Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَوۡ
dan jika
أَنَّ
sekiranya
قُرۡءَانٗا
suatu bacaan
سُيِّرَتۡ
digoncangkan
بِهِ
dengannya
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
أَوۡ
atau
قُطِّعَتۡ
dipotong/terbelah
بِهِ
dengannya
ٱلۡأَرۡضُ
bumi
أَوۡ
atau
كُلِّمَ
dapat berbicara
بِهِ
dengannya
ٱلۡمَوۡتَىٰۗ
orang-orang yang mati
بَل
bahkan
لِّلَّهِ
kepunyaan Allah
ٱلۡأَمۡرُ
perkara/urusan
جَمِيعًاۗ
semuanya
أَفَلَمۡ
tidakkah
يَاْيۡـَٔسِ
mengetahui
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
(mereka)beriman
أَن
bahwa
لَّوۡ
seandainya
يَشَآءُ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَهَدَى
tentu Dia memberi petunjuk
ٱلنَّاسَ
manusia
جَمِيعٗاۗ
semuanya
وَلَا
dan tidaklah
يَزَالُ
senantiasa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
تُصِيبُهُم
menimpa mereka
بِمَا
dengan sebab
صَنَعُواْ
mereka perbuat
قَارِعَةٌ
bencana
أَوۡ
atau
تَحُلُّ
(ia)terjadi
قَرِيبٗا
dekat
مِّن
dari
دَارِهِمۡ
tempat kediaman mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَأۡتِيَ
datang
وَعۡدُ
janji
ٱللَّهِۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُخۡلِفُ
menyalahi
ٱلۡمِيعَادَ
janji
وَلَوۡ
dan jika
أَنَّ
sekiranya
قُرۡءَانٗا
suatu bacaan
سُيِّرَتۡ
digoncangkan
بِهِ
dengannya
ٱلۡجِبَالُ
gunung-gunung
أَوۡ
atau
قُطِّعَتۡ
dipotong/terbelah
بِهِ
dengannya
ٱلۡأَرۡضُ
bumi
أَوۡ
atau
كُلِّمَ
dapat berbicara
بِهِ
dengannya
ٱلۡمَوۡتَىٰۗ
orang-orang yang mati
بَل
bahkan
لِّلَّهِ
kepunyaan Allah
ٱلۡأَمۡرُ
perkara/urusan
جَمِيعًاۗ
semuanya
أَفَلَمۡ
tidakkah
يَاْيۡـَٔسِ
mengetahui
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
(mereka)beriman
أَن
bahwa
لَّوۡ
seandainya
يَشَآءُ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَهَدَى
tentu Dia memberi petunjuk
ٱلنَّاسَ
manusia
جَمِيعٗاۗ
semuanya
وَلَا
dan tidaklah
يَزَالُ
senantiasa
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
تُصِيبُهُم
menimpa mereka
بِمَا
dengan sebab
صَنَعُواْ
mereka perbuat
قَارِعَةٌ
bencana
أَوۡ
atau
تَحُلُّ
(ia)terjadi
قَرِيبٗا
dekat
مِّن
dari
دَارِهِمۡ
tempat kediaman mereka
حَتَّىٰ
sehingga
يَأۡتِيَ
datang
وَعۡدُ
janji
ٱللَّهِۚ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُخۡلِفُ
menyalahi
ٱلۡمِيعَادَ
janji
Terjemahan
Sekiranya ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dengannya gunung-gunung dapat digeserkan, bumi dibelah, atau orang mati dapat diajak bicara, (itulah Al-Qur’an). Sebenarnya segala urusan itu milik Allah. Tidakkah orang-orang yang beriman mengetahui bahwa sekiranya Allah menghendaki, tentu Allah telah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Orang-orang yang kufur senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi di dekat tempat kediaman mereka, sampai datang janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Tafsir
Ayat ini diturunkan ketika orang-orang kafir Mekah berkata kepada Nabi ﷺ, "Jika engkau ini benar-benar seorang nabi, maka lenyapkanlah gunung-gunung Mekah ini daripada kami, kemudian jadikanlah pada tempatnya sungai-sungai dan mata air-mata air supaya kami dapat bercocok tanam, dan bangkitkanlah nenek moyang kami yang telah mati menjadi hidup kembali, untuk berbicara kepada kami." (Dan sekiranya ada suatu bacaan yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat dipindahkan) artinya dapat dipindahkan dari tempatnya yang semula (atau dapat dibelah) dapat dipotong (karenanya bumi, atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara) seumpamanya mereka dapat dihidupkan kembali karenanya, niscaya mereka tetap tidak akan beriman juga. (Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah) bukan kepunyaan yang lain-Nya. Oleh sebab itu maka tiada beriman melainkan orang-orang yang telah dikehendaki oleh Allah untuk beriman, bukannya orang-orang selain mereka sekali pun didatangkan kepada mereka apa yang dipintanya itu. Sedangkan ayat selanjutnya ini diturunkan ketika para sahabat berkehendak untuk menampakkan apa yang mereka minta, karena para sahabat sangat menginginkan mereka mau beriman, yaitu firman-Nya: (Maka tidakkah mengetahui) mengerti (orang-orang yang beriman itu, bahwasanya) huruf an di sini adalah bentuk takhfif daripada anna (seandainya Allah menghendaki tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya) kepada keimanan tanpa melalui mukjizat lagi. (Dan orang-orang yang kafir senantiasa) yakni penduduk Mekah yang kafir (ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri) yakni oleh sebab kekafiran mereka itu (yaitu berupa malapetaka) yang menimpa mereka dengan berbagai macam cobaan, seperti dibunuh, ditawan, diperangi dan paceklik (atau bencana itu terjadi) hai Muhammad terhadap pasukanmu (dekat tempat kediaman mereka) yaitu kota Mekah (sehingga datanglah janji Allah) yaitu memberikan pertolongan-Nya untuk mengalahkan mereka. (Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji) hal ini telah terjadi di Hudaibiah sehingga tibalah saatnya penaklukan kota Mekah.
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentu Al-Qur'an itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah.
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. Allah ﷻ berfirman memuji Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan menyebutkan keutamaannya di atas semua kitab lain yang telah diturunkan-Nya sebelum itu. Maka disebutkanlah: Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan. (Ar-Ra'd: 31) Yakni seandainya di dalam kitab-kitab suci terdahulu terdapat suatu kitab yang dengannya gunung-gunung dapat dipindahkan dari tempatnya, atau bumi dapat terbelah dan terpisah karenanya, atau orang-orang yang telah mati dapat berbicara di dalam kuburnya, niscaya hanya Al-Qur'an sajalah yang pantas menyandang sifat tersebut, bukan kitab lainnya. Atau dengan cara yang lebih utama dapat dikatakan bahwa memang Al-Qur'an demikian keadaannya karena unsur i'jaz yang terkandung di dalamnya, sehingga seluruh manusia dan jin apabila bersatu untuk membuat satu surat yang semisal dengan surat Al-Qur'an, niscaya mereka tidak mampu membuatnya.
Tetapi sekalipun demikian, orang-orang musyrik itu kafir dan ingkar kepada Al-Qur'an. Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. (Ar-Ra'd: 31) Maksudnya, tempat kembali semua urusan itu hanyalah kepada Allah ﷻ semata, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya; barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya.
Terkadang kata Al-Qur'an ditujukan kepada setiap kitab suci terdahulu, karena ia berakar dari kata al-jam'u (himpunan). Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang pernah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami. Ia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Diringankan atas Nabi Daud bacaan kitabnya. Dan dia memerintahkan agar kendaraannya dipelanai, dan dia usai dari bacaan Al-Qur'annya sebelum pelana kendaraannya rampung.
Dan dia tidak pernah makan kecuali dari hasil tangannya (sendiri). Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid. Yang dimaksud dengan Al-Qur'an dalam hadis ini ialah kitab sucinya, yakni kitab Zabur. Firman Allah ﷻ: Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui. (Ar-Ra'd: 31) Yakni menyangkut keimanan semua makhluk. Dengan kata lain, tidakkah mereka mengetahui dan mengerti: bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. (Ar-Ra'd: 31) Karena sesungguhnya tiada suatu hujah pun, tiada pula suatu mukjizat pun yang lebih utama dan lebih fasih serta lebih besar pengaruhnya terhadap jiwa selain dari Al-Qur'an.
Seandainya Allah menurunkannya kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Di dalam sebuah hadis sahih di sebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada seorang nabi pun melainkan telah diberi (mukjizat) dari jenis yang dianut oleh manusia di masanya. Dan sesungguhnya apa yang diberikan kepadaku hanyalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadaku. Maka aku berharap semoga aku adalah salah seorang di antara mereka (para nabi) yang paling banyak pengikutnya. Dengan kata lain, mukjizat semua nabi hilang dengan meninggalnya nabi yang bersangkutan; sedangkan Al-Qur'an ini adalah hujah yang tetap lestari selamanya.
Keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis, tidak membosankan, sekalipun banyak diulang; dan para ulama tidak pernah merasa kenyang dari (menggali makna-makna)nya. Al-Qur'an adalah keputusan yang tegas dan bukan hal yang lemah; barang siapa di antara orang yang angkara murka meninggalkannya, pasti Allah akan membinasakannya; dan barang siapa yang mencari petunjuk kepada selain Al-Qur'an, Allah pasti menyesatkannya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hissan, dari Atiyyah Al-Aufi.
Umar ibnu Hissan mengatakan bahwa ia menanyakan kepada Atiyyah tentang makna ayat berikut: Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan. (Ar-Ra'd: 31), hingga akhir ayat. Atiyyah menjawab bahwa mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata kepada Nabi Muhammad, "Mengapa engkau tidak menyingkirkan gunung-gunung Mekah ini dari kami sehingga tanahnya menjadi luas, maka kami akan bercocok tanam padanya; atau engkau belahkan bumi bagi kami, sebagaimana Sulaiman membelah angin buat kaumnya; atau engkau hidupkan bagi kami orang-orang yang telah mati, sebagaimana Isa menghidupkan orang-orang mati bagi kaumnya?" Maka Allah menurunkan ayat ini.
Umar ibnu Hissan bertanya, "Apakah engkau pernah melihat hadis ini dari salah seorang sahabat Nabi ﷺ?" Atiyyah menjawab, "Ya, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ" Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Asy-Sya'bi, Qatadah, As-Sauri, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan latar belakang penurunan ayat ini. Qatadah mengatakan, "Seandainya hal tersebut dapat dilakukan dengan kitab suci selain kitab suci kalian, niscaya hal tersebut dapat dilakukan pula dengan Al-Qur'an kalian." Firman Allah ﷻ: Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. (Ar-Ra'd: 31) Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada sesuatu pun dari urusan-urusan itu yang terjadi melainkan berdasarkan apa yang dikehendaki oleh Allah yang pada awalnya tidak akan dilakukan.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Ishaq berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula. Sejumlah ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui. (Ar-Ra'd: 31) Yakni tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui. Ulama lainnya mengartikan 'tidakkah orang-orang yang beriman itu memahami dengan jelas'. bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. (Ar-Ra'd: 31) Lain pula dengan Abul Aliyah.
Dia mengartikan bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman telah berputus asa untuk dapat memberi petunjuk; dan sekiranya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada semua manusia. Firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka. (Ar-Ra'd: 31) Yaitu disebabkan pendustaan mereka, malapetaka, dan musibah terus menerus menimpa mereka di dunia ini atau menimpa daerah-daerah yang ada di dekat mereka, agar mereka mengambil pelajaran (Jarinya.
Makna ayat ini sama dengan ayat lainnya, yaitu: Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah datangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). (Al-Ahqaf: 27) Maka apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang? (Al-Anbiya: 44) Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka. (Ar-Ra'd: 31) Maksudnya, malapetaka atau bencana. Pengertian inilah yang tersiratkan dari makna lahiriah konteks ayat.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, dari Qatadah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 31) Yang dimaksud dengan Qari'ah ialah sariyyah (pasukan dari musuh). atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka. (Ar-Ra'd: 31) sehingga datanglah janji Allah. (Ar-Ra'd: 31) Yang dimaksud dengan janji Allah ialah penaklukan kota Mekah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Mujahid dalam suatu riwayatnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka ditimpa oleh bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 31) Yaitu azab dari langit yang diturunkan kepada mereka. atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka. (Ar-Ra'd: 31) Yakni dengan turunnya Rasulullah ﷺ di dekat mereka dan mereka diperangi oleh Rasulullah ﷺ Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah. Ikrimah telah mengatakan dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna Qari'ah, bahwa yang dimaksud ialah bencana, mereka (ulama tafsir) semuanya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sehingga datanglah janji Allah. (Ar-Ra'd: 31) Yakni penaklukan kota Mekah. Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud adalah hari kiamat.
Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji. (Ar-Ra'd: 31) Artinya, Allah tidak akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya, bahwa Dia akan menolong mereka dan pengikut-pengikut mereka di dunia dan akhirat nanti. Karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi mempunyai pembalasan siksa. (Ibrahim: 47)"
Dan peringatkanlah orang kafir bahwa sekiranya ada suatu bacaan
dalam bentuk kitab suci yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
digoncangkan dari tempatnya semula, atau bumi jadi terbelah dan
mengalirkan sungai-sungai, atau orang yang sudah mati kembali hidup
dan dapat berbicara'sekiranya Allah menghendaki'maka bacaan itu
adalah Al-Qur'an, bukti kerasulan Nabi Muhammad. Sebenarnya segala
urusan itu adalah milik Allah dan atas kehendak serta kewenangan-Nya.
Maka tidakkah orang-orang yang beriman mengetahui bahwa sekiranya
Allah menghendaki, tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya sehingga semua beriman tanpa kecuali. Dan orang-orang kafir yang
mengingkari Al-Qur'an senantiasa ditimpa bencana, seperti kekalahan
melawan kaum mukmin, disebabkan perbuatan buruk mereka sendiri, atau
bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sampai akhirnya datang
janji Allah berupa kemenangan kaum mukmin dalam penaklukan kota
Mekah. Sungguh, Allah tidak akan pernah menyalahi janji. Dan ingatlah, wahai Nabi Muhammad, bahwa apabila kaummu
yang kafir menghina dan memperolok dakwahmu, sesungguhnya beberapa rasul sebelum engkau telah pula diperolok-olokkan oleh kaum mereka
yang ingkar. Karena perbuatan buruk itu, maka Aku beri tenggang waktu
be-berapa lama kepada orang-orang kafir itu untuk bersenang-senang dalam kedurhakaan mereka, kemudian setelah waktu yang telah Aku
tetapkan tiba, Aku binasakan mereka dengan siksa yang sangat pedih.
Maka alangkah hebatnya siksaan-Ku yang Aku timpakan itu!.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan kebesaran Al-Qur'an sebagai mukjizat Nabi Muhammad ﷺ Namun sebelumnya, ayat ini menjelaskan bahwa walaupun ada satu bacaan atau Kitab Suci yang dapat menyebabkan gunung-gunung dapat berjalan, bumi dapat terbelah, atau orang-orang yang telah mati dapat hidup kembali dan berbicara, tetap akan ada orang-orang yang tidak beriman.
Maksud pernyataan di atas adalah bahwa Allah telah memberikan mukjizat kepada Nabi Musa, seperti gunung Tur dapat berjalan, dan batu dapat mengeluarkan mata air setelah dipukul dengan tongkatnya. Allah ﷻ juga telah memberikan mukjizat kepada Nabi Isa, sehingga ia dapat menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Kepada Nabi Muhammad, Allah telah memberikan mukjizat terbesar yaitu Al-Qur'an, mukjizat yang bersifat abadi dan tetap dapat dilihat sampai sekarang. Al-Qur'an mengandung bukti-bukti yang menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah dan keindahan ciptaan-Nya. Selain itu, Al-Qur'an membawa hikmah-hikmah, hukum-hukum, dan peraturan-peraturan yang diperlukan manusia untuk mengatur kehidupan dalam berbagai bidang baik ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya, yang menjamin kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat jika mereka mau memahami dan mengamalkannya. Dengan demikian, mereka akan tampil menjadi bangsa dan umat yang terbaik di bumi ini.
Menurut ath-thabrani dari Ibnu Abbas bahwa ada sekelompok kaum musyrikin Mekah, antara lain Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah, mengadakan pertemuan di belakang Kabah, dan mengutus seseorang untuk memanggil Rasulullah ﷺ Beliau lalu datang ke tempat mereka, dan Abdullah bin Abi Umayyah mengatakan kepadanya bahwa mereka akan bersedia menjadi pengikutnya apabila beliau dapat membuktikan ke-mukjizatan Al-Qur'an untuk memindahkan gunung-gunung yang berada di sekitar Mekah, sehingga tempat tersebut menjadi lapang dan bisa dijadikan sebagai lahan pertanian. Jika hal tersebut dapat dilakukan Rasulullah, barulah mereka percaya bahwa ia benar-benar nabi dan rasul. Mereka juga meminta kepada Rasulullah agar dapat menguasai angin dan menjadikannya sebagai kendaraan pulang pergi dari Mekah ke negeri Syam. Menurut mereka, ini akan membuktikan bahwa Muhammad betul-betul nabi dan rasul Allah seperti Nabi Sulaiman yang mampu menggunakan angin sebagai kendaraan. Selain itu, mereka juga meminta agar Muhammad ﷺ menghidupkan kembali nenek moyangnya yang telah lama meninggal dunia, seperti Qushai bin Kilab atau siapa saja yang mereka inginkan di antara nenek moyang mereka yang sudah mati. Mereka akan menanyakan kepada orang yang dihidupkan itu apakah dakwah yang disampaikan Muhammad ﷺ benar atau tidak. Menurut mereka, hal ini adalah untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar-benar nabi dan rasul Allah sebagaimana halnya Nabi Isa as yang dengan mukjizatnya dapat menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati.
Allah ﷻ lalu menurunkan ayat di atas untuk menegaskan bahwa seandainya Allah mengabulkan apa-apa yang mereka minta itu menjadi bagian dari kemukjizatan Al-Qur'an, pasti hal itu dapat terjadi, karena semuanya berada di bawah kekuasaan-Nya. Akan tetapi, seandainya hal tersebut benar-benar dikabulkan, mereka tetap tidak akan beriman kepada Allah, Nabi Muhammad, dan Al-Qur'an yang merupakan mukjizatnya.
Nabi Muhammad sangat ingin agar mereka itu beriman, namun mereka itu tidak juga beriman, bahkan mengajukan permintaan yang beraneka ragam. Oleh karena itu dalam ayat ini, Allah ﷻ memberikan hiburan kepadanya dengan menegaskan bahwa ia dan orang-orang mukmin harus betul-betul memahami bahwa jika Allah menghendaki semua manusia beriman, pastilah Allah memberi petunjuk kepada mereka semuanya. Selain itu, orang-orang mukmin harus meyakini pula bahwa orang-orang kafir itu senantiasa akan ditimpa bencana dan kemurkaan Allah karena kekafiran dan perbuatan buruk mereka. Bencana itu bisa terjadi di dekat tempat kediaman mereka, sehingga akhirnya datanglah apa yang dijanjikan Allah, yaitu kehancuran mereka sendiri.
Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa janji Allah untuk menolong kaum Muslimin dan membinasakan orang-orang kafir pasti akan terjadi, karena Allah tidak akan menyalahi janji-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 27
“Dan berkata orang-orang yang tidak berkepercayaan: Alangkah baiknya kalau diturunkan kepadanya satu tanda dari Tuhannya."
Ayat ini kembali lagi kepada “orang yang buta" tadi. Mereka masih saja meminta, alangkah baiknya kalau Allah menurunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ agak satu tanda saja. Permintaan ini disuruh bantah lagi oleh Allah:
“Katakanlah: “Sesungguhnya Allah akan menyesatkan barangsiapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada-Nya barangsiapa yang bertobat."
Nabi Muhammad ﷺ tidak boleh merasa bosan memberi keterangan kepada mereka bahwa satu tanda atau mukjizat yang mereka minta itu tidaklah penting. Yang sangat penting ialah jika mereka sendiri membuka mata dan hati untuk mfelihat bahwa tanda-tanda Allah itu sebenarnya sudah ada dalam alam ini, bukan satu tanda (ayatun) tetapi beribu-ribu tanda (aayaatun), yaitu sebagai berkali-kali diwahyukan guna memerhatikannya: matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, hujan turun, siang dan malam, tumbuh-tumbuhan dan binatang, sungai-sungai dan hutan, semuanya itu ayat adanya. Terutama diri manusia sendiri, yang dari tanah jadi nuthfah, jadi ‘alaqah dan jadi mudhghah, kemudian jadi orang, semuanya itu tanda. Tetapi yang dapat melihatnya ialah orang yang berakal. Sebab itu pergunakanlah akal."Sesungguhnya Ailah akan menyesatkan barangsiapa yang Dia kehendaki." Artinya, walaupun didatangkan mukjizat, yang sesat akan sesat juga. Dan walaupun tidak diadakan mukjizat, dan manusia hanya mempergunakan pikiran dan renungan melihat berapa banyaknya mukjizat yang telah tersedia di dalam alam ini, namun Allah pun akan memberikan petunjuk-Nya juga kepada orang-orang yang bertaubat. Orang yang bertaubat ialah orang yang dengan sadar (Yaqazhah) lalu kembali ke jalan Allah, maka Allah sendiri yang akan membimbingnya melalui jalan itu.
Ayat 28
Itulah “orang-orang yang beriman. Dan tenteram hati mereka lantaran ingat akan Allah. Ketahuilah dengan ingat kepada Allah-lah akan tenteram sekalian hati."
Dengan ayat ini kepada kita dijelaskan bahwa iman adalah menyebabkan senantiasa ingat kepada Allah, atau dzikir. Iman menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Dan ingatan kepada Allah itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, pikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita. Ketenteraman hati adalah pokok kesehatan ruhari dan jasmani. Ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Orang lain kurang sekali dapat menolong orang yang meracun hatinya sendiri dengan kegelisahan. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit, dan tidak segera diobat dengan iman, yaitu iman yang menimbulkan dzikir dan dzikir yang menimbulkan thuma'ninah, maka celakalah yang akan menimpa. Hati yang telah sakit akan bertambah sakit. Dan puncak segala penyakit hati ialah kufur akan nikmat Allah.
Al-Qur'an telah membagi-bagi tingkat pengalaman nafsu kepada tiga, yaitu an-Nafsul Ammarah Bissu'. (surah Yuusuf ayat 53), yaitu nafsu yang selalu menyuruh dan mendorong supaya berbuat yang jahat, karena nafsu yang demikian yang dapat ditunggangi oleh setan, tetapi apabila telah terlanjut timbullah an-Nafsul Lawwamah. (surah al-Qiyaamah ayat 2), yaitu tekanan batin dan penyesalan karena telah terlanjur. Kelak, karena pengalaman-pengalaman diri, karena memperturutkan an-Nafsul Ammarah Bissu', yang menimbulkan sesal an-Nafsul Lawwamah, bagi orang yang mengambil pengalaman dari beberapa kegagalan, dapatlah dia mencapai an-Nafsul Muthmainnah (surah al-Fajr ayat 27), yaitu nafsu yang telah mencapai ketenteramannya, setelah menempuh berbagai pengalaman. Di sinilah perlunya iman dan dzikir, sehingga berpadulah kehendak hati sanubari yang bersih dengan dorongan nafsu, guna mencapai ridha Allah ﷻ dengan ketenteraman itu.
Ayat 29
“Orang-orang yang … dan beramal yang saleh-saleh. Bahagialah untuk mereka, dan sebaik-baik tempat kembali."
Hati yang telah tenteram menimbulkan sikap hidup yang tenang, dan ketenangan memelihara nur di dalam jiwa yang telah dibangkitkan oleh iman. Tampak-tampak saja perbuatan baik yang akan diamalkan, ilham Allah selalu tertumpah dan hidup pun menjadi bahagia lantaran kekayaan terletak dalam hati. Kebahagiaan di dunia itu pun menentukan tempat bahagia pula kelak di akhirat, yaitu surga yang telah disediakan Allah sebagai tempat kembali yang terakhir.
Segala ayat-ayat yang telah terdahulu ini adalah pokok-pokok yang jadi pegangan Rasu-lullah ﷺ di dalam membimbing umatnya. Dan nabi-nabi yang dahulu-dahulu pun diberi pokok-pokok pegangan yang demikian pula.
Ayat 30
“Demikianlah, telah Kami utus engkau pada satu umat, yang telah terdahulu sebelumnya beberapa umat."
Umat Muhammad ﷺ ini hanyalah semata-mata sambungan dari umat-umat yang telah lalu, karena pada hakikatnya semuanya manusia itu adalah umat yang satu, (al-Baqarah ayat 213, al-Maa'idah ayat 51, an-Nahl ayat 93, Yuunus ayat 19, al~Anbiyaa' ayat 92, al-Mu'minuun ayat 52, dan lain-lain).
“Supaya engkau bacakan kepada mereka apa yang Kami wahyukan kepada engkau, sedangkan mereka tidak mau percaya kepada Tuhan Ar-Rahman." (Allah Yang Maha Pemurah). Tidaklah boleh engkau, wahai Utusan-Ku berhenti dari pekerjaan yang mulia ini, walaupun mereka tidak mau percaya. Engkau mesti bersikap tegas di dalam menjelaskan maksud seruanmu.
"Katakanlah: Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Kepada-Nyalah aku menyerah diri, dan kepada-Nya aku akan kembali."
Mereka mau mendengarkan ataupun mereka memekakkan telinga. Mereka mau percaya atau mau menolak, namun kewajibanmu, wahai Utusan-Ku, engkau jalankan terus! Dialah Tuhanku Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Dia. Apa pun sikap yang hendak kamu lakukan kepadaku, terserahlah kepadamu, namun aku tidak takut, sebab aku berserah diri kepada Allah. Hasil ataupun tidak hasil usahaku ini, aku pun tidak merasa bimbang. Sebab kelak aku pasti kembali kepada Tuhanku dan dapat aku berkata kepada Tuhanku, “Kewajibanku telah aku sampaikan!"