Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
مَكَرُواْ
mereka membuat tipu daya
مَكۡرَهُمۡ
tipu daya mereka
وَعِندَ
dan disisi
ٱللَّهِ
Allah
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
وَإِن
dan meskipun
كَانَ
adalah
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
لِتَزُولَ
untuk/dapat melenyapkan
مِنۡهُ
dari padanya
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
وَقَدۡ
dan sesungguhnya
مَكَرُواْ
mereka membuat tipu daya
مَكۡرَهُمۡ
tipu daya mereka
وَعِندَ
dan disisi
ٱللَّهِ
Allah
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
وَإِن
dan meskipun
كَانَ
adalah
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
لِتَزُولَ
untuk/dapat melenyapkan
مِنۡهُ
dari padanya
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
Terjemahan
Sungguh, mereka telah membuat tipu daya padahal Allah (mengetahui dan akan membalas) tipu daya mereka. Sekali-kali tipu daya mereka tidak akan mampu melenyapkan gunung-gunung.
Tafsir
(Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar) terhadap Nabi ﷺ (makar yang besar) yaitu mereka bermaksud untuk membunuh Nabi ﷺ atau membelenggunya, atau mengusirnya (padahal di sisi Allahlah makar mereka) yakni pengetahuan makar tersebut, atau pembalasan makar itu. (Dan tidak akan) tidak bisa (makar mereka itu) betapa pun besarnya (dapat melenyapkan gunung-gunung) pengertiannya ialah makar tersebut dibiarkan dan tidak memberikan mudarat melainkan hanya terhadap diri mereka sendiri. Yang dimaksud dengan pengertian gunung-gunung di sini, menurut suatu pendapat adalah hakiki, yakni gunung yang sesungguhnya, dan menurut pendapat yang lain dimaksud adalah syariat-syariat Islam yang digambarkan seperti gunung-gunung dalam hal ketetapan dan keteguhannya. Menurut suatu qiraat yang lain litazuula ini dibaca latazuulu, yakni dengan harakat fatah pada huruf lamnya kemudian akhir fi'ilnya dibaca rafa', maka berdasarkan qiraat ini berarti huruf in di sini adalah bentuk takhfif atau keringanan daripada huruf inna yang ditasydidkan huruf nunnya, makna yang dimaksud adalah menggambarkan tentang besarnya makar orang-orang kafir itu terhadap diri Nabi ﷺ Akan tetapi menurut pendapat yang lain dikatakan, yang dimaksud dengan lafal al-makru ialah kekafiran mereka. Makna yang terakhir ini sesuai pula dengan apa yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ yang. lainnya, yaitu, "Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu (mendakwa Tuhan mempunyai anak), bumi belah, dan gunung-gunung runtuh." (Q.S. Maryam 90) Sedangkan pengertian yang pertama sesuai dengan bacaan yang tertera.
Tafsir Surat Ibrahim: 44-46
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim, "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang seti kii. niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan).Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa? Dan kalian telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagi kalian bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepada kalian beberapa perumpamaan.
Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar, padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya Allah ﷻ berfirman menceritakan perkataan orang-orang yang zalim terhadap diri mereka sendiri di kala mereka menyaksikan azab: Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Ibrahim: 44) Ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia)." (Al-Muminun: 99) Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al-Munafiqun: 9), hingga akhir ayat berikutnya.
Dan firman Allah ﷻ yang menceritakan keadaan mereka di Padang Mahsyar: Dan (alangkah ngerinya) jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya. (As-Sajdah: 12), hingga akhir ayat. Begitu pula dalam firman Allah ﷻ: Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami. (Al-An'am: 27), hingga akhir ayat. Dan mereka berteriak di dalam neraka. (Fathir: 37), hingga akhir ayat. Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah ﷻ menjawab ucapan mereka melalui firman-Nya: Bukankah kalian telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kalian tidak akan binasa? (Ibrahim: 44) Maksudnya, bukankah kalian pernah bersumpah sebelum kalian berada di sini bahwa kalian tidak akan binasa dari keadaan kalian saat itu, dan bahwa tidak ada hari kembali serta tidak ada pula hari pembalasan; maka rasakanlah akibat perbuatan kalian ini.
Mujahid dan lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sekali-kali kalian tidak akan binasa? (Ibrahim: 44) Yakni tiadalah kalian akan berpindah dari dunia ke akhirat. Sama pula maknanya dengan yang terdapat di dalam firman-Nya: Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh, bahwa Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati. (An-Nahl: 38), hingga akhir ayat. Adapun firman Allah ﷻ: Dan kalian telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagi kalian bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepada kalian beberapa perumpamaan. (Ibrahim: 45) Yakni kalian telah mengetahui melalui berita yang sampai kepada kalian tentang azab yang telah Kami timpakan kepada umat-umat terdahulu yang mendustakan Kami.
Tetapi sekalipun demikian, ternyata kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka, tidak pula kalian menjadikan apa yang telah Kami timpakan kepada mereka sebagai peringatan. itulah hikmah yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). (Al-Qamar: 5) Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Rabbab, bahwa sahabat Ali r.a. pernah mengatakan sehubungan dengan makna ayat berikut: Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46) Bahwa orang yang mendebat Nabi Ibrahim sehubungan dengan Tuhannya mengambil dua ekor burung elang yang masih kecil, lalu ia memeliharanya hingga besar dan kuat.
Kemudian kaki masing-masing burung itu diikatkan kepada pasak yang dihubungkan dengan sebuah peti. Sebelum itu kedua burung elang tidak diberi makan hingga keduanya lapar, lalu dia dan seorang lelaki lain duduk di dalam peti itu, sedangkan dia mengangkat sebuah tongkat dari dalam peti itu yang ujungnya diberi daging segar. Kemudian ia berkata kepada temannya, "Lihatlah apa yang kamu saksikan!" Maka temannya menjawab, saya melihat anu dan anu (dari angkasa)," sehingga temannya itu mengatakan, "Saya melihat dunia ini semuanya seakan-akan seperti lalat (kecilnya)." Setelah itu ia menurunkan tongkatnya, maka keduanya turun.
Sahabat Ali mengatakan bahwa hal inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46) Bacaan sahabat Ali," Wain kada," yang artinya "Dan sesungguhnya makar mereka hampir dapat melenyapkan gunung-gunung". Abu Ishaq mengatakan bahwa hal yang sama dilakukan oleh Abdullah Ibnu Mas'ud dalam qiraahnya sehubungan dengan ayat ini yaitu "wain kada" dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka'b dan Umar ibnul Khattab r.a., bahwa mereka membacanya dengan bacaan wain kada''' sama dengan qiraah sahabat Ali r.a. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri dan Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Rabbab, dari Ali, lalu disebutkan kisah yang semisal.
Juga telah diriwayatkan dari Ikrimah, bahwa kisah ini menyangkut Raja Namruz Raja Negeri Kan'an dalam upayanya untuk menaiki langit dengan tipu muslihat tersebut. Hal yang serupa telah dilakukan pula oleh Raja Fir'aun, hanya dengan cara membangun menara yang tinggi, tetapi pada akhirnya keduanya tidak mampu dan lemah. Ternyata upaya keduanya kecil, tiada artinya, dan membuatnya terhina.
Mujahid menuturkan kisah ini yang bersumberkan dari Bukhtanasar, bahwa ketika pandangan matanya sudah tidak lagi melihat bumi dan penduduknya, ada suara yang berseru, "Hai orang yang kelewat batas, hendak ke manakah kamu pergi?" Maka ia meresa takut, kemudian ia mendengar suara di atasnya, lalu ia melepaskan tombaknya, dan tombaknya itu mengenai burung garuda, sehingga gunung-gunung bergetar karena kejatuhan reruntuhannya, seakan-akan hampir lenyap karenanya.
Yang demikian itu adalah apa yang di sebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46) Ibnu Juraij telah menukil dari Mujahid, bahwa ia membacanya dengan bacaan berikut: Latazulu minhul jibal, yakni benar-benar dapat melenyapkan gunung-gunung. Huruf lam yang pertama dibaca fat-hah, dan yang kedua dibaca dammah. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46) Bahwa tiadalah makar mereka itu dapat melenyapkan gunung-gunung.
Makna yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, lalu dijelaskan oleh Ibnu Jarir, bahwa apa yang mereka perbuat yakni kemusyrikan mereka kepada Allah dan kekufuran mereka kepada-Nya sama sekali tidak membahayakan gunung-gunung itu barang sedikit pun, tidak pula yang lainnya. Melainkan kemudaratan dari perbuatan mereka itu justru akan menimpa diri mereka sendiri. Menurut kami, berdasarkan makna yang terakhir ini berarti ayat ini sama maknanya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra: 37) Pendapat yang kedua sehubungan dengan tafsir ayat ini ialah apa yang diriwayatkan oleh Ali ibnu AbuTalhah, dari Ibnu Abbas, bahwa firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (Ibrahim: 46) Yang dimaksud dengan makar ialah kemusyrikan mereka, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya dalam ayat lainnya, yaitu: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu. (Maryam: 90), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Ad-Dahhak dan Qatadah."
Dan ingatlah, sungguh mereka telah membuat tipu daya atas Allah padahal Allah mengetahui dan akan membalas tipu daya mereka. Dan sesungguhnya tipu daya mereka sangat ringan sehingga tidak mampu untuk
sekadar melenyapkan gunung-gunung yang menjadi salah satu bukti kekuasaan Allah. Maka karena itu, jangan sekali-kali kamu atau siapa pun mengira bahwa
Allah mengingkari janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya dalam keberhasilan
tugas yang mereka laksanakan. Sungguh, Allah Mahaperkasa dan mempunyai pembalasan. Dia akan menjatuhkan siksa bagi para pendurhaka.
Allah ﷻ menerangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang kafir Mekah telah membuat rencana jahat untuk mematahkan perjuangan kaum Muslimin. Tetapi mereka tidak menyadari bahwa setiap rencana jahat mereka pasti diketahui Allah, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah sedikit pun. Allah menggagalkan setiap usaha mereka, sehingga cita-cita dan tujuan mereka itu tidak akan tercapai. Sebenarnya usaha mereka itu sangat besar, sehingga jika rencana itu digunakan untuk menghancur-leburkan gunung yang sangat kokoh pun akan terlaksana. Tetapi segala rencana mereka betapapun besarnya tidak akan dapat mengalahkan mukjizat Allah, tidak dapat menghapuskan ayat-ayat-Nya, dan tidak mampu menghambat perkembangan agama Islam di muka bumi.
Ayat ini mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin dan kehancuran orang-orang musyrik Mekah dalam waktu yang dekat. Ayat ini berlaku juga bagi kaum Muslimin pada masa kini, asal saja mereka meningkatkan daya dan usaha mereka, selalu sabar dan tabah menghadapi berbagai penderitaan dan cobaan yang ditimpakan oleh rencana jahat orang-orang kafir.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 42
“Dan janganlah engkau kita bahwa Allah lengah dari apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang zalim."
Oleh karena merasa kecewa melihatorang-orang yang zalim mengerjakan pekerjaan yang tidak diridhai oleh Allah, melanggar perintah-Nya, berbuat berbagai maksiat dan kedurhakaan, kadang-kadang orang yang beriman dan setia melakukan perintah Allah serasa tidak sabar. Kesewenang-wenangan orang yang zalim itu terlalu lambat rasanya dibiarkan Allah. Memang setiap perbuatan yang salah itu, dirasakan oleh orang yang membencinya terlalu lama. Sampai kadang-kadang timbul pertanyaan dalam hati, apakah keadaan yang tidak benar dan tidak adil ini dibiarkan saja oleh Allah? Mengapa Allah tidak bertindak? Perasaan yang demikian yang dijawab Allah dengan ayat ini. Allah menjelaskan, jangan dikira Allah lengah, sekali-kali Allah tidak lengah. Bahkan segala gerak-gerik orang yang zalim itu tidaklah lepas dari tilikan Allah.
“Cuma Dia mundurkan mereka kepada suatu hari, yang akan terbelalak padanya segala penglihatan."
Artinya, segala sikap dan langkah yang dimulai dengan salah, tidaklah pada waktu itu juga tampak bahayanya atau balasan yang diterimanya. Perbuatan salah itu kelak akan mencapai puncaknya. Mereka kelak akan sampai kepada satu ketika yang mereka sendiri pun merasa tidak dapat surut lagi. Langkah itu mesti diteruskan atau dapat ditahari lagi. Seumpama seorang pengendali kendaraan bermotor tidak hati-hati di tempat yang berbahaya, lalu seliplah roda kendaraan itu dan meluncur masuk jurang. Waktu kendaraan itu meluncur, betapa pun dia hendak menahan kejatuhan, tidaklah ada kekuasaannya lagi. Kekuasaan atau kemudi telah lepas dari tangannya. Apabila kejatuhan dan kehancuran itu datang, terbelalaklah segala mata yang melihat; karena tidak dapat berbuat apa-apa lagi buat mencabutkan si zalim itu dari kecelakaan.
Ayat 43
“Dalam keadaan terburu-buru dan menundukkan kepala mereka, tidak berkedip penglihatan mereka. Sedang hati mereka jadi kosong."
Inilah bayangan yang amat tepat dari suasana kegugupan yang menimpa apabila saat yang tidak disangka-sangka itu datang. Yaitu karena kezaliman telah sampai kepada akibat kecelakaannya. Matanya terbelalak karena kengerian. Dalam keadaan terburu-buru, berlari ke sana, melompat kemari, tidak terlihat mata orang lain sehingga menunduk saja. Terasa bahwa ini adalah akibat dari perbuatan yang salah, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa lagi, hati telah jadi kosong dari persediaan.
Bolehlah dikatakan bahwa ayat ini peringatan kepada Rasul dan para Mukminin pada perjuangan pertama di Mekah, bilamana mereka melihat berleluasanya pemuka-pemuka musyrikin melanggar perintah Allah, memuja berhala, menghalangi Islam dan berbuat segala perbuatan yang mungkar. Allah mengatakan bahwa itu hanya sementara, tidak akan lama. Pasti akan datang waktunya mereka akan kebingungan karena kehancuran yang tiba-tiba.
Dengan siasat yang luhur dari Nabi Muhammad ﷺdan kesabaran yang luar biasa, disertai ikhtiar yang tidak pernah kendur, maka bertemu tepatlah apa yang dikatakan Allah itu. Dalam Peperangan Badar, mulailah jatuh puncak yang pertama dari kemusyrikan. Dalam Perjanjian Hudaibiyah, siasat yang diatur musyrikin dengan gegabah dan pertimbangan yang salah, berakibat kekalahan. Dua tahun sesudah Hudaibiyah, karena mereka sendiri yang melanggar janji, yang telah diperbuat di Hudaibiyah itu, Mekah terpaksa diserang oleh Nabi ﷺ dengan 12.000 Mujahid Islam. Dan memang saat itulah yang ditunggu-tunggu. Benar-benarlah terbelalak mata, rusuh hati, berdebar jantung, “Panik" penduduk Mekah ketika negeri itu telah dimasuki oleh tentara Nabi Muhammad ﷺ di bawah pimpinan beliau sendiri; terpaksa tunduk dan menyerah, dan hati telah kosong, tidak ada yang akan dipertahankan lagi. Kebatilan mesti kalah. Tetapi jarak waktu di antara turunnya ayat ini dengan penaklukan Mekah itu memang lama, yaitu kurang lebih sepuluh tahun. Orang yang lemah hati niscaya gelisah menunggunya, tetapi apabila masa itu telah lewat, kenangan kepada zaman itu akan tetaplah menjadi kenangan yang menyenangkan. Dan masa sepuluh tahun terasa tidak lama lagi.
Kalau hal yang tersebut di atas menyebutkan orang yang zalim dalam keadaan duniawi yang menunggu saat kehancuran, maka pada ayat ini adalah pandangan yang lebih hebat dari itu. Yaitu apabila Kiamat datang atau sekecil-kecilnya ialah apabila panggilan maut datang! Sesal tiba, tapi waktu tidak ada lagi buat bertaubat. Lalu minta ampun, “Ya Tuhan kami! Janganlah dicabut nyawa kami dahulu, atau jangan dikiamatkan dahulu, berilah kami tempo sebentar, supaya kami perbaiki kesalahan kami ini, mohonlah supaya panggilan itu diundurkan, supaya kami taubat dan kami ikuti segala ajaran yang diberikan nabi-nabi dan rasul-rasul. Tetapi apa sambutan Allah? Bolehkah di saat demikian minta mundur? Allah berfirman,
“Bukankah kamu telah bersumpah sebelum ini, bahwa kamu tidak akan bergeser?"
Dengan sombong kamu selalu mengatakan tidak akan bergeser pendirian dari yang lama, akan tetap bertahan pada yang batil.
Begitu gagah perkasa kamu mempertahankan kekafiran di kala itu, mengapa sekarang meminta mundur? Apakah artinya lagi permintaan mundur pada waktu sekarang? Seluas itu kesempatan yang diberikan selama ini, mengapa disia-siakan? Setelah ajalmu datang, saat yang tidak bisa dimundurkan walau satu detik, dan tidak dapat dipercepat walaupun satu detik, baru kamu mengakui hendak menyambut panggilan-Ku dan mengikuti ajaran nabi-nabi dan rasul-rasul. Permintaanmu itu percuma, tidak dapat dikabulkan.
Ayat 44
“Dan peringatkanlah kepada manusia, akan haru yang akan datang kepada mereka adzab. Maka akan berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami! Mundurkanlah kami kepada suatu masa yang dekat, agar kami sambut panggilan-Mu dan kami ikuti Rasul-rasul."
Ayat 45
“Dan kamu telah berdiam di tempat berdiamnya orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri."
Artinya, selalu kamu lalu di dekat bekas-bekas negeri yang telah binasa, yaitu bekas negeri kaum ‘Ad, bekas negeri kaum Tsamud, bekas negeri Madyan dan negeri Sadum dan Gamurrah."Dan jelaslah sudah bagi kamu betapa Kami telah perbuat atas mereka." Kalau kamu mempunyai akal dan pikiran, sudah patutlah kamu mengambil perhatian dan perbandingan dari negeri-negeri yang telah runtuh itu; yang runtuh karena kezaliman.
"Dan telah Kami adakan bagi kamu perumpamaan-perumpamaan,"
Sudah cukup diadakan misal-misal dan perumpamaan-perumpamaan yang seharusnya menjadi perhatian kamu. Telah berturut, bertubi wahyu diturunkan Allah, dengan le-mah-iembut dan dengan keras, dengan perumpamaan dan perbandingan, dengan peringatan keras dan dengan kabar kegembiraan, tidak sebuah juga yang kamu sambut. Sekarang setelah napasmu telah mendaki kerongkongan dan Izrail telah hadir di pinggir pembaringanmu, kamu hendak taubat. Apa artinya lagi?
Kemudian berfirmanlah Allah membuka rahasia orang-orang yang kafir yang menentang kebenaran itu, yang masih saja bertahan dalam kekufurannya,
Ayat 46
“Dan sesungguhnya mereka telah melakukan tipu daya."
Segala siasat tipu daya telah mereka atur dan susun buat menghambat jalan Islam dan buat menghalangi jalan Allah."Padahal di sisi Allah-lah tipu daya mereka itu." Sehingga manalah hasil tipu daya manusia di hadapan kebesaran Allah?
“Meskipun dengan tipu daya itu mereka hendak menghilangkan gunung."
Alangkah tepatnya ujung ayat ini. Jika manusia yang kufur hendak melakukan tipu daya melawan Allah, walaupun rencananya itu demikian besar, letakkanlah besarnya itu sehingga dapat menggeser gunung, tidaklah ada artinya di hadapan Allah. Ukurlah kekuatan diri sendiri, dan tengoklah gunung. Bagi manusia gunung itu sudah besar, dan rencana menggeser gunung bagi manusia sudahlah satu rencana besar. Padahal siasat tipu daya itu sudah terlebih dahulu diketahui rencananya oleh Allah. Tenaga manusia akan habis dalam merencana, kekuatannya terbatas oleh umurnya, namun kehendak Allah tetap berjalan terus, dan kehendak-Nya itu jua yang berlaku. Laksana satu cerita lama di dalam setengah tafsir, bahwa seorang Raja Besar dalam zaman purba, kata orang Bukhtunashr, dan kata yang lain Raja Nimruz, memelihara seekor anak burung elang rajawali, sejak dari masih telur ditetaskan, selalu disuapi daging, dan setelah burung itu besar, raja itu menitahkan membuat satu keranda tempat duduk dua orang, lalu dipautkan kepada burung itu dan disuruh dia terbang, sedang raja duduk bersama seorang pengiringnya dalam keranda itu. Ke ujung paruh burung itu dipautkan segumpal daging. Maka terbanglah burung elang rajawali itu karena mengejar daging, dan raja duduk dalam keranda di atas punggung burung itu. Terbang tinggi-tinggi sangat tinggi. Hendak mengapa raja? Katanya dia hendak pergi melihat langit, benarkah ada Allah di sana. Dia ingin melihat. Bumi bertambah jauh, bahkan gunung-gunung bertambah kecil kelihatan di bawah, tetapi langit? Langit yang hendak dipanjat itu bertambah tinggi. Akhirnya burung pun payah, sebab langit bertambah tinggi juga. Dan akhirnya pulang saja kembali. Sampai di bawah, apa katanya? Langit bertambah tinggi, walaupun gunung telah bertambah kecil.