Ayat
Terjemahan Per Kata
وَجَآءُوٓ
dan mereka datang
أَبَاهُمۡ
bapak mereka
عِشَآءٗ
di waktu sore
يَبۡكُونَ
mereka menangis
وَجَآءُوٓ
dan mereka datang
أَبَاهُمۡ
bapak mereka
عِشَآءٗ
di waktu sore
يَبۡكُونَ
mereka menangis
Terjemahan
(Kemudian,) mereka datang kepada ayahnya pada petang hari sambil menangis.
Tafsir
(Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari) pada waktu sore (sambil menangis).
Tafsir Surat Yusuf: 16-18
Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.
Mereka berkata, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami benar.”
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata, "Sebenarnya diri kalian sendiri yang memandang baik perbuatan (buruk) ini; maka bersabar dengan baik (itulah yang terbaik buatku). Dan hanya Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.”
Ayat 16
Allah ﷻ menceritakan tentang alasan yang dipegang oleh saudara-saudara Yusuf setelah mereka melemparkannya ke dalam dasar sumur. Bahwa mereka pulang dan menemui ayah mereka di malam hari seraya menangis mengeluarkan air mata buaya. Mereka memperlihatkan seakan-akan mereka kecewa dan sedih atas nasib yang dialami oleh Yusuf, dan mereka meminta maaf atas apa yang telah menimpa Yusuf sesuai dengan rencana yang mereka buat.
Ayat 17
“Sesungguhnya kami pergi berlomba.” (Yusuf: 17)
Yakni berlomba memanah.
“Dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami.” (Yusuf: 17)
Yaitu di dekat pakaian dan barang-barang kami.
“Lalu dia dimakan serigala.” (Yusuf: 17)
Hal inilah yang sebelumnya sangat dikhawatirkan dan ditakuti oleh Ya'qub.
Firman Allah ﷻ: “Dan kamu tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami benar.” (Yusuf: 17)
Kalimat ini merupakan ungkapan permohonan belas kasihan mereka dengan tujuan agar mereka memperoleh kepercayaan dari Ya'qub atas makar mereka.
Mereka mengatakan, "Kami merasa yakin bahwa engkau tidak akan mempercayai kami, sekalipun kami menceritakan hal yang sebenarnya. Tidaklah heran bila engkau menuduh kami dalam hal ini, karena sebelumnya engkau merasa khawatir bila Yusuf dimakan serigala, lalu ternyata dia benar-benar dimakan oleh serigala. Engkau dimaklumi bila tidak percaya dengan cerita kami, karena secara kebetulan hal yang dikhawatirkan itu betul-betul terjadi persis seperti kenyataannya."
Ayat 18
“Mereka datang dengan membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.” (Yusuf: 18)
Maksudnya, darah buatan.
Ini merupakan bagian dari rencana makar dan tipu muslihat yang telah mereka sepakati sebelumnya. Menurut riwayat yang diceritakan oleh Mujahid, As-Saddi, serta lain-lainnya yang tidak hanya seorang, saudara-saudara Yusuf menangkap seekor kambing muda, lalu mereka sembelih, dan darahnya mereka lumurkan ke baju Yusuf, sebagai bukti bahwa inilah baju Yusuf yang telah dimangsa oleh serigala, dan padanya terdapat bekas-bekas darahnya.
Akan tetapi mereka lupa merobek baju itu. Karena itulah Nabi Ya'qub tidak percaya dengan bukti yang diajukan kepadanya itu. Bahkan dia berkata sambil menyindir mereka yang telah menipunya:
“Sebenarnya diri kalian sendiri yang memandang baik perbuatan (buruk) ini; maka bersabar dengan baik (itulah yang terbaik buatku).” (Yusuf: 18)
Dengan kata lain, aku akan bersabar dengan kesabaran yang baik atas musibahku ini yang kalian sepakat untuk menimpakannya kepadaku, hingga Allah memberikan jalan keluarnya berkat pertolongan dan kasih sayang-Nya.
“Dan hanya Allah sajalah yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan.” (Yusuf: 18)
Yakni atas kedustaan dan makar yang kalian buat itu.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Samak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.” (Yusuf: 18) Bahwa seandainya Yusuf benar-benar dimangsa oleh serigala, niscaya bajunya terkoyak. Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah dan lain-lain.
Mujahid mengatakan bahwa sabar yang baik ialah sabar yang tidak ada keluhannya. Hasyim telah meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Yahya, dari Hiban ibnu Abu Hablah, bahwa Rasulullah ﷺ ditanya mengenai makna firman-Nya: “Maka bersabar dengan baik (itulah yang terbaik buatku).” (Yusuf: 18) Maka beliau ﷺ bersabda, "Sabar yang baik ialah sabar yang tidak ada keluhannya." Hadits ini berpredikat mursal.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa As-Sauri telah meriwayatkan dari salah seorang temannya yang mengatakan, "Kriteria sabar itu ada tiga, yaitu janganlah kamu membicarakan sakitmu (kepada orang lain), jangan menceritakan musibah yang menimpa dirimu, jangan pula kamu membersihkan dirimu sendiri."
Sehubungan dengan hal ini Imam Bukhari telah meriwayatkan hadits Siti Aisyah dalam kisah tuduhan palsu yang ditujukan terhadap dirinya, antara lain Siti Aisyah mengatakan, "Demi Allah, aku tidak menemukan suatu perumpamaan pun bagiku terhadap kalian kecuali seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf: 'Maka bersabar dengan baik (itulah yang terbaik buatku). Dan hanya Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kalian ceritakan’." (Yusuf: 18)
Setelah mereka menceburkan Nabi Yusuf ke dalam sumur dan meninggalkannya sendirian, kemudian mereka datang kepada ayah mereka
pada petang hari sambil menangis sebagai ekspresi bahwa mereka sedih.
Dengan cara ini mereka menduga bahwa ayahnya percaya dengan berita yang akan mereka sampaikan, sehingga perbuatan jahat mereka
tertutupi. Kemudian mereka berkata, Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi
bermain sambil berlomba memanah dan berpacu, dan kami tinggalkan
Yusuf di dekat barang-barang kami sendirian di tempat yang aman. Saat
kami meninggalkan Yusuf sebentar, tiba-tiba datang serigala lalu dia
dimakan serigala. Sungguh sangat mengejutkan, dan engkau tentu tidak
akan percaya kepada kami dengan berita ini, sekalipun kami berkata benar.
Hal itu karena cintamu yang berlebih-lebihan kepada Yusuf, sehingga
engkau berprasangka buruk kepada kami.
Pada kedua ayat ini dikisahkan bahwa saudara-saudara Yusuf kembali menemui Yakub pada malam hari dengan muka yang pucat dan dengan air mata yang bercucuran seraya berkata, "Wahai ayah kami, apa yang ayah khawatirkan selama ini benar-benar telah terjadi tanpa kemauan kami. Kami pergi bermain-main, dan kami tinggalkan Yusuf untuk menjaga pakaian dan barang-barang kami. Rupanya tanpa kami sadari karena asyiknya kami bermain, kami sudah jauh terpisah dari dia. Setelah kami kembali, kami dapati Yusuf sudah diterkam dan dimakan oleh serigala. Kami tidak mendengar pekik dan teriaknya karena kami telah jauh meninggalkan tempatnya. Kami menyadari bahwa ayah tidak akan percaya kepada cerita kami ini, meskipun kami menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi karena ayah selalu menaruh curiga terhadap kami. Tetapi malang yang tak dapat ditolak inilah yang terjadi dan kamipun tidak berdaya untuk menolongnya.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
YUSUF DIMASUKKAN KE DALAM SUMUR
Ayat 15
“Tatkala telah Mereka bawa dia pengi, “
yaitu setelah mendapat persetujuan dan ayah mereka Nabi Ya'qub itu, “Dan ber-mufakatlah mereka memasukkannya ke dalam dasar sumur." Sebagaimana telah kita ketahui pada ayat … , ada di antara mereka yang mengusulkan agar Yusuf dibunuh saja atau dibuang ke bumi yang jauh, yang tidak dapat dicari lagi oleh ayah mereka. Usul yang kedua lebih lunak (ayat 10), yaitu memasukkan saja ke dalam sumur supaya moga-moga nanti dapat dipungut dan dikeluarkan oleh kafilah dalam perjalanan dan dibawanya jauh-jauh. Rupanya setelah dimufakatkan kembali, usul yang kedua inilah yang mereka lakukan. Maka segeralah Yusuf dimasukkan ke dalam lubang sumur.
Diriwayatkan oleh ahli-ahli tafsir bahwa sebelum dimasukkan ke dalam sumur, bajunya atau kemejanya mereka tanggalkan lebih dahulu. Dan ada beberapa cerita yang lain di dalam tafsir, tetapi tidak termaktub dalam Al-Qur'an sendiri. Misalnya tersebut dalam cerita itu bahwa dia berusaha hendak naik ke atas kembali dengan bergantung pada tali sumur, tetapi tali sumur itu segera mereka potong sehingga Yusuf terjatuh kembali ke dalam. Untunglah di dalam itu ada sebuah batu, ke sanalah dia duduk sehingga tidak terus terbenam. Tetapi kisah Yusuf yang dituju bukan semata-mata kisah, melainkan pengajaran bagi kita, dalam Al-Qur'an sendiri tidaklah ada cerita secara terperinci. Di dalam beberapa tafsir terdapat cerita-cerita Israiliyat sebagai tambahan. Dikatakan bahwa ketika akan dimasukkan itu Yusuf menangis minta kepada saudara-saudaranya satu demi satu supaya dia diperlindungi, namun tidak seorang pun yang memedulikan.
Tersebut bahwa usianya ketika dimasukkan ke dalam sumur itu dua belas tahun.
“Dan Kami wahyukan kepadanya ‘Sesungguhnya, kelak akan engkau ceritakan kepada Mereka tentang perbuatan Mereka ini, sedangkan Mereka tidak sadar.'"
Artinya, setelah Nabi Yusuf berada dalam sumur itu, langsunglah Malaikat datang, diutus oleh Allah, membawa wahyu Allah, memberitahukan kepadanya agar dia jangan berduka cita karena penganiayaan itu. Dia pasti bebas kelak dan akan datang waktunya segala perbuatan mereka ini akan diceritakannya kembali kepada mereka, sedangkan mereka tidaklah sadar bahwa mereka berhadapan dengan adik kandung yang pernah mereka aniaya itu. Sebab semua hal perbuatan mereka yang jahat yang timbul dari hati dengki ini akan dibuat oleh Allah berbeda sama sekali dari apa yang mereka rencanakan. Nanti pada ayat 58 akan kita dapati bahwa ketika mula bertemu setelah Yusuf menjadi raja muda Mesir, Yusuf kenal akan mereka semuanya, sedangkan mereka tidak kenal lagi kepadanya.
MEMULAI AIR MATA PALSU
Ayat 16
“Dan dalanglah Mereka kepada bapak Mereka, di senja hari, dalam keadaan menangis."
Di sini mulailah suatu penipuan, kedus-taan, dan tipu daya yang amat rendah. Mereka datang bersama-sama kepada ayah mereka, sambil menitikkan air mata, menangis tersedu-sedu. Moga-moga apabila telah dimulai dengan menitikkan air mata, ayah mereka akan percaya apa yang kelak akan mereka katakan. Diterangkan di dalam ayat bahwa mereka pulang dan menangis bersama di hadapan ayah mereka itu ialah di waktu senja, di waktu mulai gelap. Disengaja demikian supaya kesedihan yang pura-pura itu jangan mengesan.
Maka mulailah disusun cerita bohong,
Ayat 17
“Mereka berkata, Wahai, ayah kami. Sesungguhnya, kami sedang pergi berpacu-pacu.'"
Dengan demikian, mereka mengarangkan suatu cerita fantasi, khayalan yang memang bohong. Mereka mengatakan bahwa mereka telah pergi berpacu-pacu atau bersicepat lari atau berkejar-kejaran, melatih diri dengan kecepatan dan kesigapan, “Dan kami tinggalkan Yusuf dekat barang-barang kami." Yusuf tidak ikut berpacu-pacuan itu mungkin karena dia yang terkecil di antara mereka, usianya baru dua belas tahun. Oleh sebab itu, mereka tinggalkan dia di tempat perhentian, menjaga barang-barang atau kain baju yang ditinggalkan karena pergi berpacu-pacu itu, “Maka diterkamlah ia oleh serigala."
Demikianlah susunan dusta itu, “Kami tinggalkan Yusuf seorang diri menjaga barang-barang kami, sedangkan kami yang sepuluh semuanya pergi ke tempat berpacu-pacu itu. Rupanya sedang kami tidak ada di tempat itu datanglah serigala, diterkamnyalah Yusuf. Tidak ada di antara kami yang sempat menolong melepaskannya dari bahaya yang ngeri itu. Padahal kalau kami ada, tentu serigala itu dapat kami usir bersama-sama karena kami banyak. Coba kami ada di sana, hancurlah serigala itu kami bunuh!"
Meskipun hari telah kelam, mungkin sekali telah ada firasat pada Nabi Ya'qub bahwa semua perkataan ini dusta belaka. Orang yang tahu akan dustanya perkataan seseorang atau banyak orang, tidaklah akan sepenuh hati menerima cerita itu. Mungkin beliau mengangguk-angguk, tetapi sinar mata selalu membayangkan yang dalam hati, yaitu tidak begitu percaya. Apatah lagi kalau sepuluh orang yang berbicara, sedangkan yang dibi-carakan itu adalah dusta, bagaimanapun menyusunnya mesti ada kegugupannya; jiwa murni tidaklah dapat ditipu. Itulah agaknya yang menjadi sebab mereka itu berkata se-lanjutnya,
“Tetapi tidaklah engkau akan pencaya kepada kami walaupun kami telah berkata benar."
Ujung ayat demikian adalah laksana kaki belat yang renggang. Meskipun dusta telah disusun, dengan tidak disadari telah keluar di ujung kata perasaan yang terkandung di dalam hati bahwa ayahnya tidak percaya kepada mereka. Dan kata-kata dusta yang ditutup dengan kegugupan akan kebenaran diri sendiri diiringi pula dengan dusta yang lain, untuk membuktikan, dengan tidak disadari oleh si pendusta, bahwa dia memang berdusta.
Ayat 18
“Dan mereka lekatkan kepada kemejanya darah palsu."
Kalau ayah tidak percaya, lihat inilah buktinya! Lalu mereka hamparkan di muka ayah mereka itu baju Yusuf sendiri yang telah mereka lumuri dengan darah kambing. Lalu mereka katakan bahwa darah yang lekat pada baju atau kemeja itu adalah darah Yusuf sendiri. Tetapi oleh karena keterangan ini memang dusta, lupalah mereka merobek-robek baju itu untuk bukti bahwa adik mereka memang mati diterkam serigala. Kalau memang dia mati diterkam serigala, mengapa hanya bajunya yang telah berlumur darah yang bertemu? Mengapa tubuhnya yang telah mati itu tidak bertemu. Sanggupkah serigala melarikan Yusuf dengan lebih dahulu menanggalkan bajunya?
Dengan tenangnya Nabi Ya'qub memerhatikan perangai mereka ini semuanya. Hatinya yang suci bersih dari bimbingan nubuw-wat, tidak percaya bahwa Yusuf mati diterkam serigala. Baju atau kemejanya bukanlah bukti atas kematiannya diterkam serigala. Yang terbukti sekarang ini hanyalah satu hal saja: Yusuf telah hilang! “Berkata dia, ‘Tetapi nafsu kamulah yang telah memudahkan kamu berbuat suatu hal."‘ Sama sekali ini adalah hawa nafsu kamu; ada sesuatu yang tidak beres dalam jiwa kamu masing-masing, yang mendorong kamu berbuat pekerjaan seperti ini! “Maka (bagiku hanya) sabarlah yang baik!"
Di sini, nabi Allah yang besar itu, Ya'qub, telah menunjukkan jiwa yang besar. Baru saja dia dengar cerita yang dikarang-karang itu, disertai bukti yang palsu pada kemeja yang tidak robek, tidaklah beliau kehilangan akal. Dalam hati kecilnya telah ada suatu ilham bahwa putranya yang dicintainya itu tidak mati. Ini cuma perangai buruk saudara-saudaranya saja. Kalau benar dia mati, cara mereka datang tidaklah seperti itu. Mereka akan datang segera dengan terkejut, kecemasan, dan jawab akan sama. Lantaran itu, beliau ambillah sikap yang tegas. Beliau akan sabar, tahan hati, teguh menerima cobaan itu. Sabarlah yang lebih indah. Karena kalau beliau kehilangan akal, anak-anak yang nakal ini tidak akan dapat diperbaiki lagi, keadaan di dalam keluarga beliau akan bertambah kacau balau. Itu sebabnya, beliau berkata bahwa tidak ada yang lebih baik dan lebih indah daripada sabar menerima kenakalan anak-anak ini. Dan beliau katakan pula,
“Dan Allah-lah tempat memohonkan pertolongan atas apa yang telah kamu ceritakan itu."
Dengan sikap yang amat terpuji beliau tutup perkataannya bahwa segala yang kamu ceritakan itu, entah iya entah tidak, kepada Allah-lah aku memohon pertolongan, Allah yang lebih tahu.
Yang patut mendapat perhatian lagi di sini ialah tentang darah palsu yang mereka bawa ke hadapan beliau itu. Mereka mengatakan bahwa Yusuf telah diterkam serigala. Diterkam serigala, yang ditakutkan ayah mereka ketika mereka meminta supaya mereka diizinkan membawa Yusuf. Sekarang, mereka pulang membawa baju berlumur darah, dengan me-ngatakan Yusuf telah mati diterkam serigala. Rupanya mereka tidak dapat mengarang cerita lain untuk menyembunyikan perbuatan jahat mereka, melainkan dengan memakai perkataan yang pernah terloncat dan mulut ayah mereka sendiri, “Aku takut dia akan diterkam serigala!'1 Serigala! Ketika menyusun cerita bohong, serigalalah yang teringat lebih dahulu.
Berkata ar-Razi dalam tafsirnya tentang fa shabrun jamilun ‘sabarlah yang lebih indah, sabarlah yang lebih baik'. Kata ar-Razi,
“Rintihan jiwa karena beratnya cobaan dapat saja menyebabkan keluarnya rintihan karena tak tahan. Tetapi ruhani yang lebih dalam selalu mengajak dan memberi ingat supaya sabar dan rela menerima. Hal yang demikian menyebabkan di antara nafsu dengan ruh terjadi perselisihan ataupun perang dalam batin. Kalau rintihan jiwa itu dapat diatasi sehingga ruh yang terlatih itu yang menang, selamatlah diri; kalau tidak, diri bisa hancur. Oleh sebab itu, Allah-lah yang akan sanggup menolong dalam hal yang seperti itu."
Olehsebab itu, sabarnya Nabi Ya'qubadalah kesabaran yang benar-benar perjuangan batin yang hebat. Siapa yang tidak akan luka hatinya karena kehilangan anak yang sangat dicintai. Tetapi kalau beliau perturutkan hati duka itu, yang akan melarat hanyalah diri beliau sendiri juga. Betapapun besar salahnya anak-anak yang masih tinggal ini, yaitu sepuluh orang, ditambah dengan seorang lagi, yaitu Bunyamin adik seibu dengan Yusuf, yang paling bungsu di antara mereka. Kalau Nabi Ya'qub memperturutkan kesusahan dan duka cita atas hilangnya satu orang, maka yang sebelas lagi ini akan bagaimana kelak. Dan bagaimana pula kelak sikap mereka kepada adik Yusuf. Kalau hatinya beliau perturutkan, keadaan akan semakin kacau. Sebab itu, beliau ambil keputusan bahwa tidak ada yang lebih indah daripada sabar dan selalu memohonkan pertolongan dan tawakal kepada Allah.
Perjuangan yang amat hebat di antara diri dari seorang ayah yang kehilangan anak yang amat dicintai, dengan jiwanya sendiri yang telah dilatih dengan iman bertahun-tahun, dengan mengambil sikap sabar yang indah dan pasrah kepada Allah, membekas juga kepada jasmani. Beliau cukup sabar menahan hati, tetapi hati yang amat ditahan itu membekas juga kepada mata beliau; mata menjadi rabun, selaput luar menjadi putih. Baru kemudian sekali, sebagaimana yang akan kita dapati pada ayat 96 kelak, mata itu menjadi terang kembali, setelah beliau membaui bau Yusuf. Ah! Ayah mengenal bau anaknya! Padahal telah berpisah-pisah berpuluh tahun.
Demikianlah Nabi Ya'qub sejak Yusuf hilang. Iba hatinya kepada anak-anak yang sepuluh orang dan beliau tidak pernah percaya bahwa Yusuf telah mati. Dia meneruskan pergaulan dengan anak-anaknya itu dengan baik, dengan jiwa besar. Tetapi anak-anak itu pun tidaklah mendapat apa yang mereka harapkan. Tambah mereka jauhkan Yusuf dari beliau, tambah dialah yang beliau ingat. Selalulah dia mendoakan kepada Allah, moga-moga satu waktu kelak Yusuf akan bertemu jua. Dia akan sabar menunggu dan dia pasrah kepada Allah.
Al-Mahayumi berkata, “Ayat ini mengandung arti yang dapat kita pikirkan dengan mendalam tentang kehidupan manusia, terutama sekali tentang hasad atau dengki. Hasad karena perebutan rezeki misalnya. Dia akan dapat menghapuskan cinta asli karena kekeluargaan. Permusuhan yang timbul lantaran hasad sekeluarga. Hasad menyebabkan orang tidak segan-segan berbuat makar terhadap orang yang didengki itu. Dan itu bisa saja terjadi kalau yang hasad merasa dirinya lebih pandai dari yang didengki. Maka kalau orang yang didengki mendakwakan bahwa hatinya baik, dia akan tetap bersikap baik kepada orang yang didengkinya, jangan lekas dipercaya. Kalau dia menyatakan bahwa dia setia dalam kata dan perbuatannya, hasilnya nanti adalah pengkhianatan. Oleh sebab itu, janganlah bingung menghadapi orang yang dengki, sebab yang menjatuhkan orang dan memuliakannya hanyalah tangan Allah semata-mata, bukan makhluk. Barangsiapa yang ingin mencapai maksudnya, padahal dengan berbuat maksiat kepada Allah, yang dicarinya tidaklah akan tercapai. Takut kepada makhluk bukanlah menjauhkan bala bencana, bahkan membuat diri takut selalu. Dan sekalian manusia, walaupun dia nabi, mesti mempunyai sifat-sifat sebagai manusia. Memperturutkan syahwat akan membawa kepada kesedihan yang berpanjang-panjang. Apa yang ditakdirkan Allah pasti jadi. Terlalu awas, tidaklah dapat mengelakkan diri dari takdir." Sekian al-Mahayumi.