Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
مَن
siapa
رَّبُّ
Tuhan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُۚ
Allah
قُلۡ
katakanlah
أَفَٱتَّخَذۡتُم
patutkah kamu mengambil
مِّن
dari
دُونِهِۦٓ
selain Dia/Allah
أَوۡلِيَآءَ
pelindung-pelindung
لَا
tidak
يَمۡلِكُونَ
mereka mnguasai
لِأَنفُسِهِمۡ
bagi diri mereka sendiri
نَفۡعٗا
kemanfaatan
وَلَا
dan tidak
ضَرّٗاۚ
kemudaratan
قُلۡ
katakanlah
هَلۡ
apakah
يَسۡتَوِي
sama
ٱلۡأَعۡمَىٰ
orang buta
وَٱلۡبَصِيرُ
dan orang yang dapat melihat
أَمۡ
atau
هَلۡ
apakah
تَسۡتَوِي
sama
ٱلظُّلُمَٰتُ
gelap gulita
وَٱلنُّورُۗ
dan cahaya/terang benderang
أَمۡ
atau
جَعَلُواْ
mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
شُرَكَآءَ
beberapa sekutu
خَلَقُواْ
mereka menciptakan
كَخَلۡقِهِۦ
seperti ciptaanNya
فَتَشَٰبَهَ
maka/lalu serupa
ٱلۡخَلۡقُ
ciptaan
عَلَيۡهِمۡۚ
atas mereka
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُ
Allah
خَٰلِقُ
pencipta
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُوَ
dan Dia
ٱلۡوَٰحِدُ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّـٰرُ
Maha Perkasa
قُلۡ
katakanlah
مَن
siapa
رَّبُّ
Tuhan
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِ
dan bumi
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُۚ
Allah
قُلۡ
katakanlah
أَفَٱتَّخَذۡتُم
patutkah kamu mengambil
مِّن
dari
دُونِهِۦٓ
selain Dia/Allah
أَوۡلِيَآءَ
pelindung-pelindung
لَا
tidak
يَمۡلِكُونَ
mereka mnguasai
لِأَنفُسِهِمۡ
bagi diri mereka sendiri
نَفۡعٗا
kemanfaatan
وَلَا
dan tidak
ضَرّٗاۚ
kemudaratan
قُلۡ
katakanlah
هَلۡ
apakah
يَسۡتَوِي
sama
ٱلۡأَعۡمَىٰ
orang buta
وَٱلۡبَصِيرُ
dan orang yang dapat melihat
أَمۡ
atau
هَلۡ
apakah
تَسۡتَوِي
sama
ٱلظُّلُمَٰتُ
gelap gulita
وَٱلنُّورُۗ
dan cahaya/terang benderang
أَمۡ
atau
جَعَلُواْ
mereka menjadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
شُرَكَآءَ
beberapa sekutu
خَلَقُواْ
mereka menciptakan
كَخَلۡقِهِۦ
seperti ciptaanNya
فَتَشَٰبَهَ
maka/lalu serupa
ٱلۡخَلۡقُ
ciptaan
عَلَيۡهِمۡۚ
atas mereka
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُ
Allah
خَٰلِقُ
pencipta
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُوَ
dan Dia
ٱلۡوَٰحِدُ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّـٰرُ
Maha Perkasa
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.” Katakanlah, “Pantaskah kamu menjadikan selain Dia sebagai pelindung, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri?” Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang dapat melihat? Atau, samakah kegelapan dengan cahaya? Atau, apakah mereka menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang (diyakini) dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah, “Allah pencipta segala sesuatu dan Dialah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.”
Tafsir
(Katakanlah) hai Muhammad kepada kaummu ("Siapakah Rabb langit dan bumi?" Jawabnya, "Allah.") jika mereka tidak mau mengatakannya, maka tiada jawaban lain kecuali itu. (Katakanlah) kepada mereka ("Maka patutkah kalian mengambil selain Allah) selain-Nya (sebagai pelindung-pelindung) berhala-berhala yang kalian sembah (padahal mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memberikan kemanfaatan dan tidak pula kemudaratan bagi diri mereka sendiri?") kemudian kalian meninggalkan untuk menyembah kepada Yang memiliki dan Yang menguasai kemanfaatan dan kemudaratan? Kata tanya di sini mengandung pengertian cemoohan dan ejekan. (Katakanlah, "Adakah sama orang buta dan orang yang melihat?) orang kafir dan orang mukmin itu apakah sama? (atau samakah gelap-gulita) yakni kekafiran (dan terang-benderang?) yakni keimanan? Tentu saja tidak. (Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa) artinya sekutu-sekutu itu dapat menciptakan seperti ciptaan Allah (menurut pandangan mereka?") sehingga mereka berkeyakinan bahwa berhala-berhala atau sekutu-sekutu itu berhak untuk disembah oleh sebab kemampuan mereka dalam hal menciptakan? Kata tanya di sini mengandung makna ingkar; atau dengan kata lain berarti bahwa hakikatnya tidaklah demikian karena sesungguhnya tidak ada yang berhak untuk disembah selain daripada Yang Maha Pencipta. (Katakanlah, "Allah adalah pencipta segala sesuatu) tiada sekutu bagi-Nya di dalam penciptaan ini, maka tiada sekutu pula bagi-Nya dalam hal disembah (dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.") di atas semua hamba-hamba-Nya.
Katakanlah, "Siapakah Tuhan langit dan bumi?Jawabnya, "Allah." Katakanlah, "Makapatutkah kalian mengambil pelindung-pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudaratan bagi diri mereka sendiri? Katakanlah, "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka? Katakanlah, "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.
Allah ﷻ menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia sendiri, karena sesungguhnya mereka mengakui bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi. Dia adalah Tuhannya dan yang mengaturnya. Tetapi sekalipun demikian, mereka telah mengambil dari selain-Nya penolong-penolong yang mereka sembah-sembah, padahal sembahan-sembahan mereka itu sama sekali tidak memiliki sedikit manfaat pun tidak pula sedikit mudarat pun bagi diri mereka, juga bagi diri para penyembahnya. Dengan kata lain, sembahan-sembahan itu tidak dapat memberikan suatu manfaat pun kepada para penyembahnya, tidak dapat pula menolak suatu mudarat pun dari mereka.
Maka apakah sama orang yang menyembah tuhan-tuhan ini selain Allah dengan orang yang menyembah Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, sedangkan dia berada pada jalan petunjuk dari Tuhannya? (Jawabannya tentu saja tidak sama). Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Katakanlah, "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka? (Ar-Ra'd: 16) Artinya, apakah orang-orang musyrik itu menjadikan sembahan-sembahan bagi mereka selain Allah yang mereka samakan dan sejajarkan dengan kekuasaan-Nya dalam menciptakan segala sesuatu, lalu sembahan-sembahan itu menciptakan hal-hal yang sama dengan ciptaan-Nya, sehingga kedua ciptaan itu sama menurut pandangan mereka, dan mereka tidak dapat membedakannya lagi bahwa padahal makhluk-makhluk itu diciptakan oleh selain-Nya? Jawabannya, tentu saja tidak; yakni tidaklah kenyataannya seperti itu.
Karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang menyerupai dan sama dengan Dia, tiada tandingan bagi-Nya, tiada lawan bagi-Nya, tiada pembantu bagi-Nya, tidak beranak, dan tidak beristri. Mahatinggi Allah dari hal tersebut dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Sekalipun mereka yang musyrik itu menyembah sembahan-sembahan selain Allah, tetapi dalam hati mereka mengakui bahwa sembahan-sembahan itu adalah makhluk dan hamba Allah.
Hal ini terbukti melalui talbiyah mereka yang mengatakan, "Labbaika, tiada sekutu bagiMu, kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu. Engkau menguasainya, sedangkan dia tidak berkuasa," juga seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya menceritakan perihal mereka: Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. (Az-Zumar: 3) Maka Allah membantah dugaan mereka itu, dan Allah menyatakan bahwa tiada seorang pun yang dapat memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali dengan seizin-Nya, yaitu melalui firman-Nya dalam ayat lain: Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. (Saba': 23) Dan berapa banyaknya malaikat di langit. (An-Najm: 26), hingga akhir ayat.
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95) Apabila semuanya adalah hamba-hamba Allah, maka sebagian dari mereka tidak boleh menyembah sebagian yang lain tanpa dalil dan tanpa bukti.
Apa yang mereka lakukan itu tiada lain hanyalah berdasarkan pendapat, buat-buatan, dan ciptaan mereka sendiri. Kemudian Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya dari awal sampai yang terakhir untuk melarang mereka melakukan penyembahan kepada selain Allah. Akan tetapi, mereka didustakan dan ditentang. Maka mereka yang menentang para rasul itu benar-benar berhak mendapat azab Allah. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49)"
Ayat-ayat yang lalu telah membuktikan betapa Allah Mahakuasa,
Maha Mengetahui, dan Mahaperkasa. Melalui ayat berikut Allah lalu
meminta Nabi Muhammad mengajukan pertanyaan kepada orangorang kafir. Katakanlah, Siapakah Tuhan pemilik langit dan bumi'
Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Allah. Katakanlah lagi kepada
mereka, Pantaskah kamu, wahai penduduk Mekah, mengambil berhala
sebagai pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa
mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi dirinya sendiri'
Katakanlah, wahai Nabi, Samakah orang yang buta dengan yang dapat
melihat' Atau samakah keadaan yang gelap gulita dengan keadaan yang
terang benderang' Apakah mereka, yakni orang yang menyekutukan
Allah, menjadikan pula sekutu-sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan
seperti ciptaan-Nya, sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan
mereka' Katakanlah, Allah adalah Pencipta segala sesuatu, tidak akan
pernah ada yang wujud kecuali Dia ciptakan, dan Dia Tuhan Yang Maha
Esa, Mahaperkasa. Ayat berikut merinci kekuasaan Allah yang tidak dimiliki oleh berhala
sesembahan orang-orang musyrik Mekah. Allah telah menurunkan dalam bentuk curahan air hujan dari langit, maka mengalirlah ia, yakni
air hujan yang dicurahkan itu, di lembah-lembah menurut ukurannya,
maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam)
yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat yang
beraneka ragam, ada pula buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan tentang mana yang benar dan mana yang
batil. Adapun buih, lambang dari kebatilan, akan hilang sebagai sesuatu
yang tidak ada gunanya; tetapi kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat
bagi manusia, dan manfaat itu akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan bagi orang-orang yang mau berpikir.
Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi diminta oleh Allah ﷻ untuk menanyakan kepada orang-orang yang menyekutukan Allah, "Siapakah pencipta alam semesta yang keindahannya sangat mengagumkan manusia?" Kemudian Nabi sendiri diminta untuk menjawab pertanyaan itu dan mengatakan kepada mereka, "Dialah Allah yang menciptakan semuanya, mengatur, dan memeliharanya secara tertib dan sempurna." Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ supaya menjawab pertanyaan itu karena bunyi jawaban itu akan sama dengan yang diucapkan oleh orang-orang musyrik sendiri. Mereka tidak akan mengingkari bahwa penciptanya adalah Allah sendiri, seperti tersebut dalam firman-Nya:
Dan jika engkau bertanya kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Pasti mereka akan menjawab, "Allah." Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran). (al-Ankabut/29: 61)
Jika memang Allah pencipta alam semesta, maka patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah, padahal berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat memberi kemanfaatan atau menolak kemudaratan. Mengapa mereka tetap menjadikan benda-benda mati itu menjadi pelindung? Mengapa akal pikiran mereka tidak digunakan untuk menentukan pilihan yang benar? Padahal benda-benda tersebut tidak mempunyai kemampuan apa-apa meskipun hanya menciptakan seekor lalat. Firman Allah:
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. (al-hajj/22: 73)
Kemudian dalam rangka membuka tabir kepicikan akal mereka, sehingga tidak dapat membandingkan antara yang baik dan yang buruk, Nabi ﷺ diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka adakah sama orang buta yang sama sekali tidak dapat melihat dengan orang yang matanya sehat, dapat melihat semua benda di hadapannya dengan terang dan jelas? Tentu saja jawabannya adalah tidak sama. Jika ditanyakan pula kepada mereka apakah sama gelap gulita dengan terang benderang? Tentu jawabannya juga tidak sama. Dengan demikian, akhirnya dapat disimpulkan bahwa Allah Yang Maha Esa dan Sempurna dalam segala-galanya tidak bisa disamakan dengan berhala, benda mati yang sama sekali tidak dapat memberi manfaat dan menolak kemudaratan. Demikian pula kekafiran seseorang kepada Allah dan rasul-Nya tidak sama dengan cahaya keimanan seorang mukmin yang memancar dari wajah dan hatinya. Pertanyaan selanjutnya, apakah berhala-berhala yang mereka sembah itu dapat menciptakan makhluk seperti ciptaan Allah, sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka, dan sukar dibedakan mana ciptaan berhala dan mana ciptaan Allah?
Jika Allah bisa disamakan dengan berhala dalam penciptaan maka ada alasan bagi mereka untuk menyekutukan-Nya. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Berhala-berhala itu adalah benda mati, jangankan dapat disamakan ciptaannya dengan ciptaan Allah, wujudnya saja ada karena diukir oleh tangan manusia. Mereka tidak dapat menjawab jika ditanya dan tidak dapat memberi kemanfaatan dan kemudaratan sedikit pun kepada penyembahnya. Sesajen yang dihidangkan di hadapannya jika dicuri oleh lalat, mereka sama sekali tidak dapat mengambilnya kembali. Bahkan jika penyembah-penyembahnya sedang lengah, seekor serigala pun dapat mengencingi kepalanya.
Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk pula Pencipta berhala-berhala, dan Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. Mengapa kamu menyembah kepada selain-Nya, yang sama sekali tidak memberi manfaat dan kemudaratan?.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 12
“Dialah yang memperlihatkan kepada kamu akan kilat, untuk menimbulkan takut dan keinginan"
Apabila kilat telah berapi-api di angkasa, timbullah takut dan ngeri melihat, tetapi di samping takut timbul keinginan. Sebab kilat adalah tanda hujan akan turun. Begitulah perasaan manusia di saat itu.
“Dan Dia yang menyusun awan yang berat."
Dan dalam awan yang berat inilah timbulnya kilat tadi, dan kilat adalah tanda hujan lebat yang dikandung oleh awan yang berat itu akan turun.
Ayat 13
“Dan bertasbihlah petir dengan memuji-Nya."
Maka apabila kita telah melihat kilat sabung-menyabungdan dalam sebentar waktu saja kilat itu diiringi oleh suara geledek, guruh-petus yang dahsyat, sehingga kita merasa ngeri melihat dahsyatnya, ketahuilah bahwa itulah tasbih alam kepada Allah. Pikirkanlah berapa agaknya kekuatan listrik yang terkandung di dalam pancaran kilat dan kedahsyatan bunyi petus itu. Bukankah itu tanda dari kebesaran Allah? Yang kadang-kadang kita rasakan sebagai cemeti layaknya. Subhanallah!"Dan malaikat pun lantaran takut kepada-Nya" Mengucapkan Subhanallah, kesucian Allah dan memuji-Nya juga. Baik petir, baik malaikat, baik alam yang lain, yang oleh ahli-ahli tasawuf disebut Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Mitsal, Alam Ajsam, dan berbagai alam lagi yang kita lihat dan yang tidak kita lihat, semuanya mengucapkan tasbih memuji Allah, masing-masing menurut cara dan bawaannya."Dan Dia kirim halilintar dan Dia timpakan dia kepada barangsiapa yang Dia kehendaki." Sehingga bukan sedikit orang yang mati ditembak petus, bahkan kayu besar di hutan pun serkah atau terbakar. Sehingga dengan itu dapatlah manusia yang insaf akan kecil dirinya dalam kehebatan alam perbuatan Allah ini, dan hanya belas kasihan Ilahi jualah tempat dia berlindung."Namun mereka masih membantah tentang Allah." Namun masih ada mereka yang mengatakan Allah itu tidak ada, atau dia percaya tetapi dia lalai.
“Padahal Dia adalah sangat pedih siksaan."
Di dalam ayat ini dibayangkanlah betapa dahsyatnya keadaan alam di waktu musim pancaroba telah datang; di mana kilat telah sabung-menyabung dan petir telah memancarkan api, dan halilintar laksana akan membelah bumi. Awan hitam pun memberat di langit; maka dahsyatlah bunyi, mana bunyi halilintar dan petir sesudah kilat mencetus dan mana pula bunyi angin yang menderu karena hujan telah dekat turun sehingga langit jadi kelam. Di waktu itu, demi kedahsyatan alam, timbullah rasa ngeri. Terasa benar kecilnya manusia di hadapan kebesaran cakrawala yang dijadikan Allah. Tetapi oleh karena hujan telah lama tidak turun dan kemarau telah terlalu lama, maka rasa takut ngeri itu bercampurlah dengan keinginan yang sangat akan hasil yang akan ada di bumi bila hujan telah turun nanti. Rasa ngeri tadi ialah jika petus itu mencetus dan kilat itu bersabung, dapat saja kayu di hutan serkah, rumah besar terbakar dan orang yang berdiri di dekat petus itu bisa saja mati ditembak petus.
Kedahsyatan itu digambarkan dalam ayat ini, bahwasanya rahasia alam yang kita lihat dengan kengerian itu dibukakan oleh Allah. Adapun petir yang mengkilat dahsyat itu ialah mengucapkan tasbih kesucian bagi Allah Peneipta Alam. Bunyi yang menakutkan karena dia bergegar itu adalah suara dari alam sendiri memekikkan puja dan puji kepada Allah. Maka di samping tasbih petir itu, malaikat pun mengucapkan tasbihnya pula kepada Allah. Halilintar yang laksana akan membelah bumi itu bisa saja singgah dalam sekejap mata kepada orang yang sedang berdiri dan dia pun jatuh tersungkur.
Rasa dahsyat di musim pancaroba itu bisa kita rasakan, baik di daratan ataupun sedang berlayar di lautan. Maka dikatakanlah dalam lanjutan ayat bahwasanya dalam kehebatan alam itu masih ada saja hiruk-pikuk suara manusia yang tidak insaf akan kecil dirinya di hadapan kebesaran Allah, yang mengatur mengutak-atikkan alam itu."Namun mereka masih membantah akan Allah." Padahal sekali kilatan petus saja pun dia sudah tersungkur jatuh. Padahal Dia, Allah itu, adalah sangat pedih siksaan-Nya.
Maka sudah patutlah orang yang berakal percaya akan siksaan Allah kepada orang yang kufur atas kebesaran dan kekuasaan itu, bahwa dia akan mendapat siksaan yang pedih,
bila manusia melihat kedahsyatan alam. Tidak ada arti manusia di hadapan kebesaran itu.
Ayat 14
“Untuk-Nyalah seruan kebenaran."
Nabi-nabi dan Rasul menyampaikan seruan kepada umat manusia supaya mereka sadar, seruan untuk manusia agar mengerti siapa Tuhannya, Tuhan yang tidak bersekutu sesuatu pun yang lain dengan Dia.
Seruan kebenaran atau Da'watul Haq, Sayyidina Ali bin Abi Thalib menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan seruan kebenaran itu ialah kalimat tauhid, keyakinan mengesakan Allah. Ibnu Abbas menjelaskan lagi yang sejalan dengan itu, Da'watul Haq, seruan kebenaran ialah kalimat La Jlaha Wallah. Maka seluruh seruan kepada kebenaran ialah mengakui keesaan Allah. Selain dari itu tidak ada kebenaran, dan kebenaran yang lain adalah bersumber dari sana.
“Dan orang-orang yang menyeru selain Dia, tidaklah memperkenankan untuk mereka sesuatu pun." Bagaimana kamu seru yang lain, wahai insan, sedang yang lain itu tidak dapat berbuat apa-apa. Tadi kamu sudah disuruh memerhatikan kilat sabung-menyabung, halilintar membelah bumi, itulah tanda Mahakuasa Allah; sedang berhala yang kamu puja itu, kalau satu kait ditembak oleh halilintar itu, akan hancurlah dia berantakan. Yang menyeru kepada yang selain Allah, yang memohon dan meminta kepadanya, tidaklah akan berhasil apa yang diharapkannya."Melainkan laksana orang yang membentangkan kedua telapak tangannya kepada air, supaya sampai ke mulutnya, padahal tidaklah dia akan sampai kepadanya." Dia tegak ke tepi air dalam kehausan, lalu dibentangkannya tangannya memanggil air itu. Hai air, masuklah ke dalam mulutku. Walaupun akan penat dan kaku tangannya membentang, atau melambai-iambai air, kemarilah, kemarilah hai air, namun air itu tidaklah akan sampai atau datang sendiri kepadanya.
“Dan tidaklah ada seruan orang-orang yang kafir itu melainkan dalam kesesatan."
Sebab kepercayaan tidak dibulatkannya menjadi satu kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa, tetapi dipecah-pecahkannya kepada yang lain, sehingga tersesatlah jalannya dan tidaklah dia akan sampai selama-lamanya kepada yang dituju.
Ayat 15
“Dan kepada Allah-lah bersujud apa yang ada di semua langit dan bumi, dengan taat atau dengan terpaksa."
Semua sujud, artinya semua mesti mengikut perintah dan peraturan, tidak dapat me-lepaskan diri dari ketundukan itu, yang insaf tunduklah dia dengan taat, dan yang ingkar dia pun mesti tunduk juga, walaupun dia enggan. Matahari, bulan dan alam cakrawala, tunduk kepada peraturan yang telah ditentukan, mau atau tidak mau. Kayu-kayu di hutan sejak dari biji yang kecil, sampai bertunas, berdaun-daun, berpucuk, berdahan, dan beranting dan kelak kemudiannya akan tumbang. Manusia wajib sujud tunduk kepada peraturan Allah. Lahir ke dunia, berangkat besar, dewasa, tua dan mati. Walaupun dihadapi maut itu dengan taat, atau dihadapi dengan enggan, namun peraturan mati mesti ditempuh. Masing-masing alam di semua langit dan bumi bersujud menurut caranya masing-masing.
Dikatakan di dalam ayat bahwa bersujud itu mesti dilakukan, Thau'an au karhan, artinya dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, mau ataupun tidak mau, dengan tunduk dan insaf ataupun dengan enggan, namun semua isi langit mesti sujud, artinya mesti tunduk kepada apa yang ditentukan oleh Allah. Tidak ada sesuatu pun yang sanggup melawan apa yang telah digariskan oleh Allah itu. Sehingga perjalanan matahari dan bulan, adalah menurut garis yang tertentu, tidak boleh melebihi dan mengurangi. Manusia yang insaf sujud kepada Allah dengan taat, karena insaf bahwa hidupnya adalah dengan belas kasihan Allah jua. Tetapi setengah manusia yang durhaka, tidak mau sujud dengan patuh dan dia pun kafir menolak dan membantah. Tetapi dia mesti dan pasti sujud kepada yang ditentukan Allah. Dari muda dia mesti tua, dari sehat dia mesti sakit dan dari hidup dia mesti mati. Bagaimanapun ingkar dan keras kepalanya keadaannya sendiri memaksanya sujud, walaupun tidak dengan ke-mauannya.
“Dan bayang-bayang mereka pun (bersujud) di kala pagi dan di kala petang."
Sampai di ujung ayat ini sunnah bagi kita melakukan sujud tilawah.
Apabila matahari terbit dari timur, bayang-bayang insan condonglah ke barat, dan apabila matahari telah menuju barat bayang-bayang insan pun condonglah ke timur. Artinya, hari berjalan terus, kadang-kadang bayang-bayang lebih panjang dari badan, kadang-kadang lebih pendek, dan edaran matahari yang menimbulkan bayang-bayang meninggalkan perhitungan bagi insan bahwa akan datang masanya, bayang-bayang itu tidak ada lagi, sebab yang empunya bayang-bayang telah disembunyikan di balik bumi. Begitulah terus-menerus. Sehingga manusia dapat berpikir, kalau segala sesuatu tunduk bersujud kepada Allah, sampai pun bayang-bayang kita sendiri, bilakah masanya lagi kita akan sujud dengan kesadaran?
Ayat 16
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan bagi semua langit dan bumi?"
Disuruh Allah Rasul-Nya menanyakan kepada mereka setelah mereka disuruh memikirkan dan merenungkan, maka meskipun belum mereka jawab, jawabnya sudah terang, “Katakanlah: “Allah!" Tidak ada Tuhan selain Dia."Katakanlah: “Apakah kamu adakan (juga) selain Dia pelindung-pelindung?" Mana ada pelindung yang lain, padahal kamu sudah diajak berpikir? Apakah kamu sangka mudah-mudah saja membuat pelindung padahal di hadapan kamu telah kamu lihat kebesaran Allah? Apa pelindung-pelindung yang kamu karang-karangkan itu? “Yang tidak berkuasa bagi diri mereka sendiri memberi manfaat dan tidak mudharat?" Jangankan melindungi orang lain? Maka orang-orang yang masih membuat pelindung-pelindung selain dari Allah samalah halnya dengan orang-orang buta, dan orang yang bertauhid, itulah orang yang nyalang mata."Katakanlah: “Adakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Orang yang musyrik adalah orangyang meraba-raba dalam gelap, sedang orang yang bertauhid adalah berjalan di tempat yang terang, “Atau, adakah sama gelap gulita dengan terang cahaya?" Yang menguasai dan menciptakan alam hanyalah Allah dengan sendiri-Nya. Adapun yang lain yang kamu jadikan pelindung itu, menciptakan seekor nyamuk pun mereka tidak sanggup."Atau mereka jadikankah bagi Allah sekutu-sekutu yang (sanggup) mencipta sebagai cipta-an-Nya? Sehingga bersamaan makhluk itu atas mereka?" Tidak beda lagi apa yang dijadikan oleh Allah dengan apa yang dijadikan oleh berhala? “Katakanlah:
“Atlah-lah Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan Dia adalah Yang Maha Esa, Maha Perkasa."
Di sini ditarik perhatian kita kepada dua nama dari Allah, sebagai kunci dari ayat, yaitu al-Wahid dan al-Qahhar. Al-Walid telah kita artikan Esa. Pikiran yang sehat pasti sampai kepada suatu kesimpulan bahwasanya kekuasaan yang mutlak itu pasti Esa, tidak bisa pecah. Instansi yang tertinggi pasti satu. Kemudian al-Qahhar, yang telah kita artikan dengan Mahaperkasa. Gagah, berwibawa, berjalan pengaruh hukum-Nya dan juga berarti Yang Selalu Menang, Yang Selalu Menguasai, Yang Kekuasaan-Nya tidak bisa dibantah dan disanggah yang hukum-Nya telah putus, tidak dapat dirombak lagi.
Jadi bersambunglah tiga kata itu. Pertama Allah itu Pencipta tiap-tiap sesuatu, dan kedua Dia Mencipta dengan sendiri-Nya, tidak bersekutu dengan yang lain, dan ketiga Yang Mahaperkasa, sehingga segala-galanya, mau atau tidak mau, dengan taat atau dengan enggan, mesti sujud kepada-Nya.
Sekarang diulangkan lagi, sekali lagi, dan berkali-kali lagi, memperingatkan kepada me-reka betapa pemberian Allah Yang Esa dan Perkasa itu kepada manusia.
Ayat 17
“Dia menurunkan air dari langit, maka membanjirlah lembah-lembah dengan ukurannya, maka mengandunglah … itu akan buih yang timbul."
Di sini diterangkan betapa Allah mencurahkan hujan yang lebat dari langit, yaitu dari atas “kita. Kadang-kadang demikian lebatnya sehingga membanjir memenuhi lembah-lembah dan membawa buih; amat dahsyat rupanya. Kelak hujan itu akan teduh dan air pun mengeringlah dan buih tadi pun tinggallah di atas tanah. Padahal ketika hujan lebat, hebat benar kelihatan buih itu. Namun buih itu bukan kelihatan ketika hebatnya hujan saja, tetapi kelihatan juga ketika menyalakan api."Dan dari apa yang dibakar dalam api mengharapkan perhiasan dan perkakas." Yang biasa dihembus dihapar oleh tukang besi, gejala api yang naik itu pun “pun berbuih seperti itu (pula)?' Hujan lebat menimbulkan buih, api nyala menempa besi pun menimbulkan buih.
“Demikianlah Allah memisalkan kebenaran dan kebatilan. Maka adapun buih itu akan hilanglah dengan sia-sia, dan adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka tinggallah dia di bumi. Demikianlah Allah menenangkan beberapa perumpamaan."
Maka dalam ayat ini, bukan saja terhadap hujannya harus ditumpahkan perhatian dan bukan pula kepada hapar besi tempat menempa pedang, lading dan sabit, tetapi kepada gejala yang timbul dari keduanya yaitu buih. Hebat tampaknya naik buih itu, yaitu geledak air atau gejala api. Rupanya tampak hanya ketika ada banjir, dan rupanya tampak hanya ketika api bernyala. Bila banjir telah kering, atau apabila api telah padam, buih itu hilang dengan sendiri, sebab dia hanya ruap. Dia habis diterbangkan angin. Meskipun dia pernah muncul, tetapi oleh karena dasarnya tidak kuat atau tidak ada, dia pasti habis. Sebab itu tidak ada orang yang mempergunakannya. Lihatlah banjir! Ketika hebatnya banjir, maka bangsa yang ringan-ringan merapung ke atas dan batu terbenam ke bawah, atau tidak kelihatan karena air sedang keruh. Nanti kalau air sudah susut, baru kelihatan batu-batu besar tadi yang tidak terganjak dari tempatnya dan sampah hanyut tadi tersadai di mana-mana, dan dia tidaklah diperlukan. Demikianlah bangsa buih.
Demikian pun segala barang yang logam yang dikerjakan dengan hapar. Besi, tembaga, timah dan emas atau perak sekalipun. Mulanya semuanya masih bercampur-aduk dengan semacam buih. Bagi besi buihnya itu ialah karatnya. Tembaga pun demikian juga; dia mempunyai karat warna hijau. Ketika dibakar maka karat-karat itulah yang membuih menjadi gejala api. Tetapi kemudian setelah selesai dipukul dan digodam, maka yang bangsa buih itu habis tidak berguna dan yang tinggal ialah inti besi atau waja besi. Yang buih-buih tadi hilang dengan sendiri.
Maka berkatalah ahli-ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas dan lain-lain bahwa buih itu diumpamakan suatu pendirian yang tidak teguh, yang timbul karena keragu-raguan atau Syak Sedang yang memberi manfaat kepada manusia ialah yakin. Yangyakin itulah yang akan tinggal tetap di muka bumi, tidak akan hanyut betapa pun besarnya air bah yang menggulung.
Di sinilah Allah memperlihatkan kepada manusia yang beriman, bagaimana teguhnya suatu pendirian yang telah diyakini, atau aqidah yang telah menjadi pegangan hidup. Betapa pun besarnya banjir, sehingga buih-buih telah merapung ke atas, dan yang inti berharga itu seakan-akan telah terbenam ke bawah, namun banjir itu tidak akan lama. Air akan surut kembali dan bangsa sampah akan hanyut. Demikian juga laksana keris atau senjata tajam yang lain, ataupun gelang emas yang memalut lengan seorang perempuan. Dia sampai kepada yang demikian itu ialah setelah lebih dahulu masuk hapar untuk digodam dan digembleng. Segala karat dan busanya telah habis; yang tinggal ialah inti emasnya atau besinya yang sejati.
Ayat 18
“Untuk orang-orang yang menyambut seruan Tuhan mereka adalah kebaikan."
Orang yang mempergunakan akal dan memasang telinga mendengar kebenaran, membuka mata melihat bukti, kebaikanlah yang akan dialaminya."Dan orang-orang yang tidak menyambut ajakan-Nya, walaupun ada bagi mereka semua apa yang di bumi." Dari sangat kaya rayanya."Dan sebanyak itu pula bersamanya." Yaitu ditambah lagi kekayaannya menjadi dua kali lipat dari apa yang di bumi tadi."Tentu hendak mereka tebus dirinya dengan dia."Namun kekayaan itu semuanya tidaklah akan dapat menebus dirinya dari api neraka."Itulah orang-orang yang bagi mereka seburuk-buruk perhitungan." Di dunia mereka telah salah hitung, disangka menolak seruan Allah adalah jalan yang benar, setelah datang Hari Akhirat ternyata kosonglah hidup, tidak ada bekal, dan tidak bisa menebus diri walaupun dengan kekayaan sepenuh bumi dua kali; bahkan di Akhirat tidak ada kekayaan selain iman dan amal.
“Dan tempat mereka adalah Jahannam, dan itulah sejelek-jelek kedudukan."