak-anak laki-laki kamu dan mereka hidupi perempuan-perempuan kamu. Sedang pada yang demikian itu adalah bencana dari Tuhan kamu, yang amat besar."
Tentu dapatlah dipikirkan betapa besarnya bencana itu. Kalau anak-anak laki-laki habis disembelih, dan perempuan-perempuan dibiarkan tinggal hidup, apa latar belakang dari kekejaman itu? Niscaya bertambah kurang atau kalau boleh habislah laki-laki Bani Israil. Niscaya perempuan-perempuan yang masih tinggal jatuh miskin, dan anak-anak perempuan tidak ada jodohnya lagi. Maka mudahlah bagi seluruh laki-laki Fir'aun, mengambili perempuan-perempuan itu menjadi budak dan gundik. Niscaya kalau mereka melahirkan anak lagi, anak itu bukan lagi Bani Israil, tetapi keturunan dari kaum Fir'aun.
Maka nikmat Allah atas Bani Israil, karena dengan bimbingan Nabi Musa dan Harun, dengan izin Allah, mereka telah dapat diselamatkan meninggalkan negeri Mesir itu, dan tenggelamlah Fir'aun dengan seluruh bala tentaranya di laut ketika mereka mengejar. Hal ini disuruh mereka ingati selalu.
Ayat 7
“Dan (ingatlah) tatkala telah memberi ingat Tuhan kamu: Sesungguhnya jikalau bersyukur kamu, akan ditambahilah untuk kamu. Dan jika kufur kamu, sesungguhnya adzab-Ku adalah sangat ngeri."
Inilah peringatan Allah kepada Bani Israil setelah mereka dibebaskan dari penindasan Fir'aun. Kebebasan itu sendiri adalah perkara besar yang wajib disyukuri. Dalam bersyukur hendaklah terus berusaha guna mengatasi kesulitan. Setelah bebas dari tindasan Fir'aun, mereka harus membangun. Jangan mengomel atas persediaan yang serba kurang, jangan mengeluh kalau belum tercapai apa yang dicita. Syukuri yang ada, maka pastilah akan ditambah Allah. Tetapi kalau hanya mengeluh, ini kurang, itu belum beres, yang itu lagi belum tercapai seakan-akan pertolongan Allah tidak juga segera datang, maka itu namanya kufur, artinya melupakan nikmat, tidak mengenal terima kasih. Orang yang demikian akan mendapat siksa yang pedih dan ngeri. Di antaranya ialah jiwanya yang merumuk karena ditimpa penyakit selalu merasa tidak puas.
Tersebut di dalam sebuah hadits,
“Sesungguhnya seorang hamba Allah akan dijauhkan Allah daripadanya rezeki karena dosa yang diperbuatnya."
Artinya, meskipun dia kelihatan kaya dengan harta yang tidak halal, namun jiwanya akan senantiasa merasa kosong, selalu merasa miskin dan kekurangan karena padanya tidak ada rasa terima kasih.
Dan tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, dari Anas bin Malik, bahwa pernah datang kepada Nabi ﷺ seorang peminta-minta, lalu diberi oleh Nabi sebutir buah kurma. Rupanya pemberian itu tidak diterimanya dengan senang hati. Lalu datang pula seorang lagi, lalu diberi Nabi sebanyak itu pula. Maka diterimanyalah kurma pemberian itu walaupun hanya sebutir, seraya berkata, “Sebutir kurma dari Nabi saw, sendiri, Subhanallah!" (tanda syukur) Melihat demikian cara penerimaan orang itu, bersabdalah Rasulullah ﷺ kepada jariyah beliau, “Kau pergi kepada Ummi Salmah (istri Rasulullah ﷺ), supaya dia berikan kepada orang ini 40 dirham."
Nabi ﷺ mendidik umatnya berterima-kasih.
Ayat 8
“Dan telah berkata Musa: “Jika kamu kufur, kamu dan siapa-siapa yang ada di bumi ini semuanya pun, maka sesungguhnya Allah adalah (tetap) Maha Kaya, Maha Terpuji,"
Timbulnya kufur, yaitu rasa tidak puas, rasa tidak mengenal terima kasih, dan menghitung sesuatu dari segi kekurangannya saja, adalah siksa bagi jiwa sendiri. Orangnya akan memandang hidup ini dengan suram dan tidak akan ada yang dapat dikerjakannya. Maka jika kamu masih berperasaan demikian — demikian kata Musa kepada kaumnya — baik kamu ataupun manusia seisi dunia ini, maka sikap hidupnya yang serba tidak puas itu tidaklah akan mengurangi kebesaran dan kekayaan Allah. Allah akan tetap menjalankan rencana takdir-Nya menurut yang telah Dia tentukan. Dan Allah tetap terpuji, sebab bekas rahmat-Nya tetap melimpah juga, dan tetap dirasakan oleh orang yang bersyukur. Orang yang bersyukur itu merasakan nikmat jiwa menerima pemberian Allah; yang sedikit dipandang oleh orang yang kurang puas, dipandang banyak oleh orang yang bersyukur, dan mereka tidak berhenti berusaha.
Sebuah Hadits Qudsi yang dirawikan oleh Muslim dari Abu Dzar adalah penguat dari ayat ini,
“Wahai hamba-Ku! Jika kiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir, dan manusia kamu dan jin kamu, semuanya berhati takwa jadi satu, tidaklah, itu akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Hai hamba-Ku! Jika kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya bersatu hati mendurhaka, tidaklah itu akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit jua pun. Hai hamba-Ku! Jika sekiranya kamu yang mula-mula dan kamu yang paling akhir dan manusia kamu dan jin kamu semuanya sama berdiri di satu tempat ketinggian, lalu semuanya meminta kepada-Ku, lalu Aku beri masing-masing yang meminta itu, tidaklah itu akan mengurangi ke-kayaan-Ku sedikit pun, melainkan hanya laksana kurangnya sebuah jarum jika dimasukkan ke lautan." (HR Muslim)
Ayat 8 ini adalah landasan untuk menjadi perbandingan bagi kaum yang didatangi oleh Nabi Muhammad ﷺ maka janganlah umat Muhammad mengambil teladan buruk dari Bani Israil itu, yaitu tidak sabar atas cobaan dan tidak bersyukur atas nikmat. Setelah itu berfirman Allah,
Ayat 9
“Apakah tidak datang kepadamu berita tentang orang-orang yang sebelum kamu, kaum Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan orang-orang yang sesudah mereka, yang tidak mengetahui siapa-siapa mereka kecuali Allah".
Tandanya bahwa umat dan kaum yang binasa itu banyak, cuma tidak semua diceritakan dalam Al-Qur'an.
“Telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan keterangan-keterangan, maka mereka tutupkan tangan mereka kepada mulut mereka dan mereka katakan: “Sesungguhnya kami tidaklah percaya kepada apa yang telah diutus kamu untuknya, dan sesungguhnya kami benar-benar dalam syak dari hal apa yang kamu serukan kepada kami itu, lagi ragu~ragu."
Ini untuk meyakinkan bagi Nabi Muhammad ﷺ dan bagi umat yang setia mengikut jejak beliau, bahwasanya seruan tauhid itu di segala zaman telah ditentang. Tentangan yang sekarang ini hanya semata perulangan riwayat saja dari zaman-zaman yang lampau! Mereka menyatakan bahwa mereka syak, mereka ragu-ragu, mereka tidak yakin akan ajaran itu. Mereka tidak mau mengakui bahwa kekuasaan itu hanya pada Allah Yang Maha Esa dan Tunggal. Mereka tidak mau keyakinan atau pegangan mereka turun-temurun itu diusik-usik.
Mereka mengaku tidak percaya dan hati mereka ragu-ragu tentang Allah. Mereka tu-tupkan jari ke mulut, sebagai ibarat dari keengganan dan benci mereka akan seruan Rasul itu. Mereka memandang kedatangan rasul-rasul itu dengan jijik. Orang yang benci mendengar percakapan seseorang, ditutupnya mulutnya. Yang mereka jadikan dasar ialah bahwa mereka masih belum mendapat kepastian, mereka masih syak tentang Allah itu.
Tetapi rasul-rasul pun tidak pula mau mundur dari kewajiban yang mereka pikul.
Ayat 10
“Berkata Rasul-rasul mereka, “Apakah kepada Allah ada syak?"
Syak atau ragu-ragu, tidak ada keyakinan, tidak ada kepastian. Maka sekarang rasul-rasul menggerakkan hati mereka supaya berpikir dengan tenang: Apakah tentang Allah itu masih juga akan syak? Padahal dia adalah “Pencipta semua langit dan bumi." Ujung seruan Rasul ini, mengingatkan mereka tentang adanya Maha Pencipta. Melihat perjalanan isi langit dan bumi itu yang sangat teratur, baik perjalanan matahari dan bulan, ataupun pergantian musim dan bintang-bintang, tidaklah dapat diragukan lagi bahwasanya semua diatur oleh Maha Pencipta itu. Maka kalau ada orang yang menyatakan dirinya syak atau ragu tentang adanya Allah, tandanya jiwa muminya sudah dikotorinya sendiri. Padahal akal itulah yang menunjukkan tentang Kebenaran Allah Pencipta itu.
Yang kedua, mungkin timbul keraguan tentang Maha Kuasanya Allah Yang Maha Tunggal itu. Mungkin mereka ragu tentang mutlaknya kuasa-Nya sendiri, tidak bersekutu dan berserikat dengan yang lain. Lantaran keraguan itulah terjadi penyembahan kepada yang selain Allah, kepada Thaghut dan berhala. Maka banyaklah orang-orang musyrikin itu pada tahap yang pertama tidak mereka ragu. Kalau ditanyakan kepada mereka siapa yang menjadikan langit dan bumi, yang menciptakan matahari dan bulan, semuanya tetap menjawab bahwa pencipta semuanya itu hanya Allah jua. Tetapi karena keraguan hati melihat yang lain, lalu mereka sembahlah berhala. Kadang-kadang mereka katakan bahwa mereka menyembah berhala itu adalah buat menyampaikan permohonan mereka kepada Allah Yang Maha Esa itu juga. Sekarang diutuslah oleh Allah itu sendiri, Allah yang tidak diragui lagi tentang ada-Nya, dan tentang Esa-Nya, diutus-Nyalah nabi-nabi dan rasul-rasul memberi tuntunan bagaimana supaya mereka itu kembali berhubungan langsung dengan Allah Yang Pengasih lagi Penyayang itu. Tidaklah manusia dijadikan-Nya lalu dibiarkan-Nya saja. Malahan sesudah manusia dijadikan, diberi akal dan diberi pula pimpinan dan bimbingan supaya selamat dan langkahnya yang salah bisa di-perbaiki. Yang dilanjutkan oleh seruan Rasul itu, “Menyeru kamu agar Dia memberi ampun kepada kamu dari dosa-dosa kamu." Sebagaimana telah dinyatakan di awal surah, dan juga dalam maksud kedatangan Nabi Musa, yaitu mengeluarkan dari gelap gulita dosa, karena kami tidak mengerti mana jalan yang akan ditempuh. Ditunjukkan jalan yang benar supaya hidup jangan tersesal. Pintu taubat senantiasa terbuka, mana yang salah akan diberi ampun dan jalan selamat bahagia akan direntangkan di muka, terang benderang, nur Ilahi: “Dan dia undurkan kamu sampai kepada suatu masayang tertentu." Artinya, Dia berikan kesempatan yang luas buat memperbaiki langkah yang salah itu, kembali kepada langkah yang benar. Masuklah, sebelum pintu ditutup.
Itulah rayuan nabi-nabi dan rasul-rasul umumnya kepada seluruh umat yang mereka datangi. Rasul-rasul selain dari mengancam dengan siksaan, adalah pula membujuk menunjukkan jalan yang benar, supaya selamat di dunia dan di akhirat.
Tetapi seruan yang demikian tulusnya yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah tidaklah langsung diterima dengan baik oleh kaum mereka masing-masing. Malahan mereka dengan kasar, “Mereka berkata, “Tidaklah ada kamu, hanyalah manusia seperti kami juga." Tidak ada ubahnya kamu dengan kami. Sebab itu maka seruan kamu itu tidak ada harganya bagi kami. Kami tahu maksud kamu hai orang-orang yang mendakwakan dirinya rasul-rasul dari Allah, yaitu
“Kamu ingin hendak menghambat-hambat kami dari apa yang disembah oleh nenek-moyang kami. Maka bawalah kepada kami satu keterangan yang nyata."
Sambutan yang demikian kasar telah meninggalkan kesan yang mendalam kepada kita betapa sulitnya mengeluarkan manusia yang telah biasa dalam gelap gulita kepada cahaya terang benderang. Mereka telah merasa senang hidup dalam kfegelapan, dan silaulah mata mereka kena cahaya matahari, sehingga rasul-rasul yang bermaksud baik untuk mereka, telah mereka pandang jahat. Mereka hanya bertahan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu adalah pusaka nenek moyang yang wajib dipertahankan, sedang rasul-rasul itu menurut mereka adalah semata-mata hendak menghambat-hambat mereka dan adat-istiadat dan pusaka yang luhur dari nenek moyang itu. Niscaya mereka hendak bertahan mati-matian. Tetapi oleh karena rasul-rasul itu benar-benar bermaksud baik untuk mereka, maka perkataan-perkataan yang kasar itu telah mereka sambut dengan baik, tetapi tepat dan jitu.
Ayat 11
“Berkata kepada mereka rasul-rasul mereka: “Tidaklah kami ini melainkan manusia seperti kamu juga."
Mereka sambut dengan baik perkataan mereka bahwa mereka, rasul-rasul itu, hanya manusia seperti mereka, tidak ada kelebihan dari mereka. Mereka akui, memang mereka manusia seperti mereka itu juga. Dalam hal sebagai sama-sama manusia, tidaklah ada kelebihan mereka."Tetapi Allah telah mengaruniai barangsiapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya." Di antara kita manusia yang sama kejadian itu, Allah telah memilih kami buat menjadi utusan-Nya dan menyampaikan seruan-Nya kepada kamu. Oleh sebab itu jika kami mengangkat suara, bukanlah itu karena kami memandai-mandai dengan kehendak sendiri saja."Dan tidaklah kami boleh mendatangkan kepada kamu sesuatu keterangan kecuali dengan izin Allah." Hanya dengan izin-Nya kami sampaikan berita ini kepada kamu. Sekarang kamu bantah, kamu tantang dan kamu tolak, namun kami akan menyampaikannya terus, betapa pun sikap kamu kepada kami, karena kami ini diperintah.
“Dan kepada Altah-lah berserah diri orang-orang yang beriman."
Kata-kata seruan yang lemah-lembut, dari hati yang tulus ikhlas dan penuh cinta itu, mereka teruskan lagi,
Ayat 12
“Bagaimana kami tidak akan berserah diri kepada Allah, padahal Dia telah memberi kami petunjuk dalam perjalanan-perjalanan kami."
Kami diberi-Nya petunjuk menempuh cahaya yang terang, dan kami merasa sedih melihat kamu masih dalam kegelapan, “Dan sungguh kami akan sabar atas gangguan kamu kepada kami." Apa pun sikap kamu kepada kami karena kegelapan paham kamu, tidaklah akan kami ambil keberatan, dan kami akan menyampaikannya terus, sampai kamu pun merasakan pula nikmat iman itu, sampai kamu mendapat ampunan dari Allah, Alangkah berbahagia kami kalau terjadi demikian.
“Dan kepada Allah bertawakal orang-orang yang bertawakal."
(ujung ayat 12)