Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَآ
dan tidak
أُبَرِّئُ
aku membebaskan
نَفۡسِيٓۚ
diriku/nafsuku
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلنَّفۡسَ
nafsu
لَأَمَّارَةُۢ
selalu menyuruh
بِٱلسُّوٓءِ
dengan/pada kejahatan
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
رَحِمَ
memberi rahmat
رَبِّيٓۚ
Tuhanku
إِنَّ
sesungguhnya
رَبِّي
Tuhanku
غَفُورٞ
Maha Pengampun
رَّحِيمٞ
Maha Penyayang
وَمَآ
dan tidak
أُبَرِّئُ
aku membebaskan
نَفۡسِيٓۚ
diriku/nafsuku
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلنَّفۡسَ
nafsu
لَأَمَّارَةُۢ
selalu menyuruh
بِٱلسُّوٓءِ
dengan/pada kejahatan
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
رَحِمَ
memberi rahmat
رَبِّيٓۚ
Tuhanku
إِنَّ
sesungguhnya
رَبِّي
Tuhanku
غَفُورٞ
Maha Pengampun
رَّحِيمٞ
Maha Penyayang
Terjemahan
Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Tafsir
("Dan aku tidak membebaskan diriku) dari kesalahan-kesalahan (karena sesungguhnya nafsu itu) yaitu hawa nafsu (selalu menyuruh) banyak menyuruh (kepada kejahatan kecuali orang) lafal maa di sini bermakna man, yaitu orang atau diri (yang diberi rahmat oleh Rabbku) sehingga terpeliharalah ia dari kesalahan-kesalahan. (Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.").
Tafsir Surat Yusuf: 53
Dan aku tidak sanggup membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Istri Al-Aziz mengatakan, "Aku tidak sanggup membebaskan diriku dari kesalahan, sebab hawa nafsu diriku selalu membisikkan godaan dan angan-angan kepadaku. Karena itulah aku merayunya." "Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku." (Yusuf: 53) kecuali orang yang dipelihara oleh Allah ﷻ dari kesalahan. "Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yusuf: 53) Pendapat inilah yang terkenal, yang lebih sesuai, dan lebih serasi dengan konteks kisah dan makna-makna kalimat.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Al-Mawardi di dalam kitab tafsirnya, dan pendapatnya ini didukung oleh Imam Abul Abbas ibnu Taimiyyah yang menulisnya secara tersendiri di dalam suatu pembahasan secara detail. Menurut pendapat lain, kalimat dalam ayat ini termasuk perkataan Nabi Yusuf a.s. Yusuf a.s. berkata: “Demikianlah agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.” (Yusuf: 52) Yakni tidak berbuat yang tidak senonoh terhadap istrinya. “Di belakangnya.” (Yusuf: 52) Dengan kata lain, sesungguhnya aku menyuruh si utusan raja kembali tiada lain agar raja mengetahui kebersihan diriku dari apa yang dituduhkan kepadaku dan agar Al-Aziz (suami si wanita yang merayunya) mengetahui. “Bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya.” (Yusuf: 52) Yakni dengan melakukan perbuatan itu kepada istrinya. “Di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.”
(Yusuf: 52) Hanya pendapat ini yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa setelah raja mengumpulkan semua wanita, lalu ia mengajukan pertanyaan kepada mereka, "Apakah kalian merayu Yusuf agar menyerahkan dirinya kepada keinginan kalian?" "Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui suatu keburukan pun padanya." Berkata istri Al-Aziz, "Sekarang jelaslah kebenaran itu." (Yusuf: 51) hingga akhir ayat.
Maka Yusuf berkata: “Demikianlah agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya.” (Yusuf: 52) Lalu Malaikat Jibril berkata kepada Yusuf, "Apakah memang engkau tidak pernah merasakan keinginan itu di suatu hari pun?" Yusuf menjawab: “Dan aku tidak sanggup membebaskan diriku (dari kesalahan).” (Yusuf: 53), hingga akhir ayat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Ibnu Abu Huzail, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi. Pendapat yang pertama adalah yang paling kuat dan paling jelas, karena konteks pembicaraan berkenaan dengan perkataan istri Al-Aziz di hadapan raja, dan Yusuf saat itu tidak ada, ia baru dipanggil oleh raja setelah itu."
Setelah peristiwa yang dialami Nabi Yusuf berlalu dan ia terbukti
tidak bersalah, ia pun berkata, Dan aku tidak menyatakan diriku bebas
dari kesalahan apa pun, karena sesungguhnya salah satu jenis nafsu manusia itu adalah nafsu amarah, yang selalu mendorong manusia kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku sehingga tidak
membawaku kepada kejahatan. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun
atas segala dosa, Maha Penyayang bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Raja yakin bahwa Nabi Yusuf telah dizalimi dipenjara tanpa berbuat
salah. Raja juga mengaguminya karena kemampuannya memberikan
takwil mimpi sang raja. Raja pun berkata, Bawalah dia (Yusuf ) kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku dan aku
angkat menjadi penasihat dalam pemerintahan. Ketika dia (raja) telah
bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, Sesungguhnya kamu mulai
hari ini kuangkat menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan
kerajaan kami dan menjadi orang yang dipercaya mengurus urusan
kerajaan.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Yusuf sebagai manusia mengakui bahwa setiap nafsu cenderung dan mudah disuruh untuk berbuat jahat kecuali jika diberi rahmat dan mendapat perlindungan dari Allah. Yusuf selamat dari godaan istri al-Aziz karena limpahan rahmat Allah dan perlindungan-Nya, meskipun sebagai manusia Yusuf juga tertarik pada istri al-Aziz sebagaimana perempuan itu tertarik kepadanya seperti diterangkan pada ayat 24:
Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. (Yusuf/12: 24)
Tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ayat 53 ini menerang-kan pengakuan istri al-Aziz dengan terharu dan rasa penyesalan yang mendalam bahwa dia tidak dapat membersihkan dirinya dari kesalahan dan ketelanjuran. Dia juga mengakui bahwa memang dia yang hampir meng-khianati suaminya dengan merayu Yusuf ketika suaminya tidak di rumah. Untuk menjaga nama baik diri, suami, dan keluarganya, dia menganjurkan supaya Yusuf dipenjarakan, atau ditimpakan kepadanya siksaan yang pedih. Istri al-Aziz telah melakukan kesalahan ganda, yaitu berdusta dan menuduh orang yang jujur dan bersih serta menjebloskannya ke penjara.
Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YUSUF DIJEMPUT KE PENJARA
Rupanya segala tafsir mimpi yang diterangkan Yusuf itu telah segera disampaikan utusan itu kepada Raja dan orang-orang besar itu di istana. Raja sangat tertarik pada tafsir mimpi dan pada orang yang menafsirkannya.
Ayat 50
“Dan berkata Raja, ‘Bawalah dia kepadaku!'"
Artinya keluarlah orang tahanan itu dari dalam penjara dan bawalah dia menghadap kepadaku, sebagai tanda bahwa dia telah aku bebaskan. Mendengar titah yang demikian, segeralah dikirim utusan ke penjara menemui Yusuf akan membebaskannya, “Maka tatkala telah datang kepadanya utusan itu," menyatakan kebebasannya dan hendak mengiringkannya dengan segala hormat ke istana atas titah Raja. “Berkatalah dia, ‘Kembalilah kepada yang dipertuanmu, tanyakan kepadanya, bagaimana halnya perem-puan-perempuanyang telah memotong tangan mereka!" Artinya, telah luka tangan mereka karena bermain ke dalam penjara, karena tersiar berita bahwa dia telah menyebabkan perempuan-perempuan orang besar-besar itu lantaran amat tertarik kepadanya, tangan-tangan mereka telah luka. Sekarang, dia akan dikeluarkan saja atas titah Raja. Maka bermohonlah Yusuf, dengan perantaraan utusan Raja itu, agar baginda menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Kalau memang dia bersalah, dia supaya ditentukan hukumannya, dan kalau tidak bersalah, supaya bersihlah dia dan kembali harga dirinya di hadapan masyarakat sebab dia telah ditahan bertahun-tahun lamanya. Dan katanya selanjutnya,
“Sesungguhnya, Allahku, terhadap tipu daya Mereka (perempuan-perempuan itu) adalah sangat mengetahui."
Dia minta hal itu diselidiki lebih dahulu. Dan sebelum jelas, apa dia yang salah atau perempuan-perempuan itu yang salah, biarlah dia tinggal dalam penjara.
Dari sikap Nabi Yusuf ini kita mendapat pengajaran tentang wajibnya setiap kita menjaga kehormatan diri. Yang kedua, di dalam permohonannya kepada raja itu, Yusuf tidak menganjurkan Raja bertindak tergopoh, melainkan supaya diadakan penyelidikan yang saksama.
Demikian az-Zamakhsyari di dalam tafsirnya menafsirkan bahwa Yusuf memohon kepada Raja supaya sebelum dia dikeluarkan, diselidiki dan ditanyai lebih dahulu perempuan-perempuan itu, supaya nyata Yusuf bersih dari tuduhan dan dia keluar bukan hanya karena dia pandai menafsirkan mimpi. Sehingga orang-orang yang dengki bisa saja menyebarkan kata-kata yang tidak enak didengar bahwa dia ditahan lama di penjara karena dia memang bersalah besar.
Nabi kita Muhammad ﷺ menghormati sikap Nabi Yusuf ini dan memujinya, dikecil-kannya dirinya di hadapan sikap tegas Yusuf itu. Beliau bersabda,
dJiS' eJu
“Sefcirauya aku yang ditahan dalam penjara selama itu, tentu di saat itu juga aku turuti panggilan itu." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Abus Su'ud menafsirkan pula, mengapa Yusuf tidak menyinggung-nyinggung istri tuan besarnya yang empunya gara-gara pertama dalam soal penuduhan kepada dirinya ini, sampai dia menderita sekian tahun; ini adalah satu budi dan kesetiaan, memelihara hubungan baik sebelum dia dipenjarakan, karena Yusuf mengharap janganlah permusuhan diteruskan jua. Sungguh pun tidak disebutnya tepat tentang istri tuannya itu, Isyaratnya pun telah ada, orang pun dapat maklum. Sebab di ujung katanya dia sebutkan ucapan yang pernah diucapkan oleh tuannya di muka pintu, ketika dia terperogok! Tuannya itu mengatakan, “Sesungguhnya, tipu daya kamu, hai kaum perempuan, adalah amat besari" Sekarang, Yusuf pun mengatakan, “Sesungguhnya, Allah terhadap tipu daya perempuan adalah sangat mengetahui." Oleh sebab itu, dengan sendirinya istri Paduka Yang Mulia Raja Muda telah masuk dalam lingkungan segala perempuan, dengan aneka ragam tipu dayanya.
Dan di dalam Yusuf menyebut soa! ini kepada Raja, yang diisyaratkannya hanyalah soal tangan mereka yang terpotong, artinya tangan mereka yang luka karena main-main dengan pisau. Dan dia tidak menyebut sama sekali bahwa perempuan-perempuan itu pada umumnya ataupun istri Raja Muda khususnya telah merayu-rayu dia supaya suka bercinta-cintaan dengan mereka.
Inilah satu sikap halus dari Yusuf.
Setelah utusan yang menjemputnya kembali ke istana dan Yusuf belum terbawa, dan setelah disampaikan kepada Raja permohonan Yusuf, maka dipanggillah sekalian perempuan yang tersangkut dalam soal yang telah lama terpendam itu, soal tangan mereka luka! Dan raja yang arif bijaksana mengerti apa maksud Yusuf tentang tangan luka itu meskipun tidak disebutkan Yusuf. Tangan mereka luka karena ternganga lupa diri ketika melihat cantik dan cakapnya Yusuf.
Setelah perempuan-perempuan itu dihadapkan ke hadapan Raja, baginda pun bertanya dengan tidak berputar-putar, melainkan terus menuju maksud,
Ayat 51
“Berkata dia (yaitu Raja), ‘Bagaimana perkara kamu ketika kamu merayu-rayu Yusuf, inginkan dirinya?'"
Bagaimana sampai tangan kalian luka? Dan bagaimana terjadinya? Inilah kira-kira pertanyaan Raja."Mereka menjawab, ‘Perlindungan Allah!" Artinya, dalam hal ini kami me-lindungkan diri kepada Allah bahwa kami akan mengatakan hal yang sebenarnya, “Tidaklah kami mengetahui padanya ada keburukan" Meskipun semua kami telah berkumpul di dalam jamuan makan di rumah istri Raja Muda dan begitu kedudukan kami dalam masyarakat, begini cantik-cantik kami, sebagai istri-istri dari orang besar-besar kerajaan, namun kami saksikan sendiri imannya tidak terguncang karena rayuan kami. Tak ada perangainya yang buruk yang patut dicela. Kami mengakui hal
ini terus terang walaupun kami turut menggodanya.
Setelah sama jawaban sekalian perempuan itu yang secara jujur mengatakan bahwa Yusuf adalah orang baik, tak ada cacat pada perangainya, dengan sendirinya pula, istri Raja Muda pun memberikan keterangan, “Berkatalah istri orang besar itu" Disebut juga Aziz, Paduka Yang Mulia, gelar kebesaran suaminya. Dia berkata, “Sekarang jelaslah kebenaran" Yang benar telah nyata dan jelas dengan sendirinya, tidak dapat disembunyi-sembunyikan lagi, “Akulah yang merayu-rayunya, inginkan dirinya." Akulah yang memancing-mancing dan membujuk-bujuk agar dia suka menuruti kehendakku, membalas rindu dendam, cinta berahiku kepadanya. Dan dijelaskannya lagi kebenaran itu bahwa,
“Dan dia adalah termasuk golongan orang-orang yang jujur."
Dia tidakbersalah,tetapi akulah yangsalah. Dia suci. Dia dapat mempertahankan dirinya dengan kesuciannya itu. Dia termasuk orang yang benar sebab dahulu telah dikatakannya hal yang sebenarnya tentang diriku (ayat 26), “Dialah (perempuan ini) yang merayu-rayu aku, inginkan diriku." Perkataannya itulah yang benar. Memang akulah yang merayunya, bukan dia yang merayu aku.
Ayat 52
“Yang demikian,"
yaitu pengakuan terus terang yang demikian itu ialah, “Supaya tahulah dia bahwa aku tidaklah mengkhianatinya di waktu dia tak ada." Perkataan seperti ini timbul dari hati nurani yang bersih, yaitu saya mengakui hal ini terus terang, sayalah yang salah, bukan dia. Saya yang merayunya, bukan dia yang merayu saya, dan dia itu adalah orang baik, orang jujur. Saya berkata demikian sekarang ini, sedangkan dia tidak ada, sedang dia gaib dari tempat ini. Saya tidak mau mengkhianatinya, sedangkan dia dalam penjara, tidak mendengar apa yang saya jelaskan di hadapan Raja. Saya tidak mau mengorbankannya dengan membuat fitnah karena,
“Dan bahwasanya Allah tidaklah akan memberi petunjuk terhadap tipu daya orang-orang yang khianat."
Artinya, kalau saya tidak mengatakan hal yang sebenarnya, saya khianati dia, saya katakan ada, padahal tidak ada, saya akan menyulitkan diri sendiri karena kedustaan yang saya karang-karangkan, padahal kebenaran itu lambat laun akan jelas nyata juga. Dan dengan berkata demikian, Zulaikha telah menghilangkan tekanan batin yang menimpa dirinya sendiri, selama Yusuf dalam tahanan, padahal dia tidak bersalah.
Setengah tafsir pula mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat “bahwa aku tidak mengkhianatinya di waktu dia tak ada" ialah perkataan Zulaikha terhadap suaminya, yaitu meskipun diakuinya dia telah merayu Yusuf pada waktu itu, karena Yusuf tidak mau mengabulkan rayuannya, tidaklah dia sampai mengkhianati suaminya, tidaklah sampai dia berbuat zina dengan Yusuf.
Tetapi kita rasakan lemahnya penafsiran yang kedua ini. Sebab meskipun tidak sampai terjadi apa yang dimaksud oleh Zulaikha, sikapnya memanggil Yusuf dan menarik bajunya itu saja sudah pun pengkhianatan. Kedua, di dalam susunan kata tidak terdapat Isyarat menyebut suaminya lebih dahulu untuk mengembalikan dhamir dari kalimat mengkhianatinya. Kata nya tidak dapat dikembalikan kepada suami Zulaikha, Paduka Yang Mulia, karena terlalu jauh. Sebab yang dibicarakan di hadapan Raja ialah soal Yusuf, bersalahkah dia menggoda perempuan-perempuan yang dijamu makan oleh istri Paduka Yang Mulia Raja Muda dan bersalahkah dia menggoda istri Raja Muda sendiri. Zulaikha mengatakan terus terang bahwa dia (yaitu Yusuf) tidak bersalah; dia sendirilah yang salah karena merayu Yusuf. Dan dia berikan pengakuan itu terus terang karena dia merasa tidak layak menganiaya Yusuf dengan fitnahan demikian rupa, sedangkan dia masih dalam penjara.
Kemudian itu, Zulaikha meneruskan pengakuannya,
Ayat 53
“Dan tidaklah aku hendak membersihkan diriku."
Artinya, tidaklah aku hendak mengelak dari kesalahan. Aku memang telah bersalah karena memperturutkan hawa nafsuku. Aku tidak dapat menahan diri sehingga aku rayu Yusuf, aku panggil dia, aku ajak dia berbuat serong dengan daku. Rumah tertutup, orang lain tidak ada, suamiku tidak di rumah, sedangkan dia cantik, tampan, muda belia, jolong gedang, dan aku pun masih muda, “Karena sungguhlah nafsu membawa kepada kejahatan." Dengan pengakuan yang tertulis dalam ayat ini, kita pun telah dapat mengkaji jiwa manusia, tentang nafsu ammarah, yaitu nafsu syahwat manusia, syahwat perut dan syahwat faraj, yang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari diri manusia, selama manusia itu masih hidup. Zulaikha telah memberikan pengakuan ini, terus terang, sehingga telah menunjukkan kematangan jiwanya, sesudah kesalahan yang pertama, sesudah terperogok oleh suaminya di muka pintu dan sesudah dia telah menunjukkan pengaruh mentang-mentang suaminya orang besar, sampai Yusuf tertahan bertahun-tahun lamanya dalam penjara. Perubahan-perubahan zaman dan turun naiknya tnasa, semuanya telah menambah kematangan itu. Satu kali manusia Zulaikha mencari waktu yang baik untuk menumpahkan apa yang terasa dalam hatinya.
Dikatakannya bahwa nafsu manusialah yang selalu mendorongnya hingga kadang-kadang tergelincir dalam meniti titian hidup,
“Kecuali orang yang dikasihani oleh Allahku." Hanya orang-orang yang dikasihani Allah, yang diberi petunjuk dan hidayah, orang semacam itulah yang terlepas dari rangsangan hawa nafsunya. Dan di sini dengan secara tidak langsung Zulaikha telah memuji kemuliaan dan keluhuran budi Yusuf. Memang Yusuf pun telah hamma biha, sebagaimana dia pun, Zulaikha lebih dahulu telah hamma bihi, telah sama-sama bangkit kehendak sebagai manusia. Tetapi Yusuf selamat dari godaan nafsu ammarah-nya itu sebab dia melihat burhana rabbihi, tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Sedang Zulaikha tidakmelihat burhan itu. Oleh sebab itu, perkataan Zulaikha “kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhanku" adalah pujian kepada Yusuf juga. Malahan di hadapan teman-temannya sesama perempuan dalam perjamuan yang sampai melukakan tangan mereka itu telah dipujinya juga Yusuf (ayat 32), “Telah aku rayu dia, inginkan dirinya, namun dia tetap berteguh hati."
Diakui kesalahannya itu bahwa benar-benar dialah yang salah karena tidak dapat mengendalikan nafsu. Sekarang, dia telah menyesal dan telah tobat. Ini jelas di ujung ayat,
“Sesungguhnya, Allah itu Pengampun, lagi Penyayang."
Seakan-akan berkata dia selanjutnya: aku mengakui bahwa akulah yang salah. Atas kesalahan itu, aku telah memohon agar Allah memberiku ampun. Dan tentu permohonanku itu dikabulkan oleh Allah sebab Allah itu adalah Maha Pengampun bagi hamba-Nya yang mengaku salah dan berjanji akan memperbaiki dirinya buat selanjutnya. Dan permohonan itu tidak akan ditolak oleh Allah; aku percaya itu. Karena aku tahu bahwa Allah itu adalah kasih dan sayang kepada hamba-Nya.
Menilik kata-kata yang bernilai laksana emas dari pengakuan Zulaikha ini, kita mendapat kesan bahwa sikap Yusuf yang satria, saleh, jujur, dan berbudi itu telah menjadi
dakwah bagi Zulaikha sehingga dia telah lebih banyak menggantungkan harapan kepada Allah Yang Maha Esa, pujaan Yusuf, dan bukan lagi kepada berhala, pujaan kaumnya selama ini.
Malahan menurut riwayat selanjutnya, setelah Nabi dan rasul Allah itu memegang jabatan tinggi dalam negeri Mesir, sedangkan suami perempuan itu, yang jabatannya telah digantikan Yusuf menjadi Raja Muda, itu telah meninggal, maka iman perempuan itu (Zulaikha) yang berjalin dengan cintanya kepada Yusuf, sudah dituntun oleh Yusuf ke jalan yang benar dan lurus, yaitu Yusuf telah meminangnya menjadi istrinya. Sampai Yusuf beranak-pinak dengan dia.
TENTANG KETEGUHAN HATI YUSUF DAN KESANGGUPANNYA MENAHAN DIRI
Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah telah menulis di dalam kitabnya al-Jawabul Kafi bahwasanya percobaan yang dihadapi Yusuf ketika dirayu oleh istri Raja Muda itu adalah luar biasa, jaranglah orang yang akan terlepas dari percobaan itu kalau benteng jiwa dan pertolongan Allah tidak teguh. Ibnul Qayyim mengemukakan tiga belas hal berikut yang akan memudahkan Yusuf terjerumus.
Pertama, Allah telah menjadikan di dalam diri laki-laki itu suatu tabiat, yang kalau tabiat itu tidak ada, tidaklah teguh kelaki-lakiannya. Tabiat itu ialah keinginan kepada perempuan. Laki-laki mengingini perempuan, sebagaimana laparnya orang lapar akan makanan dan hausnya orang ingin minum kepada air minum. Bahkan bukan sedikit manusia yang sanggup menahan lapar dan haus, namun menahan diri dari perempuan mereka tidak sanggup. Oleh karena sudah sampai begitu keinginan laki-laki kepada perempuan, maka kalau bertemu jalan yang halal, tidaklah ada celaan agama, malahan dianjurkan.
Kedua, Yusuf ketika itu muda belia. Syahwat seks seorang pemuda sedang membubung kuat.
Ketiga, dia waktu itu belum kawin, belum beristri dan tidak pula memelihara gundik guna mematahkan syahwat yang bergelora.
Keempat, dia sedang berada di rantau orang dan tidak dikenal orang. Kalau dia te-lanjur berbuat demikian, tidak ada keluarga yang akan tahu.
Kelima, perempuan yang merayunya berkedudukan mulia, lagi cantik jelita. Kemuliaan kedudukan dan kecantikan ini saja sudah menjadi penarik yang istimewa.
Keenam, perempuan itu bukan enggan, bukan menolak. Dan kebanyakan orang, walau telah meningkat syahwatnya, kalau si perempuan enggan, tidak mau, syahwat si laki-laki menjadi patah. Sebab terlalu merunduk merendahkan diri karena meminta belas kasihan si perempuan, bagi setengah laki-laki adalah pantang. Dia tidak mau jatuh harga dirinya. Dan bagi setengah orang adalah sebaliknya; tambah enggan si perempuan, tambah dia tergila-gila.
Ketujuh, perempuan itu sendiri yang mendesak. Perempuan itu sendiri yang tergila-gila, sehingga bagi Yusuf lebih mudah kalau dia mau dan tidak perlu lagi Yusuf yang merayu-rayu, merendahkan diri.
Kedelapan, perempuan itu merayu dalam rumahnya sendiri, dalam lingkungan kekuasa-annya sendiri, sehingga demikian kuasanya. Kalau Yusuf tidak mau, dia sanggup men-celakakan Yusuf. Dalam keadaan yang demikian, bisa berkumpul keinginan dan ketakutan: ingin akan tubuh perempuan itu dan takut akan kemarahannya.
Kesembilan, Yusuf tak usah takut akan gangguan apa-apa, tidak ada orang lain yang akan tahu. Perempuan itu yang mendesak, pintu semua sudah ditutupnya, yang akan mengintip tidak ada; aman.
Kesepuluh, dia adalah hamba sahayanya, budak belian dalam rumah itu. Dia bebas ma
suk, bebas keluar, dan yang selalu bertemu, selalu melihat wajahnya, atau melihat bentuk badannya, dan melihat lenggak-lenggoknya, perangai keayuannya, bagai pepatah Melayu “ala bisa karena biasa, habis miang karena bergesek'1.
Kesebelas, tipu daya perempuan itu sampai mencari pengaruh lain. Sampai diper-lihatkannya Yusuf kepada perempuan-perempuan lain, sampai dia menyatakan kepada perempuan-perempuan itu dengan terus terang bahwa dia tergila-gila kepadanya, supaya perempuan-perempuan lain itu jangan menyalahkannya, malahan membiarkannya, dan diisyaratkan pada ayat 33 bahwa perempuan-perempuan itu pun turut merayu sehingga Yusuf mohon perlindungan kepada Allah, jangan sampai rayuan perempuan-perempuan itu menyebabkan dia rebah.
Kedua belas, sampai perempuan itu mengancamnya, kalau kehendaknya tidak di-perlakukan, mungkin dia akan masuk penjara dan martabatnya diturunkan ke bawah, men-jadi orang kecil dan hina. Lantaran itu, bisa berkumpul dalam dirinya dorongan syahwat, cari jalan asal selamat dari masuk penjara serta dipandang jadi hina dan kecil.
Ketiga belas, terutama lagi suami perempuan itu setelah kedapatan olehnya istrinya dalam keadaan yang mencurigakan terhadap Yusuf, tidak tampak rasa cemburunya. Bahkan dinasihatinya saja Yusuf supaya jangan buka-buka rahasia ini keluar dan disuruhnya saja istrinya meminta ampun kepada Allah sebab dia telah salah. Padahal kecemburuan seorang laki-laki terhadap istrinya adalah pula satu penghalang akan terjadinya keserongan.
Telah terdapat tiga belas sebab yang merayu, namun Yusuf lebih mementingkan ridha Allah dan takut kepada Allah. Dia bahkan lebih suka masuk penjara daripada telanjur berzina. Ini adalah satu hal besar.
Demikian penilaian Ibnul Qayyim.