Ayat

Terjemahan Per Kata
أَفَمَنۡ
apakah yang
هُوَ
Dia
قَآئِمٌ
tegak/menjaga
عَلَىٰ
atas/terhadap
كُلِّ
setiap
نَفۡسِ
diri
بِمَا
dengan apa
كَسَبَتۡۗ
ia perbuat
وَجَعَلُواْ
dan mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
شُرَكَآءَ
beberapa sekutu
قُلۡ
katakanlah
سَمُّوهُمۡۚ
sebutkanlah mereka
أَمۡ
atau apakah
تُنَبِّـُٔونَهُۥ
kamu memberitahukan kepadaNya
بِمَا
dengan apa
لَا
tidak
يَعۡلَمُ
diketahui
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أَم
ataukah
بِظَٰهِرٖ
dengan yang lahir
مِّنَ
dari
ٱلۡقَوۡلِۗ
perkataan
بَلۡ
bahkan
زُيِّنَ
dijadikan memandang baik
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
وَصُدُّواْ
dan mereka dihalangi
عَنِ
dari
ٱلسَّبِيلِۗ
jalan
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلِ
menyesatkan
ٱللَّهُ
Allah
فَمَا
maka tidak
لَهُۥ
baginya
مِنۡ
dari
هَادٖ
memberi petunjuk
أَفَمَنۡ
apakah yang
هُوَ
Dia
قَآئِمٌ
tegak/menjaga
عَلَىٰ
atas/terhadap
كُلِّ
setiap
نَفۡسِ
diri
بِمَا
dengan apa
كَسَبَتۡۗ
ia perbuat
وَجَعَلُواْ
dan mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
شُرَكَآءَ
beberapa sekutu
قُلۡ
katakanlah
سَمُّوهُمۡۚ
sebutkanlah mereka
أَمۡ
atau apakah
تُنَبِّـُٔونَهُۥ
kamu memberitahukan kepadaNya
بِمَا
dengan apa
لَا
tidak
يَعۡلَمُ
diketahui
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أَم
ataukah
بِظَٰهِرٖ
dengan yang lahir
مِّنَ
dari
ٱلۡقَوۡلِۗ
perkataan
بَلۡ
bahkan
زُيِّنَ
dijadikan memandang baik
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
مَكۡرُهُمۡ
tipu daya mereka
وَصُدُّواْ
dan mereka dihalangi
عَنِ
dari
ٱلسَّبِيلِۗ
jalan
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلِ
menyesatkan
ٱللَّهُ
Allah
فَمَا
maka tidak
لَهُۥ
baginya
مِنۡ
dari
هَادٖ
memberi petunjuk
Terjemahan

Apakah Dia yang mengawasi setiap jiwa atas apa yang diperbuatnya (sama dengan tuhan yang tidak demikian)? Mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah. Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu! Apakah kamu hendak memberitahukan kepada-Nya apa yang tidak diketahui-Nya di bumi atau (mengatakan tentang hal itu) sekadar perkataan pada lahirnya saja.” Sebenarnya bagi orang-orang yang kufur, tipu daya mereka itu dijadikan terasa indah dan mereka dihalangi dari jalan (yang benar). Siapa yang disesatkan Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk baginya.
Tafsir

(Maka apakah Tuhan yang menjaga) yakni mengawasi (setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya) yaitu berupa amal kebaikan dan keburukan, sama keadaan-Nya dengan berhala-berhala yang tidak demikian keadaannya; tentu saja tidak. Pengertian ini ditunjukkan oleh firman selanjutnya, yaitu (Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, "Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu.") kepada-Nya, siapakah berhala-berhala itu (atau) bahkan apakah (kalian hendak memberitakan kepada Allah) menceritakan kepada-Nya (mengenai apa) yakni sekutu (yang tidak diketahui)-Nya (di bumi) istifham atau kata tanya di sini mengandung pengertian ingkar; artinya jelas tidak ada sekutu itu, sebab jika sekutu itu ada niscaya Dia akan mengetahuinya, Maha Tinggi Allah dari semua sekutu (atau) bahkan mereka menamakannya sebagai sekutu-sekutu Allah (kalian mengatakan sekadar perkataan pada lahirnya) dengan sangkaan yang batil, lagi hal itu tidak ada kenyataannya pada batinnya. (Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan memandang baik tipu daya mereka) yang dimaksud ialah kekafiran mereka (dan dihalanginya dari jalan yang benar) yaitu hidayah. (Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tak ada seorang pun baginya yang akan memberi petunjuk).
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 33
Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, "Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu. Atau apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi atau kalian mengatakan (tentang hal) itu sekadar perkataan di lahir saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh setan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.
Firman Allah ﷻ: “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya.” (Ar-Ra'd: 33)
Allah Maha Memelihara, Maha Mengetahui lagi Maha Mengawasi setiap diri yang bernyawa. Dia mengetahui semua yang dilakukan oleh orang-orang yang beramal baik dan buruk, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lainnya:
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.” (Yunus: 61)
“Dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula).” (Al-An'am: 59)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezeki-nya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (Hud: 6)
“Sama saja (bagi Allah), siapa di antara kalian yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Ar-Ra'd: 10)”
“Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7)
“Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Al-Hadid: 4)
Maka apakah Tuhan yang memiliki sifat tersebut sama dengan berhala-berhala yang mereka sembah, padahal berhala-berhala itu tidak dapat mendengar, tidak dapat melihat, tidak berakal, dan tidak memiliki manfaat buat dirinya sendiri, tidak pula buat para penyembahnya; dan tidak dapat menghilangkan mudarat (bahaya) dari dirinya, tidak pula dari diri para pengabdinya? Jawabannya tidak disebutkan karena sudah cukup dimengerti dari konteksnya, yang diisyaratkan oleh firman Allah ﷻ:
“Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah.” (Ar-Ra'd: 33)
Yakni mereka menyembah sekutu-sekutu itu bersama Allah, yang mereka persekutukan bersama Allah itu berupa berhala-berhala, tandingan-tandingan, dan patung-patung.
“Katakanlah, ‘Sebutkanlah sifat-sifat mereka’." (Ar-Ra'd: 33)
Dengan kata lain, beritahukanlah kepada kami tentang mereka dan jelaskanlah kepada kami tentang mereka agar mereka dapat dikenal, karena sesungguhnya mereka tidak ada hakikatnya. Sebab itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Atau apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi.” (Ar-Ra'd: 33)
Sebagai jawabannya, tidak ada wujudnya; karena sesungguhnya jika sesuatu itu ada wujudnya di bumi, tentulah Allah mengetahuinya, sebab tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
“Atau kalian mengatakan (tentang hal itu) sekadar perkataan di lahirnya saja.” (Ar-Ra'd: 33)
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah pendapat yang berdasarkan pada dugaan saja.
Menurut Ad-Dahhak dan Qatadah, maksudnya perkataan yang batil (pendapat yang batil).
Dengan kata lain, sesungguhnya kalian menyembah berhala-berhala itu hanyalah berdasarkan dugaan dari kalian saja bahwa berhala-berhala itu dapat memberikan manfaat dan mudarat, lalu kalian menamakannya sebagai tuhan-tuhan.
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan-dugaan saja, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka.” (An-Najm: 23)
“Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh setan) memandang baik tipu daya mereka.” (Ar-Ra'd: 33)
Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan tipu daya adalah pendapat mereka, yakni kesesatan yang mereka jalani dan seruan mereka kepada kesesatan di malam dan siang hari. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dan Kami jadikan bagi mereka teman-teman yang membuat mereka memandang bagus.” (Fushshilat: 25), hingga akhir ayat.
“Dan dihalanginya dari jalan (yang benar).” (Ar-Ra'd: 33)
Bagi orang yang membacanya saddu, artinya 'bahwa setelah setan menghiasi kebatilan kepada mereka sehingga mereka memandangnya sebagai kebenaran, maka mereka menyeru kepadanya dan menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalan para rasul'. Dan bagi yang membacanya suddu, artinya 'mereka dihalangi dari jalan yang benar setelah setan menghiasi kebatilan mereka sehingga mereka memandangnya benar, karena itulah mereka tidak mau mengikuti jalan yang benar'.
Dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka baginya tak ada seorang pun yang bisa memberi petunjuk.” (Ar-Ra'd: 33)
Ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatan baginya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari Allah.” (Al-Maidah: 41). “Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai seorang penolong pun.” (An-Nahl: 37)
Azab yang Allah timpakan kepada orang kafir tidak bersifat semena-mena, melainkan berdasarkan hasil pengawasan yang akurat. Maka
apakah Tuhan yang menjaga, mengawasi, dan mencatat melalui para malaikat, setiap jiwa terhadap apa yang diperbuatnya sama dengan berhalaberhala yang orang kafir itu sembah' Mereka menjadikan sekutu-sekutu
bagi Allah dengan membuat dan menyembah berhala. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Hai orang kafir, sebutkanlah sifat-sifat mereka'
yakni berhala-berhala yang kamu sembah itu! Atau apakah kamu mengira dengan nada mengejek hendak memberitahukan kepada Allah apa
yang tidak diketahui-Nya di bumi'yaitu terkait berhala-berhala tersebut'atau kamu mengatakan tentang hal itu hanya sekadar perkataan
pada lahirnya saja tanpa ada substansinya sama sekali' Sebenarnya bagi
orang kafir ejekan dan tipu daya mereka itu dijadikan terasa indah oleh
setan, dan mereka dihalangi olehnya dari jalan yang benar. Dan barang
siapa disesatkan oleh Allah akibat kekufurannya sendiri, maka tidak ada
seorang pun yang dapat memberi petunjuk baginya menuju kebenaran. Mereka (orang kafir yang menyimpang dari jalan Allah) mendapat
siksaan dalam kehidupan dunia, seperti kekalahan dalam perang dan
kehinaan hidup, dan mereka juga akan mendapat azab di akhirat. Sungguh, azab di akhirat itu pasti lebih keras. Tidak ada seorang pun yang dapat melindungi dan menyelamatkan mereka dari azab Allah di dunia maupun akhirat.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ mencela kebodohan orang-orang kafir dan musyrik yang menyembah selain Allah, yaitu benda-benda yang mereka anggap sebagai Tuhan mereka, yang tidak dapat memberikan manfaat dan mudarat, tidak mengetahui apa-apa yang dikerjakan manusia, dan tidak pula dapat mengawasi serta memberikan pahala ataupun siksa kepada manusia berdasarkan amal dan perbuatannya. Allah mengatakan, "Apakah Allah yang mengawasi perbuatan mereka sama dengan apa-apa yang dipertuhankan mereka yang tidak mempunyai sifat-sifat seperti itu?"
Karena kaum musyrikin menjadikan beberapa sekutu bagi Allah swt, maka Allah memerintahkan rasul-Nya untuk mengatakan kepada mereka, "Sebutkanlah sifat-sifat yang dimiliki oleh apa yang kamu anggap sebagai tandingan atau sekutu Allah!" Semuanya sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat kesempurnaan seperti yang dimiliki Allah ﷻ Oleh sebab itu, tidaklah pantas untuk menjadi sekutu-Nya.
Ucapan dan tuntutan mereka kepada Nabi Muhammad seperti tersebut di atas juga memberikan kesan adanya anggapan mereka bahwa Allah seakan-akan tidak mengetahui apa yang terjadi di bumi ini. Oleh sebab itu, dalam ayat ini Allah ﷻ mempertanyakan kepada mereka, apakah mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan maksud untuk memberitahukan kepada Allah ﷻ tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di bumi yang mereka anggap tidak diketahui Allah? Padahal Allah mengetahui apa saja yang terjadi di alam ini.
Karena kaum musyrikin itu mempersekutukan Allah dengan yang lain, maka dalam ayat ini Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menanyakan kepada mereka, apakah mereka menyebut-nyebut "sekutu-sekutu" Allah hanya sekedar ucapan lahiriyah saja, dan tidak mempunyai hakikat kebenaran sama sekali? Kalau demikian halnya, maka ucapan mereka adalah omong kosong yang tidak mempunyai hakikat kebenaran sama sekali. Padahal Allah sama sekali tidak mempunyai sekutu. Dia Mahatinggi dan Maha Sempurna.
Pada akhir ayat ini, Allah ﷻ membuka tabir rahasia dari kesesatan orang-orang kafir dan musyrik, yaitu mereka telah terpukau oleh berbagai godaan setan yang menggambarkan kepada mereka bahwa tipu daya yang mereka lakukan itu adalah suatu kebaikan dan perbuatan yang terpuji. Oleh karena mereka telah menuruti rayuan setan tersebut, maka mereka telah dihalangi dan diselewengkan dari jalan Allah. Siapa yang telah menyimpang dari jalan Allah, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada orang-orang itu karena mereka telah menuruti kemauan setan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 27
“Dan berkata orang-orang yang tidak berkepercayaan: Alangkah baiknya kalau diturunkan kepadanya satu tanda dari Tuhannya."
Ayat ini kembali lagi kepada “orang yang buta" tadi. Mereka masih saja meminta, alangkah baiknya kalau Allah menurunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agak satu tanda saja. Permintaan ini disuruh bantah lagi oleh Allah:
“Katakanlah: “Sesungguhnya Allah akan menyesatkan barangsiapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada-Nya barangsiapa yang bertobat."
Nabi Muhammad ﷺ tidak boleh merasa bosan memberi keterangan kepada mereka bahwa satu tanda atau mukjizat yang mereka minta itu tidaklah penting. Yang sangat penting ialah jika mereka sendiri membuka mata dan hati untuk mfelihat bahwa tanda-tanda Allah itu sebenarnya sudah ada dalam alam ini, bukan satu tanda (ayatun) tetapi beribu-ribu tanda (aayaatun), yaitu sebagai berkali-kali diwahyukan guna memerhatikannya: matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, hujan turun, siang dan malam, tumbuh-tumbuhan dan binatang, sungai-sungai dan hutan, semuanya itu ayat adanya. Terutama diri manusia sendiri, yang dari tanah jadi nuthfah, jadi ‘alaqah dan jadi mudhghah, kemudian jadi orang, semuanya itu tanda. Tetapi yang dapat melihatnya ialah orang yang berakal. Sebab itu pergunakanlah akal."Sesungguhnya Ailah akan menyesatkan barangsiapa yang Dia kehendaki." Artinya, walaupun didatangkan mukjizat, yang sesat akan sesat juga. Dan walaupun tidak diadakan mukjizat, dan manusia hanya mempergunakan pikiran dan renungan melihat berapa banyaknya mukjizat yang telah tersedia di dalam alam ini, namun Allah pun akan memberikan petunjuk-Nya juga kepada orang-orang yang bertaubat. Orang yang bertaubat ialah orang yang dengan sadar (Yaqazhah) lalu kembali ke jalan Allah, maka Allah sendiri yang akan membimbingnya melalui jalan itu.
Ayat 28
Itulah “orang-orang yang beriman. Dan tenteram hati mereka lantaran ingat akan Allah. Ketahuilah dengan ingat kepada Allah-lah akan tenteram sekalian hati."
Dengan ayat ini kepada kita dijelaskan bahwa iman adalah menyebabkan senantiasa ingat kepada Allah, atau dzikir. Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Dan ingatan kepada Allah itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, pikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita. Ketenteraman hati adalah pokok kesehatan ruhari dan jasmani. Ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Orang lain kurang sekali dapat menolong orang yang meracun hatinya sendiri dengan kegelisahan. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit, dan tidak segera diobat dengan iman, yaitu iman yang menimbulkan dzikir dan dzikir yang menimbulkan thuma'ninah, maka celakalah yang akan menimpa. Hati yang telah sakit akan bertambah sakit. Dan puncak segala penyakit hati ialah kufur akan nikmat Allah.
Al-Qur'an telah membagi-bagi tingkat pengalaman nafsu kepada tiga, yaitu an-Nafsul Ammarah Bissu'. (surah Yuusuf ayat 53), yaitu nafsu yang selalu menyuruh dan mendorong supaya berbuat yang jahat, karena nafsu yang demikian yang dapat ditunggangi oleh setan, tetapi apabila telah terlanjut timbullah an-Nafsul Lawwamah. (surah al-Qiyaamah ayat 2), yaitu tekanan batin dan penyesalan karena telah terlanjur. Kelak, karena pengalaman-pengalaman diri, karena memperturutkan an-Nafsul Ammarah Bissu', yang menimbulkan sesal an-Nafsul Lawwamah, bagi orang yang mengambil pengalaman dari beberapa kegagalan, dapatlah dia mencapai an-Nafsul Muthmainnah (surah al-Fajr ayat 27), yaitu nafsu yang telah mencapai ketenteramannya, setelah menempuh berbagai pengalaman. Di sinilah perlunya iman dan dzikir, sehingga berpadulah kehendak hati sanubari yang bersih dengan dorongan nafsu, guna mencapai ridha Allah ﷻ dengan ketenteraman itu.
Ayat 29
“Orang-orang yang … dan beramal yang saleh-saleh. Bahagialah untuk mereka, dan sebaik-baik tempat kembali."
Hati yang telah tenteram menimbulkan sikap hidup yang tenang, dan ketenangan memelihara nur di dalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh iman. Tampak-tampak saja perbuatan baik yang akan diamalkan, ilham Allah selalu tertumpah dan hidup pun menjadi bahagia lantaran kekayaan terletak dalam hati. Kebahagiaan di dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak di akhirat, yaitu surga yang telah disediakan Allah sebagai tempat kembali yang terakhir.
Segala ayat-ayat yang telah terdahulu ini adalah pokok-pokok yang jadi pegangan Rasu-lullah ﷺ di dalam membimbing umatnya. Dan nabi-nabi yang dahulu-dahulu pun diberi pokok-pokok pegangan yang demikian pula.
Ayat 30
“Demikianlah, telah Kami utus engkau pada satu umat, yang telah terdahulu sebelumnya beberapa umat."
Umat Muhammad ﷺ ini hanyalah semata-mata sambungan dari umat-umat yang telah lalu, karena pada hakikatnya semuanya manusia itu adalah umat yang satu, (al-Baqarah ayat 213, al-Maa'idah ayat 51, an-Nahl ayat 93, Yuunus ayat 19, al~Anbiyaa' ayat 92, al-Mu'minuun ayat 52, dan lain-lain).
“Supaya engkau bacakan kepada mereka apa yang Kami wahyukan kepada engkau, sedangkan mereka tidak mau percaya kepada Tuhan Ar-Rahman." (Allah Yang Maha Pemurah). Tidaklah boleh engkau, wahai Utusan-Ku berhenti dari pekerjaan yang mulia ini, walaupun mereka tidak mau percaya. Engkau mesti bersikap tegas di dalam menjelaskan maksud seruanmu.
"Katakanlah: Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Kepada-Nyalah aku menyerah diri, dan kepada-Nya aku akan kembali."
Mereka mau mendengarkan ataupun mereka memekakkan telinga. Mereka mau percaya atau mau menolak, namun kewajibanmu, wahai Utusan-Ku, engkau jalankan terus! Dialah Tuhanku Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Apa pun sikap yang hendak kamu lakukan kepadaku, terserahlah kepadamu, namun aku tidak takut, sebab aku berserah diri kepada Allah. Hasil ataupun tidak hasil usahaku ini, aku pun tidak merasa bimbang. Sebab kelak aku pasti kembali kepada Tuhanku dan dapat aku berkata kepada Tuhanku, “Kewajibanku telah aku sampaikan!"