Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقَالَ
dan berkata
نِسۡوَةٞ
wanita-wanita
فِي
di
ٱلۡمَدِينَةِ
kota
ٱمۡرَأَتُ
isteri
ٱلۡعَزِيزِ
Al Aziz
تُرَٰوِدُ
menggoda
فَتَىٰهَا
bujangnya
عَن
dari
نَّفۡسِهِۦۖ
dirinya
قَدۡ
sesungguhnya
شَغَفَهَا
sangat mendalam
حُبًّاۖ
cinta
إِنَّا
sesungguhnya kami
لَنَرَىٰهَا
sungguh kami memandangnya
فِي
dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٖ
nyata
وَقَالَ
dan berkata
نِسۡوَةٞ
wanita-wanita
فِي
di
ٱلۡمَدِينَةِ
kota
ٱمۡرَأَتُ
isteri
ٱلۡعَزِيزِ
Al Aziz
تُرَٰوِدُ
menggoda
فَتَىٰهَا
bujangnya
عَن
dari
نَّفۡسِهِۦۖ
dirinya
قَدۡ
sesungguhnya
شَغَفَهَا
sangat mendalam
حُبًّاۖ
cinta
إِنَّا
sesungguhnya kami
لَنَرَىٰهَا
sungguh kami memandangnya
فِي
dalam
ضَلَٰلٖ
kesesatan
مُّبِينٖ
nyata
Terjemahan
Para wanita di kota itu berkata, “Istri al-Aziz menggoda pelayannya untuk menaklukkannya. Pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami benar-benar memandangnya dalam kesesatan yang nyata.”
Tafsir
(Dan wanita-wanita di kota berkata) yaitu kota Mesir ("Istri Aziz menggoda bujangnya) yaitu hamba sahaya lakinya (untuk menundukkan dirinya menuruti kemauannya, sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam) lafal hubban berkedudukan menjadi tamyiz; artinya cinta Zulaikha terhadap Yusuf telah merasup ke dalam lubuk hatinya. (Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.") jelas sesat karena mencintai hambanya sendiri.
Tafsir Surat Yusuf: 30-34
Dan wanita-wanita di kota itu berkata, "Istri Al-Aziz merayu pembantunya agar menyerahkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada pembantunya itu adalah sangat mendalam. Sungguh kami melihatnya dalam kesesatan yang nyata.
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), "Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka'. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keindahan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangannya (tanpa sadar) dan berkata, "Maha Sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tiada lain hanyalah malaikat yang mulia."
Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kalian cela aku karena tergila-gila kepadanya, dan sesungguhnya aku telah merayunya agar menyerahkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak. Dan sungguh jika dia tidak mematuhi apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina."
Yusuf berkata, "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika Engkau tidak hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku cenderung (untuk memenuhi) keinginan mereka dan tentulah aku menjadi orang yang bodoh.”
Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia Maha Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat 30
Allah ﷻ menceritakan bahwa kisah atau kejadian antara Yusuf dan istri Al-Aziz tersebar ke seantero penduduk kota Mesir sehingga menjadi topik pembicaraan mereka.
“Dan wanita-wanita di kota itu berkata.” (Yusuf: 30)
Yang antara lain istri para pejabat dan orang-orang terkemuka kota itu. Mereka memprotes tindakan istri Al-Aziz, karena Al-Aziz adalah seorang menteri negeri itu; juga terhadap suaminya yang mendiamkan saja perbuatan itu.
"Istri Al-Aziz merayu pembantunya agar menyerahkan dirinya (kepadanya).” (Yusuf: 30)
Artinya, dia berupaya menundukkan pembantunya untuk memenuhi keinginannya dan merayu pembantunya agar mau diajak berbuat mesum dengannya.
“Sungguh cintanya kepada pembantunya itu adalah sangat mendalam.” (Yusuf: 30)
Yakni cintanya kepada pembantunya itu sampai menutupi hatinya, hingga membuatnya tergila-gila kepadanya.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa syagaf artinya cinta yang memabukkan, diambil dari kata syagaf yang artinya lapisan yang melindungi hati.
“Sungguh kami melihatnya dalam kesesatan yang nyata.” (Yusuf: 30)
Dalam perbuatannya itu, yakni mencintai pembantunya dan merayunya agar mau berbuat mesum dengannya.
Ayat 31
‘“Maka tatkala wanita itu mendengar cercaan mereka.” (Yusuf: 31)
Yang dimaksud adalah perkataan (pergunjingan) sesama mereka (kaum wanita) bahwa cinta telah membuat istri Al-Aziz mabuk kepayang.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, "Bahkan telah sampai kepada mereka berita tentang ketampanan Yusuf, maka mereka ingin menyaksikannya langsung. Lalu mereka melontarkan kata-kata tersebut sebagai siasat agar mereka dapat menyaksikan dan melihat dengan mata kepala mereka sendiri akan ketampanan Yusuf.
“Maka pada saat istri Al-Aziz mengundang mereka.” (Yusuf: 31)
Mengundang mereka ke rumahnya dan menjamu mereka sebagai tamu-tamunya.
“Dan menyediakan bagi mereka tempat duduk.” (Yusuf: 31)
Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, Al-Hasan, As-Saddi dan lain-lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan muttaka-an ialah tempat duduk (majelis) yang berhamparkan permadani dilengkapi dengan bantal-bantal dan terdapat hidangan yang harus dikupas dengan pisau, seperti buah lemon dan lain-lain. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:
“Dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau.” (Yusuf: 31)
Hal ini merupakan siasat dan tipu muslihat wanita itu untuk membalas cercaan mereka terhadap dirinya, yaitu dengan memperlihatkan Yusuf kepada mereka.
“Kemudian dia berkata (kepada Yusuf), ‘Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka’!” (Yusuf: 31)
Sebelum itu Zulaikha menyembunyikan Yusuf di tempat lain agar tidak kelihatan oleh mereka.
“Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (ketampanan rupa)nya.” (Yusuf: 31)
Ketika Yusuf keluar menemui mereka, maka mereka merasa kagum dan terpesona oleh ketampanannya, sehingga lupa diri dan pisau yang ada di tangan mereka melukai tangan mereka sendiri tanpa disadari. Mereka mengira (merasa) bahwa dirinya sedang memotong buah lemon dengan pisau masing-masing. Makna yang dimaksud adalah bahwa mereka memotong tangan mereka dengan pisau, menurut ulama yang tidak hanya seorang.
Disebutkan dari Mujahid dan Qatadah bahwa mereka memotong tangannya hingga terputus jatuh. Banyak ulama yang menyebutkan bahwa wanita itu (Zulaikha) berkata kepada mereka sesudah menjamu mereka makan hingga mereka senang, lalu menyajikan hidangan buah lemon kepada mereka, dan masing-masing dari mereka diberinya sebuah pisau, "Apakah kalian hendak melihat Yusuf?" Mereka menjawab, "Ya." Zulaikha memanggil Yusuf dan menyuruhnya agar memperlihatkan dirinya kepada mereka.
Ketika mereka melihat Yusuf, tanpa terasa mereka memotong tangannya masing-masing. Lalu Zulaikha kembali memerintahkan kepada Yusuf untuk menampakkan dirinya kepada mereka dari arah depan dan belakang, dan seiring dengan itu mereka kembali memotong tangan mereka sendiri. Ketika mereka sadar, barulah merasakan sakitnya sambil mengaduh. Zulaikha berkata kepada mereka, "Kalian baru sekali pandang telah melakukan hal itu, maka terlebih lagi diriku (yang serumah dengannya)."
“Dan berkatalah mereka, ‘Maha Sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia’.” (Yusuf: 31)
Kemudian mereka berkata kepada Zulaikha, "Kami tidak akan mencelamu lagi sesudah ini setelah kami lihat sendiri," karena pada diri Yusuf mereka melihat ketampanan yang tiada taranya di kalangan manusia, dan tiada seorang pun yang mirip dengannya dalam hal ketampanan.
Sesungguhnya Nabi Yusuf telah dianugerahi separuh dari ketampanan, seperti yang telah disebutkan di dalam hadits shahih yang diriwayatkan dalam hadits Isra, bahwa Rasulullah ﷺ bertemu dengan Yusuf a.s. di langit yang ketiga, lalu beliau bersabda: “Dan ternyata Yusuf dianugerahi separuh dari ketampanan rupa.”
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Yusuf dan ibunya dianugerahi separuh ketampanan rupa.”
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Yusuf dan ibunya dikaruniai sepertiga ketampanan rupa.
Abu Ishaq meriwayatkan pula dari Abul Ahwas, dari Abdullah, bahwa wajah Yusuf bagaikan kilat (kemilaunya); apabila ada seorang wanita yang datang kepadanya karena suatu keperluan, maka Yusuf menutupi wajahnya karena khawatir bila wanita itu tergoda oleh ketampanannya.
Al-Hasan Al-Basri telah meriwayatkan secara mursal dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Yusuf dan ibunya dianugerahi sepertiga keindahan penduduk dunia, sedangkan seluruh manusia dianugerahi dua pertiganya.” Atau Al-Hasan Al-Basri mengatakan: “Yusuf dan ibunya dianugerahi dua pertiga, sedangkan manusia dianugerahi sepertiganya.”
Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid, dari Rabi'ah Al-Jarasyi yang mengatakan bahwa keindahan itu dibagi menjadi dua bagian, separuhnya diberikan kepada Yusuf dan ibunya (yaitu Sarah), sedangkan separuhnya lagi diberikan kepada manusia semuanya di antara sesama mereka.
Imam Abul Qasim As-Suhaili mengatakan bahwa Yusuf a.s. mempunyai ketampanan separuh dari ketampanan Adam a.s., karena sesungguhnya Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dalam rupa dan bentuk yang paling indah (tampan). Tiada seorang pun dari anak cucunya yang menyamai ketampanannya, dan Yusuf dianugerahi separuh dari ketampanannya. Karena itulah di saat kaum wanita itu melihatnya, mereka mengatakan: “Maha Sempurna Allah.” (Yusuf: 31) Menurut Mujahid dan lain-lain yang tidak hanya seorang, makna kalimat ini adalah 'Kami berlindung kepada Allah'.
“Ini bukanlah manusia.’ (Yusuf: 31)
Sebagian ulama membacanya bisyara yang artinya 'Ini bukanlah orang yang didapat dari pembelian'.
Ayat 32
“Sesungguhnya ini tiada lain hanyalah malaikat yang mulia." Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kalian cela aku karena tergila-gila kepadanya. (Yusuf: 31-32)
Wanita itu mengatakan alasannya kepada mereka, bahwa orang yang seperti Yusuf ini pantas disukai karena ketampanan dan kesempurnaannya.
“Dan sesungguhnya aku telah merayunya agar menyerahkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak.” (Yusuf: 32)
Artinya, Yusuf menolak ajakannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa setelah mereka menyaksikan ketampanan Yusuf dengan mata kepala mereka sendiri, lalu wanita itu menceritakan kepada mereka sifat-sifat baik yang dimiliki oleh Yusuf yang tidak terlihat oleh mereka yaitu memelihara kehormatannya di samping ketampanan yang dimilikinya.
Kemudian Zulaikha berkata mengancam Yusuf: “Dan sesungguhnya jika dia tidak mematuhi apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina.” (Yusuf: 32) Maka pada saat itu juga Yusuf memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan dan tipu muslihat mereka (kaum wanita).
Ayat 33-34
“Yusuf berkata, ’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku’.” (Yusuf: 33)
Yakni ajakan berbuat fahisyah (zina).
“Dan jika Engkau tidak hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku cenderung (untuk memenuhi) keinginan mereka” (Yusuf: 33)
Jika Engkau serahkan hal ini kepada diriku, niscaya aku tidak akan mampu menghindarkannya, dan aku tidak memiliki kemampuan membuat mudarat dan manfaat kecuali dengan pertolongan dan kekuatan-Mu. Engkaulah Tuhan yang dimintai pertolongan-Nya, dan hanya kepada Engkaulah aku bertawakal; maka janganlah Engkau serahkan diriku kepada hawa nafsuku. “Tentu aku cenderung (untuk memenuhi) keinginan mereka dan tentulah aku menjadi orang yang bodoh. Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf.” (Yusuf: 33-34), hingga akhir ayat.
Yusuf a.s. dipelihara oleh Allah dengan sangat baik dan dilindungi, sehingga dia menolak ajakan wanita itu dengan sangat keras dan ia lebih memilih penjara daripada menerima ajakan wanita itu. Ini merupakan kedudukan kesempurnaan yang paling tinggi; karena selain muda, tampan, dan sempurna, ia tetap menolak ajakan tuan wanitanya yang merupakan permaisuri Aziz negeri Mesir, sekalipun wanita itu sangat cantik, berharta, lagi mempunyai pengaruh. Yusuf lebih memilih penjara daripada memenuhi ajakan mesum wanita itu, karena takut kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya.
Di dalam kitab Shahihain disebutkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tujuh macam orang yang mendapat perlindungan dari Allah di hari yang tiada naungan kecuali hanya naungan-Nya, yaitu imam yang adil; pemuda yang dibesarkan dalam beribadah kepada Allah; seorang lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid bila ia keluar darinya hingga kembali kepadanya; dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang lelaki yang memberikan suatu sedekah, lalu ia menyembunyikannya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya; seorang lelaki yang (menolak) diajak (berbuat zina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah,’ dan seorang lelaki yang berzikir kepada Allah dalam kesendiriannya, lalu berlinanglah air matanya."
Setelah peristiwa tersebut, mereka berusaha menutupi kasus itu,
namun meskipun ditutup-tutupi, ternyata berita buruk itu tetap tersebar di kalangan istri pejabat istana dan menjadi bahan pembicaraan,
sebagaimana diuraikan pada ayat berikut ini. Dan perempuan-perempuan
di kota setelah mendengar peristiwa itu, mereka berkata satu sama lain,
Istri al-Aziz telah menggoda dan merayu pelayannya untuk menundukkan
dirinya, karena pelayannya benar-benar telah membuat dirinya mabuk cinta
hingga lupa diri. Sungguh kami memandang dia, yakni istri al-Aziz dalam
kesesatan yang nyata, karena mencintai pelayannya. Maka ketika perempuan itu, yaitu istri al-Aziz mendengar cercaan mereka sehingga menjadi bahan pembicaraan umum, maka ia pun ingin
membuat siasat terhadap perempuan-perempuan yang mencercanya,
lalu diundangnyalah perempuan-perempuan itu dalam sebuah jamuan dan
disediakannya tempat duduk dan sandaran yang nyaman bagi mereka, dan
kepada masing-masing mereka diberikan sebuah pisau untuk memotong
hidangan yang disediakan berupa buah-buahan dan lainnya, kemudian
dia berkata kepada Nabi Yusuf, Keluarlah dan tampakkanlah dirimu kepada mereka. Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya, mereka terpesona kepada ketampanan rupanya, dan mereka yang hadir itu pun tanpa
sadar telah melukai tangannya sendiri dengan pisau yang dipegangnya
seraya berkata, Mahasempurna Allah yang menciptakan makhluk dengan wajah yang sempurna dan rupawan, pemuda ini bukanlah manusia
biasa pada umumnya. Tetapi ini benar-benar malaikat yang mulia dan suci, karena baru kali ini kita melihat manusia yang sangat sempurna.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa kejadian yang dirahasiakan itu, akhirnya tersebar juga. Bagaimana usaha menteri beserta segenap keluarga istana menutup-nutupi rahasia rumah tangganya, usahanya itu sia-sia saja. Berita itu telah menjadi buah bibir perempuan dalam kota. Lebih-lebih di kalangan istri pembesar-pembesar dan pemimpin kerajaan itu. Mereka membicarakannya, bahwa istri menteri menggoda bujangnya. Bukan hanya sekadar mengatakan bahwa istri menteri telah jatuh cinta kepada bujangnya itu, dan tidak memperdulikan lagi akibat-akibat buruk yang akan terjadi, seperti nama suaminya menjadi tercemar. Selanjutnya mereka mengatakan, "Sungguh kami melihat istri menteri itu sudah menempuh jalan sesat yang akan membawa kepada kehinaan.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
LIDAH BOCOR PEREMPUAN
Apabila kita baca dan kita renungkan arti dari ayat 30 di atas, terbayanglah oleh kita masyarakat “cabang atas" zaman purbakala Mesir, zaman kekuasaan Fir'aun-Fir aun itu. Istri orang besar-besar asyik bertemu dan bertamu memperkatakan perhiasan, kekayaan, pakaian indah, dan berbagai kemewahan serta untuk menghabis-habiskan waktu dalam bersolek, mereka duduk-duduk bersama memperkatakan keadaan si anu yang tidak hadir, yang suaminya telah benci kepadanya, yang anak perempuannya telah nyaris dapat jodoh, tetapi gagal, dan bermacam perkataan lain. Kadang-kadang juga memperkatakan kecantikan si anu bahwa dia dikasihi oleh suaminya dan bahwa suami si anu jatuh hati kepada perempuan lain. Apatah lagi di zaman itu, istana orang besar-besar penuh dengan dayang-dayang, inang pengasuh, dan pelayan aneka warna. Rahasia yang ditutup rapat
pada mulanya, dengan cepat bisa bertukar menjadi rahasia umum. Dia rahasia, tetapi sudah umum, orang yang tahu dari bisik ke bisik. Maka di kala itu cepatlah tersiar berita tentang istri Raja Muda, istri orang besar yang kedua di negeri Mesir, kepercayaan utama dari Raja Mesir. Dalam adat istiadat Melayu diberi gelar bendahara. Dalam istiadat Majapahit diberi gelar patih. Tersebarlah dengan cepat sekali berita itu bahwasanya istri Raja Muda atau Bendahara negeri Mesir jatuh hati kepada bujangnya sendiri atau kepada hamba sahaya yang dibeli oleh suaminya lalu dipelihara dan dijadikan anak angkat. Kabar angin itu di dalam susunan ayat,
Ayat 30
“Dan bercakaplah perempuan-perempuan dalam kota."
Menjadi pembicaraan dalam kalangan perempuan-perempuan atau istri orang besar-besar itu, menjadi buah tutur di dalam pertemuan-pertemuan, menjadi bisik-desus di dalam perhelatan, tersebar dari gedung ke gedung, dari rumah seorang menteri ke rumah menteri yang lain, dalam kalangan istri-istri orang yang terpandang itu, “Istri orang besar menggoda bujangnya, inginkan dirinya. Dia telah murung karena cinta."
Inilah yang menjadi buah mulut di mana-mana, terutama dalam kalangan sesama perempuan. Sudah menjadi kebiasaan rasa dengki kepada perempuan lain yang dirasa menjadi saingan dalam hal kecantikan atau kedudukan, menyebabkan perkataan seperti itu mudah tersiarnya. Dia sudah jatuh cinta kepada bujangnya sendiri atau kepada pemudanya. Tidak kita sangka dia akan begitu. Selama ini kita menyangkanya seorang yang jujur dan saleh. Rupanya, akhirnya terbuka juga rahasianya. Rupanya, cinta kepada anak laki-laki itu sudah sangat mendalam, qad syaghafaha hubban. Cinta kepada anak muda itu sudah sangat menyelinap ke dalam jantungnya
sehingga dia sudah lupa mengendalikan diri sendiri, lupa akan kedudukannya yang tinggi. Masakan awak istri orang besar tergila-gila kepada budak belian, hamba sahaya.
“Sesungguhnya, kita pandang dia dalam kesesalan yang nyata."
Demikianlah, semua menyalahkan istri Raja Muda, semua menuduhnya dan mengatakan bahwa dia telah menempuh jalan yang sesat.
Inilah sikap yang biasa dinamai orang hipokrit, munafik. Seakan-akan mereka sendiri tidak pernah bersalah, mereka adalah suci. Padahal belum tentu mereka akan teguh mengendalikan diri kalau mereka bertemu yang demikian pula.
Ayat 31
“Maka tatkala didengarnya celaan Mereka itu"
Akhirnya tentu sampai juga ke telinganya bahwa dirinya telah menjadi buah mulut di mana-mana pertemuan di antara perempuan-perempuan bangsawan dan terkemuka itu. Niscaya hatinya tidak senang mendengar gunjing yang demikian. Memang dia seorang perempuan yang cerdik. Tidaklah dijauhinya atau dimusuhinya perempuan-perempuan yang menggunjing dan mencerca namanya itu, tetapi dilakukannya cara yang lain, “Diundangnyalah mereka," datang ke rumahnya atau ke istananya yang indah itu sebab perempuan-perempuan itu semua adalah kawan-kawannya sepergaulan belaka. Diundangnya sebagaimana biasa, untuk makan dan minum serta bercengkerama, sebagaimana kebiasaan istri-istri orang besar-besar, “Dan disediakannya untuk mereka persandaran dan diberinya tiap-tiap seorang dari mereka sebilah pisau." Dalam sepotong ayat ini terbayanglah kemewahan isi istana orang-orang besar Mesir di zaman purbakala itu. Untuk tiap-tiap tetamu disediakan bangku indah tempat berbaring-baring bercengkerama, dibuat dari kayu-kayu yang mahal, sebagaimana dapat kita perhatikan pada Gedung Arca di Mesir, yang di sana dipajangkan alat-alat perhiasan rumah tangga, sampai kepada bangku-bangku tempat berbaring-baring itu. Kemudian dihi-dangkanlah makanan dan minuman berbagai warna, dibawa oleh pelayan-pelayan yang cantik manis, laki-laki atau perempuan. Diberikan pula kepada tetamu-tetamu agung itu masing-masing sebilah pisau untuk mengerat buah-buahan yang akan dihidangkan sesudah makan, seumpama buah apel, buah delima, buah perry, dan lain-lain."Dan dia berkata, ‘Keluarlah engkau kepada mereka!" Artinya, sedang perempuan-perempuan itu ber-sandar-sandar pada bangku-bangku tempat tidur, tempat berbaring-baring dan mengalai-ngalai, sambil bergurau, istri Raja Muda memerintahkan Yusuf supaya keluar ke tengah majelis itu dari dalam. Sebab di waktu itu Yusuf masih tetap tinggal di dalam istana Raja Muda, diperintah oleh tuannya supaya menutup rahasia istri tuannya. Dan karena perintah itu keluarlah Yusuf. Seorang anak muda yang jelita, gagah, tampan, menarik hati (simpatik), raut muka yang sinar-seminar, pemuda jolong gedang, yang dari bentuk badan saja sudah dapat dilihat kecukupan dan kecakapan seorang laki-laki."Maka setelah mereka melihatnya, semuanya mengaguminya."
Dalam ayat tertulis akbamahu yang kita artikan semuanya mengaguminya. Asal arti akbamahu ialah memandangnya besar atau memandangnya hebat sekali, lebih tinggi dan lebih besar daripada yang mereka kira-kira semula. Sebab itu, kita artikan kagum. Karena kekaguman timbul apabila seseorang memandang sesuatu pemandangan alam yang amat indah, sambil merasa bahwa diri sendiri tidak dapat mengatasinya. Atau mendengar suatu suara musik yang indah merdu sehingga terasa kagum karena tak dapat menirunya, dan biasa di kala kagum itu, orang pun menarik napas panjang. “Dan mereka lukai tangan mereka." Sebab ketika Yusuf akan disuruh masuk oleh istri Raja Muda itu, sekalian tetamu itu sudah diberi dahulu masing-masing sebilah pisau, yang pada lahirnya disediakan buat memotong buah-buahan yang terhidang. Tangan memegang-megang pisau akan memotong buah-buahan, Yusuf pun masuk! Semua tercengang dan semua ternganga, sehingga tidak sadar, bukan buah-buahan yang mereka potong, melainkan tangan mereka sendiri, sehingga ada yang luka jari, ada yang luka telapak tangan; pedih pun tak terasa agaknya karena mata tertuju dan terpukau kepada kecakapan dan kecantikan Yusuf, “Dan mereka berkata, ‘Mahasuci Allah'."Dengan kata-kata Mahasuci Allah itu saja, mulailah, dengan tidak mereka sadari, mereka telah memagar diri sendiri. Kalau bukanlah kesucian Allah atau Yang Mahakuasa menurut agama mereka pada masa itu, yang bagaimanapun jua tetap percaya kepada Rabbul Arbaab, Allah dari segala Allah, Yang Mahatinggi, Mahatunggal, yaitu Allah. Kalau bukanlah ingat akan kemuliaan Allah, mereka akan segera memeluk pemuda cakap ini, sebab orang yang serupa,
“… bukanlah manusia. Ini tidak lain melainkan seorang Malak yang mulia “
Kalau akan dikatakan dia manusia, mana cacatnya sebagai manusia. Kelengkapan diri dan tubuhnya benar-benar membuat kagum, ideal sekali. Hanya malaikatlah agaknya yang tiada cacatnya, sebagaimana pemuda ini.
Sekarang telah mereka lihat sendiri, mereka menjadi sangat kagum; besar, agung, dan hebat, yang belum pernah mereka lihat seumur hidup seorang muda segagah, setampan, dan secantik itu, sampai tangan mereka luka sebab mata hanya tertuju kepada Yusuf. Lebih daripada seorang penonton permainan bola* di tanah lapangan, saking asyik melihat permainan yang hebat, mereka tidak sadar lagi bahwa rokok yang diisapnya sudah membakar tangannya dan dia telah bersorak-sorak tidak sadarkan diri atau lupa diri!
Di waktu itulah Zulaikha mula membela dirinya,
Ayat 32
“Dia berkata, ‘Inilah dia, yang kamu mencela aku karenanya.'"
Inilah dia, orang yang menyebabkan hatiku tertawan, sehingga aku seakan-akan tergila-gila kepadanya. Kalian baru sekali ini melihatnya, kalian sudah kagum, sampai tangan kalian luka dengan tidak kalian sadari, bahkan sampai kalian mengakui kecantikan dan ketampanan ini tidak bertemu pada sembarang manusia, bahkan selama kalian hidup belum pernah kalian melihat orang setampan ini, sehingga kalian katakan dia bukan manusia, tetapi malaikat. Sekarang, aku hendak bertanya kepada kalian semuanya, “Salahkah aku jika aku jatuh cinta, tergila-gila kepadanya, padahal sejak masih kanak-kanak umur dua belas tahun aku menyaksikan perkembangan ruhani-jasmaninya? Aku mengakui terus terang, ‘Telah aku rayu dia, inginkan dirinya, namun dia tetap berteguh hati!"
Di dalam ayat tersebut, ista'shama kita artikan berteguh hati. Kalau kita tafsirkan lebih mendalam, ista'shama itu berarti orang yang ada tali tempatnya berpegang. Dan ini pun masih tetap terpakai pada bahasa Indonesia modern, yaitu orang yang ada pegangan hidup sehingga dia tidak terombang-ambing dibawa oleh hawa nafsunya.
Yusuf sendiri teguh pegangannya, teguh hatinya, tidak dapat dirayu, dibujuk, dan dicumbu meskipun dia pada waktu itu tidak lebih dari seorang budak belian, hamba sahaya yang dibeli di tepi sumur dengan harga murah, berbilang dirham saja. Namun karena kuat pegangannya, teguh hatinya, tidaklah dia jatuh ketika dirayu oleh permaisuri Raja Muda, perempuan cantik jelita. Wahai! Berapa banyaknya anak muda menjadi pelayan, jongos, sopir gajian, lepas segala pegangan apabila yang merayunya istri majikannya, seorang menteri besar atau seorang jendral, atau seorang raja sekalipun, yaitu orang-orang istana yang iseng, yang karena kemewahan menjadi cacau, tak tentu apa yang akan dikerjakan lagi.
Sungguh besar dan hebat hal ini sehingga tersebut di dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang mereka terima dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Adalah tujuh yang akan diberi perlindungan
oleh Allah, kelak pada hari yang tidak ada tempat berlindung kecuali perlindungan-Nya:
• imam yang adil,
• pemuda yang sejak pertumbuhannya semula telah kuat beribadah kepada Allah,
• dan seorang yang hatinya terikat kepada masjid sehingga walaupun dia telah keluar dari masjid itu, dia kembali juga ke sana,
• dan orang yang cinta-mendntai, berkumpul atas nama Allah, berpisah pun atas nama Allah,
• seorang yang mengeluarkan sedekah, apa pun macam sedekahnya, selalu disembunyi-kannya, sehingga tangan kirinya tidak tahu berapa yang dikeluarkan oleh tangan kanan-nya,
• seorang yang dipanggil dicumbu oleh seorang perempuan yang mempunyai kedudukan
tinggi lagi cantik, dia tolak dengan perkataan, ‘Aku takut kepada Allah1. ‘
• seorang yang ingat kepada Allah di waktu dia sepi sendirinya lalu titik airrnatanya."‘ (HR Bukhari dan Muslim)
Pengakuan istri Raja Muda bahwa Yusuf telah dirayunya, namun dia tetap berhati teguh sehingga tidak dapat dirayu, dicumbu, dan diperdayakan, dengan sendirinya menambah pula bagi besarnya Yusuf dalam pandangan mata mereka. Dalam ayat-ayat ini Allah telah menunjukkan kemerdekaan jiwa seorang hamba sahaya sehingga apa jua pun kelezatan dunia ini tidaklah ada yang dapat menawannya. Dan di dalam ayat pun diperlihatkan bagaimana istri Raja Muda, perempuan tinggi, cabang atas, hilang kemerdekaan jiwanya karena dipengaruhi oleh hawa nafsunya, sehingga benar-benar bertemu padanya pepatah yang terkenal “cinta itu buta". Lantaran itulah, dia berkata selanjutnya di hadapan teman-temannya istri orang besar-besar itu,
“Dan sesungguhnya jika dia tidak mau melaksanakan apa yang aku perintahkan, sungguh-sungguh dia akan dipenjarakan, dan jadilah dia termasuk orang-orang yang hinadina."
Sungguh amat tersinggung perasaan istri Raja Muda karena hamba sahaya yang mesti menurut perintahnya walaupun bercengkerama dengan dirinya sendiri, tidak mau ham-banya itu menurutinya. Hal ini baginya sudah dipandang sebagai suatu penghinaan.
Apa pun yang akan diperbuatnya di dalam lingkungan istananya yang besar itu, tidak ada orang yang akan menghalangi. Suaminya pun tidak pula berada selalu di rumah. Yusuf masih tinggal di sana. Dan dia pun telah mendapat pesan dari majikannya supaya rahasia rumah tangganya jangan disiarkan keluar.
Seakan-akan dengan mengadakan undangan kepada perempuan-perempuan terkemuka di dalam kota itu, Zulaikha sudah menjadi tempat sandaran yang kuat [backing). Dan menurut pepatah orang tua-tua “laki-laki semalu, perempuan seresam". Yang tadinya mereka menghina istri Raja Muda, sekarang mereka mulai berpihak. Penolakan dari seorang hamba sahaya terhadap majikannya adalah penghinaan. Maka kalau Yusuf masih tetap menyombongkan dirinya, pasti dia akan dimasukkan ke penjara. Istri Raja Muda dapat merayu suaminya agar anak ini dimasukkan ke penjara. Kalau sudah masuk ke dalam penjara, barulah dia tahu rasa. Selama ini, dalam istana hidup dengan mewah, memakai pakaian anak raja-raja. Namun kalau sudah masuk ke dalam penjara, barulah dia akan insaf dan tidak sombong lagi sebab menjadi penghuni penjara adalah suatu kehinaan.
Orang “di atas" mudah saja mengatur siasat kalau memang sudah disengaja buat mencelakakan dia. Yang tidak ada bisa saja diadakan. Masih begitu keadaan di dunia ini sampai kepada waktu tafsir ini disusun; sebab kelobaan manusia kepada kekuasaan menghalalkan segala cara. Tetapi bagi Yusuf soal ini adalah soal kebebasan, soal kemer-dekaan jiwa. Disuruh keluar guna mempertontonkan ketampanannya di hadapan pe-rempuan-perempuan cabang atas itu, dia akan keluar sebab dia insaf bahwa dia budak. Tetapi kalau disuruh meladeni hawa nafsu beliau-beliau, tidaklah dia bersedia. Sebab kalau satu kali dia telah jatuh, dia tidak akan bangkit lagi.
Sebab itu, setelah didengarnya bahwa dia sedang terancam akan dimasukkan ke dalam penjara,
Ayat 33
“Dia benkata, ‘Allahku! Penjana lebih aku sukai daripada apa yang Mereka ajak aku kepadanya.'"
Inilah satu pendirian yang tegas. Yusuf berkeyakinan bahwa hidupnya tidak akan senang kalatl dia mau melacurkan diri, menjadi “gula-gula" dari perempuan-perempuan bang-sawan itu. Dalam ayat ini terdapat ungkapan bahwa Yusuf tidak lagi menyebut semata-mata satu orang istri Raja Muda saja, melainkan sudah kata jamak. Artinya, sudah semua perempuan cantik bangsawan itu yang sukakan dia atau sekurang-kurangnya membela kemuliaan dan kedudukan istri Raja Muda. Bagi Yusuf, rupanya menjadi seorang jejaka suci bersih dari kotoran zina itu sama juga dengan menjaga keperawanan anak gadis. Sekali perawan jatuh, tidak ada lagi yang akan dipertahankan dalam diri. Sebab itu, dia menegaskan sikap, daripada menurutkan bujuk rayu kehidupan istana, kehidupan mewah istri-istri orang besar-besar ini, dia lebih suka masuk penjara. Lalu diteruskannyalah munajatnya kepada Allah, “Dan jika tidak Engkau palingkan dariku tipu daya mereka, niscaya rebahlah aku kepada mereka."
Di lanjutan munajat ini Yusuf mengakui terus terang di hadapan Allahnya bahwasanya keamanan kesuciannya tidaklah terjamin kalau dia tidak dipisahkan Allah dari kehidupan neraka itu. Sebab dia masih muda, dia cakap, dia tampan, dan dia pun laki-laki sempurna. Kalau dia masih berdekatan dengan mereka itu, dia takut dia akan rebah. Dia minta agar Allah melepaskannya dari bahaya itu. Dan kalau aku jatuh, ya Ilahi, hancurlah hidupku seterusnya,
“Dan jadilah aku termasuk orang-orang yang bodoh."
Karena pada waktu syahwatku telah mengalahkan akalku yang murni, dengan sendirinya aku telah termasuk orang yang bodoh. Sebab orang yang memperturutkan hawa nafsu tidaklah dikendalikan lagi oleh akalnya. Dan orang yang bodoh pun ialah orang yang tidak terkendalikan oleh akalnya.
Maka segala dosa besar yang dikerjakan oleh manusia di dunia ini ialah di saat dia tidak terkendalikan lagi oleh akal. Orang yang tidak dapat dikendalikan oleh akal itulah orang yang bodoh. Orangyang tidak mengingat kecelakaan di hari depan yang akan menimpa diri.
Ayat 34
“Maka diperkenankanlah baginya oleh Allahnya."
Dari ayat yang dua ini, ayat 33 dan 34, kita mendapat jalan yang harus kita turuti, yaitu jika jalan sudah sangat gelap, bahaya telah mengancam dari kiri kanan, sebagaimana bahaya yang mengancam Yusuf ini, segeralah cepat mendekatkan diri kepada Allah. Dialah benteng sejati. Mohon perJindungan-Nya.
“Sesungguhnya, Dia adalah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Bagaimana Allah melepaskan hamba-Nya dari bahaya kehilangan kemerdekaan jiwa karena telanjur berbuat maksiat? Yang diri sendiri merasakan, kalau terus-menerus, diri bisa jatuh?
Ayat 35
“Kemudian timbul bagi Mereka, sesudah melihat tanda-tanda itu (satu pikiran) bahwa mestilah dipenjarakan dia, sampai satu waktu."
Mulut manusia tidak dapat ditutup; di sana-sini sudah merata berita bahwa istri Raja Muda jatuh hati kepada Yusuf. Mulanya orang-orang besar yang lain menyalahkan istri Raja Muda. Kemudian bertukar keadaan. Istri orang besar-besar itu pun jatuh hati, kagum; bukan sembarang orang, agung, hebat ini bukan manusia, cantik, suci laksana malaikat. Dan orang besar-besar pun menyelidikinya dengan saksama, tampaklah tanda-tanda bahwa kalau orang muda ini dibiarkan juga dalam istana Raja Muda, fitnah ini
akan tersebar terus. Raja Muda pernah memesankan kepada Yusuf supaya hal ini jangan disiar-siarkan, supaya dia tutup mulut. Yusuf memang tetap menutup mulutnya, tetapi mulut orang lain tidak dapat ditutup. Maka kalau hal ini tidak segera diatasi, teranglah bahwa kewibawaan Raja Muda, bahkan kewibawaan kerajaan, bisa terganggu. Kepercayaan rakyat akan hilang terhadap pemerintah. Maka timbullah satu pikiran di kalangan orang besar-besar. Pikiran itu ialah supaya Yusuf disingkirkan. Kalau dia di-pindahkan ke kota lain dalam wilayah Mesir, mungkin saja akan ada pula istri orang besar-besar yang tergila-gila kepadanya. Ribut lagi, bisik-desus lagi! Akhirnya diambil keputusan: singkirkan saja ke dalam penjara. Mudah-mudahan apabila dia telah dipenjarakan beberapa lama, ditahan sampai satu waktu yang Raja kelak berkenan melepaskannya. Mudah-mudahan dengan ditahannya Yusuf, berita bisik-desus berbahaya ini akan mereda dengan sendirinya. Dengan demikian, nama kerajaan terpelihara, nama Raja Muda tidak cacat, dan istri beliau tetap dihormati orang, dan seorang pemuda yang membuat perempuan orang besar-besar jadi “gila" sudah tidak tampak lagi. Keadaan bisa berjalan sebagaimana biasa.
Yusuf pun dipenjarakan!
Sengaja orang menyingkirkan dia karena memelihara nama kerajaan dan bagi dia sendiri itu pulalah yang dikehendakinya.
Kisah Yusuf dan Zulaikha ini telah menjadi bahan yang empuk sekali bagi penyair-penyair Islam untuk memperkembangkan kesusastraan, terutama dalam kalangan kaum sufi. Soal percintaan, yang dimulai mulanya oleh manusia terhadap sesama manusia, di antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, menempuh jalan dua bersimpang. Se-simpang mengencong kepada soal kelamin, hawa nafsu, syahwat faraj dan syahwat perut. Sesimpang lagi menuju kepada keindahan jiwa manusia karena teguh pegangan kepada cinta yang tertinggi, yaitu cinta kepada Allah.
Yang sangat terkenal menyusun kisah Yusuf dan Zulaikha sebagai suatu sastra bernilai ialah penyair Iran yang agung, al-Firdausi. Tetapi sebelum al-Firdausi, dua orang penyair telah memulai mengarangnya sebagai suatu sastra tinggi, yaitu Abui Muayyad al-Balkhi dan al-Bakhtiari.
Kemudian muncul pula sufi yang terkenal, yaitu Abdurrahman al-Jami', mengarang “Yusuf dan Zulaikha" dalam rangkaian syair shufiyah. Penyair-penyair Islam di India, sebagaimana Qudsy, Chany, Ahmadi, Syah Alam, pun menyusun pula “Yusuf dan Zulaikha" dalam corak sastra masing-masing.
Abdurrahman al-Jami' menyusun “Yusuf dan Zulaikha" pada tahun 888 H. Syairnya disusun menurut bentuk masnawi. Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinople sangat tertarik dengan masnawi “Yusuf dan Zulaikha" karangan al-Jami' ini.
Cuma salahnya, khayal syair kadang-kadang merembet menggambarkan kecantikan Yusuf sehingga mendekati wajah perempuan. Serupa dengan sastra wayang orang Jawa; apabila melakonkan wayang orang untuk Arjuna, mereka pilih seorang perempuan muda cantik sehingga apabila wayang bermain, orang jatuh cinta kepada Arjuna, bukan karena yang melakonkannya laki-laki, melainkan perempuan muda yang cantik.