Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
صَبَرُواْ
(mereka)bersabar
ٱبۡتِغَآءَ
mencari
وَجۡهِ
wajah/keridhaan
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
وَأَقَامُواْ
dan mereka mendirikan
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَأَنفَقُواْ
dan mereka menafkahkan
مِمَّا
dari sebagian apa
رَزَقۡنَٰهُمۡ
Kami beri rezki mereka
سِرّٗا
sembunyi
وَعَلَانِيَةٗ
dan terang-terangan
وَيَدۡرَءُونَ
dan mereka menolak
بِٱلۡحَسَنَةِ
dengan kebaikan
ٱلسَّيِّئَةَ
kejahatan
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عُقۡبَى
kesudahan
ٱلدَّارِ
tempat
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang yang
صَبَرُواْ
(mereka)bersabar
ٱبۡتِغَآءَ
mencari
وَجۡهِ
wajah/keridhaan
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
وَأَقَامُواْ
dan mereka mendirikan
ٱلصَّلَوٰةَ
sholat
وَأَنفَقُواْ
dan mereka menafkahkan
مِمَّا
dari sebagian apa
رَزَقۡنَٰهُمۡ
Kami beri rezki mereka
سِرّٗا
sembunyi
وَعَلَانِيَةٗ
dan terang-terangan
وَيَدۡرَءُونَ
dan mereka menolak
بِٱلۡحَسَنَةِ
dengan kebaikan
ٱلسَّيِّئَةَ
kejahatan
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
عُقۡبَى
kesudahan
ٱلدَّارِ
tempat
Terjemahan
Orang-orang yang bersabar demi mencari keridaan Tuhan mereka, mendirikan salat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, dan membalas keburukan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapatkan tempat kesudahan (yang baik).
Tafsir
(Dan orang-orang yang sabar) di dalam menjalankan ketaatan dan menghadapi musibah serta teguh di dalam menjauhi kemaksiatan (karena mencari) demi karena (Rabbnya) bukan karena mengharapkan kebendaan (dan mendirikan salat dan menafkahkan) di jalan ketaatan (sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak) menghadapi (kejahatan dengan kebaikan) seperti menghadapi kebodohan dengan sifat penyantun dan menghadapi perlakuan yang menyakitkan dengan bersabar diri (orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang baik) yakni mendapat akibat yang terpuji di kampung akhirat, yaitu:.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 20-24
(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian,
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.
Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan, orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),
(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu
(sambil mengucapkan), "Selamat sejahtera atas kalian berkat kesabaran kalian." Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.
Ayat 20
Allah ﷻ berfirman, menceritakan tentang orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang terpuji ini bahwa mereka akan memperoleh kesudahan yang baik, yaitu akibat yang terpuji dan kemenangan di dunia dan akhirat: “(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.” (Ar-Ra'd: 20) Mereka tidak sama dengan orang-orang munafik yang apabila seseorang dari mereka mengadakan perjanjian, maka dilanggarnya; apabila bersengketa, curang; apabila berbicara, dusta; dan apabila dipercaya, khianat.
Ayat 21
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan.” (Ar-Ra'd: 21)
Seperti silaturahmi, berbuat baik kepada kaum kerabat dan sanak famili, juga kepada kaum fakir miskin, orang-orang yang memerlukan bantuan, dan mendermakan kebajikan.
“Dan mereka takut kepada Tuhannya.” (Ar-Ra'd: 21)
Yakni dalam mengerjakan amal-amal yang harus mereka lakukan dan dalam menghindari perbuatan-perbuatan yang harus mereka tinggalkan. Dalam hal tersebut mereka merasa di bawah pengawasan Allah dan mereka merasa takut akan hisab yang buruk di hari akhirat. Karena itulah maka Allah memerintahkan mereka untuk tetap berada dalam jalan yang lurus dan istiqamah dalam semua aktivitas dan semua keadaan yang mereka alami.
Ayat 22
“Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan keridaan Tuhannya.” (Ar-Ra'd: 22) Yaitu sabar terhadap hal-hal yang diharamkan dan dosa-dosa. Mereka memutuskan diri dari perbuatan-perbuatan tersebut karena mengharapkan rida Allah dan pahala-Nya yang berlimpah.
“Mendirikan salat.” (Ar-Ra'd: 22) dengan memelihara batasan-batasannya, waktu-waktunya, rukuk, sujud.
“Dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Ar-Ra'd: 22)
Artinya, mereka memberikan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka kepada orang-orang yang wajib mereka biayai, yaitu anak, istri, dan kaum kerabat; mereka juga memberi orang lain dari kalangan kaum fakir miskin dan orang-orang yang memerlukan bantuannya.
“Secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.” (Ar-Ra'd: 22)
Yakni baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan; tiada suatu keadaan pun yang menghambat mereka untuk menginfakkannya, baik di malam ataupun siang harinya.
“Serta menolak kejahatan dengan kebaikan. (Ar-Ra'd: 22) Maksudnya, mereka membalas perbuatan jahat dengan perbuatan yang baik. Untuk itu, apabila seseorang menyakiti mereka, maka mereka membalasnya dengan kebaikan sebagai pengejawantahan dari sikap sabar dan sikap pemaaf. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah olah teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan kecuali hanya kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35) Karena itulah maka Allah ﷻ memberitahukan tentang mereka yang berbahagia yang menyandang sifat-sifat yang baik itu bahwa mereka akan memperoleh tempat kesudahan yang baik.
Ayat 23
Dalam ayat selanjutnya hal itu dijelaskan oleh firman-Nya:
“(Yaitu) surga 'Adn.” (Ar-Ra'd: 23)
Al-'Adn artinya tempat bermukim, yakni surga-surga tempat tinggal; mereka kekal di dalamnya.
Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah mengatakan, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah gedung yang disebut 'Adn, di sekelilingnya terdapat banyak menara dan taman. Di dalam gedung 'Adn terdapat lima ribu pintu, dan pada tiap-tiap pintunya terdapat lima ribu buah tirai hibarah. Tiada yang memasukinya kecuali hanya nabi atau siddiq atau orang yang mati syahid."
Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “(yaitu) surga 'Adn.” (Ar-Ra'd: 23) Yakni sebuah kota surga, di dalamnya terdapat para rasul, para nabi, para syuhada, dan para imam pemberi petunjuk; sedangkan orang-orang lain berada di sekitar mereka sesudahnya, dan surga-surga lainnya berada di sekitarnya.
Kedua riwayat di atas dikemukakan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah ﷻ: “Bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya” (Ar-Ra'd: 23)
Artinya, Allah menghimpunkan mereka bersama kekasih-kekasih mereka di dalam surga, yaitu bapak-bapak mereka, keluarga mereka, dan anak-anak mereka yang layak untuk masuk surga dari kalangan kaum mukmin, agar hati mereka senang. Sehingga dalam hal ini Allah mengangkat derajat orang yang berkedudukan rendah ke tingkat kedudukan yang tinggi sebagai anugerah dari-Nya dan kebajikan-Nya, tanpa mengurangi derajat ketinggian seseorang dari kedudukannya.
Hal ini sama dengan yang diungkapkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan (himpunkan) anak cucu mereka dengan mereka.” (Ath-Thur: 21), hingga akhir ayat.
Ayat 23-24
Firman Allah ﷻ: “Sedangkan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), ‘Salamun 'Alaikum Bima Shabartum (Selamat sejahtera atas kalian berkat kesabaran kalian).’ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra'd: 23-24)
Yakni para malaikat masuk ke tempat mereka dari setiap pintu untuk mengucapkan, "Selamat masuk surga," kepada mereka. Dengan kata lain, apabila mereka masuk ke dalam surga, maka para malaikat datang berduyun-duyun mengucapkan selamat atas apa yang telah mereka peroleh dari Allah, yaitu kedudukan yang dekat dengan-Nya, limpahan nikmat dari-Nya, dan masuk ke dalam Darussalam di dekat para siddiqin, para nabi, dan para rasul yang mulia.
Ayat 24
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Ma'ruf ibnu Suwaid Al-Harrani, dari Abu Usyanah Al-Mu'afiri, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As-r.a., dari Rasulullah ﷺ. Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tahukah kalian, siapakah orang-orang yang mula-mula masuk surga dari kalangan makhluk Allah? “Mereka (para sahabat) menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang yang mula-mula masuk surga dari kalangan makhluk Allah adalah kaum fakir miskin Muhajirin; mereka adalah orang-orang yang bertugas membentengi daerah-daerah perbatasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Seseorang dari mereka mati, sedangkan keperluannya masih tersimpan di dalam dadanya tanpa mempunyai kemampuan untuk melunasinya. Maka Allah berfirman kepada para malaikat yang dikehendaki-Nya, ‘Datangilah mereka oleh kalian dan ucapkanlah selamat kepada mereka’!" Maka para malaikat bertanya, "Kami adalah penduduk langit-Mu dan makhluk-Mu yang terpilih, apakah Engkau perintahkan kami untuk datang kepada mereka untuk mengucapkan selamat kepada mereka?” Allah berfirman, "Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-(Ku) yang menyembah-Ku tanpa mempersekutukan diri-Ku dengan sesuatu pun. Merekalah yang membentengi daerah-daerah perbatasan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seseorang dari mereka mati, sedangkan keperluan (kebutuhan)nya masih tersimpan di dalam dadanya tanpa dapat melunasinya (menunaikannya)." Rasulullah ﷺ melanjutkan sabdanya, bahwa saat itu juga para malaikat mendatangi mereka dan masuk ke tempat mereka dari semua pintunya seraya mengucapkan: “Selamat sejahtera atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra'd: 24)
Abul Qasim At-Tabrani meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Rasyidin, dari Ahmad ibnu Saleh, dari Abdullah ibnu Wahb, dari Umar ibnul Haris, dari Abu Usyanah yang telah mendengar dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Golongan yang mula-mula masuk surga adalah kaum fakir miskin Muhajirin yang dengan keberadaan mereka semua hal yang tidak diinginkan terhindarkan; dan apabila mereka diperintahkan, maka mereka tunduk patuh mengerjakannya. Dan sesungguhnya seseorang dari mereka benar-benar mempunyai keperluan kepada sultan yang belum terpenuhi hingga ia mati, sedangkan keperluannya itu masih tersimpan di dalam dadanya. Dan sesungguhnya Allah memanggil surga pada hari kiamat, maka surga datang dengan segala keindahan dan perhiasannya. Lalu Allah berfirman, ‘Di manakah hamba-hamba-Ku yang telah berperang di jalan Allah, disakiti dalam membela jalan-Ku, dan berjihad di jalan-Ku? Masuklah kalian ke dalam surga tanpa azab dan tanpa hisab.’ Maka berdatanganlah para malaikat yang langsung bersujud (kepada-Nya) dan berkata, ‘Wahai Tuhan kami, kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu sepanjang malam dan siang hari, dan kami selalu menyucikan Engkau, siapakah mereka yang lebih Engkau prioritaskan daripada kami?’ Allah ﷻ berfirman, ‘Mereka adalah hamba-hamba-Ku yang berjihad di jalan-Ku dan disakiti karena membela jalan-Ku.’ Maka para malaikat masuk ke tempat mereka dari semua pintu seraya mengucapkan, ‘Selamat sejahtera atas kalian berkat kesabaran kalian.’ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.”
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Artah ibnul Munzir, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan sesepuh yang ada dalam pasukan (kaum muslim) yang dikenal dengan nama Abul Hajjaj. Dia mengatakan bahwa ia duduk di majelis Abu Umamah, dan Abu Umamah mengatakan, "Sesungguhnya orang mukmin itu apabila masuk surga, duduk menyandar di atas dipan-dipannya, sedangkan di hadapannya terdapat dua jajar barisan para pelayan, dan di ujung barisan pelayan terdapat pintu yang dijaga. Kemudian malaikat datang dan meminta izin untuk masuk, maka penjaga pintu berkata kepada pelayan yang ada di dekatnya, 'Ada malaikat datang meminta masuk.' Pelayan itu lalu memberitahukan kepada pelayan lain yang ada di sisinya, bahwa ada malaikat meminta izin untuk masuk, hingga sampailah kepada orang mukmin itu. Maka si orang mukmin berkata, 'Izinkanlah dia masuk.' Lalu pelayan yang ada di dekat orang mukmin itu menyampaikan pesan itu kepada pelayan lain yang ada di dekatnya, hingga sampailah kepada pelayan yang berada di pintu masuk. Maka pelayan yang menjaga pintu membukakan pintunya untuk malaikat itu. Malaikat itu masuk dan mengucapkan selamat, lalu pergi."
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ismail ibnu Ayyasy, dari Artah ibnul Munzir, dari Abul Hajjaj Yusuf Al-Ilhani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah menceritakan hadis ini. Lalu disebutkan hingga akhir hadis.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ menziarahi kuburan para syuhada setiap awal tahunnya dan mengucapkan ayat berikut kepada mereka: “Selamat sejahtera atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah nikmatnya kesudahan itu.” (Ar-Ra'd: 24) Hal yang sama dilakukan pula oleh Abu Bakar, Umar, dan Usman.
-Tempat kesudahan yang baik itu adalah surga-surga 'Adn; mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh yang beriman dan taat
kepada Allah dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya. Lebih dari itu, mereka pun mendapat layanan yang sangat membahagiakan, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari
semua pintu.
Allah ﷻ menyifati ulul albab dari kalangan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah suatu kebenaran yang berlaku, sebagai berikut:
a. Sifat pertama: bahwa orang-orang tersebut senantiasa memenuhi janji Allah, dan tidak mau mengingkari perjanjian itu. Yang dimaksud dengan "janji Allah" di sini ialah janji-janji yang telah mereka ikrarkan atas diri mereka, baik mengenai hubungan mereka dengan Allah, maupun hubungan mereka dengan orang lain. Fitrah mereka yang suci, dan hati mereka yang murni mengakui adanya perjanjian itu dan wahyu Allah pun mengharuskan adanya perjanjian tersebut.
Mereka tidak mau mengingkari atau pun memungkiri perjanjian yang telah mereka kukuhkan, karena mereka sangat menjauhi sifat-sifat kemunafikan.
Betapa pentingnya sifat memenuhi janji ini, oleh Qatadah telah disebutkan bahwa dalam Al-Qur'an, Allah ﷻ telah menyebutnya sebanyak lebih dua puluh kali.
b. Sifat kedua: mereka memelihara semua perintah Allah dan tidak melanggarnya, baik hak-hak Allah maupun hak-hak hamba-Nya, termasuk memelihara silaturrahim.
Hubungan antara sesama manusia ialah menjalin hubungan tolong-menolong, menjalin cinta dan kasih-sayang, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
Dari Abi Hurairah r.a. bahwasanya ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa senang dilapangkan rezekinya dan selalu disebut-sebut kebaikannya, maka hendaklah pelihara hubungan silaturrahim." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Dan hadis Nabi saw:
Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Bersabda Rasulullah saw, "Sesungguh-nya kebajikan dan menghubungkan silaturrahim itu, kedua-duanya benar-benar meringankan hisab yang buruk di hari kiamat." Kemudian Rasulullah ﷺ membaca ayat ini." (Riwayat al-Khatib dan Ibnu Asakir)
c. Sifat ketiga: mereka benar-benar takut kepada Allah ﷻ Sifat takut kepada Allah adalah perasaan takut yang dilandasi dengan rasa hormat yang mendorong orang untuk taat kepada-Nya. Sifat ini dimiliki oleh para ulama, dan ciri dari orang-orang "muqarrabin". Dalam hubungan ini Allah ﷻ telah berfirman:
Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. (Fathir/35: 28)
d. Sifat keempat: mereka senantiasa takut kepada hisab yang sifatnya merugikan mereka pada hari kiamat, yaitu hasil yang buruk dari amalan mereka di hari kiamat, karena banyaknya kejahatan yang dilakukannya selagi hidup di dunia ini. Oleh sebab itu, mereka senantiasa mawas diri, sebelum dihisab amalannya di akhirat kelak. Mereka selalu membandingkan antara amal-amal mereka yang baik dengan yang buruk, selalu berusaha agar amal yang baik lebih banyak dari perbuatan yang buruk, agar neraca kebajikan mereka di akhirat kelak lebih berat daripada neraca keburukan. Dalam hal ini, Allah telah berfirman:
Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. (al-Qariah/101: 6 - 9)
e. Sifat kelima: mereka senantiasa sabar dalam menghadapi segala cobaan dan rintangan, demi mengharapkan rida Allah. Sabar dalam hal ini berarti menahan diri terhadap segala hal yang tidak disenanginya, baik dengan cara melakukan ketaatan dan menunaikan segala kewajiban yang telah ditetapkan agama maupun dengan jalan menjauhi hal-hal yang dilarang agama. Bisa juga berarti bersikap rela menerima segala ketentuan Allah yang telah berlaku berupa musibah dan lain sebagainya.
Kesabaran yang diminta dari setiap orang yang berakal dan beriman ialah kesabaran yang dilakukan semata-mata karena mengharapkan keridaan Allah dan ganjaran-Nya, bukan kesabaran yang dibuat-buat karena ingin dipuji dan disebut-sebut. Itulah kesabaran yang sejati, yang menjadi sifat bagi orang-orang yang berakal dan beriman.
f. Sifat keenam: mereka senantiasa mendirikan salat. Arti "mendirikan salat" ialah menunaikan dengan cara yang sebaik-baiknya, dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya, disertai rasa khusyuk dan tawaduk menghadapkan wajah dan hati kepada Allah semata, tidak dibarengi dengan ria, serta memelihara waktu yang telah ditetapkan untuknya. Hal ini hanya dapat dilakukan bila pada saat-saat melakukan salat, kita merasa sedang berdiri sendiri di hadapan Allah swt, Pencipta dan Penguasa semesta alam. Dengan demikian, maka tak ada sesuatu pun yang dipikirkan pada saat itu, kecuali semata-mata bermunajah kepada Allah.
g. Sifat ketujuh: mereka senantiasa menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan, baik infak wajib seperti terhadap istri, anak, dan karib kerabat maupun infak sunah seperti terhadap fakir miskin. Kenyataan dapat memberikan pengertian kepada kita tentang rahasia yang tersimpan di dalamnya. Al-Qur'an berulang kali menganjurkan kepada orang-orang mukmin untuk menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah diperolehnya kepada yang memerlukan pertolongan, dan untuk menyokong kepentingan umum. Jika mereka mau melakukannya, niscaya kemiskinan dan kemelaratan dapat dilenyapkan dari kehidupan masyarakat.
h. Sifat kedelapan: mereka senantiasa menolak kejahatan dengan kebajikan, karena kebajikan itu dapat menolak kejahatan. Kenyataan menunjukkan bahwa apabila seseorang dapat bergaul dengan orang lain dengan akrab dan kasih sayang serta menolong orang-orang yang memerlukan pertolongan, ia tidak akan dimusuhi atau dibenci oleh masyarakatnya. Apabila ia mendapat musibah, maka orang yang pernah mendapat pertolongannya akan segera pula mengulurkan pertolongan kepadanya. Sebaliknya orang yang suka menyakiti orang lain, atau enggan memberikan bantuan dan pertolongan adalah orang yang egois dan tidak menggunakan akalnya. Sikap dan perbuatannya itu hanyalah mempersempit ruang lingkup kehidupannya sendiri, serta menimbulkan kebencian dan kedengkian orang lain terhadap dirinya.
Berbuat kebaikan untuk menghindari kejahatan, atau sedapat mungkin membalas perbuatan jahat orang lain dengan berbuat kebajikan atau dengan diam adalah tanda orang yang mau menggunakan akalnya dan bijaksana. Firman Allah:
"... dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, "salam." (al-Furqan/25: 63)
Dari sini dapat dipahami, betapa tingginya nilai ajaran agama Islam dalam membina hubungan baik antara sesama manusia guna menciptakan kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.
Pada akhir ayat ini, Allah ﷻ menegaskan bahwa orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut pasti akan memperoleh tempat kediaman terakhir yang baik, yaitu surga Jannatun Naim di akhirat kelak di samping kebahagiaan, ketenangan, dan kesejahteraan di dunia ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 19
“Apakah orang-orang yang mengetahui hanyasaja yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau itu adalah kebenaran, akan sama seperti orang yang dianya buta? Yang memikirkan hal itu hanyalah orang-orang yang pikirannya berisi."
Dengan diantarkan oleh beberapa ayat yang menarik buat berpikir, sampailah pada ayat ini. Yang diterangkan bahwa yang mengerti apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ itu adalah kebenaran sejati, hanyalah UluI Albaab, orang yang mempunyai isi. Albaab kata jamak dari lubb, dan lubb, artinya isi, inti atau teras. Sebagai lawannya ialah orang yang kepalanya kosong, otaknya tidak berisi. Orang-orang yang kepala kosong dari inti pikiran itu sama juga dengan buta. Sebab jiwanyalah yang buta. Apa pun misal yang dikemukakan kepada mereka, tidaklah mereka akan dapat menangkap. Orang-orang yang “berisi", itulah yang mengerti akan kebenaran. Itulah yang akan menyambut seruan Rasul.
Di dalam ayat 14 di atas sudah diterangkan tentang seruan kepada kebenaran. Dan kebenaran yang sejati itu ialah tauhid. (Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib). Ialah Kalimat La Ilaha (Kata Sayyidina Abbas). Maka buat sampai kepada hakikat tauhid itu lain tidak ialah orang yang mempunyai inti pengertian melihat alam yang ada di kelilingnya. Karena mata yang lahir ini hanya alat saja untukmenembus dan melihat apa yang dapat ditangkap oleh akal dan pikiran. Sebab itu orang yang buta mata batinnya, orang yang jiwanya tidaklah melihat hakikat kebenaran itu. Itu sebabnya maka mereka menyembah kepada yang lain, selain Allah.
Kemudian disebutlah keutamaan dari orang-orang yang berisi dan berakal budi itu selanjutnya,
Jadi berakal budi itu selanjutnya, yaitu ayat,
Ayat 20
“Orang-orang yang meneguhi perjanjian dengan Allah, dan tidak merusak ikatan janji"
Adapun janji yang tertua di antara kita dengan Allah, ialah sebagaimana yang tersebut dalam surah al-A'raaf ayat 172, selagi kita seluruhnya masih dalam sulbi Nabi Adam, lalu dikeluarkan kita dari tulang-tulang punggung, dan kita ditanyai oleh Allah, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Maka menjawablah semuanya, “Memang, Engkaulah ya Allah, Tuhan kami!" Maka segala janji kita yang lain, janji mengikut perintah, janji menghentikan larangan, dan janji melaksanakan ibadah, pendeknya semua janji, berpusatlah kepada janji yang pertama itu, jauh sebelum kita diciptakan dengan hidup yang nyata ini. Maka orang yang pikirannya berisi, akalnya mempunyai teras yang hidup, selalu dia ingat akan janji itu, ingat dengan tidak disadari, tidak diselaputi janjinya oleh hawa nafsunya, sehingga bila didengarnya saja seruan Rasul, mengertilah dia akan kebenarannya dan taat patuhlah dia mengikutinya seakan-akan telah pernah didengarnya, tetapi dia tidak ingat entah di mana. Dan tidaklah sekali-kali janji yang telah diikat dengan Allah itu dimungkirinya. Itulah pokok yang pertama dari orang yang pikirannya berisi itu.
Kemudian itu dipenuhinyalah segala janjinya dengan sesamanya manusia; bukan sebagai orang munafik yang apabila berjanji mungkir, apabila bercakap bohong. Dan ingatlah bahwasanya segala jurusan dari masyarakat kita manusia ini adalah paduan janji belaka, sampai kepada jual beli, sampai kepada akad nikah. Malahan akad nikah, yang menyebabkan kesetiaan suami istri adalah dimulai dengan ijab kabul, janji si mempelai akan menerima dan menampung istrinya yang diserahkan tanggung jawabnya oleh mertuanya kepadanya. Sampai kepada janji yang bisa diikat dengan sumpah oleh pejabat-pejabat ketika dia diserahi tanggung jawab.
Ayat 21
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah dengan dia supaya dihubungkan."
Adapun yang sangat diperintahkan Allah supaya dihubungkan ialah silaturahim dengan sesama manusia, budi pekerti yang mulia, tolong-menolong, kasih mengasihi, sehingga di samping pertalian dengan Allah, bertali pula jiwanya dengan sesama manusia. Maka orang yang suka memutuskan silaturahim, mengganti kasih sayang dengan kebencian, adalah termasuk orang yang pikirannya tidak berisi atau buta tadi.
“Dan yang takut mereka kepada Tuhan mereka, dan yang gentar akan kengerian Hari Perhitungan."
Ayat ini memperlihatkan bahwa di antara kasih kepada sesama manusia dan takut kepada Allah, dan ingat akan balasan Hari Perhitungan; Hari Kiamat, ketiga unsur itu membentuk pribadi seorang Muslim. Lantaran takutnya kepada Allah maka dia menghubungkan silaturahim dengan sesama manusia, sebab sesama manusia itu sama-sama makhluk Allah dengan dia, dan perlu memerlukan di antara satu dengan yang lain. Bukanlah semata-mata karena dia mengharapkan keuntungan benda bagi diri sendiri makanya dia berbuat baik kepada sesama manusia, karena yang demikian bisa menimbulkan sikap yang palsu, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari perhitungan kelak. Sehingga jika pun dia berbuat baik kepada sesama manusia, dan tidak sanggup orang itu membalas baik, dia mengharap Allah yang akan membalasnya kelak.
Tingkat yang ketiga,
Ayat 22
“Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan wajah Tuhan mereka."
Sabar, adalah syarat mutlak dari kejayaan. Danyangsanggup berlaku sabar hanyalah orang-orang yang mempunyai isi pikiran juga. Sebab, baik di dalam berbuat bakti kepada Allah, ataupun di dalam berbuat kebaikan kepada sesama manusia, tidaklah sunyi dari penderitaan. Kadang-kadang apa yang dimohonkan kepada Allah belum lekas dikabulkan-Nya, karena perhitungan Allah lebih sempurna daripada perhitungan manusia. Kadang-kadang pun kita berbuat baik kepada sesama manusia, dibalasnya dengan jahat. Keduanya memerlukan kesabaran, karena dalam segala amal perbuatan, yang kita harapkan hanyalah wajah Allah, artinya ridha Allah. Orang yang tidak sabar, belumlah mempunyai pikiran berisi."Dan mereka mendirikan shalat." Sebab dengan shalat mereka selalu ada hubungan dengan Allah, yang tidak pernah putus, yang diwajibkan sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam."Dan mereka menafkahkan sebagian dari yang Kami karuniakan kepada mereka." Akibat dari shalat, ialah murah hati dan hilangnya bakhil. Sebab shalat dimulai dengan ucapan, “Allahu Akbar" kepada Allah dan disudahi dengan “Assalamu'alaikum wa rahmatullah" kepada sesama manusia. Dan dia menafkahkan harta itu “dengan rahasia dan dengan terang." Kadang-kadang dengan rahasia, misalnya karena menenggang perasaan orang yang dibantu, agar kehormatan dirinya jangan tersinggung, karena ada juga manusia bersedia mati kelaparan daripada rahasia kemiskinannya diketahui oleh orang lain. Dan kadang-kadang dinafkahkannya hartanya dengan terang-terang, diketahui orang banyak, misalnya untuk suatu amal bagi kesejahteraan masyarakat, seumpama membangun masjid, mendirikan sekolah, membangun usaha-usaha yang besar dari kemaslahatan umum, semua dikerjakannya dengan terang, bergelanggang di mata orang banyak bukan karena ingin mendapat puji-pujian, melainkan supaya perbuatannya itu dicontoh dan dituruti pula oleh orang lain, berlomba berbuat baik."Dan dengan cara yang baik mereka menolak kejahatan." Suatu perbuatan yang membuktikan mutu iman yang amat tinggi, bukanlah membalas jahat dengan jahat, melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya dia menangkis kejahatan yang ditimpakan orang atas dirinya, atau suatu kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang banyak, dia sanggup membendungnya dengan cara yang baik.
Membalas sikap buruk lawan dengan balasan budi yang baik adalah budi yang paling tinggi. Sebagaimana tersebut pula dalam surah Fushshilat (Haamim Sajdah) ayat 34, kita disuruh meladeni lawan dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga lantaran baiknya cara kita menghadapi itu, dapat hendaknya orang yang tadinya musuh atau bersikap memusuhi kita, berganti dengan seorang teman yang se-karib-karibnya. Dan pada lanjutan ayat 35 dikatakan pula bahwasanya yang dapat mencapai yang demikian itu orang yang sabar dan mempunyai kemauan atau jiwa yang besar.
Bagaimana teknik melakukannya, terserahlah kepada kebijaksanaan orang yang bersangkutan, sebab ayat ini adalah menunjukkan sifat-sifat yang mulia dari orang yang akalnya mempunyai teras dan inti.
“Mereka itu, bagi mereka adalah batasan yang baik (di Akhirat)"
Balasan yang baik di akhirat,
“Surga-surga yang kekal (surga ‘Adn) yang mereka akan masuk ke dalamnya bersama-
Ayat 23
sama yang baik dari bapak-bapak mereka."
Bapak-bapak mereka, nenek moyang mereka yang banyak di antara mereka tidak berjumpa lagi dengan mereka di dunia ini, akan berjumpalah olehnya kelak di dalam surga itu, yaitu mana yang beramal baik pula."Dan istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka." Berkumpul kembali suatu keluarga yang besar, baik nenek moyang yang di dunia belum pernah dikenal, atau istri, atau anak-cucu yang belum diketahui, karena mereka lahir ke dunia lama sesudah neneknya yang beriman itu meninggal, semuanya berkumpul di dalam surga, dibawa oleh iman dan amal masing-masing menurut tingkat yang teiah disebutkan pada ayat-ayat yang tersebut itu.
“Surga Adn," yaitu surga yang kekal. Adh-Dhahhak mentafsirkan bahwa surga Adn yang kekal itu ialah suatu negeri dalam surga. Di sanalah tinggalnya rasul-rasul dan nabi-nabi dan orang-orang yang mati syahid dan imam-imam ikutan umat pembawa petunjuk; manusia ada di sekeliling mereka dan surga-surga yang lain mengelilingnya pula; demikian tersebut dalam riwayat Ibnu Jarir.
Diterangkan pula dalam ayat bahwa di sana pun akan turut berkumpul bapak-bapak atau nenek moyang mereka yang baik, yaitu yang beriman dan beramal seperti itu. Di sini ditekankan yang baik-baik raja, yang sama amalnya. Bukan hanya semata-mata keturunan. Walaupun ayah kandung, kalau tidak sama-sama beramal yang baik tidaklah bertemu kembali. Demikian juga tentunya istri dan anak-anak.
Sebab itu maka Abus Su'ud merekankan dalam tafsirnya, bahwa dalam ayat ini diberi penjelasan yaitu yang baik-baik dari bapak-bapak atau nenek moyang, untuk memotong keinginan kosong orang-orang yang membanggakan keturunan.
Dan penafsir az-Zajjaj menerangkan lagi, “Di ayat ini Allah Ta'aala menjelaskan bahwa nasab keturunan tidaklah ada manfaatnya kalau tidak disertai amalan yang saleh, dan istri-istri ataupun anak-anak tidaklah pula akan masuk ke dalam surga kalau tidak dengan amalan yang saleh jua adanya."
“Sedang malaikat akan masuk ke tempat mereka dari tiap-tiap pintu."
Tetamu-tetamu yang mulia dan akan jadi penghuni tetap dari surga telah datang, suatu keluarga besar, maka malaikat-malaikat itu pun datanglah menziarahi mereka, masuk dari tiap-tiap pintu, mengucapkan,
Ayat 24
“Selamatlah atas kamu, lantaran kesabaran kamu! Maka alangkah nikmatnya balasan akhirat."
Ucapan selamat datang yang disampaikan malaikat, dan kebahagiaan yang mereka rasa, rupanya bertiang kepada sabar jua. Ada beberapa kelebihan mereka telah disusun tadi, meneguhi janji, menghubungkan tali kasih sayang kepada manusia, shalat, menafkahkan harta, tetapi tiang dari semuanya itu adalah sabar. Kalau tidak ada, segala kelebihan dan keistimewaan tadi tidak dapat ditegakkan. Kemudian diterangkan pula yang sebaliknya,
Ayat 25
“Dan orang-orang yang menusukkan janji Allah sesudah diikatkan."
Sebagaimana telah diketahui di atas tadi, kita manusia sejak semula telah membuat janji dengan Allah, akan tunduk kepada pe-rintah-Nya dan setia menghentikan larangan-Nya, lalu kita pun mengikat janji pula dengan sesama manusia, karena hubungan hidup di antara satu dengan yang lain ialah janji. Rupanya janji itu yang dimungkiri."Dan memutuskan apa yang diperintahkan. Allah supaya dihubungkan." Yaitu tali kasih sayang, silaturahim dengan sesama manusia. Sebab sekali-kali tidaklah akan sanggup manusia
hidup seorang dirinya di atas permukaan bumi ini kalau kiranya dia tidak menghubungkan kasih sayang dengan sesamanya manusia. Oleh sebab itu maka memutuskan tali silaturahim dan menyebarkan kebencian serta hasad dan dengki dalam masyarakat, fitnah memfitnah semuanya itu adalah dosa besar.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Tidaklah akan masuk ke dalam surga seorang pemutus." (HR Bukhari dan Muslim dari Jubair bin Muth'im)
Sufyan menjelaskan dalam riwayatnya bahwa yang dimaksud dengan pemutus itu ialah pemutus silaturahim.
“Dan membuat kerusakan di bumi." Barang yang aman dikacaukannya dan yang damai dihuru-harakannya, kezaliman dibiarkannya bersimaharajalela, orang tidak dibiarkannya tenteram, senang diam, selalu ada saja yang akan menggoncangkan hubungan sesama manusia. Maka orang-orang yang demikian itu, “Itulah orang-orang yang untuk mereka adalah laknat." Yaitu kutuk dan sumpah serapah yang akan diterimanya, baik dari Allah ataupun dari sesamanya manusia, sehingga walaupun pada lahir orangnya kelihatan bersenang-senang dengan kedudukannya yang tinggi atau pangkat dan jabatan ataupun kekayaan, namun jiwanya tidaklah akan merasa tenteram dalam hidup ini. Dia akan merasa terpencil dan kesepian, walaupun dia berenang di dalam kemewahan dan kemegahan.
“Dan untuk mereka adalah seburuk-buruk tempat."
Seburuk-buruk tempat yang disediakan bagi mereka itu ialah dalam neraka Jahannam. Kehidupan di dunia ini tidaklah selesai hingga dunia ini saja. Kalau semasa di dunia dia menjadi timpaan segala kutuk dan laknat, di akhirat disediakanlah baginya tempat yang paling buruk itu yaitu neraka jahannam.
Karena dalam ayat-ayat di atas tadi telah diterangkan tentang nikmat yang akan dirasakan oleh orang yang taat dan menghubungkan silaturahim, setia memegang janji, shalat dan sabar, tampaklah di sini perbandingan di antara UIul Albaab, orang yang mempunyai pandangan jauh dengan orang yang A'mua, yaitu buta hati. Yang hanya melihat hidup sekarang, tidak ingat akan kelanjutan hidup di belakang hari.
Ayat 26
“Allah yang melebar-luaskan rezeki bagi barang siapa yang Dia kehendaki, dan Dia yang membatasi “
Setengah orangdiberi rezeki kekayaan berlimpah-limpah, dan setengahnya lagi terbatas. Yang setengah, oleh karena berlimpah kekayaannya, dapatlah dia mencapai apa yang di-kehendakinya, tetapi yangsetengahditakdirkan bahwa langkahnya terbatas, dibatasi oleh per-sediaan yang tidak sampai-menyampai. Mulai saja melangkah sudah tertumbuk, mulai merencana sudah gagal, sebab persediaan tidak cukup. Mungkin dalam hal pembagian rezeki benda, manusia dapat berusaha mengadakan keadilan sosial yang merata, sehingga yang kaya jangan terlalu kaya dan yang miskin jangan terlalu melarat, sebagaimana yang diteorikan oleh kaum komunis dan sosialis. Tetapi rezeki itu bukanlah harta benda saja. Kecerdasan pikiran, keluasan ilmu pengetahuan, atau yang disebut dalam bahasa Arab dengan Abqariyah atau dalam bahasa asing “Genial", keluarbiasaan, masih tetap berbeda di antara manusia. Ini menjadi bukti bahwa memang mesti ada yang mengatur dan memimpin dan menjadi pelopor dan mesti pula ada yang mengikut dan yang diatur.
“Dan mereka berbesar hati dengan kehidupan dunia, padahal tidaklah kehidupan dunia itu (dibandingkan) kepada akhirat, hanyalah satu bekal (belaka)."
(ujung ayat 26)