Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يَنقُضُونَ
(mereka)merusak
عَهۡدَ
janji
ٱللَّهِ
Allah
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مِيثَٰقِهِۦ
diikrarkan dengan teguh
وَيَقۡطَعُونَ
dan mereka memutuskan
مَآ
apa
أَمَرَ
yang diperintahkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهِۦٓ
dengannya
أَن
supaya
يُوصَلَ
dihubungkan
وَيُفۡسِدُونَ
dan mereka membuat kerusakan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمُ
bagi mereka
ٱللَّعۡنَةُ
kutukan
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
سُوٓءُ
seburuk-buruk
ٱلدَّارِ
tempat/kediaman
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
يَنقُضُونَ
(mereka)merusak
عَهۡدَ
janji
ٱللَّهِ
Allah
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مِيثَٰقِهِۦ
diikrarkan dengan teguh
وَيَقۡطَعُونَ
dan mereka memutuskan
مَآ
apa
أَمَرَ
yang diperintahkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهِۦٓ
dengannya
أَن
supaya
يُوصَلَ
dihubungkan
وَيُفۡسِدُونَ
dan mereka membuat kerusakan
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمُ
bagi mereka
ٱللَّعۡنَةُ
kutukan
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
سُوٓءُ
seburuk-buruk
ٱلدَّارِ
tempat/kediaman
Terjemahan
Orang-orang yang melanggar perjanjian (dengan) Allah setelah diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan (seperti silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itulah orang-orang yang mendapat laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).
Tafsir
(Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi) dengan melakukan kekafiran dan perbuatan-perbuatan maksiat (orang-orang itulah yang memperoleh kutukan) yaitu dijauhkan dari rahmat Allah (dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk) akibat yang buruk di kampung akhirat nanti, yaitu ditempatkan di neraka Jahanam.
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). Demikianlah keadaan orang-orang yang celaka dan sifat-sifat mereka. Disebutkan pula apa yang mereka peroleh di hari akhirat dan tempat kembali mereka yang membeda dengan apa yang dialami oleh orang-orang mukmin.
Sebagaimana mereka pun memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan orang-orang mukmin ketika di dunianya. Orang-orang mukmin mempunyai ciri khas selalu menunaikanjanji Allah dan menghubungkan apa yang diperintahkan oleh Allah agar "mereka menghubungkannya, sedangkan orang-orang celaka adalah: Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. (Ar-Ra'd: 25) Di dalam sebuah hadis disebutkan: Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila bicara, berdusta; apabila berjanji, ingkar: dan apabila dipercaya, khianat.
Menurut riwayat lainnya: ". Dan apabila berjanji, melanggarnya; dan apabila bersengketa, curang. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan: orang-orang itulah yang memperoleh kutukan. (Ar-Ra'd: 25) Yang dimaksud dengan kutukan atau laknat ialah dijauhkan dari rahmat Allah. dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Ar-Ra'd: 25) Yakni akibat dan tempat kembali yang sangat buruk, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (Ar-Ra'd: 18) Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orangyang merusak janji Allah. (Ar-Ra'd: 25), hingga akhir ayat.
Bahwa ada enam macam pertanda yang ada dalam diri orang-orang munafik. Apabila mereka mendapat angin di kalangan masyarakat, maka mereka menampakkan ciri-ciri khas ini, yaitu: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; apabila dipercaya, khianat; mereka merusak janji Allah sesudah diikrarkan dengan teguh, memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan gemar menimbulkan kerusakan di bumi.
Apabila
mereka dikalahkan, maka yang tampak dari mereka adalah tiga ciri khas, yaitu: Apabila berkata, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat."
Dan sebagai kebalikan dari mereka yang menerima kebenaran adalah orang-orang yang menolak kebenaran dengan melanggar dan membatalkan janji dengan sesama manusia yang dikukuhkan dengan nama
Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah
agar disambungkan, seperti hubungan kekerabatan, dan berbuat kerusakan di bumi dengan bermaksiat; mereka itu memperoleh kutukan sehingga
jauh dari rahmat Allah, dan tempat kediaman yang buruk'neraka Jahanam. Allah yang Maha Pemurah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dan membatasi rezeki siapa yang Dia kehendaki dari hambahamba-Nya. Mereka yang ingkar bergembira ria dengan kebahagian hidup yang mereka peroleh di kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia
hanyalah kesenangan yang berlangsung begitu singkat dibanding kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Ada beberapa perjanjian antara Allah dan manusia, di antaranya adalah manusia wajib mengakui kemahaesaan Allah serta kodrat dan iradat-Nya, beriman kepada para nabi-Nya dan wahyu yang diturunkan-Nya, dan sebagainya. Allah ﷻ telah memberikan bukti-bukti dan dalil-dalil yang nyata atas semua itu. Akan tetapi, pada kenyataannya ada di antara manusia yang telah merusak perjanjian tersebut, dalam arti:
a. Mereka tidak memperhatikan janji-janji tersebut, sehingga mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban yang merupakan akibat yang timbul dari perjanjian itu. Misalnya, bila mereka benar-benar berpegang teguh kepada tauhid, mereka tentunya tidak akan beribadah kepada selain Allah. Allah memberikan bukti-bukti yang nyata tentang kemahaesaan-Nya. Akan tetapi, mereka tidak memperhatikan sehingga mereka tetap menentang landasan tauhid tersebut. Mereka senantiasa menganut kepercayaan syirik, mempercayai dan menyembah selain Allah.
b. Pada mulanya mereka memperhatikan janji-janji yang telah mereka ikrarkan dan dalil-dalil yang telah diberikan. Mereka telah mengakui dan meyakini kebenarannya, tetapi kemudian mereka menyangkal kebenaran itu, dan tidak lagi bersedia mengamalkannya.
Orang yang suka memungkiri dan menyalahi janji yang telah diikrarkan dinamakan "munafik". Dalam hubungan ini Rasulullah ﷺ telah bersabda:
Abi Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Tanda-tanda orang munafik ada tiga macam: apabila ia berkata, ia selalu bohong, apabila ia berjanji selalu ingkar, dan apabila ia dipercayai berkhianat." (Riwayat Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasai)
Dalam menafsirkan ayat 25 ini, Abu al-Aliyah, seorang mufasir, me-nyebutkan bahwa ada enam macam sifat orang-orang munafik yang mereka tampakkan jika mereka merasa memiliki posisi yang kuat dalam satu masyarakat, yaitu:
1. Apabila berbicara, mereka berbohong.
2. Apabila berjanji, mereka ingkar.
3. Apabila diberi kepercayaan, mereka berkhianat.
4. Suka mengingkari janji Allah yang telah mereka ikrarkan sebelumnya.
5. Suka memutuskan silaturrahim yang diperintahkan Allah untuk di-hubungkan dan dipelihara seperti hubungan dengan para Nabi-Nya yang telah datang membawa kebenaran. Mereka hanya beriman kepada sebagian dari para nabi tersebut, dan kafir terhadap sebagian yang lainnya.
Mereka juga memutuskan silaturrahim antara sesama manusia terutama dengan orang-orang mukmin, tetapi mereka tetap menjaga hubungan dan memberikan bantuan kepada orang-orang kafir. Di antara contohnya adalah mereka menghalang-halangi setiap usaha yang menuju kepada pembinaan kehidupan yang harmonis dan penuh kasih sayang. Mereka tidak sudi melihat terwujudnya persatuan dan kesatuan antara orang-orang mukmin, seperti yang dianjurkan Rasulullah:
Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain haruslah seperti suatu bangunan, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain. (Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi dari Abu Musa al-Asyari)
Dan Sabda Rasulullah saw:
Orang-orang mukmin itu adalah seperti satu tubuh, apabila salah satu anggotanya menderita sakit, maka anggota-anggota yang lain pun rela pula menderita karena tidak tidur dan merasa demam karenanya. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari an-Numan bin Basyir)
Oleh sebab itu, umat Islam haruslah hati-hati dalam menjaga kesatuan dan persatuan antara mereka, jangan dimasuki hasutan dan usaha-usaha kaum munafik untuk memecah belah persatuan itu.
c. Mereka suka berbuat kerusakan di bumi, baik berupa kezaliman yang mereka lakukan terhadap diri sendiri maupun kezaliman yang mereka lakukan terhadap hak milik orang lain dengan jalan yang tidak sah, ataupun dengan menimbulkan fitnah dan bencana dalam masyarakat Muslimin, dan mengobarkan permusuhan dan peperangan terhadap mereka.
Pada akhir ayat ini, Allah menetapkan hukuman yang layak untuk ditimpakan kepada orang munafik mengingat jahatnya kelakuan dan perbuatan-perbuatan mereka. Hukuman tersebut ialah berupa laknat Allah, yaitu menjauhkan mereka dari rahmat-Nya, sehingga mereka tersingkir dari kebaikan dunia dan akhirat. Mereka akan menemui kesudahan yang sangat buruk, yaitu azab neraka Jahanam, sebagai balasan dari kejahatan dan dosa-dosa yang telah mereka perbuat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 19
“Apakah orang-orang yang mengetahui hanyasaja yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau itu adalah kebenaran, akan sama seperti orang yang dianya buta? Yang memikirkan hal itu hanyalah orang-orang yang pikirannya berisi."
Dengan diantarkan oleh beberapa ayat yang menarik buat berpikir, sampailah pada ayat ini. Yang diterangkan bahwa yang mengerti apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ itu adalah kebenaran sejati, hanyalah UluI Albaab, orang yang mempunyai isi. Albaab kata jamak dari lubb, dan lubb, artinya isi, inti atau teras. Sebagai lawannya ialah orang yang kepalanya kosong, otaknya tidak berisi. Orang-orang yang kepala kosong dari inti pikiran itu sama juga dengan buta. Sebab jiwanyalah yang buta. Apa pun misal yang dikemukakan kepada mereka, tidaklah mereka akan dapat menangkap. Orang-orang yang “berisi", itulah yang mengerti akan kebenaran. Itulah yang akan menyambut seruan Rasul.
Di dalam ayat 14 di atas sudah diterangkan tentang seruan kepada kebenaran. Dan kebenaran yang sejati itu ialah tauhid. (Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib). Ialah Kalimat La Ilaha (Kata Sayyidina Abbas). Maka buat sampai kepada hakikat tauhid itu lain tidak ialah orang yang mempunyai inti pengertian melihat alam yang ada di kelilingnya. Karena mata yang lahir ini hanya alat saja untukmenembus dan melihat apa yang dapat ditangkap oleh akal dan pikiran. Sebab itu orang yang buta mata batinnya, orang yang jiwanya tidaklah melihat hakikat kebenaran itu. Itu sebabnya maka mereka menyembah kepada yang lain, selain Allah.
Kemudian disebutlah keutamaan dari orang-orang yang berisi dan berakal budi itu selanjutnya,
Jadi berakal budi itu selanjutnya, yaitu ayat,
Ayat 20
“Orang-orang yang meneguhi perjanjian dengan Allah, dan tidak merusak ikatan janji"
Adapun janji yang tertua di antara kita dengan Allah, ialah sebagaimana yang tersebut dalam surah al-A'raaf ayat 172, selagi kita seluruhnya masih dalam sulbi Nabi Adam, lalu dikeluarkan kita dari tulang-tulang punggung, dan kita ditanyai oleh Allah, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Maka menjawablah semuanya, “Memang, Engkaulah ya Allah, Tuhan kami!" Maka segala janji kita yang lain, janji mengikut perintah, janji menghentikan larangan, dan janji melaksanakan ibadah, pendeknya semua janji, berpusatlah kepada janji yang pertama itu, jauh sebelum kita diciptakan dengan hidup yang nyata ini. Maka orang yang pikirannya berisi, akalnya mempunyai teras yang hidup, selalu dia ingat akan janji itu, ingat dengan tidak disadari, tidak diselaputi janjinya oleh hawa nafsunya, sehingga bila didengarnya saja seruan Rasul, mengertilah dia akan kebenarannya dan taat patuhlah dia mengikutinya seakan-akan telah pernah didengarnya, tetapi dia tidak ingat entah di mana. Dan tidaklah sekali-kali janji yang telah diikat dengan Allah itu dimungkirinya. Itulah pokok yang pertama dari orang yang pikirannya berisi itu.
Kemudian itu dipenuhinyalah segala janjinya dengan sesamanya manusia; bukan sebagai orang munafik yang apabila berjanji mungkir, apabila bercakap bohong. Dan ingatlah bahwasanya segala jurusan dari masyarakat kita manusia ini adalah paduan janji belaka, sampai kepada jual beli, sampai kepada akad nikah. Malahan akad nikah, yang menyebabkan kesetiaan suami istri adalah dimulai dengan ijab kabul, janji si mempelai akan menerima dan menampung istrinya yang diserahkan tanggung jawabnya oleh mertuanya kepadanya. Sampai kepada janji yang bisa diikat dengan sumpah oleh pejabat-pejabat ketika dia diserahi tanggung jawab.
Ayat 21
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah dengan dia supaya dihubungkan."
Adapun yang sangat diperintahkan Allah supaya dihubungkan ialah silaturahim dengan sesama manusia, budi pekerti yang mulia, tolong-menolong, kasih mengasihi, sehingga di samping pertalian dengan Allah, bertali pula jiwanya dengan sesama manusia. Maka orang yang suka memutuskan silaturahim, mengganti kasih sayang dengan kebencian, adalah termasuk orang yang pikirannya tidak berisi atau buta tadi.
“Dan yang takut mereka kepada Tuhan mereka, dan yang gentar akan kengerian Hari Perhitungan."
Ayat ini memperlihatkan bahwa di antara kasih kepada sesama manusia dan takut kepada Allah, dan ingat akan balasan Hari Perhitungan; Hari Kiamat, ketiga unsur itu membentuk pribadi seorang Muslim. Lantaran takutnya kepada Allah maka dia menghubungkan silaturahim dengan sesama manusia, sebab sesama manusia itu sama-sama makhluk Allah dengan dia, dan perlu memerlukan di antara satu dengan yang lain. Bukanlah semata-mata karena dia mengharapkan keuntungan benda bagi diri sendiri makanya dia berbuat baik kepada sesama manusia, karena yang demikian bisa menimbulkan sikap yang palsu, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari perhitungan kelak. Sehingga jika pun dia berbuat baik kepada sesama manusia, dan tidak sanggup orang itu membalas baik, dia mengharap Allah yang akan membalasnya kelak.
Tingkat yang ketiga,
Ayat 22
“Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan wajah Tuhan mereka."
Sabar, adalah syarat mutlak dari kejayaan. Danyangsanggup berlaku sabar hanyalah orang-orang yang mempunyai isi pikiran juga. Sebab, baik di dalam berbuat bakti kepada Allah, ataupun di dalam berbuat kebaikan kepada sesama manusia, tidaklah sunyi dari penderitaan. Kadang-kadang apa yang dimohonkan kepada Allah belum lekas dikabulkan-Nya, karena perhitungan Allah lebih sempurna daripada perhitungan manusia. Kadang-kadang pun kita berbuat baik kepada sesama manusia, dibalasnya dengan jahat. Keduanya memerlukan kesabaran, karena dalam segala amal perbuatan, yang kita harapkan hanyalah wajah Allah, artinya ridha Allah. Orang yang tidak sabar, belumlah mempunyai pikiran berisi."Dan mereka mendirikan shalat." Sebab dengan shalat mereka selalu ada hubungan dengan Allah, yang tidak pernah putus, yang diwajibkan sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam."Dan mereka menafkahkan sebagian dari yang Kami karuniakan kepada mereka." Akibat dari shalat, ialah murah hati dan hilangnya bakhil. Sebab shalat dimulai dengan ucapan, “Allahu Akbar" kepada Allah dan disudahi dengan “Assalamu'alaikum wa rahmatullah" kepada sesama manusia. Dan dia menafkahkan harta itu “dengan rahasia dan dengan terang." Kadang-kadang dengan rahasia, misalnya karena menenggang perasaan orang yang dibantu, agar kehormatan dirinya jangan tersinggung, karena ada juga manusia bersedia mati kelaparan daripada rahasia kemiskinannya diketahui oleh orang lain. Dan kadang-kadang dinafkahkannya hartanya dengan terang-terang, diketahui orang banyak, misalnya untuk suatu amal bagi kesejahteraan masyarakat, seumpama membangun masjid, mendirikan sekolah, membangun usaha-usaha yang besar dari kemaslahatan umum, semua dikerjakannya dengan terang, bergelanggang di mata orang banyak bukan karena ingin mendapat puji-pujian, melainkan supaya perbuatannya itu dicontoh dan dituruti pula oleh orang lain, berlomba berbuat baik."Dan dengan cara yang baik mereka menolak kejahatan." Suatu perbuatan yang membuktikan mutu iman yang amat tinggi, bukanlah membalas jahat dengan jahat, melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya dia menangkis kejahatan yang ditimpakan orang atas dirinya, atau suatu kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang banyak, dia sanggup membendungnya dengan cara yang baik.
Membalas sikap buruk lawan dengan balasan budi yang baik adalah budi yang paling tinggi. Sebagaimana tersebut pula dalam surah Fushshilat (Haamim Sajdah) ayat 34, kita disuruh meladeni lawan dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga lantaran baiknya cara kita menghadapi itu, dapat hendaknya orang yang tadinya musuh atau bersikap memusuhi kita, berganti dengan seorang teman yang se-karib-karibnya. Dan pada lanjutan ayat 35 dikatakan pula bahwasanya yang dapat mencapai yang demikian itu orang yang sabar dan mempunyai kemauan atau jiwa yang besar.
Bagaimana teknik melakukannya, terserahlah kepada kebijaksanaan orang yang bersangkutan, sebab ayat ini adalah menunjukkan sifat-sifat yang mulia dari orang yang akalnya mempunyai teras dan inti.
“Mereka itu, bagi mereka adalah batasan yang baik (di Akhirat)"
Balasan yang baik di akhirat,
“Surga-surga yang kekal (surga ‘Adn) yang mereka akan masuk ke dalamnya bersama-
Ayat 23
sama yang baik dari bapak-bapak mereka."
Bapak-bapak mereka, nenek moyang mereka yang banyak di antara mereka tidak berjumpa lagi dengan mereka di dunia ini, akan berjumpalah olehnya kelak di dalam surga itu, yaitu mana yang beramal baik pula."Dan istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka." Berkumpul kembali suatu keluarga yang besar, baik nenek moyang yang di dunia belum pernah dikenal, atau istri, atau anak-cucu yang belum diketahui, karena mereka lahir ke dunia lama sesudah neneknya yang beriman itu meninggal, semuanya berkumpul di dalam surga, dibawa oleh iman dan amal masing-masing menurut tingkat yang teiah disebutkan pada ayat-ayat yang tersebut itu.
“Surga Adn," yaitu surga yang kekal. Adh-Dhahhak mentafsirkan bahwa surga Adn yang kekal itu ialah suatu negeri dalam surga. Di sanalah tinggalnya rasul-rasul dan nabi-nabi dan orang-orang yang mati syahid dan imam-imam ikutan umat pembawa petunjuk; manusia ada di sekeliling mereka dan surga-surga yang lain mengelilingnya pula; demikian tersebut dalam riwayat Ibnu Jarir.
Diterangkan pula dalam ayat bahwa di sana pun akan turut berkumpul bapak-bapak atau nenek moyang mereka yang baik, yaitu yang beriman dan beramal seperti itu. Di sini ditekankan yang baik-baik raja, yang sama amalnya. Bukan hanya semata-mata keturunan. Walaupun ayah kandung, kalau tidak sama-sama beramal yang baik tidaklah bertemu kembali. Demikian juga tentunya istri dan anak-anak.
Sebab itu maka Abus Su'ud merekankan dalam tafsirnya, bahwa dalam ayat ini diberi penjelasan yaitu yang baik-baik dari bapak-bapak atau nenek moyang, untuk memotong keinginan kosong orang-orang yang membanggakan keturunan.
Dan penafsir az-Zajjaj menerangkan lagi, “Di ayat ini Allah Ta'aala menjelaskan bahwa nasab keturunan tidaklah ada manfaatnya kalau tidak disertai amalan yang saleh, dan istri-istri ataupun anak-anak tidaklah pula akan masuk ke dalam surga kalau tidak dengan amalan yang saleh jua adanya."
“Sedang malaikat akan masuk ke tempat mereka dari tiap-tiap pintu."
Tetamu-tetamu yang mulia dan akan jadi penghuni tetap dari surga telah datang, suatu keluarga besar, maka malaikat-malaikat itu pun datanglah menziarahi mereka, masuk dari tiap-tiap pintu, mengucapkan,
Ayat 24
“Selamatlah atas kamu, lantaran kesabaran kamu! Maka alangkah nikmatnya balasan akhirat."
Ucapan selamat datang yang disampaikan malaikat, dan kebahagiaan yang mereka rasa, rupanya bertiang kepada sabar jua. Ada beberapa kelebihan mereka telah disusun tadi, meneguhi janji, menghubungkan tali kasih sayang kepada manusia, shalat, menafkahkan harta, tetapi tiang dari semuanya itu adalah sabar. Kalau tidak ada, segala kelebihan dan keistimewaan tadi tidak dapat ditegakkan. Kemudian diterangkan pula yang sebaliknya,
Ayat 25
“Dan orang-orang yang menusukkan janji Allah sesudah diikatkan."
Sebagaimana telah diketahui di atas tadi, kita manusia sejak semula telah membuat janji dengan Allah, akan tunduk kepada pe-rintah-Nya dan setia menghentikan larangan-Nya, lalu kita pun mengikat janji pula dengan sesama manusia, karena hubungan hidup di antara satu dengan yang lain ialah janji. Rupanya janji itu yang dimungkiri."Dan memutuskan apa yang diperintahkan. Allah supaya dihubungkan." Yaitu tali kasih sayang, silaturahim dengan sesama manusia. Sebab sekali-kali tidaklah akan sanggup manusia
hidup seorang dirinya di atas permukaan bumi ini kalau kiranya dia tidak menghubungkan kasih sayang dengan sesamanya manusia. Oleh sebab itu maka memutuskan tali silaturahim dan menyebarkan kebencian serta hasad dan dengki dalam masyarakat, fitnah memfitnah semuanya itu adalah dosa besar.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Tidaklah akan masuk ke dalam surga seorang pemutus." (HR Bukhari dan Muslim dari Jubair bin Muth'im)
Sufyan menjelaskan dalam riwayatnya bahwa yang dimaksud dengan pemutus itu ialah pemutus silaturahim.
“Dan membuat kerusakan di bumi." Barang yang aman dikacaukannya dan yang damai dihuru-harakannya, kezaliman dibiarkannya bersimaharajalela, orang tidak dibiarkannya tenteram, senang diam, selalu ada saja yang akan menggoncangkan hubungan sesama manusia. Maka orang-orang yang demikian itu, “Itulah orang-orang yang untuk mereka adalah laknat." Yaitu kutuk dan sumpah serapah yang akan diterimanya, baik dari Allah ataupun dari sesamanya manusia, sehingga walaupun pada lahir orangnya kelihatan bersenang-senang dengan kedudukannya yang tinggi atau pangkat dan jabatan ataupun kekayaan, namun jiwanya tidaklah akan merasa tenteram dalam hidup ini. Dia akan merasa terpencil dan kesepian, walaupun dia berenang di dalam kemewahan dan kemegahan.
“Dan untuk mereka adalah seburuk-buruk tempat."
Seburuk-buruk tempat yang disediakan bagi mereka itu ialah dalam neraka Jahannam. Kehidupan di dunia ini tidaklah selesai hingga dunia ini saja. Kalau semasa di dunia dia menjadi timpaan segala kutuk dan laknat, di akhirat disediakanlah baginya tempat yang paling buruk itu yaitu neraka jahannam.
Karena dalam ayat-ayat di atas tadi telah diterangkan tentang nikmat yang akan dirasakan oleh orang yang taat dan menghubungkan silaturahim, setia memegang janji, shalat dan sabar, tampaklah di sini perbandingan di antara UIul Albaab, orang yang mempunyai pandangan jauh dengan orang yang A'mua, yaitu buta hati. Yang hanya melihat hidup sekarang, tidak ingat akan kelanjutan hidup di belakang hari.
Ayat 26
“Allah yang melebar-luaskan rezeki bagi barang siapa yang Dia kehendaki, dan Dia yang membatasi “
Setengah orangdiberi rezeki kekayaan berlimpah-limpah, dan setengahnya lagi terbatas. Yang setengah, oleh karena berlimpah kekayaannya, dapatlah dia mencapai apa yang di-kehendakinya, tetapi yangsetengahditakdirkan bahwa langkahnya terbatas, dibatasi oleh per-sediaan yang tidak sampai-menyampai. Mulai saja melangkah sudah tertumbuk, mulai merencana sudah gagal, sebab persediaan tidak cukup. Mungkin dalam hal pembagian rezeki benda, manusia dapat berusaha mengadakan keadilan sosial yang merata, sehingga yang kaya jangan terlalu kaya dan yang miskin jangan terlalu melarat, sebagaimana yang diteorikan oleh kaum komunis dan sosialis. Tetapi rezeki itu bukanlah harta benda saja. Kecerdasan pikiran, keluasan ilmu pengetahuan, atau yang disebut dalam bahasa Arab dengan Abqariyah atau dalam bahasa asing “Genial", keluarbiasaan, masih tetap berbeda di antara manusia. Ini menjadi bukti bahwa memang mesti ada yang mengatur dan memimpin dan menjadi pelopor dan mesti pula ada yang mengikut dan yang diatur.
“Dan mereka berbesar hati dengan kehidupan dunia, padahal tidaklah kehidupan dunia itu (dibandingkan) kepada akhirat, hanyalah satu bekal (belaka)."