Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَ
pada hari
تُبَدَّلُ
diganti
ٱلۡأَرۡضُ
bumi
غَيۡرَ
selain
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَٱلسَّمَٰوَٰتُۖ
dan langit
وَبَرَزُواْ
dan mereka menghadap
لِلَّهِ
Allah
ٱلۡوَٰحِدِ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّارِ
Maha Perkasa
يَوۡمَ
pada hari
تُبَدَّلُ
diganti
ٱلۡأَرۡضُ
bumi
غَيۡرَ
selain
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَٱلسَّمَٰوَٰتُۖ
dan langit
وَبَرَزُواْ
dan mereka menghadap
لِلَّهِ
Allah
ٱلۡوَٰحِدِ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّارِ
Maha Perkasa
Terjemahan
(yaitu) hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit. Mereka (manusia) berkumpul (di Padang Mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.
Tafsir
Ingatlah (Pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain dan demikian pula langit) yaitu hari kiamat, kemudian manusia digiring untuk dikumpulkan di suatu tanah yang putih bersih sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis kitab Sahih Bukhari dan Muslim. Sehubungan dengan hal ini Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis bahwasanya Nabi ﷺ ditanya mengenai manusia pada saat itu. Lalu Nabi ﷺ menjawab, "Berada di shirath." (dan mereka semuanya tampak bermunculan) artinya mereka keluar dari kuburan mereka masing-masing (untuk menghadap kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.).
Tafsir Surat Ibrahim: 47-48
Karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi mempunyai pembalasan.
(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap kehadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
Ayat 47
Allah ﷻ mengikrarkan janji-Nya dengan ungkapan yang kukuh melalui firman-Nya:
“Karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya.” (Ibrahim: 47)
Maksudnya, Allah akan menolong mereka dalam kehidupan di dunia dan pada hari semua saksi ditegakkan. Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia Maha Perkasa, tiada sesuatu pun yang dapat menghalang-halangi kehendak-Nya; dan Dia tidak terkalahkan, serta mempunyai pembalasan terhadap orang-orang yang kafir dan ingkar kepada-Nya. “Maka kecelakaan yang besarlah di hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.” (Ath-Thur: 11) Karena itulah dalam firman selanjutnya di sebutkan:
Ayat 48
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48)
Yakni janji Allah ini akan dilaksanakan pada hari bumi diganti dengan bumi yang lain, yang bentuknya tidaklah seperti sekarang yang kita kenal, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Kelak manusia di hari kiamat akan dihimpunkan di bumi yang putih lagi tandus seperti perak yang putih bersih, tiada suatu tanda pun bagi seseorang padanya”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Daud, dari Asy-Sya'bi, dari Masruq, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia adalah orang yang mula-mula bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang makna firman-Nya berikut ini: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (begitu pula) langit.” (Ibrahim: 48) Ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Di manakah manusia pada saat itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Di atas sirat." Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid tanpa Imam Bukhari, begitu pula Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Affan, dari Wuhaib, dari Daud dan Asy-Sya'bi, dari Siti Aisyah tanpa menyebutkan Masruq (dalam sanadnya).
Qatadah telah meriwayatkan dari Hissan ibnu Bilal Al-Muzani, dari Siti Aisyah r.a., bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48) Bunyi pertanyaannya ialah, "Wahai Rasulullah, di manakah manusia pada saat itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Sesungguhnya kamu menanyakan sesuatu kepadaku suatu pertanyaan yang belum pernah diajukan oleh seorang pun dari kalangan umatku. Pada saat itu manusia berada di atas jembatan neraka.”
Imam Ahmad meriwayatkan melalui hadis Habib ibnu Abu Umrah, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Siti Aisyah telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang makna firman-Nya: “Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67) Siti Aisyah mengatakan, "Di manakah manusia pada hari itu, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Mereka berada di pinggir neraka Jahannam."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Ja'd, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim; ia mendengar Al-Hasan mengatakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah bertanya tentang makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) "Dimanakah manusia pada hari itu, wahai Rasulullah? Rasulullah ﷺ menjawab, "Sesungguhnya ini adalah suatu pertanyaan yang belum pernah diajukan oleh seorang pun. Hai Aisyah, mereka pada hari itu berada di atas sirat.” Imam Ahmad meriwayatkannya dari Affan, dari Al-Qasim ibnul Fadl, dari Al-Hasan dengan sanad yang sama.
Imam Muslim ibnul Hajjaj mengatakan di dalam kitab Sahih-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali Al-Hilwani, telah menceritakan kepadaku Abu Taubah Ar-Rabi' ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Salam, dari Zaid (saudaranya). Ia pernah mendengar Abu Salam mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Asma Ar-Rahbi; Sauban maula Rasulullah ﷺ pernah menceritakan kepadanya bahwa ketika ia sedang berdiri dihadapan Rasulullah ﷺ, datanglah seorang ulama Yahudi kepada Rasulullah ﷺ, lalu berkata, "Semoga kesejahteraan atas dirimu, hai Muhammad." Maka aku (Sauban) mendorongnya dengan dorongan yang cukup kuat sehingga hampir saja ia terjatuh karena doronganku.
Lalu ia berkata kepadaku, "Mengapa kamu mendorongku?" Aku menjawab, "Mengapa tidak kamu katakan, ‘Wahai Rasulullah’?" Orang Yahudi itu berkata, "Sesungguhnya aku memanggilnya dengan nama yang diberikan oleh orang tuanya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya namaku Muhammad, itulah nama yang diberikan kepadaku oleh orang tuaku." Orang Yahudi itu berkata, "Saya datang kepadamu untuk bertanya." Rasulullah ﷺ bersabda, "Apakah ada manfaatnya bila saya katakan sesuatu kepadamu?" Orang Yahudi itu menjawab, "Saya akan mendengarkannya dengan baik." Maka Rasulullah ﷺ mengetuk-ngetukan tongkat kayu yang ada di tangannya dan bersabda, "Bertanyalah." Orang Yahudi mengatakan, "Di manakah manusia berada pada hari bumi diganti dengan bumi yang lain dan begitu pula langit?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Mereka berada di dalam kegelapan sebelum jembatan (sirat).” Orang Yahudi itu bertanya, “Siapakah manusia yang mula-mula melewatinya?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Orang-orang yang fakir dari kalangan Muhajirin.” Orang Yahudi itu berkata, "Apakah hadiah makanan mereka di saat mereka memasuki surga?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Lebihan hati ikan Nun.”
Orang Yahudi itu bertanya lagi, "Lalu apakah makanan mereka sesudahnya?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Disembelihkan buat mereka sapi jantan surga yang makanannya mengambil dari pinggiran-pinggiran surga (yakni digembalakan di pinggiran surga).” Orang Yahudi itu bertanya lagi, "Lalu apakah minuman mereka setelah makan makanan tersebut?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Dari mata air yang ada di dalam surga yang disebut Salsabila.” Orang Yahudi itu berkata, "Engkau benar." Lalu ia berkata lagi, "Saya datang kepadamu untuk menanyakan sesuatu yang tiada seorang penduduk bumi pun mengetahui jawabannya kecuali seorang nabi atau seseorang atau dua orang." Rasulullah ﷺ balik bertanya, "Apakah ada manfaatnya bila aku katakan kepadamu?" Orang Yahudi itu berkata, "Saya akan mendengarnya dengan baik." Orang Yahudi itu mengajukan pertanyaannya, "Saya datang kepadamu untuk menanyakan tentang anak." Rasulullah ﷺ bersabda: “Mani laki-laki putih dan mani perempuan kuning, apabila keduanya berkumpul, lalu mani lelaki mengalahkan air mani perempuan, maka dengan seizin Allah anaknya menjadi lelaki. Dan apabila air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka dengan seizin Allah anaknya menjadi perempuan.” Maka orang Yahudi itu berkata, “Engkau benar, dan sesungguhnya engkau adalah seorang nabi." Lalu lelaki Yahudi itu pergi. Dan Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya orang ini telah menanyakan kepadaku pertanyaan yang aku tidak mempunyai pengetahuan tentangnya barang sedikit pun. Seandainya tidak ada utusan dari Allah yang memberitahukannya kepadaku (tentang jawabannya)."
Abu Ja'far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sauban Al-Kala'i, dari Abu Ayyub Al-Ansari, bahwa seorang pendeta Yahudi bertanya kepada Nabi ﷺ tentang makna firman Allah ﷻ: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48) Ia berkata, "Di manakah manusia pada saat itu?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "(Mereka) adalah tamu-tamu Allah, maka hal itu amatlah mudah bagi Allah dengan kekuasaan yang ada di sisi-Nya.” Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Maryam dengan sanad yang sama.
Syu'bah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq bahwa ia telah mendengar dari Amr ibnu Maimun. Barangkali dia mengatakan bahwa Abdullah (Ibnu Mas'ud) berkata, dan barangkali dia tidak menyebutnya. Lalu saya bertanya kepadanya, "Apakah dia menerimanya dari Abdullah?" Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Amr ibnu Maimun mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) Bahwa bumi yang lain itu warnanya putih seperti perak lagi bersih, tidak pernah dialirkan darah padanya dan tidak pernah dilakukan suatu dosapun padanya. Pandangan mereka menembus jauh dan suara juru penyeru kedengaran oleh mereka, mereka dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang, seperti keadaan mereka ketika diciptakan (dilahirkan). Perawi mengatakan, ia menduganya mengatakan bahwa mereka dalam keadaan berdiri, hingga keringat mereka sampai pada mulut mereka.
Telah diriwayatkan pula dari jalur yang lain dari Syu'bah, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari ibnu Mas'ud hal yang serupa. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Asim, dari Zur, dari Ibnu Mas'ud dengan sanad yang sama. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, bahwa Abdullah ibnu Mas'ud tidak menceritakan hal ini. Demikianlah menurut keterangan yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telab menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ubaid ibnu Uqail, telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Hammad Abu Gayyas, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Ayyub, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) Nabi ﷺ bersabda, "Bumi yang putih, tidak pernah dialirkan darah padanya, tidak pernah pula dilakukan suatu dosa pun padanya." Kemudian Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada orang yang me-rafa'-kannya selain Jarir ibnu Ayyub, sedangkan dia orangnya tidak kuat (hafalan haditsnya)."
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Sinan, dari Jabir Al-Ju'fi, dari Abu Jabirah, dari Zaid yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan utusan kepada orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya (kepada para sahabatnya), "Tahukah kalian mengapa saya mengirimkan utusan kepada mereka?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Rasulullah ﷺ bersabda bahwa beliau mengirimkan utusannya kepada mereka untuk menanyakan tentang firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) Sesungguhnya pada waktu itu bumi berwarna putih seperti perak. Setelah utusan Nabi ﷺ datang kepada orang-orang Yahudi, lalu para utusan itu menanyakan hal tersebut. Mereka (orang-orang Yahudi) menjawab bahwa saat itu bumi berwarna putih seperti perak.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas, Anas Ibnu Malik, dan Mujahid ibnu Jubair, bahwa kelak di hari kiamat bumi akan diganti dengan bumi dari perak.
Dari sahabat Ali r.a., ia mengatakan bahwa bumi akan menjadi perak dan langit menjadi emas. Ar-Rabi' telah meriwayatkan dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa langit akan menjadi gelap gulita. Abu Ma'syar telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Muhammad ibnu Qais sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) Bahwa bumi menjadi roti, orang-orang mukmin dapat makan dari bawah kaki mereka.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Waki', dari Umar ibnu Bisyr Al-Hamdani, dari Sa'id ibnu Jubair, yakni sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (Ibrahim: 48) Bahwa bumi diganti dengan roti yang putih, orang mukmin dapat makan dari bawah telapak kakinya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Khaisam yang mengatakan, “Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan bahwa bumi pada hari kiamat semuanya berupa api, dan surga ada di belakangnya, kelihatan isi dan perhiasannya, sedangkan manusia ditenggelamkan oleh keringatnya. Keringat mereka telah menenggelamkan mereka, sedangkan mereka masih belum menjalani hisab.”
Al-A'masy telah meriwayatkan pula dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Qais ibnus Sakan yang mengatakan bahwa Abdullah Ibnu Mas'ud pernah berkata, "Di hari kiamat kelak seluruh bumi menjadi api, di belakangnya terdapat surga, isi dan perhiasannya kelihatan. Demi Tuhan yang jiwa Abdullah berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengucurkan keringatnya, sehingga menenggelamkan telapak kakinya, lalu keringatnya naik sampai ke hidungnya, padahal hisab masih belum dijalaninya." Mereka bertanya, "Mengapa demikian, wahai Abu Abdur Rahman (nama panggilan Ibnu Mas'ud)?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Hal itu terjadi karena pemandangan dan peristiwa yang mereka alami."
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Ka'b, sehubungan dengan makna firman-Nya: “(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain, dan (begitu pula) langit.” (Ibrahim: 48) Langit menjadi gelap gulita, laut berubah menjadi api, dan bumi diganti dengan bumi yang lain.
Di dalam hadis yang diriwayatkan, oleh Imam Abu Daud disebutkan bahwa tiada yang menempuh jalan laut kecuali orang yang berperang, atau pergi haji, atau pergi umrah, karena sesungguhnya di bawah laut itu neraka; atau di bawah neraka itu laut.
Di dalam hadis masyhur tentang suwar (sangkakala) dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Allah mengganti bumi dengan bumi yang lain, begitu pula langit, lalu Dia menggelarkannya dan menghamparkannya sebagaimana seseorang menghamparkan kulit (dari pasar) 'Ukaz, tiada yang rendah, tiada pula yang tinggi. Kemudian Allah menggiring makhluk dengan sekali giring, tiba-tiba mereka telah berada di bumi yang telah diganti itu.”
Firman Allah ﷻ: “Dan mereka semuanya (di Padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah.” (Ibrahim: 48)
Yakni semua makhluk keluar dari kuburannya masing-masing menghadap kepada Allah.
“Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Ibrahim: 48) Allah yang mengalahkan segala sesuatu dan menundukkannya, serta tunduklah kepada-Nya semua kepala dan tunduk takutlah kepada-Nya semua akal.
Siksa itu akan Allah jatuhkan pada hari ketika bumi diganti dengan
bumi yang lain dan langit diganti dengan langit yang lain, dan mereka,
yakni manusia, berkumpul di Padang Mahsyar untuk menghadap Allah
Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa guna mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di dunia. Pada hari itu engkau atau siapa pun akan melihat orang yang berdosa
bersama-sama dengan rekan-rekan mereka, diikat dengan belenggu yang
panas membara.
Ayat ini menerangkan bahwa waktu pembalasan dan pelaksanaan siksa itu ialah pada hari yang bumi ditukar dengan bumi lain, pada saat Allah menghancurkan langit dan segala yang ada di dalamnya dan menukarnya dengan langit yang lain. Pada waktu itu bumi, bulan, dan segala bintang akan berbenturan, sehingga pecah hancur seperti debu dan beterbangan seperti awan, kemudian terjadilah bumi dan langit yang lain.
Berkata Ibnu Abbas, "Bumi yang lain itu tidak lain adalah bumi yang telah berubah sifatnya dari bumi yang sekarang ini, seperti telah berpindah gunungnya, dan tidak mengalir airnya, dan mati lautnya, tidak berombak dan tidak pula tenang."
Dari ayat dan riwayat Ibnu Abbas di atas dapat dipahami bahwa nanti pada hari kiamat seluruh semesta ini akan hancur lebur. Masing-masing berbenturan dengan yang lain, sehingga pecah bertaburan dan beterbangan di angkasa beberapa waktu lamanya, kemudian membentuk seperti bentuk bumi dan langit, tetapi ia bukan bumi dan langit yang sekarang ini.
Keadaan manusia pada saat itu dijelaskan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadis ini:
Dari Aisyah ia berkata, "Saya adalah manusia yang pertama kali menanyakan hal ini kepada Rasulullah ﷺ tentang ayat ini." Aisyah berkata, "Saya menanyakan, "Dimana manusia ketika itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Di atas shirath (jalan lurus)." (Riwayat Muslim).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 47
“Maka sekali-kali janganlah engkau hina bahwa Allah memungkiri janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya. Sesungguhnya Atlah adalah Mahagagah, menyediakan balasan."
Allah ﷻ mempunyai peraturan yang dinamai “Sunnatullah". Dia telah mengutus rasul-rasul-Nya ke dunia membawa kebenaran dan menempuh jalan yang benar. Orang-orang yang menentang seruan rasul-rasul itu, niscaya tidak menempuh jalan yang benar. Melawan kebenaran mestilah dengan memilih jalan yang salah. Sudah mestinya bahwa yang salah tidak akan dapat bertahan lama. Sudah sewajarnya bahwa segala rencana kekufuran itu pasti gagal. Perhitungan akal yang sehat memberi kepastian bahwa kebenaran jualah yang akan menang. Cuma kadang-kadang karena pembela kebenaran itu menunggu ke menunggu, terasa bahwa kebenaran itu lama benar akan menang. Perasaan terlalu lama itu adalah karena si pejuang sangat mengharapkannya. Sebab itu Allah memastikan bahwa janji-Nya dengan rasul-rasul-Nya itu sekali-kali tidak akan dimungkiri-Nya. Allah itu Mahagagah dan Perkasa. Kalau pukulan-Nya datang, tidak ada yang dapat bangkit lagi. Dan Dia mempunyai persediaan-persediaan buat membalas. Dan pembalasan Allah itu pun adalah Sunnatullah, peraturan yang pasti.
Sesudah hidup yang sekarang ini adalah kehidupan yang kedua kali, hidup untuk memperhitungkan sikap dan tingkah laku di dunia. Penentang kebenaran yang dibawa Rasul akan dituntut pada masa itu.
Ayat 48
“Pada hari yang akan diganti bumi ini dengan bumi lain dan semua langit pun."
Bagaimana pergantian bumi dan langit itu. Apakah bumi dan langit yang sekarang juga yang.akan diubah bentuknya karena telah berubah suasananya, ataupun dihabiskan sama sekali bumi dan langit yang sekarang dan didatangkan ganti yang baru sama sekali. Tidaklah kita ketahui. Karena itu sudah termasuk apa yang dinamai “Sam'iyat" yaitu Keterangan Allah yang wajib kita percayai.
“Dan akan tampil mereka ke hadapan Allah. Yang Esa lagi Perkasa"
Berbaris berbanjirlah makhluk insani pada waktu itu. Memenuhi panggilan supaya hadir. Segala perbuatan dan amal semasa hidup. Segala pendirian terhadap Allah dan seruan rasul-rasul akan ditanyai, dan tidak ada yang dapat disembunyikan. Salah atau benar, pada waktu itulah akan terbuka.
Ayat 49
“Dan akan engkau lihat orang-orang yang berdosa itu, pada hari itu akan terikat dengan belenggu-belenggu."
Kalau belenggu-belenggu telah terikat di leher, tanda hukuman sudah putus, karena ke-salahan sudah nyata, yaitu menentang kebenaran yang dibawa rasul-rasul. Di dalam ayat di atas tadi disebut rasul-rasul, meskipun Rasul yang ditentang itu hanya seorang. Sebab pokok ajaran sekalian Rasul hanyalah satu jua isinya, dan tidak ada perlainan. Yang berbeda hanya syari'at, yaitu peraturan-peraturan yang bukan pokok. Yaitu tiang-tiang iman, percaya kepada Allah Yang Satu, dan ujungnya sekali yaitu percaya akan hari kemudian, adalah satu dan itulah yang diserukan oleh sekalian Rasul. Oleh sebab itu, walaupun kaum musyrikin hanya menentang Nabi Muhammad ﷺ artinya ialah menentang juga kepada rasul-rasul yang lain. Maka belenggu yang akan lekat di leher karena akan dihalaukan ke neraka adalah karena satu kesalahan yang besar, menentang segala rasul. Menentang pokok ajaran yang disampaikan kepada umat manusia seluruhnya. Karena di dalam beberapa ayat sudah dijelaskan bahwasanya manusia itu pada hakikatnya adalah umat yang satu.
Selain daripada belenggu yang akan dipasangkan di leher itu, diterangkan Allah lagi pakaian yang akan mereka pakai di neraka.
Ayat 50
"Pakaian-pakaian mereka adalah dari tembaga yang panas, dan akan ditutup muka mereka oleh api neraka."
Apakah yang demikian itu kejam? Itu bukanlah satu kekejaman, tetapi suatu balasan yang setimpal. Barulah patut disebut kejam kalau peringatan tidak didatangkan terlebih dahulu. Rasul-rasul dan nabi-nabi telah datang membawa peringatan. Kata riwayat nabi-nabi yang menerima wahyu saja tidak kurang daripada 124.000 orang banyaknya dari zaman ke zaman, sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ. Di antaranya lebih daripada 300 orang yang disebut Rasul yang membawa syariat Dan kitab-kitab wahyu yang terkenal tiga buah, yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an, dan ditambah lagi dengan beberapa Zabur dan ditambah lagi dengan beberapa Shuhuf. Dan pada manusia itu sendiri diberi pula alat penerima, yaitu akal. Dan akal itu menyukai yang baik dan membenci yang buruk. Rasul-rasul dan nabi-nabi dengan kitab-kitab wahyu itu memberikan keterangan dengan jelas. Membujuk, merayu dan menyeru. Mengancam dengan bahaya, memberi kabar gembira untukyangtaat. Maka kalau dimungkiri dan ditolak juga, lalu diberi hukum yang setimpal, bukankah suatu hal yang patut? Adakah itu kejam? Kalau masih juga merasakan bahwa hukum itu kejam: masuk neraka, leher dibelenggu, pakaian dari tembaga panas, meminum air mala darah campur nanah, memakan buah zaqqum. Kalau semuanya itu kejam dan mengerikan, mengapa tidak dari sekarang saja di waktu hidup ini semuanya itu dielakkan dan dijauhi, padahal jalan untuk berbuat baik itu masih terbentang?
Ayat 51
“Karena Allah akan membalas bagi tiap-tiap diri, apa yang telah mereka usahakan."
Usaha yang baik akan dibalas dengan pahala yang baik, dan usaha yang buruk pun akan dibalas dengan yang buruk. Karena Allah itu adil.
“Sesungguhnya Allah adalah sangat cepat hitungan-Nya."
Teringatlah penulis tafsir ini kepada sanggahan seorang yang katanya berpikir bebas (free thinker) dalam hal agama. Dia mengatakan bahwa ancaman-ancaman Al-Qur'an kepada orang yang berdosa itu terlalu kejam, akan di-belenggu, akan dipakaikan baju tembaga panas, akan diminumkan air mala darah bercampur nanah, akan disuruh memakan buah zaqqum yang berduri dan tidak lalu di kerongkongan, dan sebagainya, padahal menurut penyelidikan ahli-ahli ilmu jiwa, tidaklah ada manusia yang semata-mata jahat yang harus menerima hukuman sampai sedemikian kejam. Apatah lagi kalau kekal pula di neraka. Padahal hidupnya di dunia pada umumnya dan rata-rata paling tinggi hanya 70 tahun.
Oleh karena dia berkata bahwa dia adalah Free thinker, bebas berpikir, saya mintalah dia berpikir pula sebaliknya, “Bagaimana pendapatnya tentang orang yang berbuat baik, beriman dan beramal saleh, yang hidupnya di dunia pun rata-rata tidak lebih dari 70 tahun, lalu dimasukkan ke dalam surga, duduk di pundai bertatahkan ratna, minum dari mata air yang jernih, memakan buah-buahan yang serba lezat, dihibur oleh anak bidadari, dilayani oleh anak bidadara, bercengkrama dan bersukaria dan kekal di sana selama-lamanya? Adakah sepadan usianya yang paling tinggi 70 tahun itu dengan kekalnya nikmat yang diterimanya? Kalau saudara memang seorang yang berpikir bebas, mengapa tidak saudara pikirkan bahwa di samping ancaman yang kejam yang saudara katakan tiada setimpal itu, ada lagi balasan karunia, yang juga tidak setimpal? Apakah kebebasan pikiran saudara hanya mengingatkan kejamnya dan tidak bebas pikiran saudara untuk mengenangkan kasih sayang, cinta dan karunia-Nya bagi yang taat? Sedang waktu buat menentukan nasib di belakang hari itu adalah di kala hidup di dunia ini?" — Dia hanya terdiami
Kita pun mengakui bahwa di dalam diri kita itu senantiasa' terjadi peperangan yang hebat di antara cita-cita yang baik dengan kehendak hawa nafsu yang buruk. Kita pun mengerti bahwa tidak ada manusia yang semata-mata bai k dan tidak pula ada yang semata-mata buruk. Kita pun merasakan dalam diri sendiri bahwa kita pun bukanlah semata-mata jahat, dan kita pun ada mempunyai kehendak yang baik. Kalau demikian halnya, alangkah baiknya jika cita baik itu kita pupuk. Atau keburukan yang telah terlanjur kita kerjakan, lalu kita imbangi dengan berbuat baik. Pada saat Kiamat itu semuanya akan ditimbang. Niscaya kita ingin hendak-nyalah timbangan kepada yang baik lebih berat dan timbangan kepada yang buruk lebih ringan. Dan terlebih dahulu kita tanamkan pokok dari segala baik dalam jiwa kita, yaitu kepercayaan kepada Allah Yang Tunggal. Bukankah pada ayat 24 sampai 27 di atas tadi sudah dinyatakan bahwa Kalimah Thayyibah, kata yang baik adalah laksana pohon yang baik, yang uratnya terhunjam ke bumi dan dahan serta cabangnya menjulang ke langit dan berbuah terus setiap masa dengan tidak mengenal musim! Kalau pohon ini telah tumbuh dengan suburnya, maka pohon lain yang tidak berfaedah tidaklah akan berani tumbuh lagi di dekat dia, sebab dari suburnya, dialah yang menghisap udara dan mengambil cahaya matahari. Sebelum tumbuhnya subur, siangi rumput-rumput yang tumbuh di dekatnya. Kelak kalau dia sudah subur, tidak pun rumput itu disiangi, namun dia tidak akan tumbuh lagi di bawah naungan pohon yang rindang itu, sebab dia tidak mendapat udara lagi.
Di ujung ayat telah disebutkan bahwa Allah itu sangat cepat hitungan-Nya. Dia dapat menilik dan menjumlahkan perjalanan hidup hamba-Nya, yang berbuat jahat atau yang lebih banyak jahatnya dan yang berbuat baik atau lebih banyak baiknya. Dia melihat betapa hebatnya perjuangan batin kita. Kita memang takut akan ancaman-Nya. Sedangkan dikenakan belenggu dalam dunia lagi mengerikan, padahal ada juga orang yang dibelenggu hanya karena fitnah dan tuduhan palsu. Bagaimana ngerinya belenggu di neraka itu. Dan sekarang dia kita elakkan, dan Allah cepat sekali menghitung apa yang kita kerjakan dan mengumpulkan jumlahnya dan menegakkan timbangannya.
Akhirnya berfirmanlah Allah.
Ayat 52
“Ini adalah satu peringatan bagi manusia, dan supaya diancam mereka dengan dia, dan supaya mereka tahu bahwa hanya Dialah Tuhan Yang Satu, dan supaya ingatlah orang-orang yang mempunyai pikiran halus."
Ayat ini adalah penutup surah. Untuk membuhulkan kembali di antara pangkal surah dengan ujung surah. Kalau di ayat yang pertama telah dikatakan bahwa dengan Al-Qur'an, Nabi Muhammad ﷺ sudah diperintah mengeluarkan manusia daripada gelap gulita kemusyrikan, kejahilan dan keburukan, kepada terang benderang iman dan tauhid, dalam jalan Allah Yang Gagah dan Terpuji, maka di penutupnya diperingatkan lagi, bahwa Al-Qur'an ini adalah peringatan untuk manusia, bahwa Allah, hanyalah Allah Yang Esa, tiada Allah lain. Dan yang akan lebih mengerti sehingga dia mendapat jalan yang terang itu, tidak lain hanyalah orang yang mempunyai mutu pikiran jua.
Adapun orang yang ada hati, tetapi hati yang telah membatu; ada bermata, tetapi mata yang telah membuta; ada bertelinga, tetapi telinga yang bersipekak, Jahannam jualah tempat mereka, lain tidak.
Dimulai pada hari Isnin, 3 Syawal 1384 15 Februari 1965
Selesai pada hari Ahad, 26 Syawal 1384 28 Februari 1965 Di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun, Jakarta (masih dalam tahanan)