Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰصَٰحِبَيِ
hai dua teman
ٱلسِّجۡنِ
penjara
ءَأَرۡبَابٞ
apakah Tuhan-Tuhan
مُّتَفَرِّقُونَ
berpisah-pisah/bermacam-macam
خَيۡرٌ
lebih baik
أَمِ
ataukah
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡوَٰحِدُ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّارُ
Maha Perkasa
يَٰصَٰحِبَيِ
hai dua teman
ٱلسِّجۡنِ
penjara
ءَأَرۡبَابٞ
apakah Tuhan-Tuhan
مُّتَفَرِّقُونَ
berpisah-pisah/bermacam-macam
خَيۡرٌ
lebih baik
أَمِ
ataukah
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡوَٰحِدُ
Maha Esa
ٱلۡقَهَّارُ
Maha Perkasa
Terjemahan
Wahai dua penghuni penjara, manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa?
Tafsir
("Hai kedua temanku) yang satu tempat tinggal (dalam penjara! Manakah yang baik tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?") pilihlah! Istifham atau kata tanya di sini mengandung pengertian taqrir atau menetapkan.
Tafsir Surat Yusuf: 39-40
Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Apa yang kalian sembah selain Allah itu hanyalah nama-nama yang kalian dan nenek moyang kalian ada-adakan. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kemudian Yusuf berbicara kepada kedua pemuda temannya dalam penjara itu seraya mengajaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dan meninggalkan semua berhala yang disembah oleh kaum keduanya. Untuk itu Yusuf a.s. berkata: “Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf: 39) Yakni Tuhan yang segala sesuatu tampak hina bila dibandingkan dengan keagungan, kebesaran, dan kekuasaan-Nya.
Kemudian Yusuf menjelaskan bahwa berhala-berhala yang mereka namakan sebagai tuhan-tuhan mereka itu tiada lain hanyalah buatan mereka sendiri, lalu diberi nama oleh mereka sendiri. Selanjutnya generasi baru mereka menerima ajaran itu dari para pendahulunya tanpa ada sandaran dari sisi Allah sama sekali. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: ‘“Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu.” (Yusuf: 40) Maksudnya, tiada suatu hujah atau keterangan pun dari Allah yang memperkuatnya.
Selanjutnya Yusuf memberitahukan kepada mereka bahwa keputusan dan pengaturan serta kehendak dan kekuasaan hanyalah milik Allah semata. Dia pun telah memerintahkan kepada semua hamba-Nya, janganlah menyembah kecuali hanya kepada Dia. Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Itulah agama yang lurus.” (Yusuf: 40) Yakni apa yang aku serukan kepada kalian yaitu mengesakan Allah dan mengikhlaskan diri kepada-Nya dalam beramal adalah agama yang lurus yang diperintahkan oleh Allah untuk dijalankan, dan Allah menurunkan hujah serta bukti yang disukai dan diridai-Nya tentang agama ini. “Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Yusuf: 40) Karena itulah kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang musyrik, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain: “Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya.” (Yusuf: 103) Ibnu Juraij mengatakan, sesungguhnya Yusuf membelokkan pembicaraannya kepada mereka dari ta'bir mimpi kepada seruan ini tiada lain karena ia mengetahui bahwa ta'bir mimpi itu mengandung bahaya bagi salah seorang dari keduanya. Untuk itulah, maka Yusuf membelokkan pembicaraannya dengan hal lain agar mereka tidak menanyainya.
Dan ketika mereka kembali menanyainya tentang ta'bir mimpi, Yusuf kembali pula menasihati mereka. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertanyakan kebenarannya, karena pada mulanya Yusuf telah berjanji akan menceritakan ta'bir mimpi keduanya. Pertanyaan yang diajukan oleh keduanya kepada Yusuf a.s. dengan penuh rasa hormat ini dijadikan oleh Yusuf a.s. sebagai sarana (media) untuk menyeru keduanya memeluk ajaran tauhid. Pada tabiat dan watak keduanya Yusuf a.s. melihat benih kebaikan yang siap menerima kebenaran dan mau mendengarkan perkataannya dengan rasa penuh taat. Karena itulah setelah Yusuf a.s. menyeru keduanya, ia menjelaskan ta'bir mimpi yang dialami keduanya tanpa mengulangi pertanyaan lagi. Dalam ayat berikutnya dijelaskan jawaban Nabi Yusuf a.s. kepada keduanya
Setelah Nabi Yusuf menjelaskan tentang agama tauhid yang dianutnya, pada ayat berikut ini Nabi Yusuf mengajak kepada dua orang pemuda yang ada dalam penjara bersamanya untuk mengikuti agama
tauhid seraya bertanya, Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang
baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu yang berhak disembah ataukah Tuhan Allah Yang Maha Esa, lagi Mahaperkasa' Dialah Allah Tuhan
yang Maha Menciptakan, dan Maha Memberi rezeki. Karena itu, hanya
Dia-lah yang berhak disembah. Apa yang kamu sembah selain Dia dan kamu percayai sebagai tuhan,
hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat lalu dianggap baik oleh kamu
sendiri maupun oleh nenek moyangmu, padahal ia hanyalah benda mati
yang tidak bisa memberi manfaat maupun mendatangkan mudarat.
Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun baik berupa dalil yang pasti
maupun bukti yang kuat tentang suatu hal mengenai nama atau status
benda yang kamu jadikan sesembahan itu. Keputusan yang adil tentang
akidah, ibadah, dan ketentuan dalam muamalah yang benar itu hanyalah
milik Allah, karena Dialah Pencipta segalanya sehingga mengetahui segala sesuatu tentang ciptaan-Nya. Dia telah memerintahkan agar kamu
dengan tulus ikhlas tidak menyembah selain Dia, karena Allah adalah
Pencipta, Pemberi rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan. Itulah
agama yang lurus lagi benar yang dijelaskan dalam kitab suci dan disampaikan para rasul-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui hakikat kebenaran itu disebabkan oleh sifat sombong mereka yang selalu
mengikuti hawa nafsunya.
Yusuf meneruskan dakwahnya dengan menyeru kedua pemuda yang menjadi kawannya dalam penjara itu, "Wahai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik, tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa Yangperkasa?" Seruan ini adalah yang ikhlas dari seorang kawan yang setia dan jujur kepada kawan-kawannya. Pertanyaan dalam seruan ini adalah merupakan suatu penegasan, bahwa berhentilah menyembah tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu dan sembahlah Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa. Tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu tidak akan dapat menolong mereka dari siksaan di akhirat. Hanya Allah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa saja yang dapat memberikan pertolongan di kala susah dan membantu di kala sempit.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YUSUF DALAM PENJARA
Sebagai korban dari pertimbangan-pertimbangan politik istana, dimasukkanlah dan meringkuklah Yusuf dalam penjara. Entah berapa lama dia akan terpendam di sana, tidaklah diketahuinya karena yang menentukan ialah orang-orang yang berkuasa belaka. Dan di atas dari semuanya itu ialah ketentuan dari Allah.
MenurutriwayatyangdibawakanolehIbnu Katsir di dalam tafsirnya, yang diterimanya dari as-Suddi bahwasanya setelah beliau jadi penghuni penjara, lekaslah masyhur namanya karena sukanya menolong orang lain dan memegang amanah dengan setia, jujur berkata-kata, lagi baik tingkah laku dan banyak sekali melakukan ibadah. Dalam pada itu, dia pun sanggup menafsirkan mimpi dan sudi berbuat baik kepada penghuni-penghuni penjara ini. Kalau ada yang sakit, dilawat, kalau ada yang minta tolong, akan ditolongnya. Dalam keadaan yang demikian itu, tidak berapa lama kemudian,
Ayat 36
“Dan masuklah beserta dia ke dalam penjara itu dua orang pemuda."
Menurut keterangan Qatadah, yang seorang Saqi al-Malik, tukang hidangkan minuman buat Raja. Menurut as-Suddi, mereka keduanya dituduh menyediakan makanan dan minuman beracun untuk Raja. Maka setelah mereka masuk ke dalam penjara, lalu segera berkenalan dengan Yusuf. Demikian rapat hubungan sehingga keduanya sangatlah cinta kepada Yusuf, sampai mereka mengakui terus terang, “Bahwa kami sudah sangat cinta kepada engkau, hai Yusuf yang baik budi." Lalu Yusuf menjawab, “Moga-moga kiranya Allah memberi berkat bagi kamu berdua. Karena sudah selalu terjadi, nasib malangku, siapa saja yang mencintaiku cintanya itu selalu membawa celaka bagi diriku. Saudara perempuan ayahku tempo dulu sangat mencintai aku; mulailah saudara-saudaraku tidak senang kepadaku. Lalu aku dicintai pula oleh ayahku, maka memuncaklah dengki saudara-saudaraku sehingga aku dimasukkan mereka ke dalam sumur. Kemudian cinta pula kepadaku istri Paduka Yang Mulia maka beginilah jadinya nasibku!"
Meskipun Yusuf sudah berkata seperti itu, namun mereka masih menjawab, “Meskipun demikian katamu, demi Allah, tidaklah kami sanggup membebaskan diri dari mencintai engkau."
“Maka berkatalah seorang di antara mereka, ‘Sesungguhnya, aku bermimpi memeras anggur!" Menurut keterangan Ikrimah, dia berkata kepada Yusuf, “Aku bermimpi me-nanamkan sebuah biji anggur, maka dia pun tumbuh dengan suburnya sampai berbuah, lalu buah yang lebat itu aku petik, aku peras, lalu aku hidangkan kepada Raja." “Dan berkata yang seorang lagi, ‘Aku bermimpi menjunjung roti di atas kepalaku, makan burung darinya!" Kedua macam mimpi itu didengar baik-baik oleh Yusuf dan mereka meminta, “Terangkanlah kepada kami takwilnya" Apakah artinya kedua mimpi kami yang amat ganjil itu,
“Sesungguhnya, kami lihat engkau ini adalah seorang dari antana orang-orang yang suka berbuat baik."
Ini adalah kali yang kedua Yusuf mendapat pujian karena baik budinya, baik tingkah lakunya dan baik teratur segala pekerjaannya. Pujian pertama adalah pada ayat 22. Dengan ayat ini dibuktikanlah tafsir yang dikemukakan oleh as-Suddi sebagaimana yang disalin oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya yang telah kita tuliskan di atas tadi. Meskipun dia dalam penjara, segala kesempatan akan berbuat baik kepada sesama manusia yang menderita dalam penjara itu masih dilakukan oleh Yusuf.
Ayat 37
“Dia menjawab, Tidaklah akan datang kepada kamu keduanya makanan yang diberikan kepada kamu melainkan aku tenangkan kepada kamu kedua takwilnya sebelum datang makanan itu.'"
Artinya, janganlah kamu berdua menyangka bahwa sulit benar menunjukkan arti dari mimpi kamu berdua itu, yang seorang menyediakan minuman dan yang seorang menyediakan makanan untuk Raja. Jangankan makanan yang kami lihat dalam mimpi yang aku sanggup menafsirkannya, bahkan makanan yang akan diberikan kepada kamu berdua oleh pengawal penjara, aku pun tahu isinya, entah sayur, entah roti, entah daging. Sebelum diangkat ke mari, aku tahu semuanya. Lalu beliau terangkan lagi apa sebab beliau tahu, baik isi dulang makanan maupun isi mimpi, “Itulah yang telah diajarkan Allahku kepadaku."
AJARAN TAUHID
Kepandaianku menafsirkan mimpi atau menebak apa isi dulang pembawa makanan, bukanlah sihir, bukanlah tenung, bukan mantra-mantra sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang penyembah ruh atau jin atau yang lain. Tetapi semata-mata ilham atau wahyu dari Allah, Allah Yang Maha Esa. Langsung diterima dari-Nya,
“Sesungguhnya, aku telah meninggalkan agama kaum yang tiada percaya kepada Allah, dan Mereka terhadap akhirat adalah kafir."
Beliau jelaskan kepada kedua teman senasib seperuntungan itu bahwa kepandaiannya ini bukanlah sihir dan bukanlah dari paham musyrik, melainkan anugerah Ilahi secara langsung, yang Allah berikan kepada tiap hamba-Nya yang benar-benar percaya kepada-Nya atau dianugerahi-Nya sebagai nabi ataupun rasul. Ilmu ini tidak ada sangkut-pautnya dengan kemusyrikan, memuja kepada yang selain Allah. Karena dalam agama.
menyembah berhala atau musyrik ada juga percobaan demikian, namun dia tidaklah di-jamin kebenarannya.
Ayat 38
“Dan aku adalah pengikut agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub."
Untuk mengetahui agama pegangan Nabi Yusuf ini, ingatlah perjanjian Nabi Ibrahim dengan Allah, sebagaimana tersebut dalam surah al-Baqarah dari ayat 130 sampai ayat 132. Tersebut dalam ayat-ayat itu bahwa Nabi Ibrahim telah dipilih Allah menjadi orang utama dalam dunia ini dan di akhirat dia pun termasuk orang yang saleh, yaitu ketika Allah memerintahkan kepadanya supaya dia menyerahkan diri (aslim), maka Ibrahim telah menyanggupi penyerahan diri itu. Dan tatkala dia akan meninggal dunia, agama penyerahan diri kepada Allah itu, yaitu Islam, telah diwasiatkannya kepada anak-anak isma'il dan Ishaq serta kepada cucunya Ya'qub. Wasiat Ibrahim itu berbunyi,
“Wahai, anak-anakku! Sesungguhnya, Allah telah memilihkan untuk kamu satu agama; maka janganlah kamu mati melainkan hendaklah kamu dalam keadaan Islam." (al-Baqarah: 123)
grandfathers dan anak cucu disebut grandsons.
Yusuf lalu menjalankan ciri khas dari agama yang dianutnya itu, “Sekali-kali tidaklah kami mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah." Itulah ajaran tauhid, itulah dia Islam, yang berarti penyerahan diri hanya kepada “satu" pusat kepercayaan, tidak bercabang dan tidak pecah. Tujuan yang satu itu ialah Allah, Pencipta dari seluruh alam ini."Itulah karunia Allah kepada kami dan kepada manusia." Sebab dengan demikian kami bebas dari pengaruh yang lain dan tujuan hidup kami tidak berpecah bercabang-cabang. Lantaran itu, hati kami bulat di dalam menghadapi dunia ini. Ajaran tauhid, kesatuan tujuan dan persembahan adalah karunia paling besar dari Allah kepada manusia sebab mereka tidak diperbodoh lagi oleh apa yang mereka katakan tuhan atau dewa, padahal mereka sendiri yang memperbuatnya dengan tangannya,
“Akan tetapi, banyaklah manusia yang tidak bersyukur."
Padahal Allah yang menganugerahinya hidup dan akal, lalu mereka menyembah kepada yang selain Allah. Allah yang memberi mereka rezeki, lalu mereka ucapkan terima kasih kepada berhala.
Yusuf lalu melanjutkan lagi dakwahnya yang penting itu, yang menjadi inti dari risalah yang dibawanya. Beliau berkata,
Kemudian pada ayat yang seterusnya diterangkan pula wasiat Ya'qub sendiri kepada anak-anaknya, termasuk Yusuf, yaitu setelah mereka berkumpul semuanya di Mesir ketika Ya'qub telah hampir meninggal dunia.
Di pangkal ayat 38 ini ada disebutkan bapak-bapakku, sebagaimana salinan dari kalimat abaa-i. Menurut bahasa Arab, ayah, nenek, datuk, dan moyang itu dapat saja disimpulkan menjadi abaa-i, yang berarti bapak-bapakku, sebagaimana dalam bahasa Inggris orang pun menyebut nenek-neneknya
Ayat 39
“Wahai, kedua kawanku sepenjara!"
Kawan senasib sepenanggungan; sama-sama diputuskan hubungannya dengan dunia ramai. Yusuf memakai perkataan ini untuk membuat kedua teman senasib itu lebih dekat jiwanya, salah satu sistem dakwah yang patut diteladani. Dia bertanya,
“Apakah tuhan-tuhan yang bencerai-berai yang lebih baik, ataukah Allah Yang Maha Esa, lagi Mahaperkasa?"
Suasana di dalam penjara, tempat yang terbatas, menyebabkan pikiran dapat dihim-punkan. Di saat itulah Yusuf leluasa memberi kesadaran kepada kedua orang itu tentang bagaimana salah dan tersesat ataupun bodoh paham menyembah berbagai tuhan, berbagai dewa itu. Sudah diketahui berapa banyak dewa dan tuhan yang dipuja orang Mesir zaman purbakala. Ada tuhan buaya di Sungai Nil, ada tuhan rasa, tuhan ular dan tuhan sungai sendiri, dan beratus lagi benda lain yang dijadikan pujaan. Nabi Yusuf memberi ingat, manakah yang lebih baik bertuhan banyak dengan bertuhan Esa? Padahal dalam segala agama itu sendiri senantiasa diakui tentang adanya Allah dari segala tuhan dan dewa dari segala dewa, sebagaimana Sang Hyang Widi, Sang Hyang Tunggal, dan lain-lain. Yang Tunggal itulah Allah, Yang tidak bersekutu dengan yang lain. Dialah Yang Maha Esa dan Dialah Mahaperkasa, Pengatur, Pen-tadbir seluruh yang wujud ini.
Ayat 40
“Tidaklah yang kamu sembah selain Dia, kecuali nama-nama yang kamu namai sendiri saja akan dia."
Artinya, yang selain dari Allah itu pada hakikatnya tidaklah ada sebab semuanya itu hanya benda belaka. Kamu ambil kayu lalu kamu ukir. Kamu ambil batu lalu kamu pahat. Kemudian kamu beri bernama. Jadi, yang memberinya nama itu ialah kamu sendiri lalu kamu sembah. Yang tidak kamu katakan ada, “Kamu dan bapak-bapak kamu" Artinya, kamu pusakai barang-barang itu dari nenek moyang kamu dan tidak dengan berpikir panjang lagi, kamu pun turut menemaninya dan menyembahnya, “Tidaklah Allah menurunkan keterangan baginya." Artinya, semua yang kamu puja itu tidak ada alasannya, tidak ada kesaksian kebenarannya dari Allah, tidak ada seorang nabi pun yang membawa ajaran itu ke dunia ini. Semua hanya khayalan kamu, “Tidak ada hukum Melainkan bagi Allah"
Tidak ada hukum melainkan bagi Allah. Tidak ada satu peraturan pun di dalam dunia ini, baik peraturan mengenai pemujaan kepada Allah maupun peraturan di dalam masyarakat sesama manusia yang dijamin kebenarannya, kecuali hukum yang turun dari Allah. Allah bukan saja diakui adanya, bahkan diakui pula peraturan-Nya. Pembawa peraturan itu ialah manusia yang dipilih-Nya. Itulah nabi, itulah rasul."Dia yang memerintahkan bahwa jangan kamu menyembah melainkan kepada-Nya'.' Segala manusia yang sehat pikiran niscaya mengakui adanya Allah Yang Maha Esa. Pengakuan akan adanya Yang Maha Esa tidaklah cukup kalau tidak mengakui pula akan perintah dan larangan-Nya. Satu pokok peraturan-Nya ialah mengakui adanya Allah sebagai Pencipta alam. Itulah tauhid uluhiyah. Kemudian diakui pula bahwa Dia bukan semata-mata menjadikan, melainkan juga membuat peraturan. Itulah tauhid rububiyah. Segala kekuasaan dalam dunia ini kalau tidak menjalankan peraturan yang datang dari Allah itu tidaklah sah pengakuannya."Karena yang begitulah agama yang lurus." Kita melangkah dari titik permulaan yang satu dan menuju kepada tujuan yang satu. Sebab itu, jalannya pasti lurus. Dari Allah, bersama Allah, dan untuk Allah. Tidak berputar-putar dalam keadaan yang tidak tentu ujung pangkal.
Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Itulah hakikat pandangan hidup yang sejati, yakni keinsafan akan esanya tujuan hidup dan keyakinan. Tetapi banyak manusia yang tidak mengerti hakikat pegangan hidup itu karena mereka telah diselubungi oleh hawa nafsu atau memperhambakan diri kepada kebendaan. Sebab itu, banyaklah manusia di dalam dunia ini yang hanya sekadar makan, sekadar minum dan mengumpul harta, mencari kedudukan dan pangkat, menyangka bahwa hidup hanya sehingga ini saja.
Yusuf laJu melanjutkan lagi nasihatnya. Karena Yusuf tahu, kedua teman ini ingin benar mendengar dari Yusuf apa takwil mimpi mereka. Dalam mereka berkeinginan itu, terlebih dahulu Yusuf mengisi jiwanya dengan hakikat ajaran hidup.
Ayat 41
“Wahai, kedua kawanku …"
Yang senasib seperuntungan. Sama terpisah sekarang dari masyarakat, sama dituduh berbuat salah, korban dari kemegahan orang-orang yang megah. Dengarkanlah baik-baik, akan aku terangkan kepada kamu takwil mimpi kamu berdua itu, “Adapun yang seorang kamu, dia akan memberi minum yang dipertuannya dengan arak; dan adapun yang seorang lagi, maka dia akan disalib, lalu makanlah burung dari kepalanya."
Dijelaskan tafsirnya oleh riwayat Ikrimah bahwa yang pertama itu yaitu tukang meng-hidangkan minuman Raja, dalam tiga hari ini dia akan dibebaskan. Setelah bebas, dia akan dipekerjakan kembali dalam istana, dikembalikan jabatannya sebagai tukanghidang-kan minuman Raja. Sebab itu, dia akan menghidangkan anggur kembali kepada baginda. Tetapi yang seorang lagi akan dipanggil pulang ke istana bukan buat bebas, melainkan buat menerima keputusan hukuman atas kesalahannya. Dia akan disalibkan, dibuatkan kayu palang, sampai mati. Ketika dia telah mati, burung-burung akan hinggap ke atas kepalanya dan memakan benaknya.
Lalu kata Yusuf selanjutnya,
“Telah diputuskan hukum perkara yang kamu berdua tanyakan kepadaku itu."
Itulah hukum yang telah diputuskan oleh Mahkamah Raja. Meskipun berita itu belum sampai ke dalam penjara, belum disampaikan oleh yang berkuasa kepada kedua pegawai istana itu, namun Yusuf telah tahu lebih dahulu, sebagaimana tahunya dia isi dulang
makanan ransum yang dibawa ke penjara dengan tertutup rapat.
Ayat 42
“Dan berkatalah dia kepada yang benar keyakinannya bahwa orang itu akan selamat di antara keduanya."
Yaitu yang menurut tafsir mimpinya dia akan dipanggil kembali dan dipekerjakan kembali menjadi tukang hidangkan minuman Raja. Kepada orang itulah Yusuf berpesan, “Ingatlah saya di sisi yang dipertuanmu." Artinya, setelah engkau tiba kembali di istana dan jabatanmu dikembalikan, niscaya engkau akan dapatberhadapan dengan yangdipertuan, dengan Tuanku Raja, yang dalam bahasa mereka disebut Rabbun yang berarti Allahmu; jika ada kesempatan, sembahkanlah kepada baginda bahwa dalam penjara ada seorang yang telah lama ditahan, namun perkaranya belum juga diselidiki dan diputuskan, nama orang itu Yusuf, dia adalah bekas bujang dari Raja Muda. Tolonglah sampaikan hal itu kepada baginda. Demikianlah kira-kira pesan Yusuf kepadanya. Dan dia pun menyanggupi akan menyampaikannya.
“Tetapi dijadikan lupa dia oleh setan mengingatkannya di hadapan yang dipertuannya!' Sesampai di istana jabatannya telah dikembalikan, dia ternyata tidak bersalah dan kawannya telah mati disalib. Ketika akan keluar dari penjara, pikirannya masih jernih dan ingat kesengsaraan yang dideritanya sekian lama. Tetapi setelah tenggelam kembali ke dalam kemewahan istana atau karena berdesak-desak, berduyun-duyun memper-harnbakan diri kepada Raja, ataupun karena timbul takutnya menyebut soal Yusuf yang terpenjara itu di hadapan Raja karena takut kemurkaan Raja kepada dirinya sendiri, di-diamkannya sajalah soal Yusuf itu. Tidak diingat-ingatnya lagi bahwa seorang temannya yang katanya sangat dicintainya dan telah diakuinya bahwa teman itu orang baik-baik dan berbudi. Semuanya sudah dilupakannya atau setan yang memperdayakan manusia setiap saat telah menutup keberaniannya untuk membuka soal itu. Akibatnya ialah,
“Maka tinggallah dia dalam penjara itu beberapa tahun lamanya."
Ada barangkali yang masih ingat, tetapi tidak berani membuka soal itu dalam istana karena menjaga perimbangan kekuasaan orang besar-besar. Apatah lagi jabatan seorang yang hanya tukang menghidangkan minuman Raja, tidaklah jabatan tertinggi. Di sini dipakai perkataan bidh'asinin, artinya beberapa tahun. Bidh'a ialah di antara tiga dengan tujuh tahun, artinya agak lama juga, Yusuf dilupakan orang.