Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
أَنزَلۡنَٰهُ
Kami telah menurunkannya
حُكۡمًا
hukum/peraturan
عَرَبِيّٗاۚ
bahasa Arab
وَلَئِنِ
dan seandainya
ٱتَّبَعۡتَ
kamu mengikuti
أَهۡوَآءَهُم
hawa nafsu mereka
بَعۡدَمَا
sesudah
جَآءَكَ
apa
مِنَ
datang kepadamu
ٱلۡعِلۡمِ
dari
مَا
pengetahuan
لَكَ
tidak ada
مِنَ
bagimu
ٱللَّهِ
dari
مِن
Allah
وَلِيّٖ
dari
وَلَا
seorang pelindung
وَاقٖ
dan tidak
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
أَنزَلۡنَٰهُ
Kami telah menurunkannya
حُكۡمًا
hukum/peraturan
عَرَبِيّٗاۚ
bahasa Arab
وَلَئِنِ
dan seandainya
ٱتَّبَعۡتَ
kamu mengikuti
أَهۡوَآءَهُم
hawa nafsu mereka
بَعۡدَمَا
sesudah
جَآءَكَ
apa
مِنَ
datang kepadamu
ٱلۡعِلۡمِ
dari
مَا
pengetahuan
لَكَ
tidak ada
مِنَ
bagimu
ٱللَّهِ
dari
مِن
Allah
وَلِيّٖ
dari
وَلَا
seorang pelindung
وَاقٖ
dan tidak
Terjemahan
Demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) sebagai penentu hukum yang berbahasa Arab. Sungguh, jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, niscaya engkau sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) pemelihara dari (siksa) Allah.
Tafsir
(Dan demikianlah) penurunan itu (Kami telah menurunkannya) Al-Qur'an itu (sebagai peraturan dalam bahasa Arab) yaitu dengan memakai bahasa Arab, yang dengannya engkau putuskan hukum-hukum di antara manusia. (Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka) hawa nafsu orang-orang kafir, dalam hal apa yang mereka inginkan, supaya kamu melakukannya menurut peraturan agama mereka. Ini hanyalah merupakan perumpamaan (setelah datang pengetahuan kepadamu) tentang tauhid (maka sekali-kali tidak ada bagimu terhadap Allah) huruf min di sini adalah zaidah (seorang penolong pun) penolong yang mau membantu menyelamatkanmu (dan tidak pula seorang pemelihara) yang dapat mencegah azab Allah yang menimpa dirimu.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 36-37
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebagiannya. Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali. Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.
Firman Allah Swt: Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka. (Ar-Ra'd: 36) Mereka adalah orang-orang yang menghidupkan ajaran-ajarannya sesuai dengan apa yang dikandungnya. bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu. (Ar-Ra'd: 36) Yakni kitab Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu, mengingat di dalam kitab-kitab mereka terdapat bukti-bukti yang membenarkannya dan berita gembira tentang kedatangannya. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain, yaitu: Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya (Al-Baqarah: 121), hingga akhir ayat. Demikian pula dalam ayat berikut ini: Katakanlah, "Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). (Al-Isra: 107) sampai dengan firman-Nya: sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. (Al-Isra: 108) Yakni sesungguhnya apa yang dijanjikan oleh Allah di dalam kitab-kitab kami menyangkut pengutusan Muhammad ﷺ adalah benar dan pasti terjadi.
Mahasuci Allah, alangkah benarnya janji-Nya, bagi-Nya semata segala puji. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk. (Al-Isra: 109) Adapun firman Allah ﷻ: dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebagiannya. (Ar-Ra'd: 36) Artinya, di antara golongan ahli kitab ada sebagian orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepadamu. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di antara golongan-golongan yang bersekutu. (Ar-Ra'd: 36) Yakni orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.
ada yang mengingkari sebagiannya. (Ar-Ra'd: 36) Maksudnya, mengingkari sebagian perkara hak yang diturunkan kepadamu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Hal ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah. (Ali Imran: 199), hingga akhir ayat. Allah ﷻ berfirman: Katakanlah, "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia. (Ar-Ra'd: 36) Yakni sesungguhnya aku diutus untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana para rasul sebelumku diutus membawa ajaran yang sama.
"Hanya kepada-Nya aku seru (manusia)." (Ar-Ra'd: 36) Artinya, hanya ke jalan-Nya aku menyeru umat manusia. "dan hanya kepada-Nya aku kembali. (Ar-Ra'd: 36) Yaitu kembali dan berpulangku. Firman Allah ﷻ: Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. (Ar-Ra'd: 37) Yakni sebagaimana Kami telah mengutus rasul-rasul sebelum kamu dan menurunkan kepada mereka kitab-kitab dari langit, begitu pula Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an sebagai peraturan dengan berbahasa Arab; yang dengannya Kami muliakan engkau dan Kami lebihkan engkau di atas selainmu, berkat kitab Al-Qur'an yang jelas lagi terang ini.
Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur'an) kebatilan, baikdari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42) Firman Allah ﷻ: Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Ar-Ra'd: 37) Yakni jika kamu mengikuti pendapat-pendapat mereka. setelah datang pengetahuan kepadamu. (Ar-Ra'd: 37) Yaitu pengetahuan dari Allah ﷻ maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (Ar-Ra'd: 37) Hal ini mengandung ancaman yang ditujukan kepada orang-orang yang berpengetahuan, agar jangan mengikuti jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat, sesudah mereka berjalan di atas jalan yang benar, yaitu sunnah nabawi dan hujah yang jelas yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ"
Dan sebagaimana telah Kami turunkan kitab suci kepada kaum Yahudi dan Nasrani dengan bahasa masing-masing, demikianlah pula Kami
telah menurunkannya (Al-Qur'an) kepadamu, wahai Nabi Muhammad,
sebagai peraturan hukum yang Kami turunkan dalam bahasa Arab. Sekiranya engkau mengikuti keinginan mereka untuk mempersekutukan Allah
setelah datang pengetahuan yang benar dan lurus, yakni Al-Qur'an kepadamu, maka tidak akan ada yang dapat melindungi dan menolong engkau
dari siksa Allah. Dan jika kaum kafir bertanya mengapa kamu mempunyai istri,
maka ketahuilah wahai Nabi Muhammad, bahwa sungguh Kami telah
mengutus beberapa rasul kepada umat-umat sebelum engkau dari golongan manusia, dan Kami berikan kepada sebagian dari mereka istri-istri dan
keturunan sebagaimana dimiliki oleh manusia lainnya. Jika kaum kafir
itu menuntutmu untuk mendatangkan mukjizat yang kasat mata, maka
sesungguhnya tidak ada hak bagi seorang rasul pun untuk mendatangkan
sesuatu bukti (mukjizat) guna memenuhi tuntutan kaumnya atas kekuatannya sendiri, melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada
Kitab, yakni mukjizat para nabi dan rasul yang sesuai kondisi dengan
masanya.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan beberapa ciri utama Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, yaitu Al-Qur'an berisi peraturan-peraturan yang benar, yang harus ditaati manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat kelak. Di samping itu, Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, yaitu bahasa yang memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lain.
Di antara keistimewaan bahasa Arab ialah bahasa ini merupakan bahasa yang sudah berkembang, jauh sebelum datangnya Islam sehingga kosakatanya sangat kaya. Bahasa Arab juga memiliki kaedah pembentukan kata (morfologi) yang memungkinkannya bisa dengan mudah menampung konsep-konsep baru untuk pembentukan kata baru. Dengan demikian, dapat dipahami kemampuan bahasa Arab mengungkapkan konsep-konsep wahyu. Karena Al-Qur'an berbahasa Arab, maka Al-Qur'an telah melestarikan bahasa Arab sehingga tidak hilang seperti bahasa Suryani, Koptic, dan sebagainya.
Karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab dan menjadi mukjizat Nabi Muhammad sebagai kitab suci, maka terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa asing tidak dianggap sebagai kitab suci juga. Sebagaimana diketahui, di antara kehormatan yang dimiliki Al-Qur'an ialah membacanya dianggap sebagai ibadah, dan tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci, yaitu orang-orang yang tidak berhadas besar maupun kecil.
Banyak ayat yang menyebutkan ciri-ciri Al-Qur'an, antara lain firman Allah swt:
(Yang) tidak akan didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Terpuji. (Fushshilat/41: 42)
Selanjutnya Allah ﷻ memperingatkan Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimin umumnya, agar jangan menuruti kehendak hawa nafsu dan keinginan orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an, baik sebagian maupun keseluruhannya, karena Allah ﷻ telah memberikan ilmu yang benar kepada mereka, yaitu Al-Qur'an al-Karim. Jika Nabi Muhammad dan kaum Muslimin sampai tergoda dan mengikuti kehendak orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an itu, maka siksa Allah pasti akan menimpa mereka dan tidak seorangpun dapat menjadi pelindung terhadap siksa Allah ﷻ Yang Mahakuasa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 36
“Katakanlah: Yang diperintahkan kepadaku hanyalah, bahwa aku menyembah kepada Allah dan tidak mempersekutukan dengan Dia. Kepada itulah aku menyeru, dan kepada-Nyalah tempat aku kembali."
Pendirian itulah yang senantiasa diulang-ulang, ditegaskan dan dijelaskan. Baik terhadap kaum musyrikin yang menyembah berhala atau terhadap kepada kaum yang diturunkan kitab. Kaum musyrikin supaya menghentikan penyembahan berhala dan kaum Ahlul Kitab kembali kepada pokok yang asli dari ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab itu sendiri. Bagaimanapun yang akan terjadi, namun Nabi Muhammad ﷺ tidak akan berganjak dari pendirian itu. Dia akan tetap pada pendirian mengakui Allah satu, tidak mempersekutukan yang lain dengan Dia, dan itulah yang akan tetap diserukannya, selama hayat dikandung badan. Selangkah pun dia tidak akan undur dari pendirian itu. Kalau Ahlul Kitab merasa gembira berbesar hati, marilah ikut ajaran ini.
Ayat 37
“Dan demikianlah Kami turunkan dia, (sebagai) hukum dalam bahasa Arab."
Al-Qur'an turun dalam bahasa Arab, isinya ialah hukum yang memutuskan menjelaskan garis pemisah di antara kegelapan Jahiliyyah dengan nurul Islam. Pemisah di antara yang hak dengan yang batil. Menjelaskan halal dan haram. Diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga setiap orang dalam masyarakat yang didatangi pada waktu itu dapat mengerti sendiri, Diperingatkan kepada Utusan-Nya oleh Allah bahwa hukum yang telah terang dari Al-Qur'an itu wajib dijelaskan dan dinyatakan, walaupun kafir-kafir itu tidak merasa senang, atau merasa tersinggung. Sebab itu selanjutnya Allah berfirman,
“Dan jika engkau turuti hawa nafsu mereka sesudah datang kepada engkau pengetahuan, maka tidaklah ada bagi engkau selain Allah akan pelindung dan tidak penghambat."
Dengan ujung ayat tegaslah bahwa di dalam menegakkan hukum tidak boleh beliau tenggang-menenggang. Pokok hukum ialah al-Haq, Kebenaran. Dan selain dari Kebenaran hanyalah al-Bathil, yang ada Kebatilan. Kadang-kadang bagi kaum yang mempersekutukan yang lain dengan Allah, pahitlah buat menelan kebenaran itu. Kalau diterangkanyang sebenarnya, mereka sakit hati. Apakah karena menenggang hawa nafsu mereka itu, supaya mereka jangan tersinggung, kebenaran akan diubah atau disembunyikan sama sekali? Sampai kapan? Boleh dipakai cara yang lunak atau cara yang keras, tetapi lunak atau keras, namun penolak kebenaran akan tetap menolak kebenaran. Di waktu dilunakkan, mereka pun akan menolak dengan lunak, bersilemah tak patah! Padahal Rasul telah diberi pengetahuan, dan mereka yang menentang itu berdiri atas pendirian yang bodoh. Allah menjelaskan, kalau sedikit saja Rasul-Nya memperturutkan hawa nafsu mereka, niscaya kebenaran tidak tegak lagi. Siapa yang akan melindungi Nabi ﷺ kalau itu terjadi? Kalau kebenaran yang tunggal dari Allah ditegakkan, maka Allah berjanji akan melindungi dan Allah yang akan menghambat segala bahaya yang mengancam. Tetapi kalau hawa nafsu si kafir diperturutkan bahaya akan datang bertimpa-timpa, dan tidak ada yang selain Allah itu yang akan dapat menghambat datangnya.
Nabi Muhammad ﷺ pun telah dilatih oleh Allah supaya teguh menegakkan pendirian, dan tidaklah beliau akan cenderung memperturutkan hawa nafsu orang yang ingkar itu. Tetapi peringatan ini diteruskan kepada beliau, karena akan diteruskan kepada kita, pengikut beliau. Jangan mundur menegakkan kebenaran karena tenggang-menenggang dengan hawa nafsu orang kafir. Kebenaran jangan sampai berubah. Karena bila berubah sedikit saja, tidaklah kebenaran lagi namanya. Laksana satu ember air suci, dimasukkan ke dalamnya satu tetes kencing, najislah dia semua.
Ayat 38
“Dan sesungguhnya telah Kami utus rasul-rasul dari sebelum engkau, dan Kami jadikan mereka itu mempunyai istri-istri dan anak cucu."
Tidak berhalangan jika Nabi Muhammad ﷺ itu berumah tangga, sebab rasul-rasul yang dahulu pun berumah tangga juga. Ibrahim beristri dua; Sarah dan Hajar, beranak isma'il dan Ishaq. Ishaq pun demikian. Ya'qub kawin dengan perempuan dua bersaudara dan bertambah lagi dengan dua dayang-dayang, yang disebut selir (gundik). Demikian juga nabi-nabi yang lain. Berumah tangga, beristri dan beranak, bukanlah menurunkan derajat nabi-nabi. Malahan Dawud dan Sulaiman ber-isteri beratus orang, karena demikian susunan masyarakat pada masa itu, apatah lagi kedua beliau itu adalah raja-raja besar. Semasa ayat ini diturunkan (di Mekah) istri Rasulullah baru satu orang yaitu Khadijah dan beranak beliau dengan dia empat anak perempuan (Fathimah, Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqaiyah) dan laki-laki dua orang, Qasim dan Abdullah. Di Madinah dapat anak paling akhir, yaitu Ibrahim. Tetapi sayangnya semua anak laki-laki beliau, menurut hikmat tertinggi dari Allah, meninggal di waktu kedi belaka, sehingga beliau menjadi bapak dari seluruh umatnya, malahan lebih dari bapak dan lebih dari diri kita sendiri, dan istri-istri beliau adalah ibu-ibu kita seluruh Mukminin (al-Ahzaab ayat 6). Hal Nabi kita beristri dan beranak-cucu ini, dijelaskan pada ayat ini, karena kadang-kadang menyelinap pengaruh agama Nasrani ke dalam pikiran orang Islam, sehingga ada yang menganjur-anjurkan kepen-detaan dan memujikan jika Nabi, hendaklah seperti Nabi isa, tidak pernah kawin, dan tidak pernah punya istri.
“Berkata Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya aku adalah puasa dan berbuka, shalat tengah malam dan tidur, aku makan daging, aku kawini perempuan. Maka barangsiapa tidak mau mengikuti sunnahku itu, tidaklah dia dari golonganku." (HR Bukhari dan. Muslim)
Adapun Nabi Isa al-Masih lain halnya. Memang, Isa al-Masih sebelum meninggal dunia belum sempat kawin, tetapi beliau tidaklah menganjurkan itu, dan tidak mungkin menganjurkan supaya tidak kawin. Karena kalau ada seorang nabi menganjurkan supaya orang jangan kawin, artinya dia menganjurkan hapusnya keturunan manusia dari dalam alam ini. Suatu perintah yang berlawan dengan kehendak Allah.
Di dalam Al-Qur'an, surah al-Hadiid ayat 27 diterangkan benar-benar bila mulainya ada anjuran tidak kawin dalam kalangan agama Nasrani. Yaitu dari pengikut-pengikut nabi yang berperasaan terlalu halus dan kasihan, lalu mereka adakan Rahbaniyah, yaitu pertapaan dengan tidak kawin. Ayat itu menerangkan bahwa yang demikian itu ialah Ibtada'uuha, artinya perbuatan yang mereka timbulkan kemudian, bukan dari ajaran Nabi Isa a.s. sendiri, dan bukan dari syari'at Allah.
Kemudian kita perhatikan pula di dalam Kitab Perjanjian Baru, terutama dari ajaran-ajaran Paulus, yang banyak sekali membuat perubahan dari ajaran Nabi Isa yang asli. Dia pun menganjurkan supaya pendeta-pendeta atau orang-orangyang hendak tekun beragama supaya tidak kawin.
Pada akhir-akhir ini timbullah gerakan dalam kalangan Pendeta Katolik di kota-kota besar dan berpengaruh di Eropa dan Amerika, supaya pendeta-pendeta diperbolehkan kawin, dan sekarang sudah banyak yang kawin.
Selanjutnya Allah pun memperingatkan, “Dan tidaklah ada (kekuasaan) bagi seorang Rasul bahwa (akan) mendatangkan satu ayat, melainkan dengan izin Allah." Yaitu satu mukjizat. Rasul-rasul yang mana pun yang membawakan mukjizat, baik Nuh dengan bahteranya, atau Ibrahim tidak terbakar dimasukkan ke dalam nyala api, atau Musa melemparkan tongkatnya lalu jadi ular, baik Shalih dengan untanya, ataupun Isa al-Masih menghidupkan orang mati dan menyembuhkan penyakit kusta, bukanlah semuanya itu atas kekuasaan mereka sendiri. Musa tidak akan dapat berbuat apa-apa dengan tongkatnya itu atas kehendaknya sendiri. Setiap mukjizat tongkatnya keluar, terlebih dahulu mesti ada perintah Allah."Lemparkan tongkatmu hai Musa!" Kalau tidak ada perintah, dia tidak berani. Walaupun telah berpuluh kali tongkat itu memperlihatkan keganjilan. Ibrahim tidak berani bertindak sendiri masuk api dengan tidak ada ketentuan dari Allah. Sebab kalau berani-beranian bertindak sendiri, dia pasti terbakar. Nabi Muhammad ﷺ Isra' ke Baitul Maqdis dan MFraj ke langit, hanya sekali. Dan tidak akan dapat mengulang yang kedua kali, kalau tidak ada izin dan panggilan dari Allah.
"Bagi tiap-tiap ketentuan, ada tulisan."
Ayat-ayat atau mukjizat, atau Kharqul ‘Adah, kejadian yang merobek hal yang biasa tidak mustahil kejadian. Tidak mustahil Allah Ta'aala menjadikan sesuatu di luar kebiasaan yang biasa kita pandangi, yang kita namai sebab akibat. Tetapi hal demikian terdaftar di sisi Allah, bagi tiap-tiap ketentuan ada kitabnya, ada tertulis. Tidak ceroboh.
Hal ini menjadi peringatan yang mendalam bagi kita, bahwasanya sedangkan Khususiat Mukjizat terhadap rasul-rasul lagi tidak mudah Allah memberikan, apatah lagi bagi manusia-manusia yang oleh setengah kaum tasawuf disebut waliullah yang keramat dan dapat berbuat yang ganjil. Tentu tidaklah kita akan lekas percaya saja. Apatah lagi hujjah menegakkan agama dan kebenaran ajaran Allah, tidaklah perlu selalu digantungkan kepada keganjilan-keganjilan mukjizat, melainkan lebih penting diceruhkan oleh penyelidikan akal. Sebab itu maka percaya kepada keramat wali-wali itu pasaran tempat dia laris laku ialah di dalam kalangan orang yang kurang berpikir.
Ayat 39
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia menetapkan. Dan di sisi-Nyalah Ummut Kitab."
Untuk menafsirkan ayat ini harus kita ingat bahwa dia adalah lanjutan dari ayat yang sebelumnya, yaitu bahwa rasul-rasul tidaklah berkuasa membuat mukjizat sendiri. Sebab Ummul Kitab — Ibu Kitab, — Pusat Tulisan, ada pada Allah sendiri. Misalnya, peraturan Allah dalam alam yang dikenal oleh manusia tidak bisa pergi ke langit. Tetapi Ummul Kitab yang sebenarnya, sumber dari segala sebab dan akibat ada di tangan Allah. Sekali-sekali Allah perlihatkan, bahwa Ibrahim tidak hangus dibakar, Isa al-Masih dapat berjalan di atas air sebagai orang berjalan di atas tanah rata saja, tongkat Musa dapat menjelma jadi ular, Muhammad bisa Isra' dan Mi'raj ke langit. Ummul Kitab adalah rahasia pimpinan Ilahi atas alam, banyak yang dapat kita ketahui, tetapi berjuta-juta kali lebih banyak yang tidak dapat kita ketahui. Allah dapat menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan dapat pula menetapkan. Allah mempunyai “Administrasi" tersendiri. Kalau tidak demikian, bukanlah Dia Tuhan: A'udzu Billahi.