Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
tidakkah
تَرَ
kamu perhatikan
كَيۡفَ
bagaimana
ضَرَبَ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
مَثَلٗا
perumpamaan
كَلِمَةٗ
kalimat
طَيِّبَةٗ
yang baik
كَشَجَرَةٖ
seperti pohon
طَيِّبَةٍ
yang baik
أَصۡلُهَا
akarnya
ثَابِتٞ
kokoh
وَفَرۡعُهَا
dan cabangnya
فِي
di
ٱلسَّمَآءِ
langit
أَلَمۡ
tidakkah
تَرَ
kamu perhatikan
كَيۡفَ
bagaimana
ضَرَبَ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
مَثَلٗا
perumpamaan
كَلِمَةٗ
kalimat
طَيِّبَةٗ
yang baik
كَشَجَرَةٖ
seperti pohon
طَيِّبَةٍ
yang baik
أَصۡلُهَا
akarnya
ثَابِتٞ
kokoh
وَفَرۡعُهَا
dan cabangnya
فِي
di
ٱلسَّمَآءِ
langit
Terjemahan
Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah ṭayyibah? (Perumpamaannya) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, cabangnya (menjulang) ke langit,
Tafsir
(Tidakkah kamu perhatikan) memperhatikan (bagaimana Allah telah membuat perumpamaan) lafal matsalan ini dijelaskan oleh badalnya, yaitu (kalimat yang baik) yakni kalimat laa ilaaha illallaah/tiada Tuhan selain Allah (seperti pohon yang baik) yaitu pohon kurma (akarnya teguh) menancap dalam di bumi (dan cabangnya) ranting-rantingnya (menjulang ke langit).
Tafsir Surat Ibrahim: 24-26
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Ayat 24
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik.” (Ibrahim: 24) Yakni syahadat atau persaksian yang bunyinya 'tidak ada Tuhan selain Allah'.
“Seperti pohon yang baik.” (Ibrahim: 24)
Yang dimaksud ialah orang mukmin.
“Akarnya teguh.” (Ibrahim: 24)
Yaitu kalimat, 'Tidak ada Tuhan selain Allah' tertanam dalam di hati orang mukmin.
“Dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim: 24)
Maksudnya, berkat kalimat tersebut amal orang mukmin dinaikkan ke langit. Demikianlah menurut Ad-Dahhak, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya hal ini merupakan perumpamaan tentang amal perbuatan orang mukmin, ucapannya yang baik, dan amalnya yang saleh.
Dan sesungguhnya orang mukmin itu seperti pohon kurma, amal salehnya terus-menerus dinaikkan (ke langit) baginya di setiap waktu, pagi dan petang. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma. Juga menurut riwayat Syu'bah, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas, bahwa pohon itu adalah pohon kurma.
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Syu'aib ibnul Habhab, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ mendapat kiriman sekantong buah kurma. Maka beliau ﷺ membaca firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik.” (Ibrahim: 24) Yakni pohon kurma. Tetapi telah diriwayatkan melalui jalur ini dari lainnya (Syu'aib ibnul Habhab), dari Anas secara mauquf. Hal yang sama telah di-nas-kan oleh Masruq, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak Qatadah, dan lain-lainnya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ismail, dari Abu Usamah, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Ketika kami sedang bersama Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, 'Ceritakanlah kepadaku tentang pohon yang menyerupai seorang muslim, ia tidak pernah rontok daunnya, baik di musim panas maupun di musim dingin, dan ia mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya'. Ibnu Umar mengatakan, ‘Lalu terdetik di dalam hatiku jawaban yang mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon kurma. Tetapi aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak bicara, maka aku merasa segan untuk mengemukakannya. Setelah mereka tidak menjawab sepatah kata pun, bersabdalah Rasulullah ﷺ bahwa pohon tersebut adalah pohon kurma. Ketika kami bangkit (untuk pergi), aku berkata kepada Umar, 'Wahai ayahku, demi Allah, sesungguhnya telah terdetik di dalam hatiku jawabannya, bahwa pohon itu adalah pohon kurma.' Umar berkata, 'Apakah yang mencegahmu untuk tidak mengatakannya?' Aku menjawab, 'Aku tidak melihat kalian menjawab, maka aku segan untuk mengatakannya atau aku segan mengatakan sesuatu.' Umar berkata, 'Sesungguhnya bila kamu katakan jawaban itu lebih aku sukai daripada anu dan anu'."
Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, bahwa ia pernah menemani Ibnu Umar ke Madinah, dan ia tidak mendengar dari Ibnu Umar suatu hadis dari Rasulullah ﷺ kecuali sebuah hadis. Ia mengatakan, "Ketika kami (para sahabat) sedang berada di hadapan Rasulullah ﷺ, tiba-tiba disuguhkan kepada beliau ﷺ setandan buah kurma. Maka beliau ﷺ bersabda: 'Di antara pohon itu ada sebuah pohon yang perumpamaannya sama dengan seorang lelaki muslim.' Aku bermaksud mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon kurma. Tetapi aku memandang ke sekeliling, ternyata aku adalah orang yang paling muda di antara kaum yang ada (maka aku diam tidak menjawab), dan Rasulullah ﷺ bersabda, 'Pohon itu adalah pohon kurma'." Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Malik dan Abdul Aziz telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Dinar, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: “Sesungguhnya di antara pepohonan itu terdapat sebuah pohon yang tidak pernah gugur dedaunannya, menjadi perumpamaan orang mukmin.” Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Orang-orang (yang hadir) menduganya pohon yang ada di daerah pedalaman, sedangkan di dalam hatiku terdetik bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku malu mengutarakannya; hingga Rasulullah ﷺ bersabda bahwa pohon itu adalah pohon kurma." Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari, juga oleh Imam Muslim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibny Ismail, telah menceritakan kepada kami Aban (yakni Ibnu Zaid Al-Attar), telah menceritakan kepada kami Qatadah, bahwa seorang lelaki pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang yang berharta telah pergi dengan memborong banyak pahala." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Bagaimanakah pendapatmu, seandainya dia dengan sengaja menghimpun harta kesenangan duniawi, lalu ia menumpukkan sebagian darinya di atas sebagian yang lain, apakah (tingginya) dapat mencapai langit? Maukah kamu bila kuberitahukan kepadamu suatu amal yang akarnya tertanam di dalam bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit? Lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah itu? Rasulullah ﷺ menjawab, "Kamu ucapkan kalimat 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah' sebanyak sepuluh kali seusai mengerjakan tiap-tiap salat. Maka itulah yang akarnya tertanam di bumi, sedangkan cabangnya menjulang ke langit.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Seperti pohon yang baik.” (Ibrahim: 24) bahwa pohon tersebut adalah sebuah pohon yang ada di dalam surga.
Ayat 25
Firman Allah ﷻ: “Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim.” (Ibrahim: 25)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan kulla hinin ialah setiap pagi dan petang. Menurut pendapat lain yaitu setiap bulan, sedangkan pendapat lainnya mengatakan setiap dua bulan. Pendapat lain menyebutkan setiap enam bulan, ada yang mengatakan setiap tujuh bulan, ada pula yang mengatakan setiap tahun. Makna lahiriah konteks ayat menunjukkan bahwa perumpamaan orang mukmin sama dengan pohon yang selalu mengeluarkan buahnya setiap waktu, baik di musim panas maupun di musim dingin, siang dan malam hari. Begitu pula keadaan seorang mukmin, amal salehnya terus-menerus diangkat (ke langit) baginya, baik di tengah malam maupun di siang hari, setiap waktu.
“Dengan seizin Tuhannya.” (Ibrahim: 25)
Yakni mengeluarkan buahnya yang sempurna, baik, banyak, bermanfaat, lagi diberkati. “Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Ibrahim: 25)
Ayat 26
Firman Allah ﷻ: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” (Ibrahim: 26)
Inilah perumpamaan kekufuran orang yang kafir, tiada landasan baginya dan tiada keteguhan baginya; perihalnya sama dengan pohon hanzal atau pohon bertawali. Syu'bah telah meriwayatkannya dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik, bahwa pohon tersebut adalah pohon hanzal (bertawali).
Abu Bakar Al-Bazzar Al-Hafiz mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Muhammad As-Sakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid Sa'id ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Anas, menurut dugaanku (perawi) ia membacakan firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik.” (Ibrahim: 24) Anas mengatakan bahwa pohon yang dimaksud ialah pohon kurma.
Lalu ia membacakan firman-Nya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” (Ibrahim: 26) Dan ia mengatakan bahwa pohon yang dimaksud ialah pohon syiryan (bertawali). Kemudian ia (Abu Bakar Al-Bazzar) meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna, dari Gundar, dari Syu'bah, dari Mu'awiyah, dari Anas secara mauquf.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Syu'aib ibnul Habhab, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk.” (Ibrahim: 26) Lalu beliau bersabda bahwa pohon itu adalah pohon hamalah (bertawali). Kemudian aku (perawi) menceritakan hal tersebut kepada Abul Aliyah. Ia menjawab, "Hal yang sama pernah kami dengar."
Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Abu Ya'la di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkan hadis ini dalam bentuk yang lebih lengkap daripada riwayat di atas. Untuk itu dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Gassan, dari Hammad, dari Syu'aib, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ mendapat kiriman sekarung buah kurma, lalu beliau ﷺ membacakan firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.” (Ibrahim: 24-25) Maka beliau bersabda bahwa pohon itu adalah pohon kurma.
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Ibrahim: 26) Beliau ﷺ bersabda, "Pohon yang dimaksud adalah pohon hanzal." Syu'aib mengatakan, ia menceritakan hadis ini kepada Abul Aliyah, maka Abul Aliyah menjawab bahwa hal yang sama pernah ia (dan rekan-rekannya) dengar.
“Yang telah dicabut.” (Ibrahim: 26)
Maksudnya, telah dijebol dan dicabut dengan akar-akarnya.
Firman Allah ﷻ: “Dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Ibrahim: 26)
Yakni tidak ada landasan dan tidak ada keteguhan baginya. Demikian pula halnya orang kafir, ia tidak mempunyai pokok, tidak pula cabang, tiada suatu amal pun darinya yang dinaikkan (diterima), dan tiada sesuatu pun yang diterima darinya.
Usai mengumpamakan amal orang kafir dengan abu yang ditiup
angin kencang, pada ayat ini Allah beralih memberikan perumpamaan
bagi amal baik orang mukmin. Tidakkah kamu memperhatikan dan
merenungkan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik (kalimat tauhid) seperti pohon yang baik, yaitu kurma. Akarnya
menghunjam tanah dengan kuat dan cabangnya menjulang tinggi ke
arah langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin
Tuhannya. Seperti itulah pohon keimanan; akarnya terpatri dengan
kuat di dada kaum mukmin, dan cabangnya yang berupa amal saleh
dipersembahkan kepada Allah setiap waktu. Dan demikianlah, Allah
membuat perumpamaan itu sebagai gambaran untuk manusia renungkan
agar mereka selalu ingat akan kebesaran dan kekuasaan Allah.
Perumpamaan yang disebutkan dalam ayat ini ialah perumpamaan mengenai kata-kata ucapan yang baik, misalnya kata-kata yang mengandung ajaran tauhid, seperti "La ilaha illallah" atau kata-kata lain yang mengajak manusia kepada kebajikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Kata-kata semacam itu diumpamakan sebagai pohon yang baik, akarnya teguh menghunjam ke bumi. Akar bagi pohon memiliki dua fungsi utama: (1) menghisap air dan unsur hara dari dalam tanah dan (2) menopang tegaknya pohon. Apabila akar tidak dapat lagi mengambil unsur-unsur hara dari dalam tanah maka lambat laun pohon akan mati. Sedangkan akar pohon yang berfungsi baik akan dapat menyalurkan unsur-unsur hara dari dalam tanah ke bagian atas pohon dan pertumbuhan pohon akan berjalan dengan baik. Dahannya rimbun menjulang ke langit. Hadis Nabi saw:
Dari Abdullah bin Umar r.a., ia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda, "Di antara jenis pohon, ada suatu pohon yang tidak pernah gugur daunnya. Pohon itu adalah perumpamaan bagi orang Islam. Beritahukan aku, apakah pohon itu? Orang-orang mengira pohon itu adalah pohon yang tumbuh di hutan. Kata Abdullah, "Sedangkan menurut saya pohon itu adalah pohon kurma. Tetapi saya malu untuk berkata. Kemudian para sahabat berkata, "Beritahulah kami pohon apa itu, hai Rasulullah!" beliau menjawab, "Pohon itu adalah pohon kurma." (Riwayat al-Bukhari)
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar membiasakan diri menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya, dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukkan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan-santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Sekarang Allah mengemukakan suatu perumpamaan lagi,
Ayat 24
“Apakah tidak engkau lihat betapa Allah mengadakan perumpamaan; suatu kalimat yang baik, adalah laksana suatu pohon yang baik, uratnya kokoh dan cabangnya ke langit."
Kalimat yang baik adalah laksana pohon kayu yang baik: berurat tunggang yang teguh terhunjam ke petala bumi dan bercabang, ber-dahan yang kuat menengadah langit. Apakah kalimat yang baik itu? Itulah dia kalimat Islam. Dari sana dimulai Islam, dari sana pokok dan sumbernya, yaitu Kalimat La Ilaha lllallah dil ‘ll all.
“Tidak ada Tuhan, melainkan Allah."
Kalimat inilah yang diumpamakan dengan pohon yang baik, berurat teguh ke bumi, berdahan kuat ke langit. Oleh karena subur tumbuhnya dan teguh uratnya mengambil dari tanah dengan sendirinya pohonnya pun subur. Dan apabila pohon subur, dahan berjerampah dan daun pun rindang maka dahan-dahan daun-daun pun dapat pulalah menghisap cahaya matahari dan itulah yang menambah subur seluruhnya. Karena kesuburan suatu pohon sangat bertali di antara penghisapan sari bumi dari urat dan penghisapan sari udara dari cahaya matahari dan daun-daun. Kalau kalimat syahadat ini sudah tertanam dalam jiwa, berarti bahwa kita telah menahankan Syajaratul Hayah, atau Pohon Hidup, atau Pohon Terang. Maka seluruh gerak-gerik kehidupan Muslim dimulai dengan kalimat ini dan disudahi dengan kalimat ini juga. Mulai dia bertumbuh, lalu dipupuk baik-baik, disiram, dikenakan udara dan cahaya matahari, dengan demikian berjerampahlah cabang, dahan dan rantingnya dan daun-daunnya. Itulah hidup yang subur, atau itulah yang sebenarnya hidup. Kalau tidak ada itu, berarti sama dengan mati.
Apabila diselidiki secara mendalam, maka pada jiwa setiap orang yang berakal sudah ada bibit kalimat itu. Tetapi bisa mati sebelum berkembang, atau merana karena kurang dipupuk atau ditanamkan pula tanaman lain di sampingnya, atau tidak disiangi rumput yang mengelilinginya, sehingga dia kerdil dan kurus, sebab lebih tinggi rumput yang mengelilingi itu daripada pohon asli yang mesti dipelihara itu sendiri. Karena sari tanah yang sedianya akan dihisapnya sendiri telah disekutui pula menghisapnya oleh tanaman atau rumput yang lain itu.
Kalimat yang baik itu berarti juga iman; maka pupuknya ialah ibadah dan dzikir (ingat) yang tidak berhenti-henti kepada Allah dan buahnya ialah amal.
Ayat 25
“Dia hasilkan buahnya tiap-tiap masa dengan izin Tuhannya."
Maka oleh karena baik pupuknya, baik pemeliharaannya, subur tanah tempatnya tumbuh dan selalu dapat menghisap udara dan tidak ada yang menghambat buat mengambil cahaya matahari, dengan sendirinya dia terus menghasilkan buah, tidak menghitung musim; di musim papas, di musim hujan, di musim rontok atau di musim semi, dia tetap menghasilkan buah. Allahu Akbar.
Itulah yang dinamai kalimat tauhid/ Sebab hanya satu Dia, tidak dua. Itulah yang dinamai kalimat ikhlas/ Yakni jujur hati, jujur jiwa, hanya dihadapkan kepada-Nya saja. Itulah yang dinamai kalimat islam! Menyerah sepenuh hati dengan ridha, hanya kepada-Nya saja, tidak kepada yang lain.
Maka dengan sendirinya inilah yang menghasilkan buah yang lebat, selalu berbuah, dengan tiada mengenal musim. Betapa pun hebatnya angin ribut, taufan halimbubu, yang tadi telah menghembuskan segala debu dan menumbangkan sekalian bangunan yang tidak berdasar, namun pohon yang baik ini tetap
tegak dengan jayanya. Dan walaupun datang kemarau panjang, sehingga banyak tumbuh-tumbuhan yang mati karena tidak mendapat siraman air hujan apatah lagi sumur-sumur pun telah kering, namun pohon ini tetap tegak dengan daunnya yang menghijau, dan berbuah, sebab uratnya jauh terhunjam ke petala bumi, tempat yang ada air.
“Dan Allah mengadakan perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, supaya mereka ingat."
Diberi perumpamaan yang indah ini supaya manusia tetap ingat, agar bibit pohon itu yang telah ada dalam jiwa dan akal kita sejak kita dilahirkan ke dunia, jangan sampai layu. Biar dia tumbuh dengan suburnya. Kewajiban suatu rumah tangga memelihara pohon al-Hayah ini pada seisi rumah tangga, kewajiban ayah bunda memupuknya pada anak. Dia mesti dipelihara terus. Pemeliharaan itulah yang di dalam bahasa Arab disebut takwa, berasal dari kalimat Wiqayah; pemeliharaan. Jangan ada yang menghambatnya dari cahaya matahari. Cahaya matahari itu diambil dengan mengerjakan shalat, sehingga sampailah dahan dan cabang kayu itu ke langit. Segala amal yang saleh, budi yang mulia, cinta dan kasih kepada sesama manusia, tangan yang murah memberi, dan lain-lain, itulah buahnya. Dan ini tidaklah dapat ditumbangkan: In syaa Allah!
Kemudian Allah melanjutkan perumpama-an-Nya pula tentang hal bandingan dan ban-dingan dari kalimat yang baik itu, yaitu kalimat yang buruk.
Ayat 26
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk, adalah laksana pohon yang buruk, ditumbangkan dari atas bumi, tidak ada baginya keteguhan."
Kalimat yang buruk ialah kalimat yang syirik, memperserikatkan yang lain dengan Allah, adalah sama perumpamaannya dengan pohon yang buruk. Entah pohon jelatang yang gatal, entah pohon duri yang menyangkut baju dan melampus kaki, entah pohon beracun sebagai bia-bia dan ipuh dan upas yang mengandung racun. Meskipun pohon itu ada, dan tumbuh, akan lekas jualah tumbangnya, sebab uratnya tidak teguh terhunjam ke bumi, tidak ada ketetapan baginya. Kadang-kadang lekaslah dia ditebang orang, karena dipandang berbahaya, atau tumbang dengan sendirinya karena rapuh tempat tumbuhnya, atau terpencillah dia di tempat jauh, karena tidak ada orang yang mempergunakan. Atau tidak menjadi sebutan orang, karena tidak akan ada faedahnya.
Setelah itu Allah melanjutkan lagi betapa pengaruh kalimat yang baik itu bagi jiwa orang yang beriman.
Ayat 27
“Allah akan menetapkan orang-orang yang beriman, dengan kata-kata yang tetap, pada kehidupan dunia ini dan pada akhirat."
Inilah jaminan Allah bagi orang yang beriman yang telah memupuk kalimat itu dalam jiwanya. Dalam kehidupan dunia, orang yang berpegang pada kalimat itu akan diberi ketetapan hati, tidak bergoyang, tidak berubah pendiriannya pada tauhid, karena kalimat itu telah dipupuknya. Dalam kehidupan dunia dia telah menjadi tiang (rukun) pertama dari Islamnya.
Laa Ilaha, Illallah: dua kata: Tidak ada Tuhan, melainkan Allah.
Ahli dzikir menamainya dzikir nafi dan itsbat.
Pertama nafi. Artinya meniadakan per-tuhanan yang lain.
Kedua itsbat. Artinya menetapkan bahwa Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah. Dalam kata biasa disebut betina dan jantan. Menurut ilmu alam disebut negatif dan positif Pertemuan di antara negatif dan positif itulah yang menghasilkan atom, yang menimbulkan tenaga elekstrisitet. Pertemuan negatif positif itulah yang menimbulkan Quwwah. Sekeras menafikan, sekeras itu pula mengitsbatkan. Yang lain tidak ada yang Tuhan. Hanya satu Tuhan yaitu Allah. Pengaruhnya amat besar atas jiwa, sehingga jiwa menjadi Quwwah (kuat), teguh dan tetap. Keteguhan dan ketetapan itulah yang amat diperlukan dalam melalui hidup ini. Siapa yang goyah, tumbanglah hidupnya. Maka Allah menjanjikan bahwa barangsiapa yang berpegang dengan itu, dengan Nafi—Itsbat “La Ilaha Illallah" itu, akan dianugerahi-Nya kekuatan. Bukan saja di dunia, bahkan lanjut sampai kepada kehidupan akhirat. Sebab jiwa itu sudah mempunyai keteguhan satu pen-dirian di waktu hidup, maka pendirian ini tidak akan berubah lagi sampai ke akhirat. Maka agar ucapan lidah menguatkan pula bagi ucapan hati, Rasulullah ﷺ menyuruhkan, bila seseorang akan mati; hendaklah orang-orang yang hadir di dekatnya dalam sakaratul maut itu mengajarkan kalimat syahadah itu pada telinganya. Sebab maut adalah pintu gerbang daripada hidup baqa sesudah hidup yang fana. Lantaran itu dapatlah dipahamkan bahwa orang yang beriman dan yang telah subur “Pohon Yang Baik" itu dalam jiwanya, baginya tidaklah ada ketakutan menghadapi maut dan tidak ada rasa duka cita. Sebab maut itu dipandangnya hanya perpindahan saja dari hidup yang sempit ini kepada hidup yang lebih lapang, yaitu hidup Liqaai Rabbihi. Akan bertemu dengan Allah. Allah yang telah diakuinya dengan segenap jiwa raganya dan pengurbanannya.
Kelanjutan dan ayat itu berbunyi, “Dia akan disesatkan oleh Allah orang-orang yang zalim." Yaitu orang-orang yang tidak memupuk kalimah thayyibah itu dalam dirinya, sehingga merana dan tumbang yang membawa celaka bagi dirinya sendiri.
“Dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Dan meskipun Aliah berbuat apa yang Dia kehendaki, namun sekali-kali tidaklah keluar dari garis adil dan patut, sekali-kali tidak Dia melakukan kehendak-Nya dengan aniaya, cuma insan jualah yang selalu zalim (aniaya) akan dirinya.
Setelah kita menilik dengan seksama rangkaian ayat, dapatlah kita memahamkan betapa letak di antara kalimah thayyibah (kata yang baik) dengan syajarah thayyibah (pohon yang baik), sebagai lawan dari kalimah khabitsah (kata yang buruk) dengan syajarah khabitsah (pohon yang buruk) dalam ayat-ayat ini.
Kita telah melihat betapa hebatnya perjuangan rasul-rasul Allah menegakkan kebenaran, sejak dari Nabi Muhammad yang disuruh oleh Allah mengeluarkan manusia dari gelap gulita jahiliyah kepada nur, atau terang-benderangnya tauhid dan makrifat kepada Ilahi, kita pun telah diberi perumpamaan dengan perjuangan Nabi Musa menentang per-tuhanan Fir'aun, yang sampai mengakui dirinya yang maha kuasa. Dan kepada kita pun telah dijelaskan dalam surah ini perjuangan nabi-nabi dan rasul-rasul yang lain, mengajak kaum mereka kepada jalan yang benar. Lalu dijelaskan pula soal-jawab atau dialog di antara rasul itu dengan mereka. Sampai di antara mereka itu ada yang berani mengatakan bahwa kalau rasul itu tidak mau berhenti dari dakwah itu, akan diusir dari kampung halaman.
Akhirnya kepada kita diterangkan kekecewaan di hari akhirat kelak bagi orang yang beragama hanya karena turut-turutan kepada orang yang dipandang berpengaruh. Bahkan diterangkan juga betapa setan berlepas diri setelah dalam dunia mereka membujuk merayu supaya manusia menjauhi jalan Allah dan menuruti bimbingannya. Dan Allah pun membuat perumpamaan orang yang beramal tidak mempunyai tujuan baik laksana orang yang melihat debu dihembus angin di padang belantara, tidak mendapat hasil sama sekali, bahkan kosong.
Dari segala rentetan ayat ini dapatlah kita pahamkan bahwasanya di dunia ini terjadi perjuangan di antara dua kalimat, yaitu kalimat yang baik, kalimah thayyibah dengan kalimah khabitsah, atau kalimat yang buruk.
Kalimat yang baik adalah laksana pohon rindang yang baik, yang subur, uratnya masuk terhunjam ke petala bumi dan pucuknya me-lepai sampai mencapai langit dan buahnya selalu diambil. Bagaimanapun besarnya angin yang mencoba hendak meruntuhkannya, namun dia bertambah kena angin, bertambah teguh dan kukuh. Maka kedatangan rasul-rasul sejak zaman Adam atau Nuh, sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ dan sampai kepada hari kiamat, ialah memperjuangkan kalimah thayyibah itu. Ulama-ulama tafsir, sejak dari ulama sahabat sebagai Ibnu Abbas telah menjelaskan bahwasanya kalimah thayyibah itu ialah La Haha Illallah — Tidak ada Tuhan selain Allah!
Bagaimanapun hebatnya perjuangan kaum jahiliyyah di dunia ini, kaum kufur dan munafik hendak menumbangkan kalimah thayyibah itu, tidaklah akan berhasil maksud mereka, sebab urat pohon itu telah terhunjam dalam petala bumi. Adapun kayu yang lain ialah kalimah khabitsah, kayu yang buruk, yang mumuk, yang tidak terhunjam uratnya ke bumi, sebab dia tumbuh pada tanah yang gersang, tidak dipupuk dengan air iman oleh orang-orang yang berlindung di bawah pohon kayu itu. Berkali-kali pohon yang buruk itu telah tumbang, namun pohon yang baik pusaka nabi-nabi masih tetap tegak.
Maka orang-orang yang bernaung di bawah pohon kayu yang baik lagi rindang itu, pemegang kalimat yang baik, akan teguhlah pendiriannya sejak dari dunia sampai ke akhirat. Tidak dia dapat digeserkan atau digoyahkan. Dan kayu yang buruk tumbanglah dia dari muka bumi, tidaklah dapat dia bertahan lama; dan orang yang zalim akan disesatkan terus oleh Allah.
Maka teringatlah kita akan sebuah hadits Anas yang disalinkan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya,
“Perumpamaan iman itu ialah laksana pohon kayu yang tumbuh dengan teguh tegap. Iman adalah akar-akarnya, shalat adalah urat-uratnya dan zakat adalah ranting-rantingnya, puasa adalah dahan-dahannya, bersakit-sakit menegakkan agama Allah adalah tumbuh-tumbuhannya, budi pekerti yang luhur sebagai daun-daunnya, dan menahan diri dari segala yang diharamkan Allah adalah buahnya."
Dan sabda Nabi untuk pedoman sesudah kita meninggal,
“Seorang Muslim apabila disoal dalam kubur, dia mengucapkan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, itulah yang dimaksud dengan ayat ditetapkan Allah orang yang beriman dengan kata yang tetap ketika hidup di dunia dan akhirat." (HR Bukhari, Muslim dan Ashhabus Sunan)