Ayat

Terjemahan Per Kata
أَفَمَن
apakah orang
يَعۡلَمُ
mengetahui
أَنَّمَآ
bahwasanya
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
ٱلۡحَقُّ
benar
كَمَنۡ
seperti orang
هُوَ
dia
أَعۡمَىٰٓۚ
buta
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَتَذَكَّرُ
mengambil pelajaran
أُوْلُواْ
yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِ
akal/berakal
أَفَمَن
apakah orang
يَعۡلَمُ
mengetahui
أَنَّمَآ
bahwasanya
أُنزِلَ
diturunkan
إِلَيۡكَ
kepadamu
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
ٱلۡحَقُّ
benar
كَمَنۡ
seperti orang
هُوَ
dia
أَعۡمَىٰٓۚ
buta
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يَتَذَكَّرُ
mengambil pelajaran
أُوْلُواْ
yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِ
akal/berakal
Terjemahan

Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dari Tuhanmu adalah kebenaran sama dengan orang yang buta? Hanya orang yang berakal sehat sajalah yang dapat mengambil pelajaran.
Tafsir

Ayat berikut ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Hamzah dan Abu Jahal. (Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar) lalu ia beriman kepadanya (sama dengan orang yang buta?) yaitu orang yang tidak mengetahuinya dan tidak mau beriman kepadanya. Tentu saja tidak. (Sesungguhnya yang mau mengambil pelajaran itu) orang-orang yang menasihati dirinya sendiri (hanyalah orang-orang yang berakal saja) orang-orang yang memiliki akal sehat.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 19
Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.
Allah ﷻ menyebutkan bahwa tidaklah sama orang yang meyakini bahwa apa: yang diturunkan kepadamu. (Ar-Ra'd: 19) hai Muhammad.
“Dari Tuhanmu.” (Ar-Ra'd: 19)
Adalah kebenaran yang tiada keraguan di dalamnya, tiada kebimbangan, tiada kebingungan, dan tiada pertentangan di dalamnya. Bahkan semuanya adalah benar, sebagian darinya membenarkan sebagian yang lain, tiada sesuatu pun darinya yang bertentangan dengan lainnya.
Semua berita yang disebutkan di dalam Al-Qur'an adalah benar, dan semua perintah serta larangannya adalah adil, seperti yang disebutkan dalam firman Allah dalam ayat lain: “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an), sebagai kalimat yang benar dan adil.” (Al-An'am: 115) Artinya, benar dalam berita-beritanya dan adil dalam perintahnya. Maka tidaklah sama orang yang mengecap kebenaran dari apa yang disampaikan olehmu, hai Muhammad, dengan orang yang buta tiada petunjuk baginya ke jalan kebaikan dan tiada pula ia memahaminya; dan seandainya dia memahaminya, ia tetap tidak akan tunduk, tidak akan membenarkannya, tidak pula akan mengikutinya.
Ayat ini sama maknanya dengan firman Allah ﷻ dalam ayat yang lain, yaitu: “Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 20) Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: “Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?” (Ar-Ra'd: 19) Dengan kata lain, apakah orang yang berciri khas demikian sama dengan orang itu? Jawabnya, tentu saja tidak sama.
Firman Allah ﷻ: “Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra'd: 19)
Yakni sesungguhnya orang yang mengambil pelajaran dan menjadikannya sebagai nasihat serta memahaminya hanyalah orang-orang yang berakal sehat dan berpikiran lurus; semoga Allah menjadikan kita di antara golongan mereka.
Usai menjelaskan balasan bagi manusia yang memenuhi dan yang
abai atas seruan-seruan-Nya, Allah lalu membandingkan antara orang
yang mengetahui kebenaran dengan yang tidak. Bila dibandingkan,
maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhan kepadamu itu adalah kebenaran, lalu dia beriman kepadanya, sama dengan orang yang buta mata hatinya dan enggan beriman
kepadanya' Tentu tidak sama. Hanya orang berakal saja'yang biasa Al-Qur'an sebut dengan Ulul Albab'yang dapat memahami perbandingan
tersebut dan mengambil pelajaran darinya. Ulul Albab yaitu orang yang senantiasa memenuhi janji dengan sesama
manusia yang dikukuhkan dengan nama Allah dan tidak melanggar perjanjian tersebut,.
Pada ayat ini, Allah ﷻ menjelaskan bahwa tidak sama orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Muhammad adalah sesuatu yang nyata benarnya dan datang dari Allah dibandingkan dengan orang buta yang tidak memahami dan mempercayainya. Firman Allah:
Dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur'an) dengan benar dan adil. (al-Anam/6: 115)
Menurut Ibnu Abbas, ayat ini turun berkaitan dengan dua orang, yang seorang mukmin dan yang lainnya kafir, yaitu Hamzah dan Abu Jahal. Apakah (Hamzah) yang percaya dan mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ itu benar, tanpa keraguan lagi, sama dengan (Abu Jahal) yang buta hatinya, dan sama sekali tidak mendapat petunjuk kepada kebaikan? Tentu tidak sama. Hanya orang-orang yang sehat pikirannya saja yang dapat menyadari hal seperti ini, dan yang dapat mengambil manfaat dari perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Allah ﷻ dalam kitab suci-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 19
“Apakah orang-orang yang mengetahui hanyasaja yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau itu adalah kebenaran, akan sama seperti orang yang dianya buta? Yang memikirkan hal itu hanyalah orang-orang yang pikirannya berisi."
Dengan diantarkan oleh beberapa ayat yang menarik buat berpikir, sampailah pada ayat ini. Yang diterangkan bahwa yang mengerti apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ itu adalah kebenaran sejati, hanyalah UluI Albaab, orang yang mempunyai isi. Albaab kata jamak dari lubb, dan lubb, artinya isi, inti atau teras. Sebagai lawannya ialah orang yang kepalanya kosong, otaknya tidak berisi. Orang-orang yang kepala kosong dari inti pikiran itu sama juga dengan buta. Sebab jiwanyalah yang buta. Apa pun misal yang dikemukakan kepada mereka, tidaklah mereka akan dapat menangkap. Orang-orang yang “berisi", itulah yang mengerti akan kebenaran. Itulah yang akan menyambut seruan Rasul.
Di dalam ayat 14 di atas sudah diterangkan tentang seruan kepada kebenaran. Dan kebenaran yang sejati itu ialah tauhid. (Kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib). Ialah Kalimat La Ilaha (Kata Sayyidina Abbas). Maka buat sampai kepada hakikat tauhid itu lain tidak ialah orang yang mempunyai inti pengertian melihat alam yang ada di kelilingnya. Karena mata yang lahir ini hanya alat saja untukmenembus dan melihat apa yang dapat ditangkap oleh akal dan pikiran. Sebab itu orang yang buta mata batinnya, orang yang jiwanya tidaklah melihat hakikat kebenaran itu. Itu sebabnya maka mereka menyembah kepada yang lain, selain Allah.
Kemudian disebutlah keutamaan dari orang-orang yang berisi dan berakal budi itu selanjutnya,
Jadi berakal budi itu selanjutnya, yaitu ayat,
Ayat 20
“Orang-orang yang meneguhi perjanjian dengan Allah, dan tidak merusak ikatan janji"
Adapun janji yang tertua di antara kita dengan Allah, ialah sebagaimana yang tersebut dalam surah al-A'raaf ayat 172, selagi kita seluruhnya masih dalam sulbi Nabi Adam, lalu dikeluarkan kita dari tulang-tulang punggung, dan kita ditanyai oleh Allah, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Maka menjawablah semuanya, “Memang, Engkaulah ya Allah, Tuhan kami!" Maka segala janji kita yang lain, janji mengikut perintah, janji menghentikan larangan, dan janji melaksanakan ibadah, pendeknya semua janji, berpusatlah kepada janji yang pertama itu, jauh sebelum kita diciptakan dengan hidup yang nyata ini. Maka orang yang pikirannya berisi, akalnya mempunyai teras yang hidup, selalu dia ingat akan janji itu, ingat dengan tidak disadari, tidak diselaputi janjinya oleh hawa nafsunya, sehingga bila didengarnya saja seruan Rasul, mengertilah dia akan kebenarannya dan taat patuhlah dia mengikutinya seakan-akan telah pernah didengarnya, tetapi dia tidak ingat entah di mana. Dan tidaklah sekali-kali janji yang telah diikat dengan Allah itu dimungkirinya. Itulah pokok yang pertama dari orang yang pikirannya berisi itu.
Kemudian itu dipenuhinyalah segala janjinya dengan sesamanya manusia; bukan sebagai orang munafik yang apabila berjanji mungkir, apabila bercakap bohong. Dan ingatlah bahwasanya segala jurusan dari masyarakat kita manusia ini adalah paduan janji belaka, sampai kepada jual beli, sampai kepada akad nikah. Malahan akad nikah, yang menyebabkan kesetiaan suami istri adalah dimulai dengan ijab kabul, janji si mempelai akan menerima dan menampung istrinya yang diserahkan tanggung jawabnya oleh mertuanya kepadanya. Sampai kepada janji yang bisa diikat dengan sumpah oleh pejabat-pejabat ketika dia diserahi tanggung jawab.
Ayat 21
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah dengan dia supaya dihubungkan."
Adapun yang sangat diperintahkan Allah supaya dihubungkan ialah silaturahim dengan sesama manusia, budi pekerti yang mulia, tolong-menolong, kasih mengasihi, sehingga di samping pertalian dengan Allah, bertali pula jiwanya dengan sesama manusia. Maka orang yang suka memutuskan silaturahim, mengganti kasih sayang dengan kebencian, adalah termasuk orang yang pikirannya tidak berisi atau buta tadi.
“Dan yang takut mereka kepada Tuhan mereka, dan yang gentar akan kengerian Hari Perhitungan."
Ayat ini memperlihatkan bahwa di antara kasih kepada sesama manusia dan takut kepada Allah, dan ingat akan balasan Hari Perhitungan; Hari Kiamat, ketiga unsur itu membentuk pribadi seorang Muslim. Lantaran takutnya kepada Allah maka dia menghubungkan silaturahim dengan sesama manusia, sebab sesama manusia itu sama-sama makhluk Allah dengan dia, dan perlu memerlukan di antara satu dengan yang lain. Bukanlah semata-mata karena dia mengharapkan keuntungan benda bagi diri sendiri makanya dia berbuat baik kepada sesama manusia, karena yang demikian bisa menimbulkan sikap yang palsu, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari perhitungan kelak. Sehingga jika pun dia berbuat baik kepada sesama manusia, dan tidak sanggup orang itu membalas baik, dia mengharap Allah yang akan membalasnya kelak.
Tingkat yang ketiga,
Ayat 22
“Dan orang-orang yang sabar karena mengharapkan wajah Tuhan mereka."
Sabar, adalah syarat mutlak dari kejayaan. Danyangsanggup berlaku sabar hanyalah orang-orang yang mempunyai isi pikiran juga. Sebab, baik di dalam berbuat bakti kepada Allah, ataupun di dalam berbuat kebaikan kepada sesama manusia, tidaklah sunyi dari penderitaan. Kadang-kadang apa yang dimohonkan kepada Allah belum lekas dikabulkan-Nya, karena perhitungan Allah lebih sempurna daripada perhitungan manusia. Kadang-kadang pun kita berbuat baik kepada sesama manusia, dibalasnya dengan jahat. Keduanya memerlukan kesabaran, karena dalam segala amal perbuatan, yang kita harapkan hanyalah wajah Allah, artinya ridha Allah. Orang yang tidak sabar, belumlah mempunyai pikiran berisi."Dan mereka mendirikan shalat." Sebab dengan shalat mereka selalu ada hubungan dengan Allah, yang tidak pernah putus, yang diwajibkan sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam."Dan mereka menafkahkan sebagian dari yang Kami karuniakan kepada mereka." Akibat dari shalat, ialah murah hati dan hilangnya bakhil. Sebab shalat dimulai dengan ucapan, “Allahu Akbar" kepada Allah dan disudahi dengan “Assalamu'alaikum wa rahmatullah" kepada sesama manusia. Dan dia menafkahkan harta itu “dengan rahasia dan dengan terang." Kadang-kadang dengan rahasia, misalnya karena menenggang perasaan orang yang dibantu, agar kehormatan dirinya jangan tersinggung, karena ada juga manusia bersedia mati kelaparan daripada rahasia kemiskinannya diketahui oleh orang lain. Dan kadang-kadang dinafkahkannya hartanya dengan terang-terang, diketahui orang banyak, misalnya untuk suatu amal bagi kesejahteraan masyarakat, seumpama membangun masjid, mendirikan sekolah, membangun usaha-usaha yang besar dari kemaslahatan umum, semua dikerjakannya dengan terang, bergelanggang di mata orang banyak bukan karena ingin mendapat puji-pujian, melainkan supaya perbuatannya itu dicontoh dan dituruti pula oleh orang lain, berlomba berbuat baik."Dan dengan cara yang baik mereka menolak kejahatan." Suatu perbuatan yang membuktikan mutu iman yang amat tinggi, bukanlah membalas jahat dengan jahat, melainkan dengan cara yang sebaik-baiknya dia menangkis kejahatan yang ditimpakan orang atas dirinya, atau suatu kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang banyak, dia sanggup membendungnya dengan cara yang baik.
Membalas sikap buruk lawan dengan balasan budi yang baik adalah budi yang paling tinggi. Sebagaimana tersebut pula dalam surah Fushshilat (Haamim Sajdah) ayat 34, kita disuruh meladeni lawan dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga lantaran baiknya cara kita menghadapi itu, dapat hendaknya orang yang tadinya musuh atau bersikap memusuhi kita, berganti dengan seorang teman yang se-karib-karibnya. Dan pada lanjutan ayat 35 dikatakan pula bahwasanya yang dapat mencapai yang demikian itu orang yang sabar dan mempunyai kemauan atau jiwa yang besar.
Bagaimana teknik melakukannya, terserahlah kepada kebijaksanaan orang yang bersangkutan, sebab ayat ini adalah menunjukkan sifat-sifat yang mulia dari orang yang akalnya mempunyai teras dan inti.
“Mereka itu, bagi mereka adalah batasan yang baik (di Akhirat)"
Balasan yang baik di akhirat,
“Surga-surga yang kekal (surga ‘Adn) yang mereka akan masuk ke dalamnya bersama-
Ayat 23
sama yang baik dari bapak-bapak mereka."
Bapak-bapak mereka, nenek moyang mereka yang banyak di antara mereka tidak berjumpa lagi dengan mereka di dunia ini, akan berjumpalah olehnya kelak di dalam surga itu, yaitu mana yang beramal baik pula."Dan istri-istri mereka dan keturunan-keturunan mereka." Berkumpul kembali suatu keluarga yang besar, baik nenek moyang yang di dunia belum pernah dikenal, atau istri, atau anak-cucu yang belum diketahui, karena mereka lahir ke dunia lama sesudah neneknya yang beriman itu meninggal, semuanya berkumpul di dalam surga, dibawa oleh iman dan amal masing-masing menurut tingkat yang teiah disebutkan pada ayat-ayat yang tersebut itu.
“Surga Adn," yaitu surga yang kekal. Adh-Dhahhak mentafsirkan bahwa surga Adn yang kekal itu ialah suatu negeri dalam surga. Di sanalah tinggalnya rasul-rasul dan nabi-nabi dan orang-orang yang mati syahid dan imam-imam ikutan umat pembawa petunjuk; manusia ada di sekeliling mereka dan surga-surga yang lain mengelilingnya pula; demikian tersebut dalam riwayat Ibnu Jarir.
Diterangkan pula dalam ayat bahwa di sana pun akan turut berkumpul bapak-bapak atau nenek moyang mereka yang baik, yaitu yang beriman dan beramal seperti itu. Di sini ditekankan yang baik-baik raja, yang sama amalnya. Bukan hanya semata-mata keturunan. Walaupun ayah kandung, kalau tidak sama-sama beramal yang baik tidaklah bertemu kembali. Demikian juga tentunya istri dan anak-anak.
Sebab itu maka Abus Su'ud merekankan dalam tafsirnya, bahwa dalam ayat ini diberi penjelasan yaitu yang baik-baik dari bapak-bapak atau nenek moyang, untuk memotong keinginan kosong orang-orang yang membanggakan keturunan.
Dan penafsir az-Zajjaj menerangkan lagi, “Di ayat ini Allah Ta'aala menjelaskan bahwa nasab keturunan tidaklah ada manfaatnya kalau tidak disertai amalan yang saleh, dan istri-istri ataupun anak-anak tidaklah pula akan masuk ke dalam surga kalau tidak dengan amalan yang saleh jua adanya."
“Sedang malaikat akan masuk ke tempat mereka dari tiap-tiap pintu."
Tetamu-tetamu yang mulia dan akan jadi penghuni tetap dari surga telah datang, suatu keluarga besar, maka malaikat-malaikat itu pun datanglah menziarahi mereka, masuk dari tiap-tiap pintu, mengucapkan,
Ayat 24
“Selamatlah atas kamu, lantaran kesabaran kamu! Maka alangkah nikmatnya balasan akhirat."
Ucapan selamat datang yang disampaikan malaikat, dan kebahagiaan yang mereka rasa, rupanya bertiang kepada sabar jua. Ada beberapa kelebihan mereka telah disusun tadi, meneguhi janji, menghubungkan tali kasih sayang kepada manusia, shalat, menafkahkan harta, tetapi tiang dari semuanya itu adalah sabar. Kalau tidak ada, segala kelebihan dan keistimewaan tadi tidak dapat ditegakkan. Kemudian diterangkan pula yang sebaliknya,
Ayat 25
“Dan orang-orang yang menusukkan janji Allah sesudah diikatkan."
Sebagaimana telah diketahui di atas tadi, kita manusia sejak semula telah membuat janji dengan Allah, akan tunduk kepada pe-rintah-Nya dan setia menghentikan larangan-Nya, lalu kita pun mengikat janji pula dengan sesama manusia, karena hubungan hidup di antara satu dengan yang lain ialah janji. Rupanya janji itu yang dimungkiri."Dan memutuskan apa yang diperintahkan. Allah supaya dihubungkan." Yaitu tali kasih sayang, silaturahim dengan sesama manusia. Sebab sekali-kali tidaklah akan sanggup manusia
hidup seorang dirinya di atas permukaan bumi ini kalau kiranya dia tidak menghubungkan kasih sayang dengan sesamanya manusia. Oleh sebab itu maka memutuskan tali silaturahim dan menyebarkan kebencian serta hasad dan dengki dalam masyarakat, fitnah memfitnah semuanya itu adalah dosa besar.
Bersabda Rasulullah ﷺ,
“Tidaklah akan masuk ke dalam surga seorang pemutus." (HR Bukhari dan Muslim dari Jubair bin Muth'im)
Sufyan menjelaskan dalam riwayatnya bahwa yang dimaksud dengan pemutus itu ialah pemutus silaturahim.
“Dan membuat kerusakan di bumi." Barang yang aman dikacaukannya dan yang damai dihuru-harakannya, kezaliman dibiarkannya bersimaharajalela, orang tidak dibiarkannya tenteram, senang diam, selalu ada saja yang akan menggoncangkan hubungan sesama manusia. Maka orang-orang yang demikian itu, “Itulah orang-orang yang untuk mereka adalah laknat." Yaitu kutuk dan sumpah serapah yang akan diterimanya, baik dari Allah ataupun dari sesamanya manusia, sehingga walaupun pada lahir orangnya kelihatan bersenang-senang dengan kedudukannya yang tinggi atau pangkat dan jabatan ataupun kekayaan, namun jiwanya tidaklah akan merasa tenteram dalam hidup ini. Dia akan merasa terpencil dan kesepian, walaupun dia berenang di dalam kemewahan dan kemegahan.
“Dan untuk mereka adalah seburuk-buruk tempat."
Seburuk-buruk tempat yang disediakan bagi mereka itu ialah dalam neraka Jahannam. Kehidupan di dunia ini tidaklah selesai hingga dunia ini saja. Kalau semasa di dunia dia menjadi timpaan segala kutuk dan laknat, di akhirat disediakanlah baginya tempat yang paling buruk itu yaitu neraka jahannam.
Karena dalam ayat-ayat di atas tadi telah diterangkan tentang nikmat yang akan dirasakan oleh orang yang taat dan menghubungkan silaturahim, setia memegang janji, shalat dan sabar, tampaklah di sini perbandingan di antara UIul Albaab, orang yang mempunyai pandangan jauh dengan orang yang A'mua, yaitu buta hati. Yang hanya melihat hidup sekarang, tidak ingat akan kelanjutan hidup di belakang hari.
Ayat 26
“Allah yang melebar-luaskan rezeki bagi barang siapa yang Dia kehendaki, dan Dia yang membatasi “
Setengah orangdiberi rezeki kekayaan berlimpah-limpah, dan setengahnya lagi terbatas. Yang setengah, oleh karena berlimpah kekayaannya, dapatlah dia mencapai apa yang di-kehendakinya, tetapi yangsetengahditakdirkan bahwa langkahnya terbatas, dibatasi oleh per-sediaan yang tidak sampai-menyampai. Mulai saja melangkah sudah tertumbuk, mulai merencana sudah gagal, sebab persediaan tidak cukup. Mungkin dalam hal pembagian rezeki benda, manusia dapat berusaha mengadakan keadilan sosial yang merata, sehingga yang kaya jangan terlalu kaya dan yang miskin jangan terlalu melarat, sebagaimana yang diteorikan oleh kaum komunis dan sosialis. Tetapi rezeki itu bukanlah harta benda saja. Kecerdasan pikiran, keluasan ilmu pengetahuan, atau yang disebut dalam bahasa Arab dengan Abqariyah atau dalam bahasa asing “Genial", keluarbiasaan, masih tetap berbeda di antara manusia. Ini menjadi bukti bahwa memang mesti ada yang mengatur dan memimpin dan menjadi pelopor dan mesti pula ada yang mengikut dan yang diatur.
“Dan mereka berbesar hati dengan kehidupan dunia, padahal tidaklah kehidupan dunia itu (dibandingkan) kepada akhirat, hanyalah satu bekal (belaka)."
(ujung ayat 26)