Ayat
Terjemahan Per Kata
قُل
katakanlah
لِّعِبَادِيَ
kepada hamba-hambaKu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
يُقِيمُواْ
mereka mendirikan
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَيُنفِقُواْ
dan mereka nafkahkan
مِمَّا
dari/sebagian apa
رَزَقۡنَٰهُمۡ
Kami rezkikan kepada mereka
سِرّٗا
tersembunyi
وَعَلَانِيَةٗ
dan terang-terangan
مِّن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
يَأۡتِيَ
akan datang
يَوۡمٞ
hari
لَّا
tidak
بَيۡعٞ
jual-beli
فِيهِ
didalamnya
وَلَا
dan tidak
خِلَٰلٌ
persahabatan
قُل
katakanlah
لِّعِبَادِيَ
kepada hamba-hambaKu
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
يُقِيمُواْ
mereka mendirikan
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَيُنفِقُواْ
dan mereka nafkahkan
مِمَّا
dari/sebagian apa
رَزَقۡنَٰهُمۡ
Kami rezkikan kepada mereka
سِرّٗا
tersembunyi
وَعَلَانِيَةٗ
dan terang-terangan
مِّن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
يَأۡتِيَ
akan datang
يَوۡمٞ
hari
لَّا
tidak
بَيۡعٞ
jual-beli
فِيهِ
didalamnya
وَلَا
dan tidak
خِلَٰلٌ
persahabatan
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, “Hendaklah mereka melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli dan persahabatan.”
Tafsir
(Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, "Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau pun terang-terangan sebelum datang hari kiamat yang pada hari itu tidak ada jual-beli) tebusan (dan persahabatan.") persahabatan yang dapat menolong; yang dimaksud adalah hari kiamat.
Tafsir Surat Ibrahim: 31
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang beriman, "Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.
Allah ﷻ memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk taat kepada-Nya dan menunaikan kewajiban mereka kepada Allah serta berbuat baik kepada makhluk-Nya, yaitu hendaknya mereka mendirikan salat yang merupakan pengejawantahan penyembahan diri kepada Allah ﷻ semata, tiada sekutu bagi-Nya; dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang diberikan kepada mereka, yaitu dengan menunaikan zakat, memberi nafkah kepada kaum kerabat serta berbuat kebaikan kepada orang lain yang bukan kerabat.
Yang dimaksud dengan mendirikan salat ialah menunaikannya pada waktunya masing-masing, memelihara batasan-batasannya, rukuk, khusuk, dan sujudnya. Allah ﷻ memerintahkan pula untuk memberikan nafkah dari apa yang direzekikan kepada mereka, baik secara sembunyi maupun terang-terangan; dan hendaklah mereka mengerjakan hal tersebut dengan segera demi keselamatan diri mereka.
“Sebelum datang hari.” (Ibrahim: 31)
Yakni hari kiamat.
“Yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (Ibrahim: 31) Artinya tidak akan diterima dari seorang pun tebusan yang diajukannya untuk menyelamatkan dirinya, sekalipun dengan menjual dirinya. Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Maka pada hari ini tidak diterima tebusan kalian dan tidak pula dari orang-orang kafir.” (Al-Hadid: 15)
Firman Allah ﷻ: “Dan tidak pula persahabatan.” (Ibrahim: 31)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pada hari itu tidak ada toleransi persahabatan terhadap orang yang wajib terkena hukuman. Yang ada pada hari itu hanyalah keadilan semata-mata. Lafaz khilal berasal dari kalimat khalaltu fulanan (aku menjadikan si Fulan teman dekatku), bentuk masdar-nya ialah khilal, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan Imru'ul Qais: “Aku palingkan cintaku dari mereka (wanita-wanita itu) karena khawatir akan kebinasaan, tetapi aku tidak akan memutuskan hubungan persahabatan yang telah aku bina.”
Qatadah mengatakan, "Sesungguhnya Allah telah mengetahui bahwa di dunia ini telah membudaya jual beli dan persahabatan yang mereka bina di dunia. Oleh karena itu, hendaklah seseorang memilih sahabat bergaulnya dan karena apakah ia bersahabat. Jika persahabatan itu karena Allah, hendaklah dijaga kelestariannya; dan jika bukan karena Allah, hendaklah ia memutuskannya."
Menurut kami, makna yang dimaksud ialah Allah memberitahukan bahwa tiada suatu jual beli dan tiada pula tebusan yang bermanfaat bagi seseorang, sekalipun seseorang menebus dirinya dengan emas sepenuh bumi, jika memang emas ada pada hari itu. Dan tiada manfaat persahabatan seseorang, serta tiada manfaat pula syafaat seseorang jika orang yang bersangkutan menghadap kepada Allah dalam keadaan kafir. Allah ﷻ telah berfirman: “Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.” (Al-Baqarah: 123) Dan firman Allahﷻ: “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 254)
Wahai Nabi Muhammad, katakan dan pesankan-lah kepada hambahamba-Ku yang telah beriman, Untuk menyempurnakan iman, hendaklah mereka melaksanakan salat dengan segala aturan-aturannya, menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan secara sembunyi atau
terang-terangan di jalan Allah, baik yang bersifat wajib maupun sunah.
Hendaklah mereka berinfak sebelum datang hari Kiamat ketika tidak ada lagi jual beli, yakni penebusan atas siksa Allah, dan tidak ada lagi persahabatan yang diharapkan dapat menyelamatkan manusia dari azab-Nya. Wahai manusia, perhatikan dan renungkanlah bahwa Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dari ketiadaan dan tanpa model
yang mendahuluinya. Dan Dia pula yang telah menurunkan air hujan
dari awan di langit, kemudian dengan air hujan itu Dia menghijaukan
bumi yang semula mati dengan tumbuh-tumbuhan yang mengeluarkan
berbagai buah-buahan sebagai rezeki dan penopang hidup untukmu. Dan
Dia pula yang telah menundukkan kapal bagimu agar engkau dapat dengan mudah berlayar di lautan dengan kehendak-Nya demi memenuhi
kebutuhan hidupmu. Dan Dia juga yang telah menundukkan sungai-sungai bagimu agar kamu dan hewan-hewan ternakmu dapat minum darinya serta bisa kamu manfaatkan untuk keperluan lainnya.
Pada ayat ini Allah ﷻ memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan baik, yang dapat membahagiakan manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Perbuatan-perbuatan itu ialah :
1. Melaksanakan salat.
2. Menginfakkan sebagian harta yang telah dianugerahkan Allah ﷻ
Allah ﷻ memerintahkan kepada kaum Muslimin mendirikan salat, karena salat itu tiang agama, sebagaimana sabda Nabi saw:
Salat itu adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikannya, maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkannya, maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama. (Riwayat al-Baihaqi dari Umar bin al-Khaththab)
Seseorang yang taat dan selalu melaksanakan salat sesuai dengan ajaran Al-Qur'an adalah orang yang suci jasmani dan rohaninya, karena salat itu mencegah orang yang mengerjakannya melakukan perbuatan keji dan perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah swt:
.. dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Ankabut/29: 45)
Dan firman Allah swt:
Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman), dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (al-Ala/87: 14-15)
Perbuatan hamba yang pertama kali dihisab Allah di hari kiamat ialah salat. Jika baik salat seorang hamba, maka baiklah perbuatannya, sebaliknya jika buruk salatnya atau tidak mengerjakannya, maka buruk dan rusak pulalah seluruh pahala amalnya yang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Perbuatan hamba yang pertama kali dihisab Allah pada hari kiamat ialah salat. Maka jika baik amalan salat itu, baik pulalah seluruh amalnya, dan jika rusak amalan salat itu, rusak pulalah seluruh amalnya. (Riwayat ath-thabrani dari Anas bin Malik)
Bahkan Allah ﷻ menegaskan, bahwa orang yang selalu mengerjakan salat itu adalah orang yang menjadi pewaris surga Firdaus di akhirat, sebagaimana firman-Nya:
Serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (al-Muminun/23: 9-11)
Melaksanakan salat berarti mengerjakan salat terus-menerus, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan agama, lengkap dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya, disertai dengan khusyuk dan ikhlas.
Allah juga memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menginfakkan sebagian harta yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, sebelum datang hari kiamat, yaitu hari ketika semua pintu tobat telah ditutup, tidak satu dosa pun yang dapat ditebus, walaupun ditebus dengan emas sepenuh bumi. Tidak ada lagi seorang teman karib yang dapat menolong dan tidak seorang pun yang dapat menyelamatkan dan memberikan bantuan termasuk anak-anak dan cucu-cucu. Allah ﷻ berfirman:
Maka pada hari ini tidak akan diterima tebusan dari kamu maupun dari orang-orang kafir. (al-hadid/57: 15)
Dan firman Allah swt:
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir itulah orang yang zalim. (al-Baqarah/2: 254)
Orang-orang yang terlepas dari azab hari kiamat itu hanyalah orang-orang yang selama hidup di dunia mengerjakan amal-amal saleh, senang bersedekah, sehingga hatinya suci dan bersih serta rela terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya nanti. Allah ﷻ berfirman:
(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (asy-Syuara/26: 88-89)
Senang menginfakkan harta merupakan pencerminan dari kepribadian muslim yang sesungguhnya, sebagai seorang yang telah menyerahkan diri, harta, dan kehidupannya kepada agama, semata-mata untuk mencari keridaan Allah ﷻ Perbuatan itu juga merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan nikmat-Nya yang tidak terhingga banyaknya. Terhadap orang yang mensyukuri nikmat, Allah akan menambah nikmat lebih banyak dari nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya.
Sebaliknya sifat tidak senang menginfakkan sebagian harta yang telah dianugerahkan Allah adalah pencerminan pribadi orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-Nya serta pencerminan dari rasa ingkar terhadap nikmat Allah. Mereka merasa bahwa segala yang mereka peroleh itu semata-mata karena hasil jerih payahnya sendiri. Dengan sikap yang demikian berarti mereka telah zalim terhadap dirinya sendiri. Akibat zalim terhadap dirinya sendiri ialah tidak lagi mendapat tambahan nikmat dari Allah, bahkan mereka akan ditimpa azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Zalim terhadap orang lain ialah ia tidak mau memberikan atau mengeluarkan hak orang lain yang ada dalam hartanya. Zalim kepada masyarakat yang ada di sekitarnya ialah mengganggu kepentingan dan hubungan baik yang telah dijalin dalam masyarakat.
Bahkan dari ayat ini dipahami bahwa orang yang kikir dan tidak mau membelanjakan sebagian hartanya itu adalah orang yang congkak dan sombong. Karena merasa dirinya telah mampu mengatasi segala macam kesulitan yang dihadapinya, termasuk kesulitan dan malapetaka yang akan menimpanya di hari kiamat nanti. Mereka merasa tidak lagi memerlukan tambahan nikmat dan pertolongan Allah baik di dunia maupun di akhirat.
Menginfakkan harta dalam agama Islam ada beberapa bentuk:
1. Membelanjakan harta untuk nafkah diri sendiri, anak-anak, kerabat, dan istri.
2. Menginfakkan harta untuk menunaikan kewajiban, seperti zakat harta dan zakat fitrah.
3. Menginfakkan harta untuk infak sunah.
Membelanjakan harta untuk nafkah istri, kerabat, dan untuk menunaikan nafkah wajib, merupakan suatu kewajiban yang ditetapkan agama atas orang-orang yang beriman, dan ketentuan-ketentuannya tersebut di dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi. Sedang infak sunah yang diberikan untuk kepentingan umum dan untuk meninggikan kalimat Allah dikategorikan sebagai amal jariah, yaitu infak atau amal yang tidak akan putus pahalanya, walaupun orang yang memberi infak itu telah meninggal dunia, selama infak itu memberikan manfaat.
Pemberian infak wajib, infak sunah, dan nafkah itu haruslah diiringi dengan niat yang ikhlas, semata-mata dilakukan untuk mencari keridaan Allah, terjauh dari sifat ria, ingin dipuji dan disanjung oleh sesama manusia. Karena itu Allah menyerahkan kepada manusia bagaimana cara sebaiknya memberi harta itu kepada orang yang berhak menerimanya, sehingga membuahkan pahala dari sisi Allah. Jika ia khawatir akan timbul rasa ria dalam hatinya, maka ia boleh memberikan harta itu secara sembunyi, tidak diketahui orang. Bila ingin perbuatannya ditiru orang lain, maka ia boleh pula memberikan hartanya itu dengan terang-terangan.
Hendaklah kaum Muslimin ingat bahwa harta itu pada hakikatnya adalah milik Allah. Dianugerahkan-Nya kepada manusia agar mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah selama mereka hidup di dunia. Oleh karena itu, jika seseorang telah memperoleh harta dan telah melebihi keperluannya, hendaklah diinfakkan kepada yang berhak menerimanya.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 28
“Apakah tidak engkau lihat orang-orang yang telah mengganti nikmat Allah dengan kufur dan telah menempatkan kaum mereka dalam kebinasaan."
Sebagai lanjutan secara halus dan tidak langsung daripada ayat yang sebelumnya tentang kalimah thayyibah, maka Allah menyuruh Rasul-Nya dan orang yang Mukmin memerhatikan akibat dari orang yang mengganti nikmat Allah dengan kufur, menukar terang dengan gelap, yaitu sebagai contoh yang ada pada masa itu, ialah pemuka-pemuka Quraisy itu. Negeri Mekah tempat mereka tinggal sejak Nabi Ibrahim telah dilimpahi nikmat karunia Ilahi, menjadi pusat perhatian manusia di sekitar Tanah Arab di waktu itu, sebagaimana akan tersebut kelak dalam doa Nabi Ibrahim (ayat 35 sampai ayat 40). Dan Ka'bah telah berdiri sebagai lambang dari umat yang bertauhid, makanan dan buah-buahan berlimpah-limpah. Tetapi setelah Muhammad ﷺ diutus Allah di negeri itu untuk mengajak mereka kembali kepada kepercayaan yang asli, pusaka agama harif Nabi Ibrahim, telah mereka tentang dengan sekuat-kuatnya. Mereka pertahankan berhala dan mereka pegang teguh adat-adat buruk jahiliyyah. Sampai mereka mengusir Rasul dari negeri itu. Bagaimana jadinya? Sampailah puncak tantangan mereka itu kepada perlawanan bersenjata dalam Peperangan Badar. Di sanalah tujuh puluh orang pemuka-pemuka mereka yang menentang itu, tewas binasa. Mereka itulah yang bertanggung jawab membawa kaum mereka kepada negeri kehancuran. Baik kehancuran duniawi tersebab kekalahan, atau kehancuran di akhirat masuk neraka.
Meskipun ayat ini diturunkan di Mekah dan Peperangan Badar terjadi setelah Rasulullah ﷺ dan para sahabat Muhajirin hijrah ke Madinah, namun dia telah membayangkan akibat pasti yang akan ditempuh oleh suatu pimpinan yang salah,
Ayat 29
“Neraka Jahannamlah yang akan mereka masuki, dan itulah seburuk-buruk tempat ketetapan."
Nabi Muhammad ﷺ telah membawa ajaran untuk melepaskan manusia dari gelap-guiita kejahilan dan kezaliman, kepada terang benderang tauhid, yang dimisalkan sebagai Pohon yang Baik, tetapi mereka lebih senang kepada yang gelap. Tetapi mereka memilih kayu yang buruk,
Ayat 30
“Dan mereka adakan bagi Allah sekutu-sekutu, untuk mereka menyesatkan dari jalan-Nya"
Inilah pangkal segala bala dan bencana. Karena mempertahankan kemusyrikan mereka telah berkurban dengan sia-sia, mati dengan tidak mempunyai nilai. Sebab yang dipertahankan bukanlah perkara yang benar, dan jalan yang ditempuh bukan jalan Allah, melainkan jalan setan."Katakanlah"— olehmu wahai Rasul,
— “Bersenang -senanglah kamu." — sementara “Karena sesungguhnya tempat kembali kamu ialah ke neraka."
Itulah ancaman yang diberikan kepada kaum itu, kaum yang memimpin kepada jalan yang salah. Ujung terakhir dari perjalanan itu, tidak lain melainkan neraka.
Dengan demikian dapatlah orang yang beriman menahankan bahwasanya iman yang telah mereka dapat itu hendaklah diperlihat baik-baik dan dipupuk, jangan disia-siakan. Tunjukkanlah kehidupan sebagai Mukmin, supaya nampak jelas perbedaan di antara hidup yang beroleh nur, cahaya, karena iman, dengan hidup yang menganjurkan masuk neraka itu!
Maka berfirman Allah kepada Rasul-Nya,
Ayat 31
“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku Yang beriman supaya mereka mendirikan shalat."
Setelah Allah menyatakan betapalah jadinya orang-orang yang menukar janji Allah ke-bahagiaan hidup dunia dan akhirat itu dengan neraka Jahannam, karena tidak mau menerima ajakan kebenaran, maka Allah menyuruh Rasul-Nya menyampaikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman supaya mereka teguh memegang ajaran Allah, agar mereka selamat. Pertama sekali janganlah disia-siakan shalat, mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah menurut yang diajarkan oleh Rasul supaya jiwa mereka selamat."Dan membelanjakan apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka." Jangan bakhil! Sebab harta benda yang didapat itu sebagai anugerah dari Allah, hendaklah dialirkan pula kepada hal yang memberi manfaat, baik membantu fakir dan miskin atau berbuat amal yang saleh, sehingga rezeki yang diberikan Allah itu ada faedahnya bagi diri sendiri."Secara sembunyi-sembunyi dan terang-terang." Sembunyi-sembunyi kalau sekiranya pemberian yang diberikan itu dapat menyinggung perasaan orang yang diberi dan terang-terang kalau sekiranya akan menjadi perlombaan sama-sama berbuat baik menegakkan amalan yang berfaedah bagi bersama.
“Sebelum datang Suatu hari yang tidak ada jual-beli padanya dan tidak pula ada kawan-kawan."
Artinya, baiklah di waktu hidup ini beramal, baik menguatkan shalat kepada Allah atau melebarkan rezeki yang dianugerahkan Allah. Karena jika telah mati kelak, terutama di kampung akhirat, derma-menderma itu tidak berguna lagi. Teman, sahabat-sahabat, kawan karib atau sebagainya tidak akan ada faedahnya untuk diberi atau menerima daripadanya pemberian. Sebab dunia inilah kampung tempat beramal, dan akhirat tempat menerima hasilnya.
Perhatikanlah di sini, bahwa pesan yang utama terlebih dahulu ialah shalat. Karena shalat itulah pokok utama dan pertama pertalian kita dengan Allah. Shalat membuka hati buat menghubungkan silaturahim dengan sesama manusia. Terutama bila kita ingat keutamaan shalat berjamaah, membanyakkan bertemu dengan orang, sehingga hati terbuka buat berkasih sayang dengan sesama manusia. Orang yang suka memencil sendirian itulah yang kerapkali ditimpa penyakit mementingkan diri sendiri, yang akhir kelaknya membawa penyakit bakhil. Dan bakhil adalah permulaan dari syirik, yaitu mempersekutukan Allah dengan harita yang dianugerahkan oleh Allah.
Dengan membaca sampai ke ujung ayat bertambah pahamlah kita bahwa ayat ini benar-benar ditujukan kepada orang yang telah mengaku beriman. Ayat ini memang pesan Allah kepada Mukmin, pesan kasih sayang yang disuruh sampaikan kepada Rasul-Nya, bahwa kalau sekiranya iman atau agama itu disia-siakan, terutama shalat dilalaikan, kedua bakhil, kikir, enggan mengeluarkan harta bagi kepentingan umum atau membantu orang yang patut dibantu, niscaya akan disuruh mempertanggungjawabkan juga di hadapan Allah di akhirat nanti. Pada waktu itu tidak ada jual beli. Dan tidak pula laku berkawan-kawan. Artinya, mentang-mentang kita bersahabat dengan seorang yang saleh misalnya, lalu dengan perantaraan orang yang saleh itu kita minta kepada Allah supaya hukum diringankan. Keduanya tidak mungkin, karena kita tidak akan membawa harta benda ke akhirat. Uang dunia akan tinggal di dunia dan tidak laku di akhirat. Harta yang laku ketika itu ialah amal itu sendiri, yang telah kita kirimkan terlebih dahulu, sebagai-mana tersebut dalam surah al-Baqarah ayat 100,
“Dan dirikanlah olehmu shalat dan bayarkanlah zakat. Karena apa yang kamu dahulukan untuk diri kamu dari amal baik, nanti akan kamu dapati dianya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah, atas apa-apa yang kamu amalkan, adalah amat Melihat." (al-Baqarah: 100)
Tak ubahnya kehidupan akhirat itu dengan perjalanan ke negeri lain di zaman sekarang (ketika tafsir ini disusun). Uang negeri kita tidak laku di luar negeri, walaupun kita membawanya satu keranjang. Supaya kita dapat berbelanja di negeri lain itu, hendaklah tukarkan terlebih dahulu uang kita kepada salah satu bank dengan persetujuan pemerintah, dan terima tanda pembayaran. Di luar negeri, dengan mengemukakan tanda pembayaran (deviezen) itu, barulah bank di sana mengeluarkan ganti uang kita dengan uang negeri itu. Maka harta dunia ini tidak laku lagi di akhirat, kalau tidak ditukarkan dari sekarang. Itulah sebabnya maka jika kita meninggal dunia, tidak perlu dimasukkan ke dalam kubur kita harta benda. Cukup tiga lapis kafan saja, karena perbelanjaan di sana sudah kita kirim terlebih dahulu. Dan telah disimpan baik-baik oleh Allah menunggu kita datang. Tanda penerimaan pun sudah ada dalam catatan Allah.
Perhatikanlah ayat ini, untuk memikirkan kebodohan kita beragama, kalau ada orang yang mati, lalu berebut warisnya membayar fidyah shalat, dan terjadi tawar menawar dengan lebai yang mengurus jenazah karena ada orang yang mengatakan bahwa shalat yang tinggal bisa dibayar dengan beras! Atau bisa dimintakan doa oleh orang yang diupah membaca surah Yaasiin di kuburan, Ma syaa Allah!
Ayat 32
“Allah-lah Yang menciptakan semua langit dan bumi, dan yang menurunkan ai, dari langit, maka keluarlah dengan sebabnya buah-buahan akan jadi rezeki bagi kamu."
Lintuh rasanya tulang, lunglai segala persendian apabila Allah memperingatkan ini kepada kita. Betapa pun lengah dan lalai makhluk, betapa pun mereka melupakan Allah, bahkan kadang-kadang mempersekutukan-Nya dengan yang lain, namun hujan turun juga dan bumi pun subur, pohon-pohon berbuah. Kita hanya tinggal memetik buah.
Kehidupan manusia di seluruh dunia sangat bergantung kepada turunnya air hujan; kesuburan bumi yang akan mendatangkan hasil, demikian juga makanan bagi manusia sendiri dan binatang-binatang ternak. Bahaya besar menimpa suatu negara kalau sekiranya di sana terjadi kemarau panjang, sehingga manusia kelaparan dan binatang ternak pun habis mati. Sedang zaman modern yang disebut tergantung kepada industri itu pun masih menghendaki hujan. Misalkan saja Pabrik Wool (bulu) yang akan dijadikan orang pakaian, yang begitu besar di benua Australia, akan terkaparlah segala pabrik itu kalau sekiranya hujan lama tidak turun sehingga binatang ternak habis mati. Manusia sendiri pun bagaimana majunya di zaman modern ini, masih saja menghendaki memakan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang segar. Gandum, beras, dan segala makanan yang menghasilkan vitamin dan kalori, semua pada akhirnya bergantung kepada hujan. Maka diatur Allah langit yang berada di atas kita, lalu menurunkan hujan, dan bumi menampungnya dan makhluk hidup di atasnya.
“Dan Dia mudahkan untuk kamu kapal, supaya dia belayar di lautan dengan perintah-Nya." Menghubungkan kamu dari benua ke benua, pulau ke pulau, mencari sesamamu manusia, tukar menukar kepentingan. Berlayar kapal itu, baik menunggu angin yang selesai atau dengan mesin dan stoom atau motor. Semuanya belayar dengan perintah dan izin Allah. Artinya, nakhoda sendiri pun belum berani belayar kalau belum siap, dan persiapan yang sebenarnya ialah keizinan dari Allah.
“Dan Dia mudahkan untuk kamu sungai-sungai."
Maka pada ujung ayat ini, bahwa Allah memudahkan sungai-sungai untuk manusia, mengingatkan kita akan pentingnya sungai sebagai urat nadi kehidupan, kemajuan, kebudayaan, sejak manusia mengenal pergaulan dalam alam ini. Teringatlah kita apa yang dihasilkan oleh Sungai Nil di Mesir, Sungai Furat dan Dajlah di Irak; Sungai Indus dan Gangga di India. Dan sejak zaman modern betapa peranan sungai di Eropa Barat, seperti Rhin, Donaw, dan lain-lain. Dan sungai-sungai itu pulalah yang dituju oleh nenek moyang bangsa Melayu dan Kepulauan Indonesia ketika berpindah dari India Belakang berpuluh abad yang lalu. Allah telah memudahkan sungai-sungai untuk tamaddun manusia.
Pembicaraan tentang sungai-sungai dalam Al-Qur'an ini menambah iman kita bahwa Nabi Muhammad ﷺ diutus buat seluruh manusia dan seluruh benua. Bukan buat kaumnya saja. Sebab di Hejaz, (Mekah dan Madinah) tidak ada sungai-sungai.
Ayat 33
“Dan Dia mudahkan untuk kamu matahari dan bulan yang tetap (beredar)"
Sehingga ketetapan peredaran matahari dan bulan itu membuka pikiran bagi kita untuk menilai waktu; menghitung jam, hari, bulan dan tahun, untuk jadi peringatan dari
masa-masa yang kita lalui dalam hidup ini.
“Dan Dia mudahkan untuk kamu malam dan siang."
Dengan peredaran malam dan siang, kita pun dapat membagi hari dalam bekerja. Malam kita istirahat mengumpul kekuatan lahir dan batin, dan kita Tahajjud. Dan siang kita bekerja keras mencari rezeki, menuntut ilmu, mengatur masyarakat, dan beribadah kepada Allah.
Ayat 34
“Dan Dia datangkan kepada kamu dari tiap-tiap apa yang kamu minta."
Artinya, sebagaimana dikuatkan juga oleh ayat-ayat yang lain, semuanya yang kita per-lukan di dalam hidup kita, telah disediakan oleh Allah, asal kita memakai pikiran kita mencarinya dan mempergunakannya. Karena kadang-kadang ada juga barang yang ada di sekitar kita, ada faedahnya bagi kita, tetapi kita tidak mempergunakan pikiran buat menyelidiki akan gunanya, sehingga terbuang percuma saja. Oleh sebab itu bunyi ayat “apayang kamu minta," boleh juga diartikan “Apa yang kamu tanyakan." (Saaltumuhu). Tanyakan kepada Allah, dengan mengadakan penyelidikan seksama, niscaya barang-barang yang tadinya kita sangka tidak berguna, akan ternyata ada gunanya."Dan jika kamu hitunglah nikmat Allah, tidaklah akan dapat kamu bilang dia." Misalnya telah dihitung sampai seratus. Maka sampai di seratus itu diadakan satu tanda, setiap sampai seratus satu tanda; ataupun setiap sampai seribu diadakan satu tanda. Akhirnya tanda-tanda bilangan yang banyak itu pun tidak akan dapat dijumlahkan lagi, lantaran banyaknya nikmat. Cobalah sekali-sekali menghitung nikmat Allah pada dirimu sendiri, sejak engkau lahir ke dunia, sampai kini. Dapatkah engkau jumlahkan? Pasti tidak! Namun demikian,
“Sungguh manusia itu sangat zalim dan tidak kenal terima kasih."
(ujung ayat 34)