Ayat

Terjemahan Per Kata
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
ٱسۡتَجَابُواْ
mereka memenuhi seruan
لِرَبِّهِمُ
bagi Tuhan mereka
ٱلۡحُسۡنَىٰۚ
pembalasan yang baik
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang
لَمۡ
tidak
يَسۡتَجِيبُواْ
mereka memenuhi panggilan
لَهُۥ
bagiNya
لَوۡ
jikalau
أَنَّ
bahwasanya/bahwa
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
جَمِيعٗا
semuanya
وَمِثۡلَهُۥ
dan seperti/sebanyak
مَعَهُۥ
besertanya
لَٱفۡتَدَوۡاْ
niscaya mereka menebus
بِهِۦٓۚ
dengannya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
سُوٓءُ
seburuk-buruk
ٱلۡحِسَابِ
hisab/perhitungan
وَمَأۡوَىٰهُمۡ
dan tempat kediaman mereka
جَهَنَّمُۖ
jahanam
وَبِئۡسَ
dan seburuk-buruk
ٱلۡمِهَادُ
tempat kembali
لِلَّذِينَ
bagi orang-orang yang
ٱسۡتَجَابُواْ
mereka memenuhi seruan
لِرَبِّهِمُ
bagi Tuhan mereka
ٱلۡحُسۡنَىٰۚ
pembalasan yang baik
وَٱلَّذِينَ
dan orang-orang
لَمۡ
tidak
يَسۡتَجِيبُواْ
mereka memenuhi panggilan
لَهُۥ
bagiNya
لَوۡ
jikalau
أَنَّ
bahwasanya/bahwa
لَهُم
bagi mereka
مَّا
apa
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
جَمِيعٗا
semuanya
وَمِثۡلَهُۥ
dan seperti/sebanyak
مَعَهُۥ
besertanya
لَٱفۡتَدَوۡاْ
niscaya mereka menebus
بِهِۦٓۚ
dengannya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
لَهُمۡ
bagi mereka
سُوٓءُ
seburuk-buruk
ٱلۡحِسَابِ
hisab/perhitungan
وَمَأۡوَىٰهُمۡ
dan tempat kediaman mereka
جَهَنَّمُۖ
jahanam
وَبِئۡسَ
dan seburuk-buruk
ٱلۡمِهَادُ
tempat kembali
Terjemahan

Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya (taat kepada Allah dan Rasul-Nya, disediakan) balasan yang terbaik (surga). (Sebaliknya, bagi) orang-orang yang tidak memenuhi seruan-Nya, sekiranya mereka memiliki semua yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya (dari azab Allah pada hari Kiamat) dengan (hartanya) itu. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan hisab (perhitungan) yang buruk, tempat kediamannya adalah (neraka) Jahanam, dan itulah seburuk-buruknya tempat kediaman.
Tafsir

(Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Rabbnya) yaitu mereka yang menjalankan seruan-Nya dengan melakukan ketaatan (disediakan pembalasan yang baik) yaitu surga (Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Rabb) mereka adalah orang-orang kafir (sekiranya mereka mempunyai semua kekayaan sebanyak isi bumi itu beserta hal yang serupa niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu) dari azab. (Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk) yaitu menghukum semua amal perbuatan yang telah dilakukannya tanpa ada pengampunan barang sedikit pun daripadanya (dan tempat kediaman mereka ialah Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman) tempat yang paling buruk ialah Jahanam.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 18
Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya (disediakan) pembalasan yang baik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhannya, sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi dan (ditambah) sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
Allah ﷻ menceritakan tentang tempat kembali orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang celaka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman:
“Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya.” (Ar-Ra'd: 18) Maksudnya, taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tunduk kepada perintah-perintah-Nya dan membenarkan berita-berita-Nya tentang masa lalu dan masa yang akan datang.
“Maka bagi mereka (disediakan) pembalasan yang baik.” (Ar-Ra'd: 18)
Yakni pahala yang baik.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam kisah Zul Qarnain. Disebutkan bahwa Zul Qarnain berkata: "Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Dan adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” (Al-Kahfi: 87-88) Sama pula dengan makna firman Allah ﷻ: “Bagi orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (Yunus: 26)
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan.” (Ar-Ra'd: 18)
Maksudnya, tidak taat kepada Allah ﷻ.
“Sekiranya mereka mempunyai semua (kekayaan) yang ada di bumi.” (Ar-Ra'd: 18)
Yakni kelak nanti di hari kemudian.
Seandainya memungkinkan bagi mereka menebus diri mereka dari azab Allah dengan emas sepenuh bumi dan tambahannya yang sama banyaknya , niscaya mereka mau menebus diri mereka dengan semua yang mereka miliki itu. Akan tetapi, hal itu pasti tidak akan diterima, karena sesungguhnya Allah ﷻ kelak di hari kiamat tidak mau menerima tebusan dan amal apa pun dari mereka.
"Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk.” (Ar-Ra'd: 18) Yaitu kelak di hari akhirat.
Dengan kata lain, mereka dimintai pertanggung jawabannya terhadap semua perkara yang kecil dan perkara yang besar yang telah mereka lakukan. Dan barang siapa yang dimintai pertanggung jawabannya dalam hisab, berarti pasti diazab. Karena itulah disebutkan oleh firman selanjutnya: “Dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (Ar-Ra'd: 18)
Allah menyebut perumpamaan-perumpaan itu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir. Melalui berpikir dan merenung, manusia akan menemukan kebenaran. Bagi orang-orang yang
mau berpikir jernih dan memenuhi seruan Tuhan, maka bagi mereka
disediakan balasan yang terbaik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi
seruan-Nya dan enggan menerima kebenaran dari Allah maka mereka
akan menemui kesulitan dan kesengsaraan. Oleh sebab itu, sekiranya
mereka memiliki semua yang ada di bumi dan ditambah pula kekayaan
sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan
itu. Orang-orang itu jauh dari rahmat Allah dan akan mendapat hisab
yang buruk di hari Kiamat sebagai akibat dari keburukan yang mereka
lakukan. Dan tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam, dan itulah
seburuk-buruk tempat kediaman. Usai menjelaskan balasan bagi manusia yang memenuhi dan yang
abai atas seruan-seruan-Nya, Allah lalu membandingkan antara orang
yang mengetahui kebenaran dengan yang tidak. Bila dibandingkan,
maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa (Al-Qur'an) yang diturunkan Tuhan kepadamu itu adalah kebenaran, lalu dia beriman kepadanya, sama dengan orang yang buta mata hatinya dan enggan beriman
kepadanya' Tentu tidak sama. Hanya orang berakal saja'yang biasa Al-Qur'an sebut dengan Ulul Albab'yang dapat memahami perbandingan
tersebut dan mengambil pelajaran darinya.
Bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, mengikuti semua perintah-Nya, dan membenarkan apa yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya, disediakan pembalasan yang baik, yang bersih dari segala penderitaan dan kesusahan dan kekal selama-lamanya. Sesuai dengan firman Allah:
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). (Yunus/10: 26)
Dan firman-Nya:
Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah. (al-Kahf/18: 88)
Bagi mereka yang tidak memenuhi seruan Allah, tidak menaati-Nya, tidak mengikuti perintah-Nya dan tidak mencegah diri dari larangan-Nya, ada bermacam-macam perlakuan dan azab, di antaranya:
1. Ketika menghadapi azab yang sangat pedih, niscaya mereka melepaskan seluruh kekayaan itu untuk menebus dirinya dari azab Allah. Sebab yang paling dicintai oleh setiap orang adalah dirinya sendiri. Apabila dirinya terancam bahaya, maka seluruh kekayaannya akan dijadikan sandera atau tebusan, demi untuk keselamatan dirinya.
2. Mereka akan diperiksa secara rinci dan diteliti semua amal perbuatannya sampai sekecil-kecilnya. Tersebut dalam sebuah hadis: Barang siapa yang dihisab secara rinci pasti kena azab.
3. Tempat kediaman mereka ialah Jahanam, dan itulah seburuk-buruknya tempat kediaman dan tempat kembali.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 12
“Dialah yang memperlihatkan kepada kamu akan kilat, untuk menimbulkan takut dan keinginan"
Apabila kilat telah berapi-api di angkasa, timbullah takut dan ngeri melihat, tetapi di samping takut timbul keinginan. Sebab kilat adalah tanda hujan akan turun. Begitulah perasaan manusia di saat itu.
“Dan Dia yang menyusun awan yang berat."
Dan dalam awan yang berat inilah timbulnya kilat tadi, dan kilat adalah tanda hujan lebat yang dikandung oleh awan yang berat itu akan turun.
Ayat 13
“Dan bertasbihlah petir dengan memuji-Nya."
Maka apabila kita telah melihat kilat sabung-menyabungdan dalam sebentar waktu saja kilat itu diiringi oleh suara geledek, guruh-petus yang dahsyat, sehingga kita merasa ngeri melihat dahsyatnya, ketahuilah bahwa itulah tasbih alam kepada Allah. Pikirkanlah berapa agaknya kekuatan listrik yang terkandung di dalam pancaran kilat dan kedahsyatan bunyi petus itu. Bukankah itu tanda dari kebesaran Allah? Yang kadang-kadang kita rasakan sebagai cemeti layaknya. Subhanallah!"Dan malaikat pun lantaran takut kepada-Nya" Mengucapkan Subhanallah, kesucian Allah dan memuji-Nya juga. Baik petir, baik malaikat, baik alam yang lain, yang oleh ahli-ahli tasawuf disebut Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Mitsal, Alam Ajsam, dan berbagai alam lagi yang kita lihat dan yang tidak kita lihat, semuanya mengucapkan tasbih memuji Allah, masing-masing menurut cara dan bawaannya."Dan Dia kirim halilintar dan Dia timpakan dia kepada barangsiapa yang Dia kehendaki." Sehingga bukan sedikit orang yang mati ditembak petus, bahkan kayu besar di hutan pun serkah atau terbakar. Sehingga dengan itu dapatlah manusia yang insaf akan kecil dirinya dalam kehebatan alam perbuatan Allah ini, dan hanya belas kasihan Ilahi jualah tempat dia berlindung."Namun mereka masih membantah tentang Allah." Namun masih ada mereka yang mengatakan Allah itu tidak ada, atau dia percaya tetapi dia lalai.
“Padahal Dia adalah sangat pedih siksaan."
Di dalam ayat ini dibayangkanlah betapa dahsyatnya keadaan alam di waktu musim pancaroba telah datang; di mana kilat telah sabung-menyabung dan petir telah memancarkan api, dan halilintar laksana akan membelah bumi. Awan hitam pun memberat di langit; maka dahsyatlah bunyi, mana bunyi halilintar dan petir sesudah kilat mencetus dan mana pula bunyi angin yang menderu karena hujan telah dekat turun sehingga langit jadi kelam. Di waktu itu, demi kedahsyatan alam, timbullah rasa ngeri. Terasa benar kecilnya manusia di hadapan kebesaran cakrawala yang dijadikan Allah. Tetapi oleh karena hujan telah lama tidak turun dan kemarau telah terlalu lama, maka rasa takut ngeri itu bercampurlah dengan keinginan yang sangat akan hasil yang akan ada di bumi bila hujan telah turun nanti. Rasa ngeri tadi ialah jika petus itu mencetus dan kilat itu bersabung, dapat saja kayu di hutan serkah, rumah besar terbakar dan orang yang berdiri di dekat petus itu bisa saja mati ditembak petus.
Kedahsyatan itu digambarkan dalam ayat ini, bahwasanya rahasia alam yang kita lihat dengan kengerian itu dibukakan oleh Allah. Adapun petir yang mengkilat dahsyat itu ialah mengucapkan tasbih kesucian bagi Allah Peneipta Alam. Bunyi yang menakutkan karena dia bergegar itu adalah suara dari alam sendiri memekikkan puja dan puji kepada Allah. Maka di samping tasbih petir itu, malaikat pun mengucapkan tasbihnya pula kepada Allah. Halilintar yang laksana akan membelah bumi itu bisa saja singgah dalam sekejap mata kepada orang yang sedang berdiri dan dia pun jatuh tersungkur.
Rasa dahsyat di musim pancaroba itu bisa kita rasakan, baik di daratan ataupun sedang berlayar di lautan. Maka dikatakanlah dalam lanjutan ayat bahwasanya dalam kehebatan alam itu masih ada saja hiruk-pikuk suara manusia yang tidak insaf akan kecil dirinya di hadapan kebesaran Allah, yang mengatur mengutak-atikkan alam itu."Namun mereka masih membantah akan Allah." Padahal sekali kilatan petus saja pun dia sudah tersungkur jatuh. Padahal Dia, Allah itu, adalah sangat pedih siksaan-Nya.
Maka sudah patutlah orang yang berakal percaya akan siksaan Allah kepada orang yang kufur atas kebesaran dan kekuasaan itu, bahwa dia akan mendapat siksaan yang pedih,
bila manusia melihat kedahsyatan alam. Tidak ada arti manusia di hadapan kebesaran itu.
Ayat 14
“Untuk-Nyalah seruan kebenaran."
Nabi-nabi dan Rasul menyampaikan seruan kepada umat manusia supaya mereka sadar, seruan untuk manusia agar mengerti siapa Tuhannya, Tuhan yang tidak bersekutu sesuatu pun yang lain dengan Dia.
Seruan kebenaran atau Da'watul Haq, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan seruan kebenaran itu ialah kalimat tauhid, keyakinan mengesakan Allah. Ibnu Abbas menjelaskan lagi yang sejalan dengan itu, Da'watul Haq, seruan kebenaran ialah kalimat La Jlaha Wallah. Maka seluruh seruan kepada kebenaran ialah mengakui keesaan Allah. Selain dari itu tidak ada kebenaran, dan kebenaran yang lain adalah bersumber dari sana.
“Dan orang-orang yang menyeru selain Dia, tidaklah memperkenankan untuk mereka sesuatu pun." Bagaimana kamu seru yang lain, wahai insan, sedang yang lain itu tidak dapat berbuat apa-apa. Tadi kamu sudah disuruh memerhatikan kilat sabung-menyabung, halilintar membelah bumi, itulah tanda Mahakuasa Allah; sedang berhala yang kamu puja itu, kalau satu kait ditembak oleh halilintar itu, akan hancurlah dia berantakan. Yang menyeru kepada yang selain Allah, yang memohon dan meminta kepadanya, tidaklah akan berhasil apa yang diharapkannya."Melainkan laksana orang yang membentangkan kedua telapak tangannya kepada air, supaya sampai ke mulutnya, padahal tidaklah dia akan sampai kepadanya." Dia tegak ke tepi air dalam kehausan, lalu dibentangkannya tangannya memanggil air itu. Hai air, masuklah ke dalam mulutku. Walaupun akan penat dan kaku tangannya membentang, atau melambai-iambai air, kemarilah, kemarilah hai air, namun air itu tidaklah akan sampai atau datang sendiri kepadanya.
“Dan tidaklah ada seruan orang-orang yang kafir itu melainkan dalam kesesatan."
Sebab kepercayaan tidak dibulatkannya menjadi satu kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa, tetapi dipecah-pecahkannya kepada yang lain, sehingga tersesatlah jalannya dan tidaklah dia akan sampai selama-lamanya kepada yang dituju.
Ayat 15
“Dan kepada Allah-lah bersujud apa yang ada di semua langit dan bumi, dengan taat atau dengan terpaksa."
Semua sujud, artinya semua mesti mengikut perintah dan peraturan, tidak dapat me-lepaskan diri dari ketundukan itu, yang insaf tunduklah dia dengan taat, dan yang ingkar dia pun mesti tunduk juga, walaupun dia enggan. Matahari, bulan dan alam cakrawala, tunduk kepada peraturan yang telah ditentukan, mau atau tidak mau. Kayu-kayu di hutan sejak dari biji yang kecil, sampai bertunas, berdaun-daun, berpucuk, berdahan, dan beranting dan kelak kemudiannya akan tumbang. Manusia wajib sujud tunduk kepada peraturan Allah. Lahir ke dunia, berangkat besar, dewasa, tua dan mati. Walaupun dihadapi maut itu dengan taat, atau dihadapi dengan enggan, namun peraturan mati mesti ditempuh. Masing-masing alam di semua langit dan bumi bersujud menurut caranya masing-masing.
Dikatakan di dalam ayat bahwa bersujud itu mesti dilakukan, Thau'an au karhan, artinya dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, mau ataupun tidak mau, dengan tunduk dan insaf ataupun dengan enggan, namun semua isi langit mesti sujud, artinya mesti tunduk kepada apa yang ditentukan oleh Allah. Tidak ada sesuatu pun yang sanggup melawan apa yang telah digariskan oleh Allah itu. Sehingga perjalanan matahari dan bulan, adalah menurut garis yang tertentu, tidak boleh melebihi dan mengurangi. Manusia yang insaf sujud kepada Allah dengan taat, karena insaf bahwa hidupnya adalah dengan belas kasihan Allah jua. Tetapi setengah manusia yang durhaka, tidak mau sujud dengan patuh dan dia pun kafir menolak dan membantah. Tetapi dia mesti dan pasti sujud kepada yang ditentukan Allah. Dari muda dia mesti tua, dari sehat dia mesti sakit dan dari hidup dia mesti mati. Bagaimanapun ingkar dan keras kepalanya keadaannya sendiri memaksanya sujud, walaupun tidak dengan ke-mauannya.
“Dan bayang-bayang mereka pun (bersujud) di kala pagi dan di kala petang."
Sampai di ujung ayat ini sunnah bagi kita melakukan sujud tilawah.
Apabila matahari terbit dari timur, bayang-bayang insan condonglah ke barat, dan apabila matahari telah menuju barat bayang-bayang insan pun condonglah ke timur. Artinya, hari berjalan terus, kadang-kadang bayang-bayang lebih panjang dari badan, kadang-kadang lebih pendek, dan edaran matahari yang menimbulkan bayang-bayang meninggalkan perhitungan bagi insan bahwa akan datang masanya, bayang-bayang itu tidak ada lagi, sebab yang empunya bayang-bayang telah disembunyikan di balik bumi. Begitulah terus-menerus. Sehingga manusia dapat berpikir, kalau segala sesuatu tunduk bersujud kepada Allah, sampai pun bayang-bayang kita sendiri, bilakah masanya lagi kita akan sujud dengan kesadaran?
Ayat 16
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan bagi semua langit dan bumi?"
Disuruh Allah Rasul-Nya menanyakan kepada mereka setelah mereka disuruh memikirkan dan merenungkan, maka meskipun belum mereka jawab, jawabnya sudah terang, “Katakanlah: “Allah!" Tidak ada Tuhan selain Dia."Katakanlah: “Apakah kamu adakan (juga) selain Dia pelindung-pelindung?" Mana ada pelindung yang lain, padahal kamu sudah diajak berpikir? Apakah kamu sangka mudah-mudah saja membuat pelindung padahal di hadapan kamu telah kamu lihat kebesaran Allah? Apa pelindung-pelindung yang kamu karang-karangkan itu? “Yang tidak berkuasa bagi diri mereka sendiri memberi manfaat dan tidak mudharat?" Jangankan melindungi orang lain? Maka orang-orang yang masih membuat pelindung-pelindung selain dari Allah samalah halnya dengan orang-orang buta, dan orang yang bertauhid, itulah orang yang nyalang mata."Katakanlah: “Adakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Orang yang musyrik adalah orangyang meraba-raba dalam gelap, sedang orang yang bertauhid adalah berjalan di tempat yang terang, “Atau, adakah sama gelap gulita dengan terang cahaya?" Yang menguasai dan menciptakan alam hanyalah Allah dengan sendiri-Nya. Adapun yang lain yang kamu jadikan pelindung itu, menciptakan seekor nyamuk pun mereka tidak sanggup."Atau mereka jadikankah bagi Allah sekutu-sekutu yang (sanggup) mencipta sebagai cipta-an-Nya? Sehingga bersamaan makhluk itu atas mereka?" Tidak beda lagi apa yang dijadikan oleh Allah dengan apa yang dijadikan oleh berhala? “Katakanlah:
“Atlah-lah Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan Dia adalah Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
Di sini ditarik perhatian kita kepada dua nama dari Allah, sebagai kunci dari ayat, yaitu al-Wahid dan al-Qahhar. Al-Walid telah kita artikan Esa. Pikiran yang sehat pasti sampai kepada suatu kesimpulan bahwasanya kekuasaan yang mutlak itu pasti Esa, tidak bisa pecah. Instansi yang tertinggi pasti satu. Kemudian al-Qahhar, yang telah kita artikan dengan Mahaperkasa. Gagah, berwibawa, berjalan pengaruh hukum-Nya dan juga berarti Yang Selalu Menang, Yang Selalu Menguasai, Yang Kekuasaan-Nya tidak bisa dibantah dan disanggah yang hukum-Nya telah putus, tidak dapat dirombak lagi.
Jadi bersambunglah tiga kata itu. Pertama Allah itu Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan kedua Dia Mencipta dengan sendiri-Nya, tidak bersekutu dengan yang lain, dan ketiga Yang Mahaperkasa, sehingga segala-galanya, mau atau tidak mau, dengan taat atau dengan enggan, mesti sujud kepada-Nya.
Sekarang diulangkan lagi, sekali lagi, dan berkali-kali lagi, memperingatkan kepada me-reka betapa pemberian Allah Yang Esa dan Perkasa itu kepada manusia.
Ayat 17
“Dia menurunkan air dari langit, maka membanjirlah lembah-lembah dengan ukurannya, maka mengandunglah … itu akan buih yang timbul."
Di sini diterangkan betapa Allah mencurahkan hujan yang lebat dari langit, yaitu dari atas “kita. Kadang-kadang demikian lebatnya sehingga membanjir memenuhi lembah-lembah dan membawa buih; amat dahsyat rupanya. Kelak hujan itu akan teduh dan air pun mengeringlah dan buih tadi pun tinggallah di atas tanah. Padahal ketika hujan lebat, hebat benar kelihatan buih itu. Namun buih itu bukan kelihatan ketika hebatnya hujan saja, tetapi kelihatan juga ketika menyalakan api."Dan dari apa yang dibakar dalam api mengharapkan perhiasan dan perkakas." Yang biasa dihembus dihapar oleh tukang besi, gejala api yang naik itu pun “pun berbuih seperti itu (pula)?' Hujan lebat menimbulkan buih, api nyala menempa besi pun menimbulkan buih.
“Demikianlah Allah memisalkan kebenaran dan kebatilan. Maka adapun buih itu akan hilanglah dengan sia-sia, dan adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka tinggallah dia di bumi. Demikianlah Allah menenangkan beberapa perumpamaan."
Maka dalam ayat ini, bukan saja terhadap hujannya harus ditumpahkan perhatian dan bukan pula kepada hapar besi tempat menempa pedang, lading dan sabit, tetapi kepada gejala yang timbul dari keduanya yaitu buih. Hebat tampaknya naik buih itu, yaitu geledak air atau gejala api. Rupanya tampak hanya ketika ada banjir, dan rupanya tampak hanya ketika api bernyala. Bila banjir telah kering, atau apabila api telah padam, buih itu hilang dengan sendiri, sebab dia hanya ruap. Dia habis diterbangkan angin. Meskipun dia pernah muncul, tetapi oleh karena dasarnya tidak kuat atau tidak ada, dia pasti habis. Sebab itu tidak ada orang yang mempergunakannya. Lihatlah banjir! Ketika hebatnya banjir, maka bangsa yang ringan-ringan merapung ke atas dan batu terbenam ke bawah, atau tidak kelihatan karena air sedang keruh. Nanti kalau air sudah susut, baru kelihatan batu-batu besar tadi yang tidak terganjak dari tempatnya dan sampah hanyut tadi tersadai di mana-mana, dan dia tidaklah diperlukan. Demikianlah bangsa buih.
Demikian pun segala barang yang logam yang dikerjakan dengan hapar. Besi, tembaga, timah dan emas atau perak sekalipun. Mulanya semuanya masih bercampur-aduk dengan semacam buih. Bagi besi buihnya itu ialah karatnya. Tembaga pun demikian juga; dia mempunyai karat warna hijau. Ketika dibakar maka karat-karat itulah yang membuih menjadi gejala api. Tetapi kemudian setelah selesai dipukul dan digodam, maka yang bangsa buih itu habis tidak berguna dan yang tinggal ialah inti besi atau waja besi. Yang buih-buih tadi hilang dengan sendiri.
Maka berkatalah ahli-ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas dan lain-lain bahwa buih itu diumpamakan suatu pendirian yang tidak teguh, yang timbul karena keragu-raguan atau Syak Sedang yang memberi manfaat kepada manusia ialah yakin. Yangyakin itulah yang akan tinggal tetap di muka bumi, tidak akan hanyut betapa pun besarnya air bah yang menggulung.
Di sinilah Allah memperlihatkan kepada manusia yang beriman, bagaimana teguhnya suatu pendirian yang telah diyakini, atau aqidah yang telah menjadi pegangan hidup. Betapa pun besarnya banjir, sehingga buih-buih telah merapung ke atas, dan yang inti berharga itu seakan-akan telah terbenam ke bawah, namun banjir itu tidak akan lama. Air akan surut kembali dan bangsa sampah akan hanyut. Demikian juga laksana keris atau senjata tajam yang lain, ataupun gelang emas yang memalut lengan seorang perempuan. Dia sampai kepada yang demikian itu ialah setelah lebih dahulu masuk hapar untuk digodam dan digembleng. Segala karat dan busanya telah habis; yang tinggal ialah inti emasnya atau besinya yang sejati.
Ayat 18
“Untuk orang-orang yang menyambut seruan Tuhan mereka adalah kebaikan."
Orang yang mempergunakan akal dan memasang telinga mendengar kebenaran, membuka mata melihat bukti, kebaikanlah yang akan dialaminya."Dan orang-orang yang tidak menyambut ajakan-Nya, walaupun ada bagi mereka semua apa yang di bumi." Dari sangat kaya rayanya."Dan sebanyak itu pula bersamanya." Yaitu ditambah lagi kekayaannya menjadi dua kali lipat dari apa yang di bumi tadi."Tentu hendak mereka tebus dirinya dengan dia."Namun kekayaan itu semuanya tidaklah akan dapat menebus dirinya dari api neraka."Itulah orang-orang yang bagi mereka seburuk-buruk perhitungan." Di dunia mereka telah salah hitung, disangka menolak seruan Allah adalah jalan yang benar, setelah datang Hari Akhirat ternyata kosonglah hidup, tidak ada bekal, dan tidak bisa menebus diri walaupun dengan kekayaan sepenuh bumi dua kali; bahkan di Akhirat tidak ada kekayaan selain iman dan amal.
“Dan tempat mereka adalah Jahannam, dan itulah sejelek-jelek kedudukan."
(ujung ayat 18)