Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
مَكَّنَّا
Kami memberi kedudukan
لِيُوسُفَ
kepada Yusuf
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi/negeri ini
يَتَبَوَّأُ
dia pergi menuju
مِنۡهَا
daripadanya
حَيۡثُ
kemana saja
يَشَآءُۚ
dia kehendaki
نُصِيبُ
Kami limpahkan
بِرَحۡمَتِنَا
dengan rahmat Kami
مَن
siapa
نَّشَآءُۖ
Kami kehendaki
وَلَا
dan tidak
نُضِيعُ
Kami menyia-nyiakan
أَجۡرَ
pahala
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
مَكَّنَّا
Kami memberi kedudukan
لِيُوسُفَ
kepada Yusuf
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi/negeri ini
يَتَبَوَّأُ
dia pergi menuju
مِنۡهَا
daripadanya
حَيۡثُ
kemana saja
يَشَآءُۚ
dia kehendaki
نُصِيبُ
Kami limpahkan
بِرَحۡمَتِنَا
dengan rahmat Kami
مَن
siapa
نَّشَآءُۖ
Kami kehendaki
وَلَا
dan tidak
نُضِيعُ
Kami menyia-nyiakan
أَجۡرَ
pahala
ٱلۡمُحۡسِنِينَ
orang-orang yang berbuat baik
Terjemahan
Demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir) untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Tafsir
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami berikan nikmat kepada Yusuf, yaitu dibebaskan dari penjara (Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri) Mesir (pergi) ia dapat bepergian (menuju ke mana saja ia kehendaki di bumi Mesir) yang pada sebelumnya ia hidup dalam kesempitan dan dalam sekapan tahanan. Menurut suatu riwayat dikisahkan bahwa sang raja memberinya mahkota dan cincin kebesaran kemudian sang raja memecat Al-Aziz lalu mengangkat Yusuf menggantikan kedudukannya. Tidak lama kemudian Al-Aziz wafat lalu Yusuf menikahi istrinya yang bernama Zulaikha. Ternyata setelah Nabi Yusuf menggaulinya, Zulaikha masih perawan; Nabi Yusuf mempunyai dua orang putra dari Zulaikha ini. Nabi Yusuf mampu menegakkan keadilan di negeri Mesir dan semua orang menaatinya.
Tafsir Surat Yusuf: 56-57
Dan demikianlah Kami memberi Yusuf kedudukan tinggi di negeri itu (Mesir); dia (berkuasa penuh) bisa pergi ke mana saja yang ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.
Ayat 56
Allah ﷻ berfirman: “Dan demikianlah Kami memberi Yusuf kedudukan tinggi di negeri itu.” (Yusuf: 56)
Yakni negeri Mesir.
“Dia (berkuasa penuh) bisa pergi ke mana saja yang ia kehendaki (di bumi Mesir itu).” (Yusuf: 56)
Menurut As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Yusuf berkuasa penuh di negeri Mesir, dia dapat pergi ke mana pun yang dikehendakinya.
Menurut Ibnu Jarir, Yusuf dapat bertempat tinggal di mana pun yang disukainya di negeri Mesir sesudah mengalami masa kesempitan, dipenjara dan dijadikan tawanan.
“Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 56)
Artinya, Kami tidak akan menyia-nyiakan kesabaran Yusuf yang telah mengalami gangguan yang menyakitkan dari saudara-saudaranya, juga kesabarannya dalam menanggung derita dipenjara karena ulah istri Al-Aziz. Karena itulah Allah ﷻ memberinya hasil akhir yang terbaik, yaitu diberi kemenangan dan pengukuhan. “Dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 56)
Ayat 57
“Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa.” (Yusuf: 57)
Allah ﷻ menceritakan bahwa apa yang disimpan-Nya bagi Nabi Yusuf di hari akhirat jauh lebih besar, lebih banyak dan lebih agung daripada pengaruh dan kekuasaan yang diperolehnya di dunia ini.
Keadaannya sama dengan yang dialami oleh Nabi Sulaiman a.s. yang disebutkan oleh firman Allah ﷻ: “Inilah anugerah Kami; maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) tanpa perlu pertanggungjawaban. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.” (Shad: 39-40)
Makna yang dimaksud ialah, Yusuf diangkat oleh Raja Mesir Ar-Rayyan ibnul Walid sebagai perdana menteri di negeri Mesir, menggantikan kedudukan orang yang pernah membelinya dahulu, yaitu suami wanita yang pernah merayunya. Raja Mesir masuk Islam di tangan Nabi Yusuf a.s. Demikianlah menurut Mujahid.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Yusuf berkata kepada Raja Mesir: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” (Yusuf: 55) Raja berkata kepadanya, "Saya terima," lalu raja mengangkatnya. Menurut pendapat ulama Yusuf menggantikan kedudukan Qitfir, sedangkan Qitfir sendiri dipecat dari jabatannya.
Allah ﷻ berfirman: “Dan demikianlah Kami memberi Yusuf kedudukan tinggi di negeri itu (Mesir); dia (berkuasa penuh) bisa pergi ke mana saja yang ia kehendaki (di bumi Mesir itu). Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Yusuf: 56)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa menurut kisah yang sampai kepadanya - hanya Allah yang lebih mengetahui - Qitfir meninggal dunia di hari-hari itu. Lalu Raja Ar-Rayyan ibnul Walid mengawinkan Yusuf dengan bekas istri Qitfir, yaitu Ra'il.
Ketika Rail masuk ke kamar Yusuf, maka Yusuf berkata kepadanya, "Bukankah ini lebih baik daripada apa yang engkau inginkan dahulu?"
Menurut mereka, Ra'il berkata kepada Yusuf, "Hai orang yang dipercaya, janganlah engkau mencelaku, sesungguhnya aku seperti yang engkau lihat sendiri adalah seorang wanita yang cantik jelita lagi bergelimang di dalam kemewahan kerajaan dan duniawi, sedangkan bekas suamiku dahulu tidak dapat menggauli wanita (impoten). Sedangkan keadaanmu seperti apa yang dijadikan oleh Allah dalam keadaan demikian ganteng dan tampannya (sehingga membuatku tergoda karenanya)."
Mereka menduga bahwa ketika Yusuf menggaulinya dia mendapatinya dalam keadaan masih perawan dan melahirkan anak darinya dua orang lelaki, yaitu Ifrasim ibnu Yusuf dan Maisya ibnu Yusuf. Lalu Ifrasim melahirkan Nun orang tua Yusya' ibnu Nun dan Rahmah, istri Nabi Ayyub a.s.
Al-Fudail ibnu Iyad mengatakan bahwa istri Al-Aziz berdiri di pinggir jalan saat Yusuf sedang lewat, lalu ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan budak seorang raja berkat ketaatannya, dan raja menjadi budak karena kedurhakaannya."
Permohonan Nabi Yusuf diterima oleh raja. Dan demikianlah Kami
memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir ini; untuk itu dia bebas
tinggal di mana saja yang dia kehendaki. Kami melimpahkan rahmat kepada
siapa yang Kami kehendaki, dan Kami tidak menyia-nyiakan sedikit pun
pahala bagi orang yang berbuat baik. Dan ketahuilah, sungguh pahala akhirat itu pasti lebih baik bagi orangorang yang beriman dan selalu bertakwa.
Demikianlah Allah mengatur langkah demi langkah dan tahap demi tahap untuk menempatkan Yusuf pada kedudukan yang tinggi dan terhormat di Mesir dan berkuasa penuh di setiap pelosok negeri itu. Semua ini sesuai dengan sunah Allah yang dimulai dengan mimpi Nabi Yusuf melihat 11 buah bintang, matahari, dan bulan sujud kepadanya yang menyebabkan ayahnya Yakub bertambah sayang kepadanya sehingga saudara-saudaranya bertambah dengki terhadapnya. Kemudian Yusuf dimasukkan ke dalam sumur oleh mereka, lalu diambil oleh kafilah yang hendak pergi ke Mesir, dan dijual kepada penguasa di sana (al-Aziz) dengan harga yang amat murah. Akhirnya Yusuf menetap di istana sebagai salah seorang keluarga yang dipercaya. Kemudian ia digoda oleh istri al-Aziz dan difitnah sehingga dijebloskan ke dalam penjara. Dalam penjara, Yusuf dikaruniai Allah ilmu menakbirkan mimpi salah seorang penghuni penjara dan akhirnya ia menakbirkan mimpi raja. Setelah terbukti bahwa Yusuf tidak bersalah, timbullah kepercayaan raja terhadap dirinya bahwa ia orang yang jujur, setia, tabah dan sabar menghadapi cobaan, berakhlak mulia, berilmu, dan bijaksana, sehingga dia diangkat sebagai penguasa.
Semua kejadian itu merupakan suatu rentetan yang saling terkait dan erat hubungan satu dengan lainnya. Terkesan pada mulanya seakan-akan Yusuf sudah ditakdirkan untuk selalu dirundung malang, tetapi pada akhirnya dia mendapat keberuntungan dan kebahagiaan. Dia sampai di Mesir sebagai seorang budak belian, tetapi kemudian menjadi orang yang paling dihormati dan disegani di sana. Kalau dia bukan seorang manusia yang jujur, ikhlas, dan suka berbuat baik dalam segala tindakannya, tentulah Allah tidak akan mengaruniakan kepadanya nikmat yang sebesar itu. Demikianlah Allah memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan sesungguhnya Allah memberi balasan yang berlipat ganda bagi setiap orang yang berbuat baik.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI YUSUF MENJADI BENDAHARA
Dalam susunan kerajaan-kerajaan Melayu di zaman purba, pangkat bendahara adalah pangkat yang tertinggi sekali, melebihi perdana menteri. Sebab Cap Mohor Kerajaan dan penguasaan kekayaan negara adalah dalam tangan bendahara. Istiadat ini berlaku dalam Kerajaan Melayu Melaka. Oleh sebab itu kita pakailah kata bendahara buat jadi ganti pangkat Aziz Mishr yang diserahkan raja kepada Yusuf.
Maka setelah raja mendengar pengakuan dari perempuan-perempuan orang tinggi-tinggi yang pernah terpedaya oleh kecantikan Yusuf itu dan pengakuan kesuciannya oleh istri Raja Muda yang dahulu, yang dikenal namanya Zulaikha, timbullah hormat raja kepada orang yang telah sekian tahun lamanya dalam tahanan itu, nyatalah dia seorang yang bersih dan suci, maka,
Ayat 54
“Berkata Raja: Bawalah dia kepadaku."
Bawalah dia menghadapku ke dalam istana ini. “Akan aku jadikan dia orang yang rapat kepadaku." Karena orang yang semacam itulah yang pantas dan berhak menjadi ahli majelis raja-raja.
Maka diselenggarakan oranglah perintah Raja. Nabi Yusuf pun dijemputlah ke dalam istana dibawakan sekali pakaian persalinan orangbesar-besardan lalu diiringkan bersama dengan serba kebesaran ke dalam majelis Raja; “Maka tatkala dia telah bercakap dengan dia." Yaitu setelah Nabi Yusuf berhadapan dengan Raja, lalu sekali lagi diajak bercakap oleh Raja, langsung Raja mengeluarkan titahnya, “Berkata dia: Sesungguhnya engkau mulai hari ini, di sisi kami adalah orang yang berpangkat." Tidak lagi sembarang orang, malahan telah diangkat menjadi orang besar kerajaan dengan pangkat jabatan yang tinggi.
“Dan dipercayai."
Pangkat adalah semata-mata kehormatan yang dianugerahkan raja. Tetapi barulah berarti pangkat terhormat itu kalau diberi pikulan kepercayaan. Laksana pangkat jendral dalam satu negara, mungkin banyak jendrat dalam negara itu, tetapi tidak semua langsung diberi satu jabatan yang bertanggung jawab, dipercayai memikul suatu tugas. Maka raja bersabda bahwa Yusuf diberi pangkat tinggi, berkedudukan terhormat dalam istana raja dan juga akan diberi tanggung jawab sebab dipercaya.
Tersebut dalam beberapa tafsir, bahwa tatkala Yusuf telah hadir dalam majelis raja dan bercakap-cakap kembali mengulang-ulang tentang mimpi raja yang ganjil itu, dengan muka berseri-seri raja bertitah kepada segenap orang besar-besar yang hadir, “Adakah kita mendapati orang lain yang seperti Yusuf ini? Yang senantiasa turun kepadanya bantuan langsung dari Tuhan?" Semuanya menggelengkan kepala karena kagum. Lalu Raja pun bertitah kepada Yusuf sendiri, “Setelah Allah memberi pengetahuan kepada kami tentang siapa engkau ini, maka saya memutuskan bahwa ahli hikmah dalam negeri ini hanya engkau, maka istana ini adalah istana engkau, segala perintah yang keluar dari mulut engkau akan ditaati oleh rakyatku. Kelebihanku dari engkau cuma satu saja, yaitu karena akulah yang duduk di atas takhta kerajaan. Maka mulai sekarang segala kekuasaan di Mesir ini aku serahkan ke tanganmu." Lalu raja menanggalkan cincin cap raja dari jarinya dan melekatkannya sendiri ke jari Yusuf di hadapan orang besar-besar yang banyak itu, lalu dipakaikan kepada beliau pakaian yang sesuai dengan jabatannya dan dipakaikan pula kalung kebesaran dari emas pada lehernya, dan disediakan kendaraan yang layak beliau pakai, lalu dititahkannya mengarak-arak Yusuf keliling negeri Mesir agar semua rakyat tahu, dan diperintahkan supaya mereka menundukkan diri. Kemudian bersabda Raja, “Tidak ada satu perbuatan yang akan dilangsungkan di Mesir ini melainkan sesudah mendapat keputusan daripada engkau sendiri." Lalu beliau diberi gelar “Penyelamat Alam". Dan Baginda Raja mengawinkannya dengan seorang putri anak orang besar kerajaan. Sedang usianya di waktu itu, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, 30 tahun.
Menulis lagi setengah ahli tafsir, “Apabila kita perhatikan kisah Yusuf ini dengan saksama, yakinlah kita bahwasanya seorang yang bertakwa lagi memegang amanah, bisa dipercaya, tidaklah akan disia-siakan usahanya oleh Allah. Sepahit-pahit nasib yang dideritanya bermula akhirnya akan mengakibatkan yang baik juga, dan dia akan mendapat kedudukan yang tetap utama di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang berpegang teguh dengan kesabaran, tak usahlah takut akan kejadian yang mengombang-ambingkan hidup ini dan pengalaman-pengalaman pahit yang dihadapi. Tak usah gentar menempuh riak dan gelombangnya, sebab Allah akan selalu menyokongnya dan memenangkan usahanya, dan nama serta jejaknya yang harum itu akan senantiasa meninggalkan bau wangi dalam pergelaran masa dan waktu.
Yusuf tidak takut kepada berbagai jenis penderitaan, dan pengalaman-pengalaman yang pahit itu tidaklah mengancamnya. Meringkuk sekian tahun lamanya di penjara dengan aniaya dan cara yang jahat tidak menggeser sedikit jua pun pendiriannya. Dan sikap-sikap hina yang dilakukan orang kepada dirinya tidak menyebabkan sakit perih jiwanya, bahkan seluruhnya itu diserahkannya dengan tawakal kepada Allah. Dia bersabar dan hatinya bertambah teguh, sehingga dan sebab kesucian hatinya itu dia telah mencapai suasana mahkota kemegahan, dan lidah berkata jujur betapa pun pertukaran hari dan peredaran masa.
Demikianlah, budinya yang utama itu tidaklah dapat dihapus oleh pergantian hari dan pergeseran waktu, dan tidak akan berhenti lidah orang menyebutnya dan tahun berganti tahun, bahkan dia telah menjadi perbendaharaan budi yang akan jadi teladan bagi kita yang datang di belakang ini apabila pengalaman-pengalaman semacam itu pun menimpa pula kepada percobaan-percobaan pahit dan musibah, yang akan teracung oleh kaki kita apabila kita melangkah di dalam kehidupan yang banyak duri dan ranjau ini, sehingga kita dapat menempuh jalan yang beliau tempuh itu dengan memupuk rasa takwa dan pakaian budi yang baik, sehingga, di dunia kita capai kedudukan yang mulia dan di akhirat kita pun menang karena ditempatkan di Darul Khuldi, tempat kediaman yang kekal.
Setelah menerima limpahan karunia yang demikian itu, Yusuf pun menunjukkan keinsafan bahwa kehormatan tertinggi ini bukanlah semata-mata perhiasan hidup, tetapi tanggung jawab. Dia tidak mau hanya menerima harta berlimpah-limpah, pakaian keemasan, kendaraan yang mewah, kalau semua tidak seimbang dengan tanggung jawab. Sebab itu berdatang sembahlah dia kepada Raja.
Ayat 55
“Dia berkata: Jadikanlah aku (bertanggungjawab) atas perbendaharaan-perbendaharaan negara."
Segala perbendaharaan atau sumber-sumber kekayaan, sumber ekonomi kata kita sekarang, diminta Yusuf supaya dipercayakan seluruhnya kepadanya, supaya dapat diatur mana yang patut dibelanjakan dan mana yang patut dihematkan. Dan dengan tidak menyombong dia menyatakan kesanggupannya.
“Sesungguhnya aku adalah seorang pengatur yang mengerti."
Dalam ayat yang tersebut hafizh yang kita artikan pengatur, padahal perkataan itu mengandung juga kesanggupan menjaga, memelihara, tentu saja mengatur jangan harta tersia-sia. Karena di dalam suatu kerajaan yang teratur, kesanggupan mengatur kekayaan negara itulah yang menjadi pokok pangkal dari kekayaan negara. Niscaya permohonannya itu diperkenankan raja, sehingga cincin stempel yang berada di jari raja, sudah pindah ke jari tangan Yusuf. Dan mulai waktu itu dia tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan dan tang-gungjawab yang dipikulkan raja ke atas dirinya, menurut rencana yang telah dinyatakannya juga ketika utusan raja datang menanyakan tabir mimpi raja kepadanya dalam penjara.
Dan sela-sela kisah, kita pun sudah menampak bertumbuhnya pribadi Yusuf karena pengalaman. Sebelum masuk penjara dia dipandang anak angkat oleh Aziz Mesir yang tua, suami Zulaikha. Kalau kiranya tidaklah gangguan Zulaikha yang akhirnya menyebabkan dia masuk penjara, akan lama pengalaman memerintah itu dirasainya. Tetapi masuk ke dalam penjara, meringkuk lebih kurang selama tujuh tahun pun menambah pengalamannya pula. Di sana dia mendapati orang-orang teraniaya ditahan tidak bersalah atau orang-orang yang memang bersalah tengah menjalani hukumannya. Di dalam ayat-ayat yang kita temui orang-orang itu mengaku bahwa Yusuf adalah Minal Muhsinin. Termasuk golongan orang baik-baik, maka dalam penjara itulah dia menambah pengalaman pahit tapi mahal nilainya, sampai seorang yang dianggapnya sahabat karib berjanji akan menolong dia kalau bertemu raja, tetapi setelah sampai di luar dia pun lupa.
Semua pengalaman dengan ayahnya, saudara-saudaranya sendiri, dibuang ke dalam sumur, dijual sebagai budak, hidup dalam istana orang besar kerajaan, dalam penjara sekian tahun, semuanya membuatnya matang, sehingga seorang rasul Allah sanggup menjadi bendahara sebuah kerajaan besar.
Menjadi perbincangan di dalam kalangan ahli tafsir tentang sikap Nabi Yusuf ini, yaitu dua perkara yang pada waktu itu bisa dipandang kurang layak. Pertama beliau diberi tanggung jawab, dan beliau meminta diberi pangkat, kedua beliau memuji diri sendiri. Serahkan kepadaku seluruh perbendaharaan bumi, sesungguhnya aku adalah seorang pengatur yang mengerti.
Lalu diperbincangkan pula, bolehkah seorang Muslim melancarkan pekerjaan dan tanggung jawab yang diserahkan oleh raja yang kafir?
Tentang meminta suatu jabatan, sudah tersebut dalam sebuah hadits yang demikian bunyinya,
“Berkata Nabi Muhammad ﷺ.: Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan pekerjaan ini kepada orang yang memintakan atau sangat berambisi." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan tentang memuji diri sendiri, telah tersebut pula di dalam Al-Qur'an firman Allah,
“Janganlah kamu menyucikan diri kamu." (an-Najm: 32)
Menurut az-Zamakhsyari, “Nabi Yusuf dengan terus terang menyebutkan bahwa dirinya bisa dipercaya dan ada kesanggupan, karena itulah yang akan diperlukan bagi jabatan tinggi semacam itu. Dia menampilkan dirinya ialah supaya dia mendapat kesempatan menjalankan hukum sepanjang yang ditentukan oleh Allah, dan mendirikan kebesaran dan menegakkan keadilan, dan mendapat peluang untuk menjalankan peraturan-peraturan yang sebagai nabi dia diutus buat melaksanakannya, dan beliau pun yakin bahwa orang lain di waktu itu tidak ada yang akan sanggup menggantikan tempatnya. Sebab itu dimintanyalah agar dia diberi kekuasaan karena semata-mata mengharapkan wajah Allah, bukan karena ingin pangkat kemegahan dunia."
Nabi Yusuf meminta pertanggungjawaban itu betul-betul karena merasakan dan hatinya yang tulus ikhlas bahwa pekerjaan ini sangat berat, bukan sembarang orang yang dapat me-mikulnya. Dia pun tidak mau hanya menerima penghormatan dan kebesaran, padahal tidak seimbang dengan yang dikerjakan.
Qatadah menerangkan pula dalam tafsirnya bahwa “Perbuatan Nabi Yusuf yang seperti ini bukan meminta kemegahan, tetapi meminta pikulan tanggung jawab. Kita mengetahui betapa besar risiko yang akan ditang-gungkannya kalau pekerjaannya ini gagal. Dan ini adalah dalil bahwa manusia boleh saja kalau merasa dirinya memang sanggup jika dia meminta tanggung jawab itu daripada kepala negara yang memerintah dengan se-mau-maunya, dengan niat hendak membela rakyat banyak. Salafus shalih ada memang yang berani meminta jabatan qadhi dari raja-raja yang zalim. Maka kalau seorang nabi ataupun seorang alim memandang tidak ada jalan untuk menegakkan hukum Allah dan menangkis kezaliman, melainkan dengan menyokong raja yang kafir atau fasik, dia bekerja sama bersama mereka!"
Tentang hal Nabi Yusuf dengan raja ini, kita sudah melihat bahwa yang iebih dahulu menyerahkan kekuasaan, menyerahkan cincin stempel kerajaan dan memakaikan pakaian persalinan orang berjabatan tinggi, dan mengucapkan bahwa dia mendapat kedudukan yang mulia di sisi raja, ialah raja sendiri. Nabi Yusuf baru berani meminta pertanggungjawaban perbendaharaan negara, ialah setelah perkataan raja keluar lebih dahulu. Sehingga beberapa ahli tafsir menerangkan bahwa raja telah menyatakan bahwa peraturan yang dikeluarkan Yusuf itulah yang diakui oleh raja. Raja hanya tinggal menyetujui. Itulah sebabnya maka Abus Su'ud dalam tafsirnya menjelaskan lagi, bahwa di dalam ayat tidak tersebut jawab raja mengabulkan permintaan Yusuf diberi tanggung jawab berat itu, adalah sebagai permakluman bahwa apa yang diusulkan oleh Nabi Yusuf itu telah berlaku kuat kuasanya dengan sendirinya, sehingga raja tidak perlu menjelaskannya lagi, sejak semula raja telah menyerahkan segala-galanya kepada beliau, dengan titahnya, “Sesungguhnya engkau mulai hari ini adalah di sisi kami mendapat pangkat yang dipercaya."
Abus Su'ud menafsirkannya lebih mendalam lagi, yaitu bahwasanya hal ini telah berlaku atas kehendak dari Allah ﷻ sendiri, sedang raja hanyalah alat penyalur kehendak Allah belaka.
Menurut keterangan Muhammad bin Ishaq, setelah Yusuf menyatakan kesanggupannya mengatur perbendaharaan negara itu, raja mengabulkannya, dan pada waktu itu juga bendahara yang lama yang bernama Athfir dimakzulkan dari jabatannya, dan digantikan oleh Yusuf. Tidak berapa lama kemudian Athfir pun meninggal dunia, lalu Raja Mesir yang bernama ar-Rayyan bin al-Walid itu menikahkan Yusuf dengan janda Athfir, perempuan yang dahulu telah menggodanya itu. Dan setelah bergaul barulah ketahuan bahwasanya Athfir, seorang yang ‘innin tidak dapat menyetubuhi istrinya, yang menyebabkan istrinya tergoda oleh Yusuf. Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Yusuf beroleh putra dari perempuan itu dua orang, yaitu Afraisim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.
Ayat 56
“Demikianlah, telah Kami belikan ketetapan bagi Yusuf di negeri itu, dia boleh menempati dimana dia suka."
Kekuasaan yang penuh telah diserahkan oleh raja kepadanya. Mulai waktu itu dia telah dapat berbuat sekehendak hatinya di seluruh bumi negeri Mesir, ke mana dia hendak pergi, di mana dia hendak bermalam, di bagian mana dia hendak mendirikan istana peranginan, tidak ada yang akan menghalanginya, sebagai kebalikan daripada yang dideritanya selama ini, bertahun-tahun meringkuk di dalam penjara, dicabut kebebasan sama sekali.
Menulis al-Qurthubi dalam tafsirnya, “Setelah raja menyerahkan seluruh kekuasaan di bumi Mesir itu kepada Yusuf, ditunjukkan-nyalah sifat belas kasihannya kepada seluruh manusia. Dan diserunyalah mereka supaya memeluk agama Islam!'
Menurut keterangan Mujahid dalam tafsirnya, “Raja ar-Rayyan bin al-Walid itu sendiri pun akhirnya memeluk Islam. Maka ditegakkannyalah keadilan. Sehingga seluruh laki-laki dan perempuan dalam negeri Mesir cinta kepadanya."
Berkata Wahab. as-Suddi, Ibnu Abbas dan lain-lain, “Maka datanglah tahun-tahun yang subur dan musim yang makmur itu, lalu Yusuf memerintahkan orang supaya memperbaiki pertaniannya dan memperluasnya, dan apabila datang musim menuai, beliau suruh kumpulkan hasil panen itu pada satu tempat pengumpulan yang telah disediakan, sehingga penuh berlimpah-limpahlah persediaan makanan, berlebih-lebih selama tujuh tahun. Dilakukanlah apa yang difatwakan Yusuf dalam menabirkan mimpi raja, yaitu makanan diambil hanya sekadar akan dimakan, lebihnya ditinggalkan pada tangkainya supaya tahan lama.
Setelah itu datanglah tahun paceklik yang ditakuti itu, tujuh tahun pula lamanya, hasil tanaman dari tahun ke tahun sangat berkurang-kurang, sehingga mulailah orang menderita lapar. Diterangkan tanda-tanda musim kelaparan itu oleh setengah ahli hikmah, menurut yang disalinkan oleh al-Qurthubi, yaitu orang makan tetapi berasa lapar j uga, berapa saja makanan yang dimakan, tidak membawakan kenyang, orang hendak makan saja. Persediaan orang banyak kian lama kian habis, tetapi perbendaharaan negara masih tetap berdiri dengan teguhnya. Setelah persediaan orang banyak habis, terpaksalah mereka meminta pertolongan kerajaan. Di sinilah tampak kebijaksanaan Nabi Yusuf dengan mendirikan lumbung-lumbung persediaan makanan itu. Kekayaan negara pun menjadi berlimpah-limpah, karena dalam masa tujuh tahun kelaparan, segala kekayaan telah dijual orang kepada kerajaan untuk menghindarkan diri dari bahaya kelaparan yang besar itu. Namun Nabi Yusuf dengan sangat bijaksana dan tidak pernah kehilangan akal dapat mengendalikan negara tujuh tahun pula lamanya. Meskipun orang yang lapar itu sudah sudi menjual dirinya sendiri karena kehabisan harta benda, namun Nabi Yusuf tidaklah suka memperbudak mereka. Karena keandalannya mengatur perbendaharaan negara itu, hendak menolong manusia dan tidak menghalangi kemuliaan dan kebesarannya sendiri. Dan ber-firman Allah pada kelanjutan ayat,
“Kami limpahkan rahmat kepada barangsiapa yang Kami kehendaki, dan tidaklah Kami menyia-nyiakan ganjaran bagi orang-orang yang berbuat kebajikan."
Di sini diulang sekali lagi pujian terhadap Yusuf sebagai seorang yang selama hidupnya selalu menjadi Muhsinin, orang yang selalu berbuat kebajikan. Di ayat 22 diterangkan bahwasanya sejak dia masih menjadi hamba sahaya di rumah Bendahara Athfir setelah dia dikeluarkan orang dari sumur dan dijual, bakat berbuat kebajikan itu sudah ada padanya. Kemudian setelah dia dalam penjara, kedua orang teman sepenjara yang meminta tolong menabirkan mimpi, mengakui pula bahwa dia adalah orang yang sudi berbuat kebaikan, sekali lagi Muhsinin. Sekarang, setelah dia menjadi orang besar mengatur sebuah negara besar, datang lagi pengakuan Ilahi bahwa dia tidak berubah. Dia tetap seorang Muhsinin. Sudi berbuat kebajikan. Artinya sama saja sikapnya, baik ketika dia masih jadi budak belian, atau sedang dalam penjara, dan sekarang telah menjadi Wakil Mutlak Raja, dia tetap berbuat kebajikan. Manusia yang tidak berubah sikapnya karena perubahan nasib dan keadaan, tidak kecil hati ketika bernasib buruk dan tidak menyombong ketika bernasib baik.
Ayat 57
“Dan ganjaran di akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman, dan adalah mereka bertakwa."
Ayat ini menunjukkan bahwasanya orang yang beriman seperti Nabi Yusuf itu, disertai dengan takwanya kepada Allah, di dalam segala usaha amal perbuatan yang dia hadapi, bukanlah semata-mata dia mengharapkan kemegahan dunia ini saja, tetapi lebih tinggi lagi karena tanggung jawab di hadapan Allah, karena iman yang mendalam bahwasanya segala amalan di kala hidup ini, tempat bertanggung jawab yang sejati ialah Allah semata-mata.
Yusuf bekerja bukanlah semata-mata karena mengambil hati raja yang menyerahkan tanggung jawab itu kepada dirinya, dan bukan pula karena keistimewaan dan fasilitas yang diberikan kepadanya karena jabatannya, sehinggalah dia boleh berbuat sesuka hatinya di Mesir, tinggal di dalam istana mana yang dia sukai, memakai cincin raja, memakai kalung emas kebesaran kerajaan. Seorang Mukmin merasa bahwasanya semuanya itu hanyalah kemewahan hidup di dunia yang pasti ada akhirnya. Dan bagaimana jua pun sukses atau berjaya pekerjaan yang dipikul di dunia ini, namun khilaf dan alpa sebagai manusia pasti akan terdapat juga. Meskipun di dalam kisah Yusuf tidak ada tersebut, namun bukti dari pergaulan hidup di dunia ini menunjukkan, bahwa sebanyak orang yang cinta niscaya ada juga yang benci, terutama sudah teradat dalam istana yang besar-besar. Maka kalau iman dan takwa kurang, mungkin akan patah di tengahlah pekerjaan, atau datang perdayaan setan, sehingga menyeleweng menjadi korupsi, sebagaimana yang selalu terjadi.
Nabi Yusuf telah sukses dalam pekerjaannya, alatnya yang pertama ialah iman dan takwa itu, sehingga karena iman dan takwanya dia selalu sudi berbuat kebajikan. Kebajikan itu sudah menjadi kesenangan jiwanya sejak dia masih kecil lagi karena didikan ayahnya. Demikian banyakcobaanyangdideritanyasejakkecil, masuk sumur, dijual sebagai budak, mendapat godaan perempuan cantik dan sampai meringkuk dalam penjara, semuanya itu menambah kuat pribadinya dan teguh imannya akan pertolongan Allah. Dia bukan hanya mengingat hidup yang sekarang saja, tetapi lebih-lebih lagi dia mengingat hidup akhirat, tempat dia mempertanggungjawabkan segala apa yang dia usahakan dan kerjakan dalam mengatur negara besar itu di hadapan Allah.
Sikap Nabi Yusuf inilah yang menjadi pegangan oleh rasul-rasul yang lain bila mereka diberi pertanggungjawaban besar kenegaraan. Beginilah sikap Nabi Dawud dan putranya Nabi Sulaiman, dan begini juga contoh teladan yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad ﷺ, sehingga bagi mereka mengharapkan ridha Allah ﷻ jua adanya.