Ayat
Terjemahan Per Kata
لَهُۥ
baginya(seseorang)
مُعَقِّبَٰتٞ
pengiring
مِّنۢ
dari
بَيۡنِ
antara
يَدَيۡهِ
dua tangannya/depannya
وَمِنۡ
dan dari
خَلۡفِهِۦ
belakangnya
يَحۡفَظُونَهُۥ
mereka menjaganya
مِنۡ
dari/atas
أَمۡرِ
perintah
ٱللَّهِۗ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُغَيِّرُ
merobah
مَا
apa/keadaan
بِقَوۡمٍ
dengan suatu kaum
حَتَّىٰ
sehingga
يُغَيِّرُواْ
mereka merobah
مَا
apa/keadaan
بِأَنفُسِهِمۡۗ
dengan diri mereka sendiri
وَإِذَآ
dan jika
أَرَادَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
بِقَوۡمٖ
dengan suatu kaum
سُوٓءٗا
keburukan
فَلَا
maka tidak
مَرَدَّ
menolak
لَهُۥۚ
baginya
وَمَا
dan tidak ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِهِۦ
selain Dia
مِن
dari
وَالٍ
pelindung
لَهُۥ
baginya(seseorang)
مُعَقِّبَٰتٞ
pengiring
مِّنۢ
dari
بَيۡنِ
antara
يَدَيۡهِ
dua tangannya/depannya
وَمِنۡ
dan dari
خَلۡفِهِۦ
belakangnya
يَحۡفَظُونَهُۥ
mereka menjaganya
مِنۡ
dari/atas
أَمۡرِ
perintah
ٱللَّهِۗ
Allah
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
لَا
tidak
يُغَيِّرُ
merobah
مَا
apa/keadaan
بِقَوۡمٍ
dengan suatu kaum
حَتَّىٰ
sehingga
يُغَيِّرُواْ
mereka merobah
مَا
apa/keadaan
بِأَنفُسِهِمۡۗ
dengan diri mereka sendiri
وَإِذَآ
dan jika
أَرَادَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
بِقَوۡمٖ
dengan suatu kaum
سُوٓءٗا
keburukan
فَلَا
maka tidak
مَرَدَّ
menolak
لَهُۥۚ
baginya
وَمَا
dan tidak ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِهِۦ
selain Dia
مِن
dari
وَالٍ
pelindung
Terjemahan
Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Tafsir
(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya (dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah) berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri (seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap mereka. Huruf min di sini adalah zaidah.
Tafsir Surat Ar-Ra'd: 10-11
Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antara kalian yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. Bagi manusia ada malaikal-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali lak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Allah ﷻ menceritakan perihal ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu dan semua- makhluk-Nya. Sama saja bagi Allah apakah sebagian dari mereka merahasiakan ucapannya atau berterus terang, sesungguhnya Allah mendengar semuanya, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha: 7) dan Yang mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyalakan. (An-Naml: 25) Siti Aisyah r.a. telah mengatakan, "Mahasuci Tuhan yang pendengaranNya meliputi semua suara.
Demi Allah, sesungguhnya wanita yang menggugat datang kepada Rasulullah ﷺ mengadukan perihal suaminya, sedangkan saat itu aku sedang berada di sebelah rumah; dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ menyembunyikan sebagian dari ucapannya dariku, lalu turunlah firman Allah ﷻ yang mengatakan: 'Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. '(Al-Mujadilah: 1) Adapun firman Allah ﷻ: dan siapa yang bersembunyi di malam hari. (Ar-Ra'd: 10) Maksudnya, bersembunyi di dalam rumahnya di kegelapan malam hari. dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari. (Ar-Ra'd: 10) Yaitu menampakkan dirinya berjalan di siang hari. Kedua keadaan tersebut sama saja bagi ilmu Allah, yakni Dia mengetahui semuanya dengan sama.
Hal ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Ingatlah di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain. (Hud: 5), hingga akhir ayat. Kalian tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur'an dan kalian tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atas kalian di waktu kalian melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit.
Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar daripada itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Yunus: 61) Firman Allah ﷻ: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Artinya, ada malaikat-malaikat yang selalu menjaga hamba Allah secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada pula yang di siang hari untuk menjaganya dari hal-hal yang buruk dan kecelakaan-kecelakaan. Sebagaimana bergiliran pula kepadanya malaikat-malaikat lainnya yang bertugas mencatat semua amal baik dan amal buruknya; mereka menjaganya secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada yang di siang hari yaitu di sebelah kanan dan sebelah kirinya bertugas mencatat semua amal perbuatan hamba yang bersangkutan.
Malaikat yang ada di sebelah kanannya mencatat amal-amal baiknya, sedangkan yang ada di sebelah kirinya mencatat amal-amal buruknya. Selain dari itu ada dua malaikat lain lagi yang bertugas menjaga dan memeliharanya; yang satu ada di belakangnya, yang lain ada di depan. Dengan demikian, seorang hamba dijaga oleh empat malaikat di siang harinya, dan empat malaikat lagi di malam harinya secara bergantian, yaitu malaikat yang menjaga dan yang mencatat, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih: Malaikat-malaikat di malam hari dan malaikat-malaikat di siang hari silih berganti menjaga kalian, dan mereka berkumpul di waktu salat Subuh dan salat Asar.
Maka naiklah para malaikat yang menjaga kalian di malam hari, lalu Tuhan Yang Maha Mengetahui keadaan kalian menanyai mereka, "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku? Mereka (para malaikat malam hari) menjawab, "Kami datangi mereka sedang mereka dalam keadaan salat dan kami tinggalkan mereka sedang mereka dalam keadaan salat." Di dalam hadis lain disebutkan: Sesungguhnya bersama kalian selalu ada malaikat-malaikat yang tidak pernah berpisah dengan kalian, terkecuali di saat kalian sedang berada di kakus dan ketika kalian sedang bersetubuh, maka malulah kalian kepada mereka dan hormatilah mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah (Ar-Ra'd: 11) Yang bergiliran dari Allah adalah para malaikat-Nya. Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Para malaikat itu ditugaskan untuk menjaganya di depan dan di belakangnya.
Apabila takdir Allah telah memutuskan sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para malaikat itu menjauh darinya. Mujahid mengatakan bahwa tiada seorang hamba pun melainkan ada malaikat yang ditugaskan untuk menjaganya di saat ia tidur dan di saat ia terbangun, yakni menjaganya dari kejahatan jin, manusia, dan hewan buas. Tiada sesuatu pun dari makhluk itu yang datang kepada hamba yang bersangkutan dengan tujuan untuk memudaratkannya, melainkan malaikat penjaga itu berkata kepadanya, "Pergilah ke belakangmu!" Kecuali apabila ada sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah, maka barulah dapat mengenainya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya. (Ar-Ra'd: 11) Bahwa yang dimaksud adalah seorang raja dari kalangan para raja di dunia ini, ia mempunyai penjagaan yang berlapis-lapis di sekelilingnya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya. (Ar-Ra'd: 11) Yakni pejabat yang diangkat oleh sultan selalu dikawal oleh penjaga.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Ikrimah mengatakan bahwa mereka adalah para amir yang dikawal oleh para penjaga di depan dan di belakangnya. Ad-Dahhak mengatakan, yang dimaksud adalah sultan (penguasa) yang dijaga atas perintah Allah, padahal penguasa-penguasa itu adalah orang-orang musyrik. Makna lahiriah ayat ini hanya Allah yang lebih mengetahui bahwa yang dimaksud oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ad-Dahhak dalam ungkapannya masing-masing menunjukkan bahwa penjagaan para malaikat kepada setiap hamba Allah menyerupai penjagaan para pengawal kepada raja dan amir mereka.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah hadis garib. Ia mengatakan: ". [: 18] telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdus Salam ibnu Saleh Al-Qusyairi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Jarir. dari Hammad ibnu Salamah, dari Abdul Humaid ibnu Ja'far, dari Kinanah Al-Adawi yang mengatakan bahwa Usman ibnu Affan masuk ke dalam rumah Rasulullah ﷺ, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang seorang hamba, ada berapa malaikatkah yang selalu menyertainya?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Seorang malaikat berada di sebelah kananmu yang mencatat amal baikmu, ia adalah kepala (pemimpin) dari malaikat yang ada di sebelah kirimu.
Apabila kamu melakukan suatu kebaikan, maka dicatatkan sepuluh kebaikan; dan apabila kamu mengerjakan suatu keburukan (dosa), maka malaikat yang ada di sebelah kirimu berkata kepada malaikat yang ada di sebelah kananmu, Bolehkah aku mencatatnya?' Malaikat yang di sebelah kanan menjawab, 'Jangan, barangkali dia memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.' Malaikat yang ada di sebelah kiri meminta izin kepada yang ada di sebelah kanan sebanyak tiga kali.
Dan apabila dia telah meminta izin sebanyak tiga kali, maka barulah malaikat yang di sebelah kanan berkata, 'Catatlah, semoga Allah membebaskan kita darinya. Seburuk-buruk orang yang kita temani adalah orang yang sedikit perasaan muraqabah-nya (diawasi oleh Allah) dan sedikit malunya terhadap kita.' Allah ﷻ berfirman: 'Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. '(Qaf: 18) Ada dua malaikat lagi, yang seorang berada di hadapanmu, dan yang seorang lagi berada di belakangmu.
Allah ﷻ berfirman: 'Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya.' (Ar-Ra'd: 11), hingga akhir ayat. Ada malaikat yang memegang ubun-ubunmu. Apabila kamu merendahkan diri karena Allah, maka malaikat itu mengangkatmu; dan apabila kamu berlaku congkak, maka malaikat itu membenamkanmu. Ada dua malaikat yang berada di kedua bibirmu, keduanya tidak menjagamu selain bila kamu membaca salawat untuk Nabi Muhammad ﷺ Dan seorang malaikat yang menjaga mulutmu, dia tidak akan membiarkan mulutmu dimasuki oleh ular. Dan dua malaikat lagi yang ada di kedua matamu, seluruhnya ada sepuluh malaikat untuk tiap-tiap manusia.
Malaikat-malaikat yang bertugas di malam hari turun untuk menggantikan malaikat-malaikat yang bertugas di siang hari, karena malaikat malam hari lain dengan malaikat siang hari, mereka berjumlah dua puluh malaikat untuk setiap manusia. Sedangkan iblis bekerja di siang hari dan anaknya bekerja di malam hari." Imam Ahmad rahimahullah mengatakan: ". " (4) ". telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Mansur, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari ayahnya, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Tiada seorang pun di antara kalian melainkan telah ditugaskan untuk menemaninya teman dari jin dan teman dari malaikat.
Mereka bertanya, "Juga engkau, wahai Rasulullah? Rasulullah ﷺ menjawab, "Juga diriku ini, tetapi Allah menolongku terhadap gangguannya. Karena itu, tiadalah menganjurkan kepadaku kecuali hanya kebaikan belaka. Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim secara munfarid (menyendiri). Firman Allah ﷻ: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka menjaganya atas perintah dari Allah ﷻ Demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dan lain-lainnya, dari Ibnu Abbas. Pendapat ini dipegang oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Menurut sebagian qiraat, ada yang membacanya dengan bacaan berikut: Yahfazunahu biamrillah, yakni mereka menjaganya dengan perintah Allah.' Ka'bul Ahbar mengatakan, "Seandainya tampak bagi anak Adam semua kemudahan dan semua kesulitan, tentulah ia akan melihat segala sesuatu dari hal tersebut sebagai sesuatu yang meyakinkannya.
Sekiranya Allah tidak menugaskan malaikat-malaikat untuk menjaga kalian dalam makanan, minuman, serta aurat kalian, niscaya kalian akan binasa." Abu Umamah mengatakan bahwa tiada seorang anak Adam pun melainkan ditemani oleh malaikat yang menjaganya hingga ia menyerahkannya kepada apa yang telah ditakdirkan bagi anak Adam yang bersangkutan. Abu Mijlaz mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Murad datang kepada Ali r.a. yang sedang salat, lalu lelaki itu berkata, "Hati-hatilah engkau, karena sesungguhnya ada sejumlah orang dari Bani Murad yang ingin membunuhmu." Maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya setiap orang lelaki selalu ditemani oleh dua malaikat yang menjaganya dari hal-hal yang tidak ditakdirkan untuknya.
Apabila takdir telah datang untuknya, maka kedua malaikat itu menjauh darinya. Sesungguhnya ajal itu adalah benteng yang sangat kuat." Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Yakni berdasarkan perintah dari Allah ﷻ Seperti yang disebutkan di dalam hadis, bahwa mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang ruqyah (pengobatan memakai jampi) yang biasa kita gunakan? Apakah ia dapat menolak sesuatu dari takdir Allah?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: Ruayah itu sendiri termasuk bagian dari takdir Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Asy'as, dari Jahm, dari Ibrahim yang mengatakan bahwa Allah pernah memerintahkan kepada salah seorang nabi dari kalangan kaum Bani Israil, "Hendaklah kamu katakan kepada kaummu bahwa tidak ada suatu penduduk kota pun dan tidak ada penghuni suatu ahli bait pun yang tadinya berada dalam ketaatan kepada Allah, lalu mereka berpaling dari ketaatan dan mengerjakan maksiat kepada Allah, melainkan Allah memalingkan dari mereka hal-hal yang mereka sukai, kemudian menggantikannya dengan hal-hal yang tidak mereka sukai." Selanjutnya Jahm ibnu Ibrahim mengatakan bahwa bukti kebenaran ini dalam Kitabullah (Al-Qur'an) ialah firman Allah ﷻ yang mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11) Hal ini disebutkan dalam suatu hadis yang berpredikat marfu.
Abul-Hafiz Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Sifatul 'Arsy: Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnul Asy'as As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Abu Hanifah Al-Yamani Al-Ansari, dari Umair ibnu Abdul Malik yang menceritakan bahwa Khalifah Ali ibnu Abu Talib berkhotbah kepada kami di atas mimbar Kufah.
Antara lain ia mengatakan, "Apabila aku berdiam diri tidak berbicara kepada Rasulullah ﷺ, maka beliaulah yang memulainya kepadaku; dan apabila aku menanyakan suatu berita kepadanya, dia menceritakannya kepadaku. Dan dia menceritakan kepadaku suatu hadis dari Allah ﷻ yang menyebutkan: Tuhan berfirman, 'Demi Kemuliaan, Keagungan, dan Ketinggian-Ku di atas 'Arasy; tiada suatu (penduduk) kota pun, dan tiada pula suatu ahli bait pun yang tadinya mengerjakan hal yang Aku benci yaitu berbuat durhaka terhadap-Ku, kemudian mereka berpaling dari perbuatan durhaka itu menuju kepada perbuatan yang Aku sukai, yaitu taat kepada-Ku, melainkan Aku palingkan dari mereka hal yang tidak mereka sukai, yaitu azab-Ku; dan Aku berikan kepada mereka hal yang mereka sukai, yaitu rahmat-Ku'.
Hadis berpredikat garib, di dalam sanadnya terdapat nama orang yang tidak kukenal."
Tidak saja mengetahui sesuatu yang tersembunyi di malam hari
dan yang tampak di siang hari, Allah, melalui malaikat-Nya, juga mengawasinya dengan cermat dan teliti. Baginya, yakni bagi manusia, ada
malaikat-malaikat yang selalu menjaga dan mengawasi-nya secara bergiliran, dari depan dan dari belakangnya. Mereka menjaga dan mengawasinya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah Yang Mahakuasa tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum dari suatu kondisi ke kondisi yang lain,
sebelum mereka mengubah keadaan diri menyangkut sikap mental dan
pemikiranmereka sendiri. Dan apabila,yakni andaikata,Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum'dan ini adalah hal yang mustahil bagi
Allah'maka tak ada kekuatan apa pun yang dapat menolaknya dan tidak
ada yang dapat menjadi pelindung bagi mereka selain Dia. Melanjutkan penyebutan tanda-tanda kekuasaan-Nya pada ayatayat yang lalu, beberapa ayat berikut Allah berbicara tentang kilat, halilintar, mendung, dan air hujan. Allah berfirman, Dialah Allah, Tuhan
Yang Mahakuasa, yang memperlihatkan kilat kepadamu, yakni seberkas
cahaya yang memancar dan menghilang secara cepat, yang kadangkala
menimbulkan ketakutan pada diri kamu, dan kadangkala menimbulkan
harapan yang menggembirakan'yakni pertanda segera turun hujan.
Dan Dia pula yang menjadikan mendung yang akan menurunkan hujan.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ﷻ menugaskan kepada beberapa malaikat untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat yang bertugas menjaga manusia di malam hari, dan ada yang di siang hari, menjaga dari pelbagai bahaya dan kemudaratan. Ada pula malaikat yang mencatat semua amal perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yaitu malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Malaikat yang berada di sebelah kanan mencatat segala kebaikan, dan yang di sebelah kiri mencatat amal keburukan, dan dua malaikat lainnya, yang satu di depan dan satu lagi di belakang. Setiap orang memiliki empat malaikat empat pada siang hari dan empat pada malam hari. Mereka datang secara bergiliran, sebagaimana diterangkan dalam hadis yang sahih:
Ada beberapa malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari dan di siang hari. Mereka bertemu (untuk mengadakan serah terima) pada waktu salat Subuh dan salat Ashar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di malam hari kepada Allah Taala. Dia bertanya, sedangkan Ia sudah mengetahui apa yang akan ditanyakannya itu, "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kamu meninggalkan mereka (di dunia)?" Malaikat menjawab, "Kami datang kepada mereka ketika salat dan kami meninggalkan mereka, dan mereka pun sedang salat." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Apabila manusia mengetahui bahwa di sisinya ada malaikat-malaikat yang mencatat semua amal perbuatan dan mengawasinya, maka dia harus selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat karena setiap aktivitasnya akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu. Pengawasan malaikat terhadap perbuatan manusia dapat diyakini kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat modern yang dapat mencatat semua kejadian yang terjadi pada diri manusia. Sebagai contoh, alat pengukur pemakaian aliran listrik dan air minum di tiap-tiap kota dan desa telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang telah dipergunakan dan berapa yang harus dibayar oleh si pemakai. Demikian pula alat-alat yang dipasang di kendaraan bermotor yang dapat mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah ditempuh.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan bermacam-macam perkara gaib, sebagai bukti yang dapat memberi keyakinan kepada kita tentang benarnya teori ketentuan agama. Hal itu juga menjadi sebab untuk meyakinkan orang-orang yang dikuasai oleh doktrin kebendaan, sehingga mereka mengakui adanya hal-hal gaib yang tidak dapat dirasakan dan diketahui hanya dengan panca indera. Oleh karena itu, sungguh tepat orang yang mengatakan bahwa kedudukan agama dan pengetahuan dalam Islam laksana dua anak kembar yang tidak dapat dipisahkan, atau seperti dua orang kawan yang selalu bersama seiring sejalan dan tidak saling berbantahan.
Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah dan seizin-Nya. Mereka menjalankan tugas dengan sempurna. Sebagaimana dalam alam kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan akibat, sesuai dengan hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata yang dapat melindungi mata dari benda yang mungkin masuk dan bisa merusaknya, demikian pula dalam kerohanian, Allah telah menugaskan beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai kemudaratan dan godaan hawa nafsu dan setan.
Allah ﷻ telah menugaskan para malaikat itu untuk mencatat amal perbuatan manusia meskipun kita tidak tahu bagaimana cara mereka mencatat. Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk mengetahuinya, tetapi mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk mencatatnya? Mungkin di dalamnya terkandung hikmah agar manusia lebih tunduk dan berhati-hati dalam bertindak karena kemahatahuan Allah melingkupi mereka. Amal mereka terekam dengan akurat sehingga kelak tidak ada yang merasa dizalimi dalam pengadilan Allah.
Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa tidak ada seorang hamba pun melainkan ada malaikat yang menjaganya dari kejatuhan tembok, jatuh ke dalam sumur, dimakan binatang buas, tenggelam, atau terbakar. Akan tetapi, bilamana datang kepastian dari Allah atau saat datangnya ajal, mereka membiarkan manusia ditimpa oleh bencana dan sebagainya.
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa dari kenikmatan dan kesejahteraan yang dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan mereka sendiri yang mengubahnya. Hal tersebut diakibatkan oleh perbuatan aniaya dan saling bermusuhan, serta berbuat kerusakan dan dosa di muka bumi. Hadis Rasulullah saw:
Jika manusia melihat seseorang yang zalim dan tidak bertindak terhadapnya, maka mungkin sekali Allah akan menurunkan azab yang mengenai mereka semuanya. (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Bakar ash-shiddiq)
Pernyataan ini diperkuat dengan firman Allah:
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. (al-Anfal/8: 25)
Kaum muslimin pada fase pertama penyebaran Islam telah mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur'an dengan penuh keyakinan dan kesadaran, sehingga mereka menjadi umat terbaik di antara manusia. Mereka menguasai berbagai kawasan yang makmur pada waktu itu, serta mengalahkan kerajaan Roma dan Persia dengan menjalankan kebijaksanaan dalam pemerintahan yang adil, dan disaksikan oleh musuh-musuhnya. Orang-orang yang teraniaya dibela dalam rangka menegakkan keadilan. Oleh karena itu, agama Islam telah diakui sebagai unsur mutlak dalam pembinaan karakter bangsa dan pembangunan negara.
Setelah generasi mereka berlalu dan diganti dengan generasi yang datang kemudian, ternyata banyak yang melalaikan ajaran agama tentang keadilan dan kebenaran, sehingga keadaan mereka berubah menjadi bangsa yang hina. Padahal sebelum itu, mereka merupakan bangsa yang terhormat, berwibawa, mulia, dan disegani oleh kawan maupun lawan. Mereka menjadi bangsa yang diperbudak oleh kaum penjajah, padahal sebelumnya mereka sebagai penguasa. Mereka menjadi bangsa yang mengekor, padahal dahulunya mereka merupakan bangsa yang memimpin.
Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya telah mencantumkan sebuah bab dengan judul: Kezaliman dapat Menghancurkan Kemakmuran. Beliau mengemukakan beberapa contoh dalam sejarah sebelum dan sesudah Islam, bahwa kezaliman itu menghancurkan kekuasaan umat Islam dan merendahkan derajatnya, sehingga menjadi rongrongan dari semua bangsa. Umat Islam yang pernah jaya terpuruk beberapa abad lamanya di bawah kekuasaan dan penjajahan orang Barat.
Apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum dengan penyakit, kemiskinan, atau bermacam-macam cobaan yang lain sebagai akibat dari perbuatan buruk yang mereka kerjakan, maka tak ada seorang pun yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 5
“Dan jika ada yang engkau …kan, maka mengherankanlah perkataan mereka: “Apakah setelah kita menjadi tanah, kita akan ada dalam kejadian yang baru lagi?"
Bahwasanya manusia kelak kemudian hari, setelah dia mati, telah hancur badannya dan telah berserak tulangnya, pastilah akan dibangkitkan kembali. Itulah yang bernama kiamat. Hal yang demikian bukanlah suatu hal yang mengherankan, sebab Allah yang meninggikan langit dan menghamparkan bumi dan memudahkan perjalanan matahari dan bulan, dan mengatur segenap yang hebat di dalam alam ini. Allah itulah yang telah menentukan demikian. Yang amat mengherankan ialah jika ada orang yang tidak mempercayai bahwa yang demikian pasti kejadian. Mengapa mereka bertanya demikian? Mengapa mereka tidak percaya akan kekuasaan Allah menghidupkan kembali kelak orang yang telah mati? Sungguh mengherankan! Apakah tidak sempurna akal mereka? Jawabannya adalah lanjutan ayat, “Itulah orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan mereka." Padahal kepercayaan akan hari akhirat adalah lanjutan yang pasti dari kepercayaan kepada Allah. Tidak percaya kepada hari akhirat, artinya ialah kepercayaan tidak sempurna kepada Allah, sama juga dengan tidak percaya! “Dan itulah orang yang belenggu ada di leher mereka." Yakni, termasuk manusia yang dikutuk Allah, dikenakan belenggu sebagai orang hukuman.
“Dan itulah orang-orang ahli neraka, yang mereka di dalamnya akan kekal."
Ayat ini telah menunjukkan bahwasanya percaya akan kebangkitan sesudah mati adalah rangka atau rukun yang tidak boleh terpisah dari iman akan Allah. Sebab banyak juga orang yang mengakui percaya kepada Allah, tetapi kepada hari akhirat dia tidak yakin. Maka orang yang demikian, masih terhitung kafir.
Ayat 6
“Dan mereka tuntut kepada engkau (supaya) mencepatkan keburukan sebelum kebaikan, padahal telah lewat sebelum mereka berbagai siksaan."
Kadang-kadang dari sebab keras ke-kufuran mereka dan keingkaran mereka, pernah mereka menentang kepada rasul Allah minta, kalau benar siksaan Allah itu ada, supaya diperlihatkan sekarang juga. Keburukan yang mereka minta, bukan jalan kebaikan yang mereka kehendaki. Alangkah kesatnya hati yang demikian itu. Padahal patutlah mereka insaf bahwa terdahulu dari mereka sudah banyak umat yang mendapat siksaan Allah. Janganlah meminta yang buruk kepada Allah, tetapi mohonlah karunia yang baik."Dan sesungguhnya Tuhan engkau adalah mempunyai ampunan untuk manusia atas keaniayaan mereka." Artinya, sungguhpun sampai demikian kasarnya mereka, sampai menentang minta yang buruk sebelum yang baik, namun pintu buat mereka kembali masih terbuka. Mungkin sikapnya yang menentang itu karena bodohnya belaka. Sebab itu lanjutkanlah memberi ajaran yang baik kepada mereka, Tetapi kalau tidak mau berubah, niscaya Allah pun tidak akan membiarkan saja sikap yang sudah terlalu itu.
“Dan sesungguhnya Tuhan engkau itu pun sangat pedih siksaan-Nya."
Ayat 7
“Dan berkata orang-orang yang kafir itu: “Alangkah baiknya ...nya diturunkan kepadanya suatu tanda dari Tuhannya."
Mereka meminta bukti, dan kadang-kadang meminta yang ganjil-ganjil, yang bernama mukjizat. Bukanlah Allah tidak sanggup memberikan mukjizat itu kepada rasul-Nya, tetapi bagi setengah mereka permintaan mukjizat itu bukanlah untuk percaya, hanya untuk menentang saja. Kalau permintaan mereka dikabulkan, belumlah tentu mereka akan percaya dan surut dari kesalahan mereka. Ini telah terbukti pada nabi dan rasul yang dahulu-dahulu. Sebab itu Allah memperingatkan kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ supaya permintaan-permintaan yang semacam itu, jangan diacuhkan.
“Sesungguhnya engkau hanyalah penyampai ancaman, karena bagi tiap-tiap kaum ada penunjuk jalannya."
Bagi tiap kaum ada penunjuk jalannya, ada nabinya, ada pemimpin yang akan membawa kaum itu dari jurang kebodohan kepada cahaya Iman. Teruskan saja kewajibanmu itu, dan jangan semua usul yang tidak-tidak dari mereka diambil pusing; sebab yang memimpin mereka adalah engkau, bukan engkau yang harus dituntun oleh mereka.
Ayat 8
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh tiap-tiap perempuan."
Sejak dari masih segumpal mani yang telah bertemu telur si perempuan dengan sperma laki-laki mengarang diri menjadi nuthfah, menjadi alaqah, terus menjadi mudhghah, sampai bertumbuh; apa rupanya cantik atau akan buruk, apa warnanya akan hitam manis atau putih kuning, apa akan menjadi laki-laki atau perempuan, sejak mulai dikandung bahkan sejak mulai sebelum dikandung, sudahlah dalam pengetahuan Allah Subhaanahu wa Ta'aala: “Dan apa yang dikurangi oleh rahim-rahim perempuan dan apa yang bertambah" Entah kurang kandungan dari yang biasa, yaitu sembilan bulan sepuluh hari, atau berlebih dari itu, entah mencapai sepuluh bulan, itu pun sudah dalam pengetahuan Allah terlebih dahulu.
“Dan tiap-tiap sesuatu di sisi-Nya, adalah dengan ukuran."
Sama sekali telah diukur dan ditimbang berapa takaran dan berapa campuran, sekian banyak kalori, sekian banyak hormon dan sekian banyak vitamin. Bukan saja manusia dalam kandungan, bahkan setelah manusia muncul ke dunia pun imbangan hidupnya ialah karena ukuran yang telah ditentukan Allah. Ilmu pengetahuan modern, tentang khasiat suatu ghidza', yang telah diindonesiakan dengan sebutan Gizi, membuktikan akan besarnya arti ayat ini. Orang menjadi sehat bila ukuran itu teratur dalam dirinya, dan orang menjadi sakit bila kekurangan ukuran dari salah suatu yang penting.
Tentang keadaan anak bayi dalam kandungan, hanya Allah yang mengetahuinya, telah tersebut di dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud,
“Berkata Rasulullah ﷺ: Sesungguhnya pen-ciptaan seseorang kamu ialah dikumpulkan di dalam perut ibunya empat puluh hari sebagai Nuthfah, kemudian itu menjadi ‘Alaqah serupa itu pula, kemudian menjadi Mudhghah serupa itu pula, kemudiati diutus Allah kepadanya seorang malaikat, diperintahkan membawa empat kalimat; dengan menuliskan rezekinya, umurnya dan amalnya, dan dia sengsara atau bahagia." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan di dalam hadits yang lain pula tersebut,
“Maka berkatalah Malaikat itu: “Ya Tuhan/ Laki-lakikah atau perempuan! Ya, Tuhan, sengsarakah atau bahagia." Bagaimana rezekinya!
Bagaimana ajalnya! Maka bersabdalah Tuhan dan menulislah Malaikat
Menurut sebuah hadits yang dirawikan ofeh Bukhari dari Abdullah bin Umar,
“Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Kunci-kunci yang gaib adalah lima, tidak mengetahui akan dia melainkan Allah. Tidak mengetahui apa yang akan terjadi besok melainkan Allah, tidak mengetahui apa yang dikandung di dalam rahim melainkan Allah, tidak mengetahui bila hujan akan turun melainkan Allah, dan tidak seorang pun orang yang tahu di bumi mana dia akan mati, dan tidak ada yang mengetahui bila Kiamat akan berdiri melainkan Allah." (HR Bukhari)
Tentang mengurangi yang di dalam rahim atau melebihi itu, ditafsirkan oleh setengah penafsir ialah karena orang mengandung pada kebiasaannya ialah sembilan bulan sepuluh hari. Tetapi ada yang kurang, yang dinamai bunting muda, sehingga dalam tujuh bulan telah lahir dan ada pula yang berlebih dari sembilan bulan.
Berkata Makhul, “Anak dalam perut ibunya tidaklah meminta apa-apa dan tidak pernah berduka cita atau bersusah hati. Rezekinya datang sendiri kepadanya, sebagai saringan dari darah haidnya; itu sebab maka perempuan yang sedang hamil tidak keluar darah haidnya. Dan apabila dia telah lahir, mulailah dia menunjukkan tanda-tanda meminta apa-apa. Tanda meminta itu ialah dia mulai merasa berbeda tempat tinggalnya yang baru. Apabila pusatnya telah dikerat, mulailah dipindahkan Allah rezekinya dari tali pusat itu kepada susu ibunya, sehingga dia tidak berduka cita dan tidak meminta dan tidak susah. Kemudian dia berangsur besar sampai dapat menjamba sesuatu dengan telapak tangannya untuk dimakannya. Tiba-tiba setelah dia besar dewasa baru dia mengeluh bagaimana bisa hidup, apakah akan mati karena tidak makan, apakah akan terbunuh, di mana akan dapat rezeki!"
Berkata Makhul kembali, “Mengapa begitu? Dijamin makan engkau sejak dari perut ibumu, bahkan sampai engkau masih kecil merangkak. Sekarang setelah engkau dewasa dan berakal, baru engkau berkata, “Mati atau terbunuh, di mana akan dapat rezeki." Setelah itu dibacalah oleh Makhul ayat ini, “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan
Tentang ayat “Dan setiap-tiap sesuatu di sisi-Nya adalah dengan ukuran." Yang di atas telah kita tafsirkan tentang ukuran gizi manusia, vitamin, kalori, hormon dan se-bagainya, berkata Qatadah, “Arti dengan ukuran ialah ketentuan ajal. Dipelihara Allah rezeki makhluk-Nya dan ajalnya, dan semuanya itu dengan ketentuan pasti."
Tersebut dalam sebuah hadits yang shahih bahwasanya salah seorang orang perempuan memberitahukan kepada Rasulullah ﷺ tentang kematian putranya, dia ingin sekali agar Nabi ﷺ hadir ke rumahnya. Lalu Rasulullah menyuruh orang terlebih dahulu menyampaikan pesan beliau,
“Kembali kepada Allah apa yang diambil oleh Allah, dan bagi Allah apa yang Dia anugerahkan. Segala sesuatu di sisi Allah adalah menurut ajal (janji) yang telah ditentukan. Sampaikanlah kepadanya agar dia sabar dan memperhitungkan diri di hadapan Allah."
Ayat 9
“Yang Mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata."
Artinya, bahwa Allah mengetahui bahkan lebih mengetahui apa yang disaksikan oleh hamba Allah dengan matanya, ataupun yang gaib, jauh dari penglihatannya. Sedangkan yang dapat disaksikan mata (syahadah) itu sendiri, tidak juga selengkapnya dapat diketahui oleh manusia, apatah lagi yang gaib. Dan yang gaib itu jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang nyata."Yang Mahabesar," lebih besar dari segala sesuatu. Sebab segala sesuatu itu adalah di bawah naungannya.
“Yang Mahatinggi."
Mahatinggi, di atas dari tiap-tiap sesuatu, karena menguasai, mengatur dan tunduk kepada-Nya seluruh alam ini; “Thou'an au karhan." Mau atau tidak mau.
Makhluk betapa pun besarnya, hanya kecil saja di hadapan Allah. Manusia berapa pun tinggi pangkatnya atau kedudukannya, hanya permainan belaka di bawah kebesaran dan ketinggian Allah. Dan dengan Allah tidak ada orang yang dapat menyembunyikan suatu rahasia.
Ayat 10
“Sama saja dari antara kamu yang membisik-bisikkan kata dan yang mengenaskan dia."
Yang dibisik-bisikkan itu didengar juga oleh Allah, karena kekuasaan Allah pun meliputi kepada batin dan hati sanubari orang yang membisikkan itu. Demikian juga suara yang dikeraskan atau disorakkan, misalnya entah karena hendak mengambil muka kepada Allah, lalu disebut namanya keras-keras. Di hadapan Allah di antara bisik dan suara keras tidak ada perbedaan, karena keduanya diketahui oleh Allah. Bukan saja bisik dan suara keras itu yang diketahui, lebih-lebih diketahui apa maksudnya dan apa latar belakangnya. Oleh sebab itu maka tidaklah perlu nama Allah itu disorakkan keras-keras, ketika hendak munajat menyeru Dia, karena Allah bukanlah tuli.
“Dan orang yang bersembunyi di malam hari, dan yang-benjolan di siang hari."
Orang yang bersembunyi di malam hari diketahui oleh Allah, baik sembunyinya itu duduk seorang diri, bertafakur mengingat diri dan menghubungkannya dengan Allah di waktu orang lain nyenyak tidur, seperti mengerjakan shalat Tahajud; ataupun bersembunyi dari mata orang lain karena berbuat maksiat, tidaklah keduanya itu lepas dari tilikan Allah. Berjalan di siang hari pun diketahui oleh Allah, entah pergi mencari rezeki yang halal, entah pun menjalar ke sana kemari membuat hasung dan fitnah dan merugikan orang lain. Janganlah disangka bahwa semuanya itu terlepas dari tilikan Allah.
Ayat 11
“Baginya ada penjaga-penjaga bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya, mereka memeliharanya dengan perintah Allah."
Artinya, bahwasanya malaikat-malaikat sengaja disediakan oleh Allah untuk menjaga kita seluruh makhluk ini dengan bergiliran. Maka tersebutlah di dalam beberapa had its bahwasanya makhluk itu dijaga terus oleh malaikat, ada yang bernama malaikat Raqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia beramal, Raqib menuliskan amalan yang baik, ‘Atid mencatat amalan yang jahat. Dan tersebut juga di dalam hadits bahwasanya ada malaikat yang menjaga semata-mata malam hari, datangnya bergiliran pada waktu Shubuh dan sehabis waktu Ashar.
Sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad, bersabda Rasulullah,
“Tidak seorang pun dari antara kamu, melainkan telah diwakilkan untuknya temannya dari jin dan temannya dari malaikat. Mereka berkata: Engkau pun, ya Rasulullah! Beliau jawab: Aku pun! Tetapi Allah selalu menolongku atasnya, maka tidaklah dia menyuruhkan kepadaku melainkan yang baik-baik." (HR Imam Ahmad)
Pada hadits ini nyatalah bahwa pengawalan malaikat ada pada tiap-tiap orang. Dan kalau dia lalai mengawasi dirinya, maka Qarin atau teman yang satu lagilah yang akan mempengaruhi dia, yaitu jin atau setan.
Di dalam surah az-Zukhruf, ayat 36, keterangan Rasul ﷺ ini dikuatkan lagi, yaitu bahwa barangsiapa yang kabur matanya dari mengingat Allah Yang Rahman, Pemurah, niscaya Kami tentukan baginya seorang setan akan menjadi Qarin, atau teman. Maka seiama dzikir kepada Allah masih kuat dan ibadah masih teguh, pengawalan dari malaikatlah yang bertambah banyak, dan jika telah lalai dari jalan Allah, datanglah teman dari iblis, jin dan setan.
Kemudian datanglah sambungan ayat, “Sesungguhnya Allah tidaklah akan mengubah apa yang ada pada satu kaum, sehingga mereka ubah apa yang ada pada diri mereka (sendiri)." Inilah ayat yang terkenal tentang kekuatan dan akal budi yang dianugerahkan Allah kepada manusia sehingga manusia itu dapat bertindak sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri di bawah naungan Allah. Dia berkuasa atas dirinya dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah. Sebab itu maka manusia itu pun wajiblah berusaha sendiri pula menentukan garis hidupnya, jangan hanya menyerah saja dengan tidak berikhtiar. Manusia diberi akal oleh Allah dan dia pandai sendiri mempertimbangkan dengan akalnya itu di antara yang buruk dengan yang baik. Manusia bukanlah semacam kapas yang diterbangkan angin ke mana-mana, atau laksana batu yang terlempar di tepi jalan. Dia mempunyai akal dan dia pun mempunyai tenaga buat mencapai yang lebih baik, dalam batas-batas yang ditentukan oleh Allah. Kalau tidak demikian, niscaya tidaklah akan sampai manusia itu mendapat kehormatan menjadi Khalifah Allah di muka bumi ini.
“Dan apabila Allah kepada suatu kaum hendak mendatangkan celaka, maka tidaklah ada penolaknya. Dan selain dari pada-Nya tidaklah ada bagi mereka Pelindung."