Ayat
Terjemahan Per Kata
أَنزَلَ
(Allah)telah menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَسَالَتۡ
maka mengalirlah ia
أَوۡدِيَةُۢ
lembah-lembah
بِقَدَرِهَا
dengan/menurut ukurannya
فَٱحۡتَمَلَ
maka membawa
ٱلسَّيۡلُ
arus
زَبَدٗا
buih
رَّابِيٗاۖ
mengembang
وَمِمَّا
dan dari apa
يُوقِدُونَ
mereka bakar/lembur
عَلَيۡهِ
atasnya
فِي
dalam
ٱلنَّارِ
api
ٱبۡتِغَآءَ
mencari/membuat
حِلۡيَةٍ
perhiasan
أَوۡ
atau
مَتَٰعٖ
kesenangan/alat-alat
زَبَدٞ
buih
مِّثۡلُهُۥۚ
sepertinya(buih arus)
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَضۡرِبُ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡحَقَّ
benar
وَٱلۡبَٰطِلَۚ
dan bathil
فَأَمَّا
maka adapun
ٱلزَّبَدُ
buih
فَيَذۡهَبُ
maka akan hilang
جُفَآءٗۖ
tak berharga
وَأَمَّا
dan adapun
مَا
apa
يَنفَعُ
memberi manfaat
ٱلنَّاسَ
manusia
فَيَمۡكُثُ
maka ia tetap
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَضۡرِبُ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡأَمۡثَالَ
perumpamaan-perumpamaan
أَنزَلَ
(Allah)telah menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَسَالَتۡ
maka mengalirlah ia
أَوۡدِيَةُۢ
lembah-lembah
بِقَدَرِهَا
dengan/menurut ukurannya
فَٱحۡتَمَلَ
maka membawa
ٱلسَّيۡلُ
arus
زَبَدٗا
buih
رَّابِيٗاۖ
mengembang
وَمِمَّا
dan dari apa
يُوقِدُونَ
mereka bakar/lembur
عَلَيۡهِ
atasnya
فِي
dalam
ٱلنَّارِ
api
ٱبۡتِغَآءَ
mencari/membuat
حِلۡيَةٍ
perhiasan
أَوۡ
atau
مَتَٰعٖ
kesenangan/alat-alat
زَبَدٞ
buih
مِّثۡلُهُۥۚ
sepertinya(buih arus)
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَضۡرِبُ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡحَقَّ
benar
وَٱلۡبَٰطِلَۚ
dan bathil
فَأَمَّا
maka adapun
ٱلزَّبَدُ
buih
فَيَذۡهَبُ
maka akan hilang
جُفَآءٗۖ
tak berharga
وَأَمَّا
dan adapun
مَا
apa
يَنفَعُ
memberi manfaat
ٱلنَّاسَ
manusia
فَيَمۡكُثُ
maka ia tetap
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِۚ
bumi
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَضۡرِبُ
membuat
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡأَمۡثَالَ
perumpamaan-perumpamaan
Terjemahan
Dia telah menurunkan air dari langit, lalu mengalirlah air itu di lembah-lembah sesuai dengan ukurannya. Arus itu membawa buih yang mengambang. Dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buih seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang hak dan batil. Buih akan hilang tidak berguna, sedangkan yang bermanfaat bagi manusia akan menetap di dalam bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.
Tafsir
Kemudian Allah membuat suatu perumpamaan mengenai perkara yang hak dan perkara yang batil untuk itu Dia berfirman: (Allah telah menurunkan) Maha Tinggi Allah (air dari langit) yakni air hujan (maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya) sesuai dengan daya tampungnya (maka arus itu membawa buih yang mengembang) mengapung di atas air yang mengandung kotoran dan lain sebagainya. (Dan dari apa yang mereka lebur) dapat dibaca tuuqiduuna dan yuuqiduuna (dalam api) yaitu berupa logam yang dikeluarkan dari dalam bumi, seperti emas, perak dan tembaga (untuk membuat) untuk dijadikan (perhiasan) barang perhiasan (atau alat-alat) perabot-perabot yang diperlukan, jika kesemuanya itu dilebur (ada pula buihnya) yakni sama seperti buih arus tadi, yaitu kotorannya kemudian kotoran itu dibuang oleh orang yang mencetaknya. (Demikianlah) hal yang telah disebutkan itu (Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang batil) perumpamaan mengenai keduanya. (Adapun buih itu) buih arus itu dan kotoran barang logam yang dilebur (akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya) menjadi limbah yang dibuang (adapun yang memberi manfaat kepada manusia) yaitu air bersih dan inti logam (maka ia tetap) terkandung (di bumi) selama beberapa masa. Demikianlah perumpamaan tentang hal yang batil; akan pudar dan lenyap, sekalipun dalam beberapa waktu dapat mengalahkan perkara yang hak. Akan tetapi pada akhirnya perkara yang hak jugalah yang akan tetap tegak dan menang. (Demikian) hal yang disebutkan itu (Allah menjelaskan) menerangkan (perumpamaan-perumpamaan).
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Ayat yang mulia ini mengandung dua perumpamaan yang menggambarkan tentang keteguhan dan kelestarian perkara hak dan kepudaran serta kefanaan perkara batil. Untuk itu, Allah ﷻ berfirman: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya. (Ar-Ra'd: 17) Artinya, masing-masing lembah dipenuhi oleh air hujan itu sesuai dengan ukuran luasnya; ada yang luas, maka memuat banyak air; dan ada yang kecil, maka air yang dimuatnya sesuai dengan ukuran luas lahannya. Hal ini mengisyaratkan dan menggambarkan tentang hati manusia dan perbedaan-perbedaannya.
Di antaranya ada yang dapat memuat ilmu yang banyak, di antaranya ada pula yang tidak dapat memuat ilmu yang banyak, melainkan sedikit, karena hatinya sempit. maka arus itu membawa buih yang mengembang. (Ar-Ra'd: 17) Yakni dari permukaan air yang mengalir di lembah-lembah itu muncullah buih; hal ini merupakan suatu perumpamaan. Dan firman Allah ﷻ: Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat. (Ar-Ra'd: 17), hingga akhir ayat.
mengandung perumpamaan lainnya, yakni barang logam seperti emas atau perak yang dilebur di dalam api untuk membuat perhiasan, atau logam yang dilebur berupa tembaga atau besi untuk membuat peralatan. Maka sesungguhnya dari leburan logam itu keluar pula buih seperti yang ada pada arus air di lembah. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. (Ar-Ra'd: 17) Yakni apabila perkara yang hak dan perkara yang batil bertemu, maka perkara yang batil tidak akan kuat dan pasti lenyap.
Perihalnya sama dengan buih, tidak akan bertahan lama dengan air, tidak pula dengan emas, perak, dan logam lainnya yang dilebur dengan api, melainkan pasti akan menyurut dan lenyap. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: Adapun buih itu, akan hilang sebagai yang tak ada harganya. (Ar-Ra'd: 17) Yaitu sama sekali tidak berguna, melainkan buih itu akan bercerai berai dan lenyap di kedua tepi lembah; atau bergantung pada pepohonan, lalu kering diterpa angin.
Begitu pula halnya kotoran emas, perak, besi, dan tembaga, tiada yang tersisa darinya melainkan hanya airnya saja; dan emas serta lain-lainnya itulah yang bermanfaat. Itulah yang disebutkan oleh firman-Nya: adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (Ar-Ra'd: 17) Sama halnya dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut: 43) Sebagian ulama Salaf mengatakan, "Apabila aku membaca suatu masal (perumpamaan) dari Al-Qur'an, lalu aku tidak memahaminya, maka aku menangisi diriku sendiri, karena Allah ﷻ telah berfirman: 'dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.' (Al-Ankabut: 43)." Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya. (Ar-Ra'd: 17), hingga akhir ayat.
Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Allah, menggambarkan kandungan hati manusia menurut kadar keyakinan dan keraguannya. Hati yang dipenuhi oleh keraguan (kepada Allah) tiada bermanfaat amal perbuatannya. Sedangkan hati yang dipenuhi dengan keyakinan, maka Allah memberikan manfaat kepada pemiliknya berkat keyakinannya itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah ﷻ: Adapun buih itu. (Ar-Ra'd: 17) Maksudnya, keraguan itu. akan hilang sebagai yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. (Ar-Ra'd: 17) Yaitu keyakinan.
Sebagaimana perhiasan dilebur di dalam api untuk diambil kemurniannya dan dibuang kekotorannya di dalam api yang meleburnya, maka demikianlah Allah menerima hati yang yakin dan meninggalkan hati yang ragu. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. (Ar-Ra'd: 17) Arus air itu membawa kayu-kayuan dan lumpur yang ada di lembah.
Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api. (Ar-Ra'd: 17) Yakni emas, perak untuk perhiasan dan perabotan, serta tembaga dan besi. Tembaga dan besi bila dilebur ada kotorannya, Allah menjadikan perumpamaan bagi kotoran itu dengan buih air. Adapun barang yang bermanfaat bagi manusia, ia adalah emas dan perak; dan yang bermanfaat bagi bumi ialah air yang diserap oleh bumi sehingga menjadi subur karenanya. Hal ini dijadikan perumpamaan bagi amal saleh yang melestarikan pelakunya, sedangkan amal buruk akan menyurutkan pelakunya, sebagaimana surutnya buih itu.
Demikian pula halnya petunjuk dan perkara yang hak, keduanya datang dari sisi Allah. Barang siapa yang mengerjakan perkara yang hak, maka ia akan memperoleh pahalanya, dan amalnya itu akan lestari sebagaimana lestarinya sesuatu yang bermanfaat bagi manusia di bumi. Besi tidak dapat dijadikan pisau, tidak pula pedang sebelum dimasukkan ke dalam api, lalu api membakar kotorannya dan mengeluarkan intinya yang dapat dimanfaatkan.
Kotoran besi itu diumpamakan sebagai perkara batil, ia akan surut dan lenyap. Apabila hari kiamat tiba, manusia dibangkitkan, dan semua amal perbuatan mereka dihisab, maka perkara yang batil pasti lenyap dan binasa, sedangkah orang-orang yang mengerjakan perkara hak beroleh pahala dari perkara hak yang dikerjakannya. Hal yang sama diriwayatkan pula dalam tafsir ayat ini dari Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, Ata, Qatadah, dan bukan hanya satu dari ulama salaf dan khalaf.
Allah ﷻ telah membuat dua perumpamaan bagi orang-orang munafik dalam permulaan surat Al-Baqarah, yaitu dengan api dan air. Pertama adalah firman Allah ﷻ: Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. (Al-Baqarah: 17), hingga akhir ayat. Dan firman-Nya: atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dankilat. (Al-Baqarah: 19),hingga akhir ayat. Hal yang sama dimisalkan pula bagi orang-orang kafir di dalam surat An-Nur, yaitu dengan dua misal (perumpamaan). Pertama, oleh firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana. (An-Nur: 39), hingga akhir ayat. Fatamorgana hanya terjadi di saat panas sangat terik. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti dikatakan kepada orang-orang Yahudi, "Apakah yang kalian inginkan?" Mereka menjawab, "Wahai Tuhan kami, kami sangat haus, berilah kami minum." Dikatakan, "Mengapa kalian tidak datang sendiri ke tempat air?" Maka mereka datang ke neraka, tiba-tiba neraka kelihatan seperti fatamorgana yang sebagian darinya memukul sebagian lainnya.
Kedua, dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman: Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40), hingga akhir ayat. Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: [] ". Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk menyampaikannya) sama dengan hujan yang menyirami bumi. Sebagian di antaranya adalah lahan yang dapat menerima air, lalu ia dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak Dan sebagian di antaranya adalah lahan yang tandus dapat menampung air, sehingga melaluinya Allah memberikan manfaat kepada manusia; mereka dapat minum airnya, menggembalakan ternaknya, memberi minum ternaknya, dan bercocok tanam. Dan hujan itu menyirami pula sebagian tanah yang tiada lain hanyalah berupa rawa, tidak dapat menerima air, dan tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan.
Hal tersebut merupakan perumpamaan orang yang mengerti agama Allah dan mendapatkan manfaat dari Allah melalui apa yang diutuskan kepadaku serta memberikan manfaat itu (kepada orang lain), dialah orang yang mengetahui (agama Allah) dan mengajarkannya (kepada orang lain). Dan perumpamaan tentang orang yang tidak mau mengangkat kepalanya (tidak mau) menerima hal tersebut, dan menolak hidayah Allah yang aku diutus untuk menyampaikannya. Ini adalah perumpamaan air. Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa: ".
". telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan oleh Abu Hurairah r.a. kepada kami, dari Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perumpamaanku dan kalian sama dengan seorang lelaki yang menyalakan api; setelah api menyinari sekelilingnya, maka laron dan binatang serangga lainnya berhamburan jatuh ke dalam api itu. Sedangkan lelaki itu menghalang-halanginya agar jangan jatuh ke dalam api, tetapi mereka mengalahkannya dan menjatuhkan dirinya ke dalam api Nabi ﷺ melanjutkan sabdanya. Itulah perumpamaan aku dan kalian, aku berupaya menghalang-halangi kalian dari neraka, "Menjauhlah dari neraka!" Tetapi kalian mengalahkanku dan kalian masuk ke dalam neraka. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Dan ini merupakan perumpamaan api."
Ayat berikut merinci kekuasaan Allah yang tidak dimiliki oleh berhala
sesembahan orang-orang musyrik Mekah. Allah telah menurunkan dalam bentuk curahan air hujan dari langit, maka mengalirlah ia, yakni
air hujan yang dicurahkan itu, di lembah-lembah menurut ukurannya,
maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam)
yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat yang
beraneka ragam, ada pula buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan tentang mana yang benar dan mana yang
batil. Adapun buih, lambang dari kebatilan, akan hilang sebagai sesuatu
yang tidak ada gunanya; tetapi kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat
bagi manusia, dan manfaat itu akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan bagi orang-orang yang mau berpikir. Allah menyebut perumpamaan-perumpaan itu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir. Melalui berpikir dan merenung, manusia akan menemukan kebenaran. Bagi orang-orang yang
mau berpikir jernih dan memenuhi seruan Tuhan, maka bagi mereka
disediakan balasan yang terbaik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi
seruan-Nya dan enggan menerima kebenaran dari Allah maka mereka
akan menemui kesulitan dan kesengsaraan. Oleh sebab itu, sekiranya
mereka memiliki semua yang ada di bumi dan ditambah pula kekayaan
sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan
itu. Orang-orang itu jauh dari rahmat Allah dan akan mendapat hisab
yang buruk di hari Kiamat sebagai akibat dari keburukan yang mereka
lakukan. Dan tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam, dan itulah
seburuk-buruk tempat kediaman.
Allah menurunkan air hujan dari langit yang mengandung awan, lalu mengalirkan air hujan itu ke berbagai lembah yang lebar dan yang sempit sesuai dengan ukurannya. Kajian saintis menjelaskan bahwa lembah-lembah umumnya terbentuk oleh gerusan air. Air pertama-tama menggerus bagian-bagian batuan yang paling lunak dan kemudian membentuk aliran sungai. Alur aliran sungai ini lambat laun membesar membentuk lembah-lembah sungai. Ukuran lembah-lembah sungai umumnya selain dipengaruhi oleh besarnya aliran air yang juga ditentukan oleh besarnya curah hujan, kekerasan batuan dan umur batuan. Dalam bidang geomorfologi dikenal besaran kerapatan sungai, yaitu jumlah panjang sungai yang terdapat pada satu luasan daerah dengan satuan km/km2. Besarnya kerapatan sungai umumnya menggambarkan besarnya curah hujan di daerah tersebut.
Arus air itu akan menimbulkan banyak buih di permukaannya yang merupakan gumpalan buih yang ikut bergerak dengan arus air, sehingga bila ada angin kencang yang bertiup, maka buih itu akan segera lenyap dari pandangan mata. Menurut kajian saintifik, buih adalah zat mengambang di atas air yang mengandung banyak udara. Terjadinya buih merupakan bagian dari proses pemurnian air yang terjadi secara alami dalam pengalirannya (dikenal dengan istilah self purification). Pemurnian ini terjadi karena adanya pencampuran dengan udara yang melarut ke dalam air terutama oksigen. Dengan adanya oksidasi, pengotor (umumya senyawa organik) yang terlarut di dalam air mengurai dan bagian yang ringan mengapung di atas permukaan air, sedangkan bagian yang berat akan tenggelam dan mengendap. Inilah perumpamaan yang pertama yang dikemukakan oleh Allah ﷻ tentang kebenaran dan kebatilan serta tentang keimanan dan kekafiran.
Buih juga bisa terbentuk dalam proses pemurnian logam dengan pemanasan. Bijih logam di alam umumnya ditemukan dalam bahan padat yang tidak murni. Pada proses peleburan, bijih mencair, dan logam-logam yang berat akan tenggelam sedangkan bagian yang kurang bermanfaat atau yang dapat merusak mutu hasil biasanya berupa buih dan akan mengapung ke permukaan bersama udara yang terkandung di dalamnya. Logam tersebut dibuat untuk perhiasan dan alat-alat keperluan rumah tangga, pertanian, pertukangan, dan perindustrian. Inilah perumpamaan yang kedua.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi yang benar dan yang batil. Kebenaran dan kebatilan itu bila bercampur, seperti arus air yang bercampur dengan buih, atau seperti logam yang dibakar yang sama-sama juga mengeluarkan buih berupa kotoran karat yang semula melekat pada logam itu, kemudian terpisah karena pengaruh api yang membakarnya. Maka sebagaimana buih yang berada di atas arus air akan lenyap setelah ada tiupan angin, dan buih yang berada di atas logam yang sedang dibakar akan hilang pula karena api, demikian pula perkara yang batil akan hilang musnah bilamana datang hak dan kebenaran yang jelas.
Buih itu akan hilang tersangkut di pinggir lembah dan pohon atau ditiup angin. Demikian pula kotoran atau karat yang semula melekat pada logam akan habis terbakar. Yang tinggal hanya yang memberi manfaat saja kepada manusia, yaitu air, yang dapat diminum, digunakan untuk mengairi tanaman yang bermanfaat bagi manusia dan binatang, emas yang digunakan untuk perhiasan, dan logam-logam lainnya untuk alat rumah tangga, pertanian, dan sebagainya.
Dari kedua perumpamaan itu dapat diambil pengertian bahwa Allah ﷻ telah menurunkan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad ﷺ kemudian disampaikan ke dalam hati manusia yang masing-masing tidak sama potensi dan persiapannya untuk menerima. Masing-masing mempunyai keterbatasan dalam hal bacaan, pengertian, hafalan, dan pengamalannya. Ayat Al-Qur'an menjadi unsur kehidupan kerohanian dan kebahagiaan hidup sebagaimana air menjadi sebab hidup semua makhluk.
Di antara tanah yang ditimpa hujan itu ada yang tandus, tidak dapat menumbuhkan tanam-tanaman, hanya sekedar menyimpan air saja, yang dapat dijadikan sumber penampungan air jernih. Ada pula tanah yang subur yang setelah disiram dengan air hujan dapat menghasilkan bermacam-macam hasil bumi. Itulah air yang bermanfaat bagi manusia dan binatang-binatang. Di antara logam yang dilebur dalam api seperti emas, perak, tembaga, perunggu, dan timah, ada yang dijadikan alat rumah tangga, pertukangan, perindustrian dan sebagainya. Orang mukmin diumpamakan seperti air dan logam yang bermanfaat bagi manusia dan binatang. Buih yang semula bercampur kemudian lenyap karena tiupan angin atau habis dibakar oleh api, adalah perumpamaan bagi kekafiran dan kebatilan yang akhirnya hancur bila berhadapan dengan hak dan kebenaran, firman Allah:
Dan katakanlah, "Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap." Sungguh, yang batil itu pasti lenyap. (al-Isra/17: 81)
Demikianlah Allah membuat perumpamaan yang indah yang dapat menjelaskan kepada manusia apa yang masih dipandang sulit oleh mereka tentang masalah-masalah agamanya, agar jelas perbedaan antara yang hak dan yang batil, antara keimanan dan kekafiran, sehingga mereka dapat menempuh jalan petunjuk kepada kebahagiaan dan menghindari jalan yang dimurkai Allah dan menyesatkan.
Dengan memperhatikan perumpamaan-perumpamaan yang tepat dan baik itu niscaya umat Islam akan menjadi umat terbaik yang dikeluarkan di muka bumi untuk jadi teladan bagi umat yang lain. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Musa Al-Asyari:
Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus diriku, adalah seperti air hujan yang menimpa bumi. Di antaranya ada sebagian bumi yang menerima air itu, lalu menumbuhkan rumput dan tanam-tanaman. Ada pula tanah yang tandus, hanya menyimpan air saja, lalu Allah memberikan manfaat air itu kepada manusia. Maka ada yang meminumnya dan mempergunakannya untuk mengairi kebun-kebun tanamannya dan ladang-ladangnya. Ada pula sebagian tanah yang keras, tidak dapat menyimpan dan menyerap air, sehingga tidak menumbuhkan tanaman apa-apa. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan Allah memberikan manfaat kepadanya dalam ajaran agama yang Allah mengutusku untuk menyampaikannya kepada manusia, sehingga ia mengetahui dan mengajarkannya (kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang sama sekali tidak memperhatikan dan tidak menerima petunjuk Allah yang mengutusku untuk menyampaikannya. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah:
Perumpamaanku denganmu seperti orang menyalakan api, ketika api menerangi tempat sekelilingnya, mulailah kupu-kupu dan serangga yang mendatangi berjatuhan ke dalam api, dan orang itu menghalangi, namun dikalahkan oleh serangga-serangga lalu masuklah serangga-serangga itu ke dalam api. Itulah perumpamaanku denganmu. Aku menghalangimu dari api, jauhilah api itu, namun kamu mengalahkanku dan menerobos masuk ke dalamnya. (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 12
“Dialah yang memperlihatkan kepada kamu akan kilat, untuk menimbulkan takut dan keinginan"
Apabila kilat telah berapi-api di angkasa, timbullah takut dan ngeri melihat, tetapi di samping takut timbul keinginan. Sebab kilat adalah tanda hujan akan turun. Begitulah perasaan manusia di saat itu.
“Dan Dia yang menyusun awan yang berat."
Dan dalam awan yang berat inilah timbulnya kilat tadi, dan kilat adalah tanda hujan lebat yang dikandung oleh awan yang berat itu akan turun.
Ayat 13
“Dan bertasbihlah petir dengan memuji-Nya."
Maka apabila kita telah melihat kilat sabung-menyabungdan dalam sebentar waktu saja kilat itu diiringi oleh suara geledek, guruh-petus yang dahsyat, sehingga kita merasa ngeri melihat dahsyatnya, ketahuilah bahwa itulah tasbih alam kepada Allah. Pikirkanlah berapa agaknya kekuatan listrik yang terkandung di dalam pancaran kilat dan kedahsyatan bunyi petus itu. Bukankah itu tanda dari kebesaran Allah? Yang kadang-kadang kita rasakan sebagai cemeti layaknya. Subhanallah!"Dan malaikat pun lantaran takut kepada-Nya" Mengucapkan Subhanallah, kesucian Allah dan memuji-Nya juga. Baik petir, baik malaikat, baik alam yang lain, yang oleh ahli-ahli tasawuf disebut Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Mitsal, Alam Ajsam, dan berbagai alam lagi yang kita lihat dan yang tidak kita lihat, semuanya mengucapkan tasbih memuji Allah, masing-masing menurut cara dan bawaannya."Dan Dia kirim halilintar dan Dia timpakan dia kepada barangsiapa yang Dia kehendaki." Sehingga bukan sedikit orang yang mati ditembak petus, bahkan kayu besar di hutan pun serkah atau terbakar. Sehingga dengan itu dapatlah manusia yang insaf akan kecil dirinya dalam kehebatan alam perbuatan Allah ini, dan hanya belas kasihan Ilahi jualah tempat dia berlindung."Namun mereka masih membantah tentang Allah." Namun masih ada mereka yang mengatakan Allah itu tidak ada, atau dia percaya tetapi dia lalai.
“Padahal Dia adalah sangat pedih siksaan."
Di dalam ayat ini dibayangkanlah betapa dahsyatnya keadaan alam di waktu musim pancaroba telah datang; di mana kilat telah sabung-menyabung dan petir telah memancarkan api, dan halilintar laksana akan membelah bumi. Awan hitam pun memberat di langit; maka dahsyatlah bunyi, mana bunyi halilintar dan petir sesudah kilat mencetus dan mana pula bunyi angin yang menderu karena hujan telah dekat turun sehingga langit jadi kelam. Di waktu itu, demi kedahsyatan alam, timbullah rasa ngeri. Terasa benar kecilnya manusia di hadapan kebesaran cakrawala yang dijadikan Allah. Tetapi oleh karena hujan telah lama tidak turun dan kemarau telah terlalu lama, maka rasa takut ngeri itu bercampurlah dengan keinginan yang sangat akan hasil yang akan ada di bumi bila hujan telah turun nanti. Rasa ngeri tadi ialah jika petus itu mencetus dan kilat itu bersabung, dapat saja kayu di hutan serkah, rumah besar terbakar dan orang yang berdiri di dekat petus itu bisa saja mati ditembak petus.
Kedahsyatan itu digambarkan dalam ayat ini, bahwasanya rahasia alam yang kita lihat dengan kengerian itu dibukakan oleh Allah. Adapun petir yang mengkilat dahsyat itu ialah mengucapkan tasbih kesucian bagi Allah Peneipta Alam. Bunyi yang menakutkan karena dia bergegar itu adalah suara dari alam sendiri memekikkan puja dan puji kepada Allah. Maka di samping tasbih petir itu, malaikat pun mengucapkan tasbihnya pula kepada Allah. Halilintar yang laksana akan membelah bumi itu bisa saja singgah dalam sekejap mata kepada orang yang sedang berdiri dan dia pun jatuh tersungkur.
Rasa dahsyat di musim pancaroba itu bisa kita rasakan, baik di daratan ataupun sedang berlayar di lautan. Maka dikatakanlah dalam lanjutan ayat bahwasanya dalam kehebatan alam itu masih ada saja hiruk-pikuk suara manusia yang tidak insaf akan kecil dirinya di hadapan kebesaran Allah, yang mengatur mengutak-atikkan alam itu."Namun mereka masih membantah akan Allah." Padahal sekali kilatan petus saja pun dia sudah tersungkur jatuh. Padahal Dia, Allah itu, adalah sangat pedih siksaan-Nya.
Maka sudah patutlah orang yang berakal percaya akan siksaan Allah kepada orang yang kufur atas kebesaran dan kekuasaan itu, bahwa dia akan mendapat siksaan yang pedih,
bila manusia melihat kedahsyatan alam. Tidak ada arti manusia di hadapan kebesaran itu.
Ayat 14
“Untuk-Nyalah seruan kebenaran."
Nabi-nabi dan Rasul menyampaikan seruan kepada umat manusia supaya mereka sadar, seruan untuk manusia agar mengerti siapa Tuhannya, Tuhan yang tidak bersekutu sesuatu pun yang lain dengan Dia.
Seruan kebenaran atau Da'watul Haq, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan seruan kebenaran itu ialah kalimat tauhid, keyakinan mengesakan Allah. Ibnu Abbas menjelaskan lagi yang sejalan dengan itu, Da'watul Haq, seruan kebenaran ialah kalimat La Jlaha Wallah. Maka seluruh seruan kepada kebenaran ialah mengakui keesaan Allah. Selain dari itu tidak ada kebenaran, dan kebenaran yang lain adalah bersumber dari sana.
“Dan orang-orang yang menyeru selain Dia, tidaklah memperkenankan untuk mereka sesuatu pun." Bagaimana kamu seru yang lain, wahai insan, sedang yang lain itu tidak dapat berbuat apa-apa. Tadi kamu sudah disuruh memerhatikan kilat sabung-menyabung, halilintar membelah bumi, itulah tanda Mahakuasa Allah; sedang berhala yang kamu puja itu, kalau satu kait ditembak oleh halilintar itu, akan hancurlah dia berantakan. Yang menyeru kepada yang selain Allah, yang memohon dan meminta kepadanya, tidaklah akan berhasil apa yang diharapkannya."Melainkan laksana orang yang membentangkan kedua telapak tangannya kepada air, supaya sampai ke mulutnya, padahal tidaklah dia akan sampai kepadanya." Dia tegak ke tepi air dalam kehausan, lalu dibentangkannya tangannya memanggil air itu. Hai air, masuklah ke dalam mulutku. Walaupun akan penat dan kaku tangannya membentang, atau melambai-iambai air, kemarilah, kemarilah hai air, namun air itu tidaklah akan sampai atau datang sendiri kepadanya.
“Dan tidaklah ada seruan orang-orang yang kafir itu melainkan dalam kesesatan."
Sebab kepercayaan tidak dibulatkannya menjadi satu kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa, tetapi dipecah-pecahkannya kepada yang lain, sehingga tersesatlah jalannya dan tidaklah dia akan sampai selama-lamanya kepada yang dituju.
Ayat 15
“Dan kepada Allah-lah bersujud apa yang ada di semua langit dan bumi, dengan taat atau dengan terpaksa."
Semua sujud, artinya semua mesti mengikut perintah dan peraturan, tidak dapat me-lepaskan diri dari ketundukan itu, yang insaf tunduklah dia dengan taat, dan yang ingkar dia pun mesti tunduk juga, walaupun dia enggan. Matahari, bulan dan alam cakrawala, tunduk kepada peraturan yang telah ditentukan, mau atau tidak mau. Kayu-kayu di hutan sejak dari biji yang kecil, sampai bertunas, berdaun-daun, berpucuk, berdahan, dan beranting dan kelak kemudiannya akan tumbang. Manusia wajib sujud tunduk kepada peraturan Allah. Lahir ke dunia, berangkat besar, dewasa, tua dan mati. Walaupun dihadapi maut itu dengan taat, atau dihadapi dengan enggan, namun peraturan mati mesti ditempuh. Masing-masing alam di semua langit dan bumi bersujud menurut caranya masing-masing.
Dikatakan di dalam ayat bahwa bersujud itu mesti dilakukan, Thau'an au karhan, artinya dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, mau ataupun tidak mau, dengan tunduk dan insaf ataupun dengan enggan, namun semua isi langit mesti sujud, artinya mesti tunduk kepada apa yang ditentukan oleh Allah. Tidak ada sesuatu pun yang sanggup melawan apa yang telah digariskan oleh Allah itu. Sehingga perjalanan matahari dan bulan, adalah menurut garis yang tertentu, tidak boleh melebihi dan mengurangi. Manusia yang insaf sujud kepada Allah dengan taat, karena insaf bahwa hidupnya adalah dengan belas kasihan Allah jua. Tetapi setengah manusia yang durhaka, tidak mau sujud dengan patuh dan dia pun kafir menolak dan membantah. Tetapi dia mesti dan pasti sujud kepada yang ditentukan Allah. Dari muda dia mesti tua, dari sehat dia mesti sakit dan dari hidup dia mesti mati. Bagaimanapun ingkar dan keras kepalanya keadaannya sendiri memaksanya sujud, walaupun tidak dengan ke-mauannya.
“Dan bayang-bayang mereka pun (bersujud) di kala pagi dan di kala petang."
Sampai di ujung ayat ini sunnah bagi kita melakukan sujud tilawah.
Apabila matahari terbit dari timur, bayang-bayang insan condonglah ke barat, dan apabila matahari telah menuju barat bayang-bayang insan pun condonglah ke timur. Artinya, hari berjalan terus, kadang-kadang bayang-bayang lebih panjang dari badan, kadang-kadang lebih pendek, dan edaran matahari yang menimbulkan bayang-bayang meninggalkan perhitungan bagi insan bahwa akan datang masanya, bayang-bayang itu tidak ada lagi, sebab yang empunya bayang-bayang telah disembunyikan di balik bumi. Begitulah terus-menerus. Sehingga manusia dapat berpikir, kalau segala sesuatu tunduk bersujud kepada Allah, sampai pun bayang-bayang kita sendiri, bilakah masanya lagi kita akan sujud dengan kesadaran?
Ayat 16
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan bagi semua langit dan bumi?"
Disuruh Allah Rasul-Nya menanyakan kepada mereka setelah mereka disuruh memikirkan dan merenungkan, maka meskipun belum mereka jawab, jawabnya sudah terang, “Katakanlah: “Allah!" Tidak ada Tuhan selain Dia."Katakanlah: “Apakah kamu adakan (juga) selain Dia pelindung-pelindung?" Mana ada pelindung yang lain, padahal kamu sudah diajak berpikir? Apakah kamu sangka mudah-mudah saja membuat pelindung padahal di hadapan kamu telah kamu lihat kebesaran Allah? Apa pelindung-pelindung yang kamu karang-karangkan itu? “Yang tidak berkuasa bagi diri mereka sendiri memberi manfaat dan tidak mudharat?" Jangankan melindungi orang lain? Maka orang-orang yang masih membuat pelindung-pelindung selain dari Allah samalah halnya dengan orang-orang buta, dan orang yang bertauhid, itulah orang yang nyalang mata."Katakanlah: “Adakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Orang yang musyrik adalah orangyang meraba-raba dalam gelap, sedang orang yang bertauhid adalah berjalan di tempat yang terang, “Atau, adakah sama gelap gulita dengan terang cahaya?" Yang menguasai dan menciptakan alam hanyalah Allah dengan sendiri-Nya. Adapun yang lain yang kamu jadikan pelindung itu, menciptakan seekor nyamuk pun mereka tidak sanggup."Atau mereka jadikankah bagi Allah sekutu-sekutu yang (sanggup) mencipta sebagai cipta-an-Nya? Sehingga bersamaan makhluk itu atas mereka?" Tidak beda lagi apa yang dijadikan oleh Allah dengan apa yang dijadikan oleh berhala? “Katakanlah:
“Atlah-lah Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan Dia adalah Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
Di sini ditarik perhatian kita kepada dua nama dari Allah, sebagai kunci dari ayat, yaitu al-Wahid dan al-Qahhar. Al-Walid telah kita artikan Esa. Pikiran yang sehat pasti sampai kepada suatu kesimpulan bahwasanya kekuasaan yang mutlak itu pasti Esa, tidak bisa pecah. Instansi yang tertinggi pasti satu. Kemudian al-Qahhar, yang telah kita artikan dengan Mahaperkasa. Gagah, berwibawa, berjalan pengaruh hukum-Nya dan juga berarti Yang Selalu Menang, Yang Selalu Menguasai, Yang Kekuasaan-Nya tidak bisa dibantah dan disanggah yang hukum-Nya telah putus, tidak dapat dirombak lagi.
Jadi bersambunglah tiga kata itu. Pertama Allah itu Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan kedua Dia Mencipta dengan sendiri-Nya, tidak bersekutu dengan yang lain, dan ketiga Yang Mahaperkasa, sehingga segala-galanya, mau atau tidak mau, dengan taat atau dengan enggan, mesti sujud kepada-Nya.
Sekarang diulangkan lagi, sekali lagi, dan berkali-kali lagi, memperingatkan kepada me-reka betapa pemberian Allah Yang Esa dan Perkasa itu kepada manusia.
Ayat 17
“Dia menurunkan air dari langit, maka membanjirlah lembah-lembah dengan ukurannya, maka mengandunglah … itu akan buih yang timbul."
Di sini diterangkan betapa Allah mencurahkan hujan yang lebat dari langit, yaitu dari atas “kita. Kadang-kadang demikian lebatnya sehingga membanjir memenuhi lembah-lembah dan membawa buih; amat dahsyat rupanya. Kelak hujan itu akan teduh dan air pun mengeringlah dan buih tadi pun tinggallah di atas tanah. Padahal ketika hujan lebat, hebat benar kelihatan buih itu. Namun buih itu bukan kelihatan ketika hebatnya hujan saja, tetapi kelihatan juga ketika menyalakan api."Dan dari apa yang dibakar dalam api mengharapkan perhiasan dan perkakas." Yang biasa dihembus dihapar oleh tukang besi, gejala api yang naik itu pun “pun berbuih seperti itu (pula)?' Hujan lebat menimbulkan buih, api nyala menempa besi pun menimbulkan buih.
“Demikianlah Allah memisalkan kebenaran dan kebatilan. Maka adapun buih itu akan hilanglah dengan sia-sia, dan adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka tinggallah dia di bumi. Demikianlah Allah menenangkan beberapa perumpamaan."
Maka dalam ayat ini, bukan saja terhadap hujannya harus ditumpahkan perhatian dan bukan pula kepada hapar besi tempat menempa pedang, lading dan sabit, tetapi kepada gejala yang timbul dari keduanya yaitu buih. Hebat tampaknya naik buih itu, yaitu geledak air atau gejala api. Rupanya tampak hanya ketika ada banjir, dan rupanya tampak hanya ketika api bernyala. Bila banjir telah kering, atau apabila api telah padam, buih itu hilang dengan sendiri, sebab dia hanya ruap. Dia habis diterbangkan angin. Meskipun dia pernah muncul, tetapi oleh karena dasarnya tidak kuat atau tidak ada, dia pasti habis. Sebab itu tidak ada orang yang mempergunakannya. Lihatlah banjir! Ketika hebatnya banjir, maka bangsa yang ringan-ringan merapung ke atas dan batu terbenam ke bawah, atau tidak kelihatan karena air sedang keruh. Nanti kalau air sudah susut, baru kelihatan batu-batu besar tadi yang tidak terganjak dari tempatnya dan sampah hanyut tadi tersadai di mana-mana, dan dia tidaklah diperlukan. Demikianlah bangsa buih.
Demikian pun segala barang yang logam yang dikerjakan dengan hapar. Besi, tembaga, timah dan emas atau perak sekalipun. Mulanya semuanya masih bercampur-aduk dengan semacam buih. Bagi besi buihnya itu ialah karatnya. Tembaga pun demikian juga; dia mempunyai karat warna hijau. Ketika dibakar maka karat-karat itulah yang membuih menjadi gejala api. Tetapi kemudian setelah selesai dipukul dan digodam, maka yang bangsa buih itu habis tidak berguna dan yang tinggal ialah inti besi atau waja besi. Yang buih-buih tadi hilang dengan sendiri.
Maka berkatalah ahli-ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas dan lain-lain bahwa buih itu diumpamakan suatu pendirian yang tidak teguh, yang timbul karena keragu-raguan atau Syak Sedang yang memberi manfaat kepada manusia ialah yakin. Yangyakin itulah yang akan tinggal tetap di muka bumi, tidak akan hanyut betapa pun besarnya air bah yang menggulung.
Di sinilah Allah memperlihatkan kepada manusia yang beriman, bagaimana teguhnya suatu pendirian yang telah diyakini, atau aqidah yang telah menjadi pegangan hidup. Betapa pun besarnya banjir, sehingga buih-buih telah merapung ke atas, dan yang inti berharga itu seakan-akan telah terbenam ke bawah, namun banjir itu tidak akan lama. Air akan surut kembali dan bangsa sampah akan hanyut. Demikian juga laksana keris atau senjata tajam yang lain, ataupun gelang emas yang memalut lengan seorang perempuan. Dia sampai kepada yang demikian itu ialah setelah lebih dahulu masuk hapar untuk digodam dan digembleng. Segala karat dan busanya telah habis; yang tinggal ialah inti emasnya atau besinya yang sejati.
Ayat 18
“Untuk orang-orang yang menyambut seruan Tuhan mereka adalah kebaikan."
Orang yang mempergunakan akal dan memasang telinga mendengar kebenaran, membuka mata melihat bukti, kebaikanlah yang akan dialaminya."Dan orang-orang yang tidak menyambut ajakan-Nya, walaupun ada bagi mereka semua apa yang di bumi." Dari sangat kaya rayanya."Dan sebanyak itu pula bersamanya." Yaitu ditambah lagi kekayaannya menjadi dua kali lipat dari apa yang di bumi tadi."Tentu hendak mereka tebus dirinya dengan dia."Namun kekayaan itu semuanya tidaklah akan dapat menebus dirinya dari api neraka."Itulah orang-orang yang bagi mereka seburuk-buruk perhitungan." Di dunia mereka telah salah hitung, disangka menolak seruan Allah adalah jalan yang benar, setelah datang Hari Akhirat ternyata kosonglah hidup, tidak ada bekal, dan tidak bisa menebus diri walaupun dengan kekayaan sepenuh bumi dua kali; bahkan di Akhirat tidak ada kekayaan selain iman dan amal.
“Dan tempat mereka adalah Jahannam, dan itulah sejelek-jelek kedudukan."