Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Yusuf) berkata
لَا
tidak ada
تَثۡرِيبَ
cercaan
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡيَوۡمَۖ
hari ini
يَغۡفِرُ
mengampuni
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمۡۖ
bagi kalian
وَهُوَ
dan Dia
أَرۡحَمُ
Maha Penyayang
ٱلرَّـٰحِمِينَ
para penyayang
قَالَ
(Yusuf) berkata
لَا
tidak ada
تَثۡرِيبَ
cercaan
عَلَيۡكُمُ
atas kalian
ٱلۡيَوۡمَۖ
hari ini
يَغۡفِرُ
mengampuni
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمۡۖ
bagi kalian
وَهُوَ
dan Dia
أَرۡحَمُ
Maha Penyayang
ٱلرَّـٰحِمِينَ
para penyayang
Terjemahan
Dia (Yusuf) berkata, “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.
Tafsir
(Yusuf berkata, "Tidak ada cercaan) tidak ada celaan (terhadap kalian pada hari ini) kata hari ini secara khusus disebutkan, sebab celaan pasti terjadi di dalamnya akan tetapi pengertiannya menunjukkan, bahwa selainnya lebih utama lagi untuk tidak mendapatkan cercaan (mudah-mudahan Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.") Lalu Nabi Yusuf menanyakan kepada mereka tentang keadaan ayahnya, mereka menjawab bahwa matanya telah rabun dan tidak dapat melihat dengan jelas lagi. Kemudian Nabi Yusuf berkata kepada mereka,.
Tafsir Surat Yusuf: 89-92
Yusuf berkata, "Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu?
Mereka berkata, "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sungguh Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
Mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)."
Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian; mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang."
Ayat 89
Allah ﷻ menceritakan keadaan Yusuf a.s., ketika saudara-saudaranya menceritakan kesengsaraan, kesempitan, minimnya bahan makanan pokok dan musim paceklik yang menimpa mereka, dan Yusuf teringat akan kesedihan yang menimpa ayahnya karena kehilangan kedua putra terkasihnya, sedangkan dia sendiri berada dalam kerajaan dan memiliki kekuasaan serta keluasan, maka pada saat itu juga timbullah rasa kasihan kepada ayahnya dan saudara-saudaranya. Yusuf saat itu menangis, maka mereka menjadi mengenalnya. Menurut satu pendapat, Yusuf mengangkat (membuka) mahkotanya sehingga tahi lalat yang ada di keningnya kelihatan.
Yusuf berkata: "Apakah kalian mengetahui (kejelekan) apa yang telah kalian perbuat terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu?" (Yusuf: 89) Yaitu mengapa kalian memisahkan antara dia dan saudaranya? "Ketika kalian tidak mengetahui (akibat) perbuatan kalian itu?" (Yusuf: 89) Yakni sesungguhnya yang mendorong kalian berbuat demikian tiada lain karena kebodohan kalian sendiri akan akibat dari perbuatan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama Salaf, bahwa barang siapa yang durhaka kepada Allah, maka dia adalah orang yang bodoh, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain: "Kemudian, sesungguhnya Tuhan kalian mengampuni orang orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya. (An-Nahl: 119), hingga akhir ayat.
Menurut lahiriahnya Yusuf a.s. sendirilah yang mengenalkan dirinya kepada mereka dengan seizin Allah ﷻ yang memerintahkan kepadanya untuk membuka rahasia dirinya. Sebagaimana dia menyembunyikan identitas pribadinya pada permulaannya yang juga atas perintah Allah ﷻ Akan tetapi, setelah keadaan mendesak dan urusan sangat genting, maka Allah ﷻ memberikan kepadanya jalan keluar dari kesempitan itu, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (Alam Nasyrah: 5-6)
Ayat 90
Maka pada saat itu juga mereka (saudara-saudara Yusuf) berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" (Yusuf: 90)
Ubay ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan bacaan berikut: "Sesungguhnya Engkau benar-benar Yusuf."
Ibnu Muhaisin membacanya dengan bacaan berikut: "Apakah kamu ini Yusuf?"
Tetapi qiraat (bacaan) yang terkenal adalah bacaan yang pertama, karena istifham (kata tanya) menunjukkan makna kagum. Dengan kata lain, mereka merasa heran akan hal tersebut; mereka telah berkali-kali datang kepada Yusuf selama dua tahun bahkan lebih tanpa mengenalinya, sedangkan Yusuf mengenal mereka dengan baik dan menyembunyikan perihal dirinya. Karena itulah mereka berkata dengan nada tanya: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf, dan ini saudaraku." (Yusuf: 90)
Firman Allah ﷻ: "Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami." (Yusuf: 90)
Yakni dengan mengumpulkan kami kembali sesudah berpisah sekian lamanya.
Ayat 90-91
"Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sungguh Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” Mereka berkata, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami." (Yusuf: 90-91)
Mereka mengakui keutamaan dan kelebihan yang dimiliki oleh Yusuf atas diri mereka dalam hal penampilan, akhlak, kekayaan, kerajaan, kekuasaan, juga kenabian, menurut orang yang tidak menganggap mereka menjadi nabi. Dan mereka mengakui bahwa diri mereka telah berbuat kejahatan terhadapnya dan melanggar haknya.
Ayat 92
Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian." (Yusuf: 92)
Yusuf mengatakan, "Tiada kecaman atas diri kalian dan tiada celaan terhadap kalian pada hari ini, dan aku tidak akan mengungkit-ungkit lagi dosa kalian terhadap diriku sesudah hari ini." Kemudian Yusuf mendoakan mereka agar diampuni. Untuk itu ia berdoa: “Mudah-mudahan Allah mengampuni (kalian), dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Yusuf: 92)
As-Saddi mengatakan bahwa mereka meminta maaf kepada Yusuf. Maka Yusuf berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian." (Yusuf: 92) Yakni aku tidak akan menyebutkan dosa kalian lagi.
Ibnu Ishaq dan As-Sauri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian." (Yusuf: 92) Artinya, tiada celaan atas kalian hari ini di hadapanku atas apa yang telah kalian kerjakan di masa lalu.
"Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian." (Yusuf: 92)
Yaitu semoga Allah mengampuni apa yang telah kalian kerjakan. "Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang." (Yusuf: 92)
Dia (Nabi Yusuf ) berusaha membesarkan hati saudara-saudaranya.
Ia berkata, Pada hari ini tidak ada cercaan, kecaman, dan pembalasan
dendam dariku terhadap kamu, dan aku berdoa mudah-mudahan Allah
mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para
penyayang, lebih-lebih terhadap orang-orang yang menyesal dan mau
bertobat. Berhasil menenangkan hati saudara-saudaranya, Nabi Yusuf lalu
meminta mereka segera menemui ayah mereka di Kanaan, Pergilah
kamu dengan membawa bajuku ini, dan jangan ada yang tinggal seorang
pun agar ayah kita tidak curiga lagi, dan begitu kamu sampai di Kanaan,
usapkan bajuku ini ke wajah ayahku, nanti dia akan sembuh dan dapat
melihat kembali seperti sedia kala; dan kembalilah lagi ke Mesir bersama ayah kita dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku; jangan ada seorang
pun yang tertinggal.
Setelah mendengar pengakuan bersalah dari saudara-saudaranya secara terus terang, Yusuf sebagai seorang nabi, manusia pilihan yang mempunyai budi pekerti yang mulia, kesopanan yang tinggi, dengan tandas dan gamblang memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat kepadanya dan Bunyamin. Dia mendoakan semoga Allah ﷻ mengampuni dosa saudara-saudaranya dengan syarat mereka mau bertobat dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, menyesali perbuatan buruk itu, bertekad tidak akan mengulanginya lagi, dan senantiasa berbuat baik, karena Allah adalah Maha Penyayang.
Budi pekerti yang mulia dan akhlak yang tinggi sebagaimana yang dimiliki Nabi Yusuf a.s. itu juga pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, yaitu ketika beliau dan bala tentaranya menaklukkan kota Mekah. Setelah Nabi Muhammad ﷺ bertawaf dan kemudian salat sunat dua rakaat, beliau berdiri di samping Kabah menghadap para tawanan perang lalu berkata:
Apakah perkiraanmu terhadap apa yang akan saya perbuat terhadap kalian? Para tawanan menjawab, "Kami hanya menyangka yang baik saja. Anda adalah saudara yang mulia dan anak saudara yang mulia." Nabi ﷺ berkata, "Saya akan mengatakan sebagaimana yang telah dikatakan oleh saudaraku Yusuf, "Tidak ada celaan, cercaan, dan kekerasan sekarang ini." Maka keluarlah para tawanan itu (meninggalkan tempat) seakan-akan mereka dibangkitkan dari kubur. (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SABAR YANG INDAH DARI YA'QUB
Kesabaran bukanlah artinya tidak ada perasaan. Kesabaran ialah kesanggupan me-ngendalikan perasaan ketika sedih menimpa. Ini nampak pada sikap-sikap hidup Nabi Ya'qub pada saat itu.
Tengah bercakap dengan anak-anaknya yang telah membuat hatinya kecewa yang kedua kali dengan hilang pula Bunyamin, dan pengharapannya bahwa semua anak-anak itu, terutama Yusuf tidaklah mati.
Ayat 84
“Dan berpalinglah dia dari mereka sambil berkata: “Wahai dukacitanya aku atas Yusuf Sehingga putihlah kedua belah matanya tontonan sedih, tetapi dia tahan."
Di sini Allah menggambarkan kepada kita betapa hebatnya perjuangan batin Nabi Ya'qub yang telah tua itu. Dia tetap bersabar, tetap menahan perasaan. Batin kuat tetapi jasmani sudah lemah, sehingga lantaran teguh menahan, jasmani terutama mata tidak kuat menahannya, sehingga menjadi putihlah selaput mata, dari sebab air mata yang tertahan-tahan turun, atau tidak ada air mata yang akan dikeluarkan lagi.
Maka nyatalah bahwa kesedihan itu tetap ada, tetapi berperang dalam hati. Adakah se-orang ayah yang tidak akan sedih kehilangan anak yang dicintai? Nabi kita Muhammad ﷺ menangis ketika putranya yang paling bungsu Ibrahim meninggal dalam sarat menyusu, anak beliau dengan istri sahayanya, Mariah orang Kopti itu. Menangis beliau, sehingga ada sahabat yang bertanya, “Menangis engkau ya utusan Allah?" Beliau jawab, “Hati bersedih, air mata pun titik, tetapi tidak ada kata yang keluar dari mulutku, melainkan yang diridhai Allah jua." Dan kebetulan pada saat mengebumikan putra yang tercinta itu, gerhanalah matahari. Maka ada sahabat yang menyangka gerhana matahari adalah karena putra Rasul meninggal. Dalam kesedihan itu sempat juga junjungan kita Muhammad ﷺ berpidato pendek menyatakan bahwa gerhana matahari adalah salah satu dari pertanda kebesaran Allah di alam, yang tidak ada hubungannya dengan kematian seseorang.
Melihat ayahnya berpaling meninggalkan mereka dan pergi dengan mengeluh ingatkan Yusuf, yang telah lama menyebabkan mata beliau jadi putih, “Mereka berkata,
Ayat 85
“Demi Allah! Selalu engkau teringat Yusuf, sehingga jadilah engkau sakit-sakit, atau akan jadi engkau dari orang-orang yang binasa."
Demikianlah anak-anak itu mencoba menenangkan ayah mereka. Begini saja ayah terus, bertahun-tahun lamanya, sampai badan ayah pun sudah sakit-sakit, sampai mata ayah pun sudah putih, sudah rabun tidak kuat penglihatan lagi. Kami takut ayah akan meninggal dalam makan hati berulam jantung, atau mana tahu, entah terjatuh ayah di tempat yang berbahaya karena mata tidak melihat, sedang kami tidak tahu.
Ayat 86
“Dia berkata: “Aku hanya mengadukan kesusahanku dan kesedihanku kepada Allah, dan aku tahu dari Allah apa yang tidak kamu ketahui."
Di sinilah rahasia kesedihan yang larat itu. Sebab beliau telah diberi tahu dengan ilham ataupun dengan wahyu oleh Allah, bahwa Yusuf masih hidup, tetapi Allah belum memberitahukan di mana Yusuf sekarang. Kalau sekiranya sudah pasti Yusuf meninggal, tidaklah dia akan sampai demikian sengsara oleh kedukaan, tidaklah matanya akan sampai putih. Itulah yang beliau bayangkan kepada anak-anaknya itu. Allah memberitahu kepadaku apa yang kamu tidak mengetahui.
Dan dia tidak mengeluhkan nasibnya kepada orang lain, sebab orang lain tidak akan dapat melepaskannya dari kesedihan itu. Hanya kepada Allah, kepada Allah jua dia memohon dilepaskan dari kesedihan dan kesusahan itu.
Tidak berapa lama kemudian. Nabi Ya'qub pun berkatalah kepada anak-anaknya itu,
Ayat 87
“Wahai anak-anakku! Pergilah, dan selidikilah rahasia tentang Yusuf dan saudaranya."
Dengan perintah beliau seperti ini kepada anak-anaknya, bertambah tampaklah kepastian dalam hati beliau bahwa mereka masih ada. Dan bila dia sebut Yusuf dan saudaranya, padahal Bunyamin terang tertawan di Mesir, sudah mulai rupanya agak terang-terang remang dalam pikirannya bahwa Yusuf itu ada di Mesir. Anak-anak yang bukan Nabi seperti ayahnya niscaya belum juga mengerti akan hal itu, dan sebagai anak-anak yang patuh kepada orang tua, niscaya akan melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ayah mereka. Dan beliau tegaskan lagi,
“Dan janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidaklah putus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang tidak berkepercayaan"
Itulah pegangan beliau, dan pegangan itu pula yang diberikannya kepada anak-anaknya. Jangan berputus asa dari rahmat Allah! Carilah terus!
Mungkin perkataan ayah mereka yang seperti ini mulai menimbulkan pemikiran di antara mereka masing-masing, sebab mereka di waktu itu sudah orang-orang yang dewasa, yang telah berusia lebih 40 tahun pada umumnya, mungkin timbul pertanyaan dalam hati, barangkali Yang Dipertuan Muda di Mesir itulah agaknya yang Yusuf. Mengapa harga gandum mereka dikembalikan? Mengapa Bunyamin ditahan? Mengapa sambutannya atas mereka tampak mengandung kasih sayang? Mungkin telah ada yang merasa begini, tetapi belum berani mengatakannya, takut kalau-kalau ini hanya persangkaan saja. Kalau tidak, alangkah hinanya mereka, orang-orang dusun menyatakan bahwa Yang Dipertuan Muda Mesir saudara mereka. Dalam perasaan yang demikian, mereka berangkat kembali ke Mesir, melaksanakan kehendak ayah mereka, mencari Yusuf dan saudaranya. Apakah lagi musim kemarau yang tujuh tahun itu, ketika itu sudah sampai di puncak sengsaranya, persediaan makanan di dusun-dusun tambah lama tambah kering dan harta benda atau uang untuk pembeli makanan ke Mesir, makin kurang. Dalam keadaan begitu, mereka berangkat.
Teringatlah penulis tafsir ini, keadaan di Minangkabau pada beberapa negeri sesudah agresi Belanda yang kedua, karena hutan rusak, orang telah menjual seng atap rumah, atau tempat tidur, atau piring, mangkuk, untuk pembeli beras.
Ayat 88
“Maka tatkala mereka masuk kepadanya, mereka berkata: “Wahai Yang Mulia Telah ditimpa kami dan ahli kami oleh sengsara."
Persediaan gandum yang kami beli telah habis pula."Dan (sekarang) datanglah kami membawa barang yang tidak berharga." Kami tahu bahwa bagi Yang Mulia barang-barang ini tidaklah ada harganya, tetapi bagi kami hanya inilah yang tinggal.
“Lantaran itu isilah sukaran kami dan bersedekahlah kepada kami; sesungguhnya Allah akan membalas orang-orang yang bersedekah."
Sesungguhnya dengan perkataan demikian, kalau sekiranya orang lain tidaklah akan tahan air mata Yusuf mendengarnya lagi, tetapi sebagai orang besar, dia masih sanggup menahan diri.
Ayat 89
“Dia berkata: “Adakah kamu teringat, apa yang telah kamu perbuat kepada Yusuf dan saudaranya, ketika kamu masih bodoh?"
Cara susunan pertanyaan menunjukkan bahwa dia ditanyakan dengan tidak mengandung marah, melainkan telah mengandung maaf, sebab disebutkan bahwa ketika mereka berbuat begitu, mereka masih bodoh. Janji Allah kepada Yusuf, sebaik dia dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya itu, bahwa kelak hal itu akan disebutnya kepada mereka, sekarang telah dipenuhi. (Lihat kembali ayat 15). Benar-benar mereka tidak sadar ketika itu bahwa akan beginilah yang bertemu.
Disebutnya juga dia dan saudaranya karena dengan hilangnya Yusuf, Bunyamin menjadi sepi sendirian, apalah lagi ibu mereka Rakhel telah meninggal dunia sesudah melahirkan Bunyamin.
Ayat 90
“Mereka berkata: “Apakah kiranya engkau ini Yusuf?"
Mulai timbul kesadaran dalam hati, atau lanjutan dari sangka-sangka yang telah agak tumbuh demi mendengar peringatan bapak mereka, tetapi niscaya mereka bertanya dahulu, tidak datang berkata saja, “Engkau rupanya yang Yusuf!" Takut kalau-kalau tidak, dan mereka bertambah hina.
Allah, Tuhanku! Yang berbicara itu sekarang adalah pertalian darah, cinta kasih yang sebenarnya dalam hati sanubari orang ber-dunsanak, bila rasa dendam bersaudara, yang cabik-cabik bulu ayam. Yusuf pun tidak dapat lagi menyembunyikan perasaan lagi, sebab semuanya ini adalah saudara kandungnya, belahan dirinya."Dia jawab: “Akulah Yusuf dan ini adalah saudaraku." Adik kandungku, Bunyamin!
“Sesungguhnya Allah telah memberi karunia atas kami. Dan sesungguhnya barangsiapa yang takwa dan sabar, maka Allah tidaklah akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang-orang yang berbuat kebajikan"
Yang berkata itu sekarang bukan lagi Yang Dipertuan Muda Negeri Mesir saja, dan yang berkata itu sekarang bukan lagi semata-mata Yusuf yang telah hilang lebih seperempat abad. Yang berkata sekarang lebih dari keduanya itu, ialah Rasul Allah yang yakin akan pertolongan Allah, rasul Allah yang empat kali disebut bahwa dia seorang yang suka berbuat kebaikan (Muhsinin), baik waktu diasuh di rumah induk semangnya (ayat 21), atau setelah dimasukkan ke dalam penjara, disaksikan sendiri oleh teman-temannya sepenjara, (ayat 36), atau setelah dia menjadi wakil raja (ayat 56), malahan dirasakan kebaikannya itu oleh saudara-saudaranya itu, sehingga karena itu memohon mereka agar, demi kebaikannya itu, sudilah melepaskan adik mereka Bunyamin dan mengambil salah seorang mereka jadi gantinya (ayat 78). Selalu berbuat kebaikan dalam suka dan duka, dalam mewah dan sengsara, dalam menghadapi ujian batin yang berat, sekarang mengakuilah dia bahwa keteguhannya mempertahankan kebaikan itulah yang menyebabkan mereka bertemu kembali (ayat 90).
Sekarang jelaslah sudah, memang dialah Yusuf. Aku Yusuf, ini adalah saudaraku! Untuk menambahkan yakin, dan saudara-saudaranya itu pun telah yakin, keraguan telah hilang. Benarlah ayah mereka rasul Allah, patutlah beliau tetap merasa Yusuf belum mati, Yusuf masih ada. Tetapi, alangkah rendah rasanya diri mereka ketika itu. Mereka telah bersalah besar kepada Yusuf, dan sekarang Yusuf telah bertemu di dalam keadaan yang berbeda sama sekali, telah duduk di atas puncak singgasana kemuliaan.
Ayat 91
“Mereka berkata: “Demi Allah! Sesungguhnya Allah telah melebih-muliakan engkau atas kami, dan meskipun kami ini adalah bersalah semua"
Saudara yang hilang lebih seperempat abad sudah bertemu, dan ayah mereka telah akan merasa gembira jika mereka pulang kembali, tetapi mereka sendiri adalah orang-orang yang bersalah, terhadap saudara kandung yang sekarang telah mencapai kedudukan amat tinggi. Perhatikanlah susunan wahyu Ilahi itu, mereka langsung mengaku salah. Mereka hanya menyerah sekarang! Nasib mereka bergantunglah kepada kehendak Yusuf saja. Kalau mereka dihukum lantaran itu, adalah hal yang patut, dan mereka tidak akan menyesal. Tetapi mereka sudah puas, sebab ayah tidak akan bersusah hati lagi. Tetapi Yusuf, rasul Allah, Yang Dipertuan Muda Mesir yang telah banyak menderita dan banyak merasa bahagia, yang mengakui bahwa semua kebahagiaan adalah lantaran takwa dan sabar, lantaran sudi selalu berbuat kebaikan, akan tetaplah melanjutkan takwa dan sabar dan berbuat kebaikan itu.
Ayat 92
“Dia berkata: ‘Tidak ada apa-apa atas kamu mulai hari ini, mudah-mudahan diampuni Allah akan kamu, dan Dia adalah Yang Sepenyayang-penyayang dari sekalian orang yang penyayang,"
Alangkah indahnya sambutan Yusuf ini, betapalah saudara-saudaranya tidak akan terharu mendengarkan jawaban itu. Mulai sehari itu jangan disebut-sebut juga soal itu, yang telah lampau biarlah hilang dalam lipatan masa lampau, dan mulai hari ini kita menghadapi zaman depan, Allah akan memberi ampun kamu wahai saudara-saudaraku, jika sekiranya di dunia ada orang-orang yang penyayang, maka Allah lebih penyayang dari sekalian orang-orang yang penyayang itu. Ditutupnya hal itu dengan penuh rasa sayang. Kemudian itu dilanjutkannya perkataannya, sambil memberikan sehelai baju atau kemeja yang bekas dipakainya dan belum dicuci.
Ayat 93
“Bawalah kemejaku ini dan kenakanlah dia ke atas muka bapakku, nanti dia akan datang dengan mata tenang."
Dengan kata demikian sudah jelas bahwa bapaknya akan dimintanya datang ke Mesir, kepadanya, dengan mata yang tidak buta lagi, sebab baju itu akan menyembuhkannya, dan dilanjutkannya pula perkataan khusus terhadap kepada sekalian saudaranya itu,
“Dan bawalah kepadaku keluargamu semuanya,"
Dapatlah agaknya kita merasai betapa jadinya suasana pada saat itu. Niscaya kedua belas orang bersaudara telah berkumpul, termasuk Bunyamin dan Raubin (atau yang lain) yang tinggal di Mesir dan tak mau pulang itu. Mereka sekarang tinggal menentukan hari akan berangkat kembali ke bumi Kana'an, menjemput ayah dan ibu, menjemput anak-anak dan istri mereka, cucu-cucu dari Nabi Ya'qub, untuk berpindah berbondong ke negeri Mesir. Yang menurut kitab Perjanjian Lama (Kejadian Pasal 46 ayat 26), adalah 66 orang banyaknya. Dan kelak jika telah dijumlahkan dengan Yusuf dan dua orang anaknya dan istrinya, menjadi 70 oranglah semuanya (ayat 27).