Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيَقُولُ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
لَوۡلَآ
mengapa tidak
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَيۡهِ
kepadanya
ءَايَةٞ
suatu tanda
مِّن
dari
رَّبِّهِۦٓۗ
Tuhannya
إِنَّمَآ
sesungguhnya hanyalah
أَنتَ
kamu
مُنذِرٞۖ
pemberi peringatan
وَلِكُلِّ
dan bagi tiap-tiap
قَوۡمٍ
kaum
هَادٍ
orang yang memberi petunjuk
وَيَقُولُ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
لَوۡلَآ
mengapa tidak
أُنزِلَ
diturunkan
عَلَيۡهِ
kepadanya
ءَايَةٞ
suatu tanda
مِّن
dari
رَّبِّهِۦٓۗ
Tuhannya
إِنَّمَآ
sesungguhnya hanyalah
أَنتَ
kamu
مُنذِرٞۖ
pemberi peringatan
وَلِكُلِّ
dan bagi tiap-tiap
قَوۡمٍ
kaum
هَادٍ
orang yang memberi petunjuk
Terjemahan
Orang-orang yang kufur berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Nabi Muhammad) suatu tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah seorang pemberi peringatan dan bagi setiap kaum ada pemberi petunjuk.
Tafsir
(Orang-orang yang kafir berkata, "Mengapa tidak) (diturunkan kepadanya) yakni kepada Muhammad (suatu tanda dari Rabbnya?") yakni mukjizat, seperti tongkat dan tangannya Nabi Musa, dan seperti untanya Nabi Saleh. Maka Allah berfirman, ("Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan) juru peringat bagi orang-orang yang kafir; dan tugasmu bukanlah untuk mendatangkan mukjizat-mukjizat (dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk") seorang nabi yang mengajak mereka untuk menyembah Rabb mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat yang telah diberikan oleh-Nya, bukannya mukjizat-mukjiat seperti apa yang orang-orang kafir minta.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 7
Orang-orang kafir berkata, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya? Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk (kepadanya).
Allah ﷻ menyebutkan perihal orang-orang musyrik. Mereka mengatakan dengan nada kafir dan ingkar, bahwa mengapa tidak diturunkan kepadanya suatu tanda (mukjizat) dari Tuhannya, sebagaimana yang pernah didatangkan oleh rasul-rasul terdahulu? Mereka pernah pula mengatakan dengan nada ingkar yang isinya meminta agar Nabi ﷺ mengubah Bukit Safa menjadi emas buat mereka, dan semua bukit di Mekah dilenyapkan, lalu digantikan dengan ladang-ladang dan sungai-sungai. Allah berfirman menjawab mereka dalam ayat lainnya: “Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu.” (Al-Isra: 59), hingga akhir ayat.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan.” (Ar-Ra'd:7)
Yakni sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan risalah Allah yang diperintahkan kepadamu untuk menyampaikannya, dan “bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 272)
Firman Allah ﷻ: “Tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 7)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa bagi masing-masing kaum ada penyerunya (yang menyerukan untuk menyembah Allah).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat, bahwa Allah berfirman, "Hai Muhammad, engkau adalah pemberi peringatan, sedangkan Akulah yang memberi petunjuk (taufik) kepada setiap kaum." Hal yang sama telah dikatakan oleh Muhammad, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Dari Mujahid, disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 7)
Artinya, seorang nabi. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (Fathir: 24)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid.
Abu Saleh dan Yahya ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bagi tiap-tiap kaum ada yang memberi petunjuk. (Ar-Ra'd: 7) Yakni ada pemimpinnya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa al-hadi artinya pemimpin; pemimpin itu adalah imam, dan imam artinya beramal.
Dari Ikrimah dan Abud Duha, disebutkan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: “Dan bagi tiap-tiap kaum ada yang memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 7) Keduanya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Nabi Muhammad ﷺ.
Malik mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan bagi tiap-tiap kaum ada yang memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 7) yang menyeru mereka untuk (menyembah) Allah ﷻ.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Yahya As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnul Husain Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Harawi, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa ketika diturunkannya firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 7) Rasulullah ﷺ meletakkan tangan di dadanya, lalu bersabda, "Aku adalah pemberi peringatan, dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk." Kemudian Rasul ﷺ mengisyaratkan tangannya tertuju ke pundak sahabat Ali, lalu bersabda, "Engkaulah orang yang memberi petunjuk, hai Ali; melalui engkau orang-orang yang mencari petunjuk mendapat petunjuk sesudahku." Di dalam hadis ini terdapat kemungkaran yang sangat parah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Muttalib ibnu Ziyad, dari As-Saddi, dari Abdu Khair, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (Ar- Ra'd: 7) Ali mengatakan bahwa pemberi petunjuk ini adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Hasyim.
Al-Junaid mengatakan bahwa dia adalah Ali ibnu Abu Talib r.a. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam suatu riwayat dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali.
Tidak cukup sampai di situ, kaum kafir Mekah juga meminta Nabi
Muhammad mendatangkan mukjizat yang kasat mata seperti mukjizat
Nabi Musa. Dan orang-orang kafir berkata dengan maksud mengejek Nabi
Muhammad dan kaum muslim, Mengapa tidak diturunkan kepadanya
suatu tanda mukjizat inderawi dari Tuhannya' Sesungguhnya engkau,
wahai Muhammad, hanyalah seorang pemberi peringatan, petunjuk, dan
bimbingan menuju jalan kebenaran; dan bagi setiap kaum di mana pun
berada, selalu ada orang yang memberi petunjuk, baik itu nabi maupun
pewarisnya. Usai membeberkan bukti-bukti kemahakuasaan-Nya, pada ayat berikut Allah menjelaskan betapa luas ilmu yang dimiliki-Nya. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan berupa janin, baik terkait
jenis kelaminnya, berat badan, maupun tinggi badannya kelak semenjak
dalam kandungan. Allah juga mengetahui batas usia dan rezeki janin tersebut ketika kelak ia lahir dan tumbuh. Allah pun mengetahui apa
yang kurang sempurna dari janin itu dan apa yang bertambah sehingga
janin itu tumbuh dan berkembang dalam rahim. Dan segala sesuatu, baik
yang ada dalam kandungan maupun tidak, pasti ada ukuran di sisi-Nya.
Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana orang-orang kafir berkata kepada Nabi Muhammad dengan nada menantang mengapa tidak diturunkan kepadanya tanda kebesaran dari Tuhannya seperti tongkat sebagai mukjizat yang diberikan kepada Nabi Musa dan unta kepada Nabi Saleh, serta mengapa Muhammad tidak bisa menjadikan bukit Safa menjadi emas atau mengubah bukit-bukit ini menjadi lembah dengan sungai yang mengalir. Mereka menuntut yang demikian itu karena menyangka bahwa Al-Qur'an bukan merupakan mukjizat. Allah ﷻ telah menolak tuntutan mereka itu dengan firman-Nya:
Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena (tanda-tanda) itu telah didustakan oleh orang terdahulu. (al-Isra/17: 59)
Sunatullah yang berlaku adalah jika tanda-tanda kekuasaan Allah telah diminta, dan setelah tanda-tanda itu diturunkan, namun mereka yang menuntutnya tetap membangkang dan tidak percaya, pasti mereka akan dimusnahkan dengan azab Allah. Allah tidak menghendaki yang demikian itu sehingga tidak menurunkan tanda-tanda mukjizat seperti yang mereka tuntut. Nabi Muhammad ﷺ telah diberi mukjizat yang lain untuk menunjukkan kebenaran risalahnya. Tugas pokok Nabi Muhammad ﷺ hanya sekedar menyampaikan risalahnya seperti tugas nabi-nabi sebelum-nya, bukan memenuhi usul dan permintaan kaumnya agar mereka dapat petunjuk. Urusan memberi petunjuk ke dalam hati seseorang hanya di tangan Allah dan tidak menjadi wewenang Nabi Muhammad, seperti diterangkan dalam firman Allah:
Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)
Sesungguhnya Nabi Muhammad hanyalah seorang pemberi peringatan. Bagi tiap-tiap umat ada pemimpin yang memberi petunjuk kepada kebaikan. Mereka itu adalah para nabi dan jika mereka telah tiada, maka ahli hikmah, ulama, dan mujtahidin yang melanjutkan tugas nabi untuk menggali dan menjelaskan syariat secara lebih terperinci yang mengandung unsur-unsur akhlak yang baik dan pedoman hidup bagi umat manusia. Firman Allah:
Dan tidak ada satu pun umat melainkan di sana telah datang seorang pemberi peringatan. (Fathir/35: 24)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 5
“Dan jika ada yang engkau …kan, maka mengherankanlah perkataan mereka: “Apakah setelah kita menjadi tanah, kita akan ada dalam kejadian yang baru lagi?"
Bahwasanya manusia kelak kemudian hari, setelah dia mati, telah hancur badannya dan telah berserak tulangnya, pastilah akan dibangkitkan kembali. Itulah yang bernama kiamat. Hal yang demikian bukanlah suatu hal yang mengherankan, sebab Allah yang meninggikan langit dan menghamparkan bumi dan memudahkan perjalanan matahari dan bulan, dan mengatur segenap yang hebat di dalam alam ini. Allah itulah yang telah menentukan demikian. Yang amat mengherankan ialah jika ada orang yang tidak mempercayai bahwa yang demikian pasti kejadian. Mengapa mereka bertanya demikian? Mengapa mereka tidak percaya akan kekuasaan Allah menghidupkan kembali kelak orang yang telah mati? Sungguh mengherankan! Apakah tidak sempurna akal mereka? Jawabannya adalah lanjutan ayat, “Itulah orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan mereka." Padahal kepercayaan akan hari akhirat adalah lanjutan yang pasti dari kepercayaan kepada Allah. Tidak percaya kepada hari akhirat, artinya ialah kepercayaan tidak sempurna kepada Allah, sama juga dengan tidak percaya! “Dan itulah orang yang belenggu ada di leher mereka." Yakni, termasuk manusia yang dikutuk Allah, dikenakan belenggu sebagai orang hukuman.
“Dan itulah orang-orang ahli neraka, yang mereka di dalamnya akan kekal."
Ayat ini telah menunjukkan bahwasanya percaya akan kebangkitan sesudah mati adalah rangka atau rukun yang tidak boleh terpisah dari iman akan Allah. Sebab banyak juga orang yang mengakui percaya kepada Allah, tetapi kepada hari akhirat dia tidak yakin. Maka orang yang demikian, masih terhitung kafir.
Ayat 6
“Dan mereka tuntut kepada engkau (supaya) mencepatkan keburukan sebelum kebaikan, padahal telah lewat sebelum mereka berbagai siksaan."
Kadang-kadang dari sebab keras ke-kufuran mereka dan keingkaran mereka, pernah mereka menentang kepada rasul Allah minta, kalau benar siksaan Allah itu ada, supaya diperlihatkan sekarang juga. Keburukan yang mereka minta, bukan jalan kebaikan yang mereka kehendaki. Alangkah kesatnya hati yang demikian itu. Padahal patutlah mereka insaf bahwa terdahulu dari mereka sudah banyak umat yang mendapat siksaan Allah. Janganlah meminta yang buruk kepada Allah, tetapi mohonlah karunia yang baik."Dan sesungguhnya Tuhan engkau adalah mempunyai ampunan untuk manusia atas keaniayaan mereka." Artinya, sungguhpun sampai demikian kasarnya mereka, sampai menentang minta yang buruk sebelum yang baik, namun pintu buat mereka kembali masih terbuka. Mungkin sikapnya yang menentang itu karena bodohnya belaka. Sebab itu lanjutkanlah memberi ajaran yang baik kepada mereka, Tetapi kalau tidak mau berubah, niscaya Allah pun tidak akan membiarkan saja sikap yang sudah terlalu itu.
“Dan sesungguhnya Tuhan engkau itu pun sangat pedih siksaan-Nya."
Ayat 7
“Dan berkata orang-orang yang kafir itu: “Alangkah baiknya ...nya diturunkan kepadanya suatu tanda dari Tuhannya."
Mereka meminta bukti, dan kadang-kadang meminta yang ganjil-ganjil, yang bernama mukjizat. Bukanlah Allah tidak sanggup memberikan mukjizat itu kepada rasul-Nya, tetapi bagi setengah mereka permintaan mukjizat itu bukanlah untuk percaya, hanya untuk menentang saja. Kalau permintaan mereka dikabulkan, belumlah tentu mereka akan percaya dan surut dari kesalahan mereka. Ini telah terbukti pada nabi dan rasul yang dahulu-dahulu. Sebab itu Allah memperingatkan kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ supaya permintaan-permintaan yang semacam itu, jangan diacuhkan.
“Sesungguhnya engkau hanyalah penyampai ancaman, karena bagi tiap-tiap kaum ada penunjuk jalannya."
Bagi tiap kaum ada penunjuk jalannya, ada nabinya, ada pemimpin yang akan membawa kaum itu dari jurang kebodohan kepada cahaya Iman. Teruskan saja kewajibanmu itu, dan jangan semua usul yang tidak-tidak dari mereka diambil pusing; sebab yang memimpin mereka adalah engkau, bukan engkau yang harus dituntun oleh mereka.
Ayat 8
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh tiap-tiap perempuan."
Sejak dari masih segumpal mani yang telah bertemu telur si perempuan dengan sperma laki-laki mengarang diri menjadi nuthfah, menjadi alaqah, terus menjadi mudhghah, sampai bertumbuh; apa rupanya cantik atau akan buruk, apa warnanya akan hitam manis atau putih kuning, apa akan menjadi laki-laki atau perempuan, sejak mulai dikandung bahkan sejak mulai sebelum dikandung, sudahlah dalam pengetahuan Allah Subhaanahu wa Ta'aala: “Dan apa yang dikurangi oleh rahim-rahim perempuan dan apa yang bertambah" Entah kurang kandungan dari yang biasa, yaitu sembilan bulan sepuluh hari, atau berlebih dari itu, entah mencapai sepuluh bulan, itu pun sudah dalam pengetahuan Allah terlebih dahulu.
“Dan tiap-tiap sesuatu di sisi-Nya, adalah dengan ukuran."
Sama sekali telah diukur dan ditimbang berapa takaran dan berapa campuran, sekian banyak kalori, sekian banyak hormon dan sekian banyak vitamin. Bukan saja manusia dalam kandungan, bahkan setelah manusia muncul ke dunia pun imbangan hidupnya ialah karena ukuran yang telah ditentukan Allah. Ilmu pengetahuan modern, tentang khasiat suatu ghidza', yang telah diindonesiakan dengan sebutan Gizi, membuktikan akan besarnya arti ayat ini. Orang menjadi sehat bila ukuran itu teratur dalam dirinya, dan orang menjadi sakit bila kekurangan ukuran dari salah suatu yang penting.
Tentang keadaan anak bayi dalam kandungan, hanya Allah yang mengetahuinya, telah tersebut di dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud,
“Berkata Rasulullah ﷺ: Sesungguhnya pen-ciptaan seseorang kamu ialah dikumpulkan di dalam perut ibunya empat puluh hari sebagai Nuthfah, kemudian itu menjadi ‘Alaqah serupa itu pula, kemudian menjadi Mudhghah serupa itu pula, kemudiati diutus Allah kepadanya seorang malaikat, diperintahkan membawa empat kalimat; dengan menuliskan rezekinya, umurnya dan amalnya, dan dia sengsara atau bahagia." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan di dalam hadits yang lain pula tersebut,
“Maka berkatalah Malaikat itu: “Ya Tuhan/ Laki-lakikah atau perempuan! Ya, Tuhan, sengsarakah atau bahagia." Bagaimana rezekinya!
Bagaimana ajalnya! Maka bersabdalah Tuhan dan menulislah Malaikat
Menurut sebuah hadits yang dirawikan ofeh Bukhari dari Abdullah bin Umar,
“Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Kunci-kunci yang gaib adalah lima, tidak mengetahui akan dia melainkan Allah. Tidak mengetahui apa yang akan terjadi besok melainkan Allah, tidak mengetahui apa yang dikandung di dalam rahim melainkan Allah, tidak mengetahui bila hujan akan turun melainkan Allah, dan tidak seorang pun orang yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada yang mengetahui bila Kiamat akan berdiri melainkan Allah." (HR Bukhari)
Tentang mengurangi yang di dalam rahim atau melebihi itu, ditafsirkan oleh setengah penafsir ialah karena orang mengandung pada kebiasaannya ialah sembilan bulan sepuluh hari. Tetapi ada yang kurang, yang dinamai bunting muda, sehingga dalam tujuh bulan telah lahir dan ada pula yang berlebih dari sembilan bulan.
Berkata Makhul, “Anak dalam perut ibunya tidaklah meminta apa-apa dan tidak pernah berduka cita atau bersusah hati. Rezekinya datang sendiri kepadanya, sebagai saringan dari darah haidnya; itu sebab maka perempuan yang sedang hamil tidak keluar darah haidnya. Dan apabila dia telah lahir, mulailah dia menunjukkan tanda-tanda meminta apa-apa. Tanda meminta itu ialah dia mulai merasa berbeda tempat tinggalnya yang baru. Apabila pusatnya telah dikerat, mulailah dipindahkan Allah rezekinya dari tali pusat itu kepada susu ibunya, sehingga dia tidak berduka cita dan tidak meminta dan tidak susah. Kemudian dia berangsur besar sampai dapat menjamba sesuatu dengan telapak tangannya untuk dimakannya. Tiba-tiba setelah dia besar dewasa baru dia mengeluh bagaimana bisa hidup, apakah akan mati karena tidak makan, apakah akan terbunuh, di mana akan dapat rezeki!"
Berkata Makhul kembali, “Mengapa begitu? Dijamin makan engkau sejak dari perut ibumu, bahkan sampai engkau masih kecil merangkak. Sekarang setelah engkau dewasa dan berakal, baru engkau berkata, “Mati atau terbunuh, di mana akan dapat rezeki." Setelah itu dibacalah oleh Makhul ayat ini, “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan
Tentang ayat “Dan setiap-tiap sesuatu di sisi-Nya adalah dengan ukuran." Yang di atas telah kita tafsirkan tentang ukuran gizi manusia, vitamin, kalori, hormon dan se-bagainya, berkata Qatadah, “Arti dengan ukuran ialah ketentuan ajal. Dipelihara Allah rezeki makhluk-Nya dan ajalnya, dan semuanya itu dengan ketentuan pasti."
Tersebut dalam sebuah hadits yang shahih bahwasanya salah seorang orang perempuan memberitahukan kepada Rasulullah ﷺ tentang kematian putranya, dia ingin sekali agar Nabi ﷺ hadir ke rumahnya. Lalu Rasulullah menyuruh orang terlebih dahulu menyampaikan pesan beliau,
“Kembali kepada Allah apa yang diambil oleh Allah, dan bagi Allah apa yang Dia anugerahkan. Segala sesuatu di sisi Allah adalah menurut ajal (janji) yang telah ditentukan. Sampaikanlah kepadanya agar dia sabar dan memperhitungkan diri di hadapan Allah."
Ayat 9
“Yang Mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata."
Artinya, bahwa Allah mengetahui bahkan lebih mengetahui apa yang disaksikan oleh hamba Allah dengan matanya, ataupun yang gaib, jauh dari penglihatannya. Sedangkan yang dapat disaksikan mata (syahadah) itu sendiri, tidak juga selengkapnya dapat diketahui oleh manusia, apatah lagi yang gaib. Dan yang gaib itu jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang nyata."Yang Mahabesar," lebih besar dari segala sesuatu. Sebab segala sesuatu itu adalah di bawah naungannya.
“Yang Mahatinggi."
Mahatinggi, di atas dari tiap-tiap sesuatu, karena menguasai, mengatur dan tunduk kepada-Nya seluruh alam ini; “Thou'an au karhan." Mau atau tidak mau.
Makhluk betapa pun besarnya, hanya kecil saja di hadapan Allah. Manusia berapa pun tinggi pangkatnya atau kedudukannya, hanya permainan belaka di bawah kebesaran dan ketinggian Allah. Dan dengan Allah tidak ada orang yang dapat menyembunyikan suatu rahasia.
Ayat 10
“Sama saja dari antara kamu yang membisik-bisikkan kata dan yang mengenaskan dia."
Yang dibisik-bisikkan itu didengar juga oleh Allah, karena kekuasaan Allah pun meliputi kepada batin dan hati sanubari orang yang membisikkan itu. Demikian juga suara yang dikeraskan atau disorakkan, misalnya entah karena hendak mengambil muka kepada Allah, lalu disebut namanya keras-keras. Di hadapan Allah di antara bisik dan suara keras tidak ada perbedaan, karena keduanya diketahui oleh Allah. Bukan saja bisik dan suara keras itu yang diketahui, lebih-lebih diketahui apa maksudnya dan apa latar belakangnya. Oleh sebab itu maka tidaklah perlu nama Allah itu disorakkan keras-keras, ketika hendak munajat menyeru Dia, karena Allah bukanlah tuli.
“Dan orang yang bersembunyi di malam hari, dan yang-benjolan di siang hari."
Orang yang bersembunyi di malam hari diketahui oleh Allah, baik sembunyinya itu duduk seorang diri, bertafakur mengingat diri dan menghubungkannya dengan Allah di waktu orang lain nyenyak tidur, seperti mengerjakan shalat Tahajud; ataupun bersembunyi dari mata orang lain karena berbuat maksiat, tidaklah keduanya itu lepas dari tilikan Allah. Berjalan di siang hari pun diketahui oleh Allah, entah pergi mencari rezeki yang halal, entah pun menjalar ke sana kemari membuat hasung dan fitnah dan merugikan orang lain. Janganlah disangka bahwa semuanya itu terlepas dari tilikan Allah.
Ayat 11
“Baginya ada penjaga-penjaga bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya, mereka memeliharanya dengan perintah Allah."
Artinya, bahwasanya malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah untuk menjaga kita seluruh makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah di dalam beberapa had its bahwasanya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat Raqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal, Raqib menuliskan amalan yang baik, ‘Atid mencatat amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits bahwasanya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya bergiliran pada waktu Shubuh dan sehabis waktu Ashar.
Sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, bersabda Rasulullah,
“Tidak seorang pun dari antara kamu, melainkan telah diwakilkan untuknya temannya dari jin dan temannya dari malaikat. Mereka berkata: Engkau pun, ya Rasulullah! Beliau jawab: Aku pun! Tetapi Allah selalu menolongku atasnya, maka tidaklah dia menyuruhkan kepadaku melainkan yang baik-baik." (HR Imam Ahmad)
Pada hadits ini nyatalah bahwa pengawalan malaikat ada pada tiap-tiap orang. Dan kalau dia lalai mengawasi dirinya, maka Qarin atau teman yang satu lagilah yang akan mempengaruhi dia, yaitu jin atau setan.
Di dalam surah az-Zukhruf, ayat 36, keterangan Rasul ﷺ ini dikuatkan lagi, yaitu bahwa barangsiapa yang kabur matanya dari mengingat Allah Yang Rahman, Pemurah, niscaya Kami tentukan baginya seorang setan akan menjadi Qarin, atau teman. Maka seiama dzikir kepada Allah masih kuat dan ibadah masih teguh, pengawalan dari malaikatlah yang bertambah banyak, dan jika telah lalai dari jalan Allah, datanglah teman dari iblis, jin dan setan.
Kemudian datanglah sambungan ayat, “Sesungguhnya Allah tidaklah akan mengubah apa yang ada pada satu kaum, sehingga mereka ubah apa yang ada pada diri mereka (sendiri)." Inilah ayat yang terkenal tentang kekuatan dan akal budi yang dianugerahkan Allah kepada manusia sehingga manusia itu dapat bertindak sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah. Dia berkuasa atas dirinya dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah. Sebab itu maka manusia itu pun wajiblah berusaha sendiri pula menentukan garis hidupnya, jangan hanya menyerah saja dengan tidak berikhtiar. Manusia diberi akal oleh Allah dan dia pandai sendiri mempertimbangkan dengan akalnya itu di antara yang buruk dengan yang baik. Manusia bukanlah semacam kapas yang diterbangkan angin ke mana-mana, atau laksana batu yang terlempar di tepi jalan. Dia mempunyai akal dan dia pun mempunyai tenaga buat mencapai yang lebih baik, dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah. Kalau tidak demikian, niscaya tidaklah akan sampai manusia itu mendapat kehormatan menjadi Khalifah Allah di muka bumi ini.
“Dan apabila Allah kepada suatu kaum hendak mendatangkan celaka, maka tidaklah ada penolaknya. Dan selain dari pada-Nya tidaklah ada bagi mereka Pelindung."
(ujung ayat 11)