Ayat
Terjemahan Per Kata
لَقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah
فِي
didalam/pada
قَصَصِهِمۡ
kisah-kisah mereka
عِبۡرَةٞ
pengajaran
لِّأُوْلِي
bagi yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ
akal
مَا
tidak
كَانَ
ada
حَدِيثٗا
cerita-cerita
يُفۡتَرَىٰ
dibuat-buat
وَلَٰكِن
akan tetapi
تَصۡدِيقَ
membenarkan
ٱلَّذِي
yang
بَيۡنَ
diantara (petunjuk)
يَدَيۡهِ
tangannya (sebelumnya)(
وَتَفۡصِيلَ
dan menjelaskan
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
لَقَدۡ
sesungguhnya
كَانَ
adalah
فِي
didalam/pada
قَصَصِهِمۡ
kisah-kisah mereka
عِبۡرَةٞ
pengajaran
لِّأُوْلِي
bagi yang mempunyai
ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ
akal
مَا
tidak
كَانَ
ada
حَدِيثٗا
cerita-cerita
يُفۡتَرَىٰ
dibuat-buat
وَلَٰكِن
akan tetapi
تَصۡدِيقَ
membenarkan
ٱلَّذِي
yang
بَيۡنَ
diantara (petunjuk)
يَدَيۡهِ
tangannya (sebelumnya)(
وَتَفۡصِيلَ
dan menjelaskan
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
وَهُدٗى
dan petunjuk
وَرَحۡمَةٗ
dan rahmat
لِّقَوۡمٖ
bagi kaum
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
Terjemahan
Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Tafsir
(Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat) yang dimaksud adalah kisah-kisah para rasul (pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal) orang-orang yang berakal (Ini bukanlah) Al-Qur'an ini bukanlah (cerita yang dibuat-buat) sengaja dibuat-buat (akan tetapi) tetapi (membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya) kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur'an (dan menjelaskan) menerangkan (segala sesuatu) yang diperlukan dalam agama (dan sebagai petunjuk) dari kesesatan (dan rahmat bagi kaum yang beriman) mereka disebutkan secara khusus dalam ayat ini mengingat hanya mereka sajalah yang dapat mengambil manfaat Al-Qur'an bukan orang-orang selain mereka.
Tafsir Surat Yusuf: 111
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Allah ﷻ menyebutkan bahwa sesungguhnya di dalam kisah-kisah para rasul dengan kaumnya masing-masing, dan bagaimana Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman serta Kami binasakan orang-orang yang kafir: “Terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111) Al-albab adalah bentuk jamak lubb, artinya akal.
“Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.” (Yusuf: 111)
Artinya, Al-Qur'an ini bukanlah cerita yang dibuat-buat oleh selain Allah, yakni bukanlah hal yang dusta, bukan pula jadi-jadian.
“Tetapi membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya.” (Yusuf: 111)
Yakni membenarkan kitab-kitab terdahulu yang diturunkan dari langit. Al-Qur'an membenarkan apa yang benar yang ada dalam kitab-kitab terdahulu itu, juga membuang semua perubahan, penggantian, dan penyelewengan yang ada pada kitab-kitab terdahulu; serta menghukuminya dengan me-mansukh (merevisi)nya, atau menguatkannya jika benar.
“Dan menjelaskan segala sesuatu.” (Yusuf: 111)
Tentang hal-hal yang halal dan haram, hal yang disukai serta hal yang dibenci, dan lain sebagainya yang berupa perintah ketaatan, kewajiban, dan hal-hal yang disunatkan, serta larangan mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan yang sejenisnya dari hal-hal yang dimakruhkan.
Di dalam Al-Qur'an terdapat berita tentang perkara-perkara yang besar, hal-hal gaib yang akan terjadi di masa mendatang secara global dan terinci. Juga berita tentang Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Suci asma-asma dan sifat-sifat-Nya, dan kesucian Allah dari persamaan dengan makhluk-Nya. Karena itulah Al-Qur'an disebutkan:
“Sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)
Yakni memberi petunjuk hati mereka dari kesesatan menuju jalan hidayah, dan dari kesesatan menuju jalan yang lurus, dengan mengharapkan rahmat Tuhan semua hamba di dunia ini dan di akhirat nanti saat semuanya dikembalikan.
Kita memohon kepada Allah Yang Maha Agung, semoga Dia menjadikan kita termasuk di antara mereka yang mendapat rahmat Allah ﷻ di dunia dan akhirat, yaitu di hari orang-orang yang wajah mereka putih bersih mendapat keberuntungan, sedangkan orang-orang yang merugi wajah mereka hitam legam.
Sebagai penutup Surah Yusuf, Allah kembali mengingatkan bahwa
pada kisah para nabi dan rasul, termasuk kisah Nabi Yusuf, terkandung pesan-pesan untuk dipelajari dan dihayati manusia. Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.
Kisah-kisah dalam Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat atau
sekadar dongeng pelipur lara, tetapi kisah-kisah itu membenarkan kandungan kitab-kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat, Zabur, dan Injil, yang
menjelaskan segala sesuatu tentang prinsip-prinsip nilai yang dibutuhkan
manusia guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, dan sebagai
petunjuk menuju jalan lurus dan rahmat yang penuh berkah bagi orangorang yang beriman.
Surah Yusuf dimulai dengan pernyataan bahwa Al-Qur'an adalah ayatayat dari Kitab yang nyata. Al-Qur'an menceritakan kisah-kisah terbaik sepanjang perjalanan sejarah kemanusiaan. Surah ini kemudian ditutup dengan ayat yang menegaskan kembali adanya pelajaran pada
kisah-kisah itu bagi orang-orang yang berakal. Hal ini merupakan bukti keserasian dan keruntunan dari kandungan Al-Qur'an. Alif Laam Miim Raa'. Hanya Allah yang mengetahui maksud ungkapan
ini. Itu adalah ayat-ayat Kitab Al-Qur'an yang Allah turunkan kepada
Nabi Muhammad. Ia berisi petunjuk dan ajaran bagi umat manusia.
Dan ketahuilah bahwa Kitab yang diturunkan kepadamu, wahai Nabi
Muhammad, dari Tuhanmu itu adalah benar dari-Nya, Tuhan Yang Maha
Mengetahui; tetapi kebanyakan manusia tidak beriman kepada-Nya.
Pada ayat ini, Allah ﷻ menerangkan bahwa semua kisah nabi-nabi, terutama Nabi Yusuf a.s. bersama ayah dan saudara-saudaranya, adalah pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal sehat. Sedang orang-orang yang lalai yang tidak memanfaatkan akal dan pikirannya untuk memahami kenyataan yang ada, maka kisah Nabi tersebut tidak akan bermanfaat baginya. Mereka tidak akan dapat mengambil pelajaran dan peringatan darinya. Seharusnya mereka memperhatikan bahwa yang mampu dan kuasa menyelamatkan Nabi Yusuf a.s. setelah dibuang ke dasar sumur, meng-angkat derajatnya sesudah ia dipenjarakan, menguasai negeri Mesir sesudah dijual dengan harga murah, meninggikan pangkatnya dari saudara-saudara-nya yang ingin membinasakannya, dan mengumpulkan mereka kembali bersama kedua orang tuanya sesudah berpisah sekian lama, tentu sanggup dan kuasa pula memuliakan Muhammad, meninggikan kalimatnya, memenangkan agama yang dibawanya, serta membantu dan menguatkannya dengan tentara, pengikut, dan pendukung setia, sekalipun di dalam menjalani semuanya itu, beliau pernah mengalami kesukaran dan kesulitan.
Kitab suci Al-Qur'an yang membawa kisah-kisah tersebut, bukanlah suatu cerita yang dibuat-buat dan diada-adakan, tetapi adalah wahyu yang diturunkan Allah ﷻ dan mukjizat yang melemahkan tokoh-tokoh sastra ulung ketika ditantang untuk menyusun yang seperti itu. Kisah-kisah itu diberitakan dari nabi yang tidak pernah mempelajari buku-buku dan tidak pernah bergaul dengan ulama-ulama cerdik pandai. Bahkan kitab Suci Al-Qur'an itu membenarkan isi kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya, seperti kitab Taurat, Injil, dan Zabur yang asli tentunya, bukan yang sudah ditambah dengan khurafat dan lain-lain hal yang tidak lagi terjaga kemurniannya. Dalam kitab suci Al-Qur'an diuraikan dengan jelas perintah-perintah Allah, larangan-larangan-Nya, janji-janji dan ancaman-Nya, sifat kesempurnaan yang wajib bagi-Nya dan suci dari sifat-sifat kekurangan dan hal-hal yang lain, sebagaimana firman Allah swt:
Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab. (al-Anam/6: 38)
Al-Qur'an adalah petunjuk bagi orang-orang yang mau membacanya dengan penuh kesadaran dan yang mau meneliti dan mendalami isinya. Al-Qur'an juga akan membimbing mereka ke jalan yang benar dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Qur'an adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang membenarkan dan mempercayai serta mengamalkan isinya, karena iman itu ialah ucapan yang dibenarkan oleh hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 103
“Dan tidaklah kebanyakan manusia itu, betapa pun engkau menginginkan, mau beriman."
Setelah Allah Ta'aala mengisahkan Nabi Yusuf itu, Allah pun kembali memperingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad ﷺ bahwa usaha menegakkanajaranAllahdiatasduniainitidaklah mudah, sebab kebanyakan manusia betapa pun usaha Nabi Muhammad ﷺ, tidaklah mau menerima demikian saja. Tetapi yang manakah manusia itu? Manusia yang ingkar dan kafir itu ialah manusia-manusia yang itu juga. Lantaran itu maka seorang yang berkewajiban me-nyampaikan seruan kepada manusia, tidaklah boleh mengenal putus asa. Memang diketahui amat banyak manusia yang tidak mau percaya, namun sebaliknya, ada pula manusia yang mau percaya. Dan manusianya adalah manusia yang itu juga. Di sinilah letak jihad, bersungguh-sungguh menegakkan kebenaran itu, sehingga di antara orang-orang yang tidak mau percaya akan timbul orang yang percaya. Dengan demikian tampaklah bahwa hidup itu ialah jihad; bersungguh-sungguhan, kerja keras dan usaha yang tidak mengenal putus asa. Lantaran itu maka ayat 103 bukanlah artinya menyuruh berdiam diri berpeluk lutut karena sudah diketahui bahwa banyak manusia yang tidak mau percaya, betapa pun diajak kepada kebenaran. Sebab yang akan percaya pun ada.
Ayat 104
“Sedangkan engkau tidaklah meminta upah kepada mereka."
Manusia-manusia itu enggan, betapa pun diajak, sedangkan utusan Allah yang menyeru dan mengajak itu tidaklah meminta upah dan bayaran dari usahanya mengajak mereka dan menyeru mereka kepada kebenaran siang dan malam, menghabiskan seluruh tenaga dan harta benda kepunyaan sendiri. Nabi Muhammad ﷺ membawa Kitab Suci Al-Qur'an dan menerangkan isinya kepada mereka.
“Tidak lain dia, hanyalah peringatan bagi manusia."
Oleh karena isi Al-Qur'an itu adalah semata-mata peringatan kepada manusia, Nabi kita Muhammad ﷺ pun tidak henti-hentinya menyampaikan peringatan itu. Bahwa dikalangan manusia banyak yang tidak mau percaya; itu sudah mesti dimaklumi. Tetapi Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memberikan kepada manusia itu akal dan manusia itu pun telah dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi, dan akal itulah alatnya menjadi khalifah. Supaya akal tadi timbul dan tertuntun dengan baik, didatangkan agama, diutus Rasul, diturunkan wahyu yang dipimpinkan oleh Rasul itu. Maka walaupun dalam 1.000 manusia, hanya seorang yang dapat tertuntun akalnya oleh pimpinan wahyu, maka yang menentukan kelak bukan yang 999 orang, tetapi yang satu orang.
Ayat 105
“Dan berapalah banyaknya tanda-tanda di semua langit dan di bumi, yang mereka lalui, namun mereka berpaling jua daripadanya."
Itu lagi satu kegelapan jiwa dari orangyang kafir. Lantaran Allah tidak dapat mereka lihat dengan mata, mereka tidak sanggup berpikir melihat bekas adanya Allah pada tanda-tanda yang selalu terbentang di semua langit dan di bumi ini. Perjalanan cakrawala langit yang teratur, keberesan peraturan Allah di bumi dan pada kehidupan mereka sendiri, tidak pernah mereka perhatikan. Sebab itu mereka tetap dalam gelap. Namun mereka berpaling jua dari tanda-tanda kebesaran Allah itu, tidak mau peduli, sehingga jiwa mereka menjadi kasar, susah dimasuki pengajaran.
Ayat 106
“Dan tidaklah percaya kebanyakan mereka itu kepada Allah, melainkan mereka pun menyekutukan."
Artinya, ada juga mereka itu yang percaya bahwa Allah itu ada, tetapi tidak dijunjungnya hak yang tunggal dari Allah, malahan diper-sekutukannya yang lain dengan Allah, dibuat-buatnya pula tuhan-tuhan yang lain, berhala, patung dan benda-benda yang mereka puja.
Semua isi ayat ini menggambarkan tingkah laku dan sikap orang musyrikin yang dihadapi Rasulullah ﷺ di zaman Mekah, di tempat surah Yuusuf ini diturunkan. Di tengah-tengah masyarakat jahiliyah dan pemujaan berhala itu, Nabi Muhammad ﷺ dengan tidak bosan-bosannya menyerukan agar mereka kembali kepada kebenaran dan meninggalkan kehidupan kacau dan pikiran gelap yang tidak berdasar. Diberi bujukan bahwa mereka akan mendapat bahagia dunia dan akhirat jika mereka turuti isi ajaran Al-Qur'an itu dan mereka akan menerima ancaman jika Allah jika mereka masih tetap dalam kemusyrikin.
Ayat 107
“Apakah mereka aman, bahwa datang kepada mereka siksaan daripada Allah, atau datang kepada mereka kiamat dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak sadar?"
Mereka tidak mau peduli, betapa pun ancaman disampaikan Rasul. Mereka merasa aman saja, tidak percaya bahwa sewaktu-waktu siksaan Allah akan datang menimpa mereka, bahwa pendirian salah yang mereka pertahankan itu pasti runtuh. Mereka tidak memedulikan itu, melainkan menurutkan hawa nafsu, bermegah dengan kehidupan yang lama, kehidupan yang kosong dari cita-cita, yang hanya memikirkan kemegahan harta benda dan anak keturunan. Padahal kalau siksaan Allah datang dengan tiba-tiba, dapat jugakah apa yang mereka katakan aman itu dipertahankan?
Bagaimana kalau kelak mereka mati? Apa pertanggungjawaban mereka di hadapan Allah? Bagaimana kalau Islam menang dan mereka disapu bersih oleh kebesaran Islam, sedang berhala itu masih mereka pertahankan jua? Bagaimana kalau saat yang pasti datang itu segera datang? Yaitu Kiamat? Apa yang akan dapat mereka pertahankan di hadapan murka Allah?
Setelah menguraikan segi-segi kelemahan mereka itu, meskipun di saat itu, Rasulullah ﷺ masih di Mekah, dan musyrikin itu masih kuat dan pengikut Rasulullah ﷺ masih golongan yang sedikit, namun Allah berfirman jua kepada beliau,
Ayat 108
“Katakanlah : Inilah jalanku, aku seru kepada Allah dengan bukti-bukti, aku dan orang yang mengikutku."
Inilah pendirian dan peganganku. Kamu boleh lihat dan perhatikan, dan langkah ini telah mulai aku langkahkan, pendirian dan pegangan yang lengkap dengan bukti-bukti, dan di belakangku mengikut orang-orang yang percaya kepada-Nya. Kami akan jalan terus, kami akan tetap menyerukan di muka dunia ini bahwa Allah adalah Maha Esa, Maha Tunggal, tidak ada sekutu yang lain dengan Dia.
“Dan Mahasuci Allah, dan tidaklah aku dari golongan orang-orang yang mempersekutukan."
Dengan kata begini, Rasulullah ﷺ telah meletakkan garis pemisah yang nyata di antara tauhid yang beliau tegakkan dengan syirik yang dipertahankan oleh kaumnya itu. Garis pemisah di antaranya yang hak dan yang batil. Yang sekali-kali tidak dapat diperdamaikan, sebab di antara benar dengan salah, sekali-kali tidak dapat didamaikan. Walaupun di waktu itu golongan pengikut Rasul belum banyak dan golongan musyrik menguasai masyarakat, namun pegangan teguh ini telah dipancangkan di atas petala bumi dengan penuh iman dan keyakinan, dan berani menanggungkan segala akibat lantaran ini. Dia tidak mengenal apa arti menyerah dan mengambil muka ke pihak musuh karena merasa lemah. Keyakinan itulah yang membentuk hidup dan memberi isi hidup itu, bagi tiap-tiap orang yang beriman di segala waktu.
Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya kepada Rasul,
Ayat 109
“Dan tidaklah Kami utus sebelum engkau, melainkan orang-orang laki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka."
Wahyu pada ayat ini ialah sokongan budi yang amat besar dari Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ. Dinyatakan bahwa sebelum dia, Allah pun telah mengutus rasul-rasul kepada kaum mereka. Rasul-rasul itu ialah orang-orang laki-laki sejati. Laki-laki sejati ialah yang mempunyai keberanian bertanggung jawab, kesanggupan menderita, dan kebetulan habis dikisahkan Ya'qub dan Yusuf. Demikian pula rasul-rasul yang lain. Sebagai penegak kehendak Ilahi di muka bumi, mereka menghadapi kewajiban dengan tabah dan kuat, apatah lagi Allah pun tidak melepaskan mereka jalan sendiri, melainkan selalu disokong dengan wahyu. Dan mereka itu adalah “Dan ahli negeri-negeri itu (sendiri)." Bukan orang lain yang didatangkan dari tempat lain. Mati-matian mereka berusaha membangun kaum mereka agar menuruti jalan yang benar, kadang-kadang mereka pun diusir dari kampung halaman mereka itu, namun mereka jalan terus. Tetapi kalau kedurhakaan itu sudah sangat bersangatan, sudah sampai di puncak, adzab siksaan Allah pun datang. Ini haruslah diperingatkan kepada kaum Quraisy itu, “Apakah mereka tidak berjalan di bumi, supaya mereka pandangi betapa akibat orang-orang yang sebelum mereka?" Tidakkah mereka lihat bekas kaum ‘Ad yang didatangi Hud? Bekas kaum Tsamud yang didatangi Shalih? Bekas kaum Sadum yang didatangi Luth? Setelah peringatan begini disuruh sampaikan kepada umat yang kelam hati dan kelam pikiran itu, Allah menutup ayat memberi penguatan semangat lagi bagi Rasul dan pengikut beliau.
“Dan sesungguhnya negeri akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Apakah tidak kamu pikirkan?"
Tidakkah kamu pikirkan? Orang beriman selalu disuruh memikirkan bahwa dirinya di dunia ini hanya singgah belaka. Dunia adalah tempat menegakkan perbuatan-perbuatan yang mulia dan terpuji di sisi Allah. Untuk satu tujuan, yaitu kebahagiaan hidup di akhirat. Orang menjadi kafir atau musyrik karena pikirannya tidak sampai kepada akhirat. Mereka menyangka bahwa hidup ini hanyalah sehingga dunia ini saja.
Pada ayat selanjutnya diterangkan juga bahwa kadang-kadang rasul-rasul yang dahulu dari Nabi Muhammad ﷺ itu pun seakan-akan mau putus asa melihat perangai umat yang mereka datangi.
Ayat 110
“Sehingga apabila telah putus asa rasul-rasul itu, dan mereka sangka bahwa telah didustakan oleh mereka," — yaitu oleh kaum mereka — “di datangilah mereka itu oleh pentolongan Kami, dan Kami selamatkanlah siapa yang Kami kehendaki. Dan tidaklah dapat ditolak siksaan Kami dari kaum yang berdosa."
Ayat ini menegaskan bahwa rasul-rasul itu kadang-kadang pun menghadapi bahaya-bahaya yang ngeri dari sebab perlawanan kaumnya. Kadang-kadang mereka menilik bahwa pengikut yang percaya masih sedikit dan yang melawan adalah golongan yang besar, nyarislah rasul-rasul itu putus asa. Tetapi apabila saat sudah sangat genting, dengan tiba-tiba pertolongan Allah datang. Ini telah dibayangkan oleh Allah dalam ayat ini, sedang Rasulullah ﷺ masih di Mekah. Dan Nabi kita pun menderita pula yang seperti ini. Beliau terpaksa meninggalkan Mekah karena orang telah bermufakat hendak membunuh beliau, dan darahnya akan dibagi-bagi di antara sekalian kabilah-kabilah Quraisy, yaitu hendaklah dikirim anak-anak muda dari sekalian kabilah dan bersama-sama menikam beliau. Walaupun telah mati, namun yang belum menikam mesti turut menikam, sehingga kabilah Bani Hasyim, yaitu kabilah Nabi Muhammad sendiri tidak kuat menuntut bela dari seluruh persukuan Arab. Tetapi pada malam keputusan itu hendak dijalankan, Nabi Muhammad ﷺ disuruh Allah berhijrah ke Madinah. Dan memang beberapa waktu kemudian tidaklah dapat ditolak siksaan Allah dan kaum yang berdosa. Kepala-kepala dan pemimpin-pemimpin Quraisy yang sangat menentang Nabi ﷺ itu binasa semuanya dalam Peperangan Badar, dan Peperangan Badar itulah perang yang memberi keputusan bahwa mulai saat itu bangsa Arab sudah terpaksa mengakui bahwa sudah ada kekuatan Islam di Tanah Arab, berpusat di Madinah.
Artinya sebagai penutup surah Yuusuf, berfirmanlah Allah,
Ayat 111
“Sesungguhnya adalah pada kisah-kisah mereka itu."
Baik kisah Yusuf dengan saudara-saudaranya, atau kisah rasul-rasul yang lain yang telah diwahyukan Allah di dalam Al-Qur'an, semuanya adalah, “Suatu ibarat bagi orang-orang yang mempunyai inti pikiran." Menjadi kaca perbandingan dan tamsil bahwasanya walaupun di mana saja, meskipun suatu kebenaran pada permulaan timbulnya kelihatan lemah, namun kemenangan terakhir tetap pada kebenaran. Dan suatu pendirian yang salah, walaupun pada mulanya kelihatan kuat, namun akhirnya pasti hancur. Soalnya hanya soal waktu belaka."Tidaklah dianya per-cakapan yang dibuat-buat," dikarang-karang seperti buku roman atau cerita dongeng
(mitos) orang Yunani atau Hindu dan lain-lain bangsa."Akan tetapi membenarkan apa yang ada di hadapannya dan penjelasan tiap-tiap sesuatu." Artinya, dia diterangkan dengan wahyu Al-Qur'an tetapi membenarkan dan menggenapkan apa yang tersebut dalam Taurat ditambah lagi dengan menjelaskan mana yang kurang jelas.
“Dan petunjuk dan rahmat bagi kaum yang percaya."
Petunjuk di dalam menempuh jalan yang diridhai oleh Allah, petunjuk bahwa orang yang beriman pun harus sanggup meniru Nabi Yusuf, menjadi isi penjara atau menjadi bendahara. Menjadi rahmat, sebab meneladan contoh teladan yang mulia dari orang besar-besar adalah membawa kemuliaan pula.