Ayat
Terjemahan Per Kata
فَلَمَّا
maka tatkala
جَآءَ
datang
أَمۡرُنَا
keputusan Kami
جَعَلۡنَا
Kami jadikan
عَٰلِيَهَا
diatasnya
سَافِلَهَا
ke bawahnya
وَأَمۡطَرۡنَا
dan Kami hujani
عَلَيۡهَا
atasnya
حِجَارَةٗ
batu
مِّن
dari
سِجِّيلٖ
tanah yang terbakar
مَّنضُودٖ
bertubi-tubi
فَلَمَّا
maka tatkala
جَآءَ
datang
أَمۡرُنَا
keputusan Kami
جَعَلۡنَا
Kami jadikan
عَٰلِيَهَا
diatasnya
سَافِلَهَا
ke bawahnya
وَأَمۡطَرۡنَا
dan Kami hujani
عَلَيۡهَا
atasnya
حِجَارَةٗ
batu
مِّن
dari
سِجِّيلٖ
tanah yang terbakar
مَّنضُودٖ
bertubi-tubi
Terjemahan
Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Lut) dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi.
Tafsir
(Maka tatkala datang perintah Kami) untuk membinasakan mereka (Kami jadikan bagian atas) dari negeri kaum Luth (ke bawah) artinya malaikat Jibril mengangkat negeri mereka ke atas kemudian menjatuhkannya ke bumi dalam keadaan terbalik (dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar) yaitu lumpur yang panas membara (dengan bertubi-tubi) secara terus-menerus.
Tafsir Surat Hud: 82-83
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan negeri itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim. Firman Allah ﷻ: Maka tatkala datang azab Kami. (Hud: 82) Hal itu terjadi di saat matahari terbit. Kami jadikan negeri kaum Lut yang bagian atasnya ke bawah (Kami balikkan). (Hud: 82) Yang dimaksud adalah kota Sodom, sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: lalu Allah menimpakan atas negeri itu azab besar yang menimpanya. (An-Najm: 54) Artinya, Kami hujani kota itu dengan batu dari tanah liat.
Lafaz sijjil menurut bahasa Persia berarti 'batu dari tanah liat', menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Menurut sebagian ulama adalah dari batu dan tanah liat. Di dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: batu-batu dari tanah yang (keras). (Adz-Dzariyat: 33) Yakni yang telah mengeras jadi batu sehingga kuat. Sebagian ulama mengatakan tanah liat yang dibakar. Imam Bukhari mengatakan bahwa sijjil artinya yang kuat lagi besar. Sijjil dan sijjin mempunyai makna yang sama.
Tamim ibnu Muqbil mengatakan dalam salah satu bait syairnya: ... Dan mereka memukulkan pelana untanya ke pedang yang dibawanya dengan pukulan yang membuat pedang itu menjadi keras dan kuat serta pantas dipakai oleh para pendekar. Firman Allah ﷻ: dengan bertubi-tubi. (Hud: 82) Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang dibakar di langit, yakni yang disediakan khusus untuk itu.
Ulama lainnya mengatakan, makna mandud ialah yang diturunkan secara bertubi-tubi kepada mereka. Firman Allah ﷻ: yang diberi tanda. (Hud: 83) Maksudnya, pada tiap-tiap batu itu diberi tanda cap nama-nama pemiliknya. Dengan kata lain, setiap batu tertuliskan nama orang yang akan ditimpa olehnya. Qatadah dan Ikrimah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: yang diberi tanda. (Hud: 83) yang dilumuri dengan cairan racun berwarna merah. Menurut suatu riwayat, batu-batu itu diturunkan kepada penduduk kota tersebut, juga kepada penduduk kota itu yang tersebar di berbagai kampung yang ada di sekitarnya.
Ketika salah seorang penduduk kota itu sedang berbicara dengan orang-orang banyak, tiba-tiba datanglah batu dari langit menimpanya, maka ia pun roboh dan binasa di hadapan orang banyak. Batu-batu tersebut mengejar mereka di seluruh negeri, lalu membinasakannya hingga ke akar-akarnya tanpa ada seorang pun yang tersisa. Mujahid mengatakan bahwa Jibril mengambil kaum Lut dari tempat-tempat penggembalaan ternak dan rumah-rumah mereka, lalu mengangkat mereka bersama ternak dan harta benda mereka.
Jibril mengangkat mereka ke atas langit, sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, kemudian mereka dijungkirkan ke tanah. Jibril mengangkat mereka dengan sayap kanannya, dan tatkala Jibril menjungkirkannya ke bumi, maka bagian yang mula-mula terjatuh adalah bagian halaman (pinggiran) kota itu. Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa Jibril mengambil pilar tengah kota tersebut, lalu menerbangkannya ke langit sehingga penduduk langit dapat mendengar lolongan anjing mereka, setelah itu Jibril menghancurkan sebagian darinya dengan sebagian yang lain.
Kemudian sisa-sisa penduduk kota itu dikejar dengan batu-batu besar yang dijatuhkan dari langit. Diceritakan pula kepada kami bahwa mereka mendiami empat kota, pada tiap-tiap kota terdapat seratus ribu penduduk. Menurut riwayat lain adalah tiga kota besar, antara lain kota Sodom. Qatadah mengatakan, telah sampai suatu riwayat kepada kami bahwa Ibrahim a.s. menyaksikan penghancuran kota Sodom itu dan ia mengatakan, "Hai penduduk Sodom, ini adalah hari kehancuran kalian!" Menurut riwayat yang lain dari Qatadah dan lain-lainnyatelah sampai kepada kami suatu kisah yang mengatakan bahwa ketika Jibril a.s.
berada di pagi hari itu, ia membeberkan sayapnya. Maka beterbanganlah karenanya tanah mereka berikut isinya yang terdiri atas gedung-gedung-nya, semua hewan ternaknya, batu-batuan, dan pepohonannya. Lalu Jibril a.s. menggenggamnya dengan sayapnya dan mengepitnya di dalam sayapnya. Lalu ia terbang ke langit pertama sehingga penduduk langit mendengar suara manusia dan lolongan anjingnya; jumlah penduduk kota itu adalah empat juta jiwa.
Kemudian Jibril a.s. membalikkannya dan menjatuhkannya ke tanah dalam keadaan terjungkir, lalu ia menghancurkan sebagiannya dengan sebagian yang lain. Bagian atas kota itu dibalikkan ke bawah, lalu diiringi dengan hujan batu dari tanah yang terbakar. Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa kota-kota kaum Lut ada lima buah, yaitu: Sodom yang merupakan kota terbesar, lalu Sa'bah, Su'ud, Gomorah, dan Dauha.
Jibril mengangkatnya dengan sayapnya dan membawanya ke langit, sehingga penduduk langit benar-benar dapat mendengar lolongan anjing serta kokokan ayam mereka, lalu membalikkannya ke bumi dalam keadaan terjungkir, setelah itu Allah mengiringinya dengan hujan batu. Allah ﷻ telah berfirman: Kami jadikan negeri kaum Lut itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar. (Hud: 82) Allah membinasakan kota itu, dan semua kota yang ada di sekitarnya dimusnahkan. As-Saddi mengatakan balivva Malaikat Jibril turun kepada kaum Lut pada pagi harinya, lalu Jibril mencabut bumi kota itu dari bumi lapis yang ketujuh.
Kemudian ia mengangkatnya ke langit, sehingga penduduk langit pertama dapat mendengar lolongan anjing dan suara kokok ayam milik mereka, lalu Jibril membalikkannya dan membinasakan mereka. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: dan negeri-negeri kaum Lut yang telah dihancurkan Allah (An- Najm: 53) Dan siapa di antara mereka yang masih belum mati sesudah negeri mereka dijatuhkan ke bumi, maka Allah menghujaninya dengan batu-batuan sehingga matilah ia.
Barang siapa di antara mereka melarikan diri ke negeri lain, maka batu-batuan itu mengejarnya ke tempat ia berada. Tersebutlah seseorang yang sedang asyik berbicara, maka dengan tiba-tiba batu itu menimpanya dan membunuhnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dan Kami hujani mereka. (Hud: 82) Yakni di kota-kota itu dengan batu dari tanah yang terbakar. Demikianlah menurut riwayat As-Saddi. Firman Allah ﷻ dan negeri itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim. (Hud: 83) Artinya, azab dan pembalasan Allah itu tidaklah jauh dari orang-orang yang serupa dengan mereka dalam kezalimannya.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan di dalam kitab-kitab Sunan dari Ibnu Abbas secara marfu disebutkan: Barang siapa yang kalian jumpai sedang mengerjakan perbuatan kaum Lut, maka bunuhlah pelaku dan orang yang dikerjainya. Imam Syafii menurut suatu pendapat yang bersumber darinya dan sejumlah ulama mengatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan kaum Lut harus dibunuh, baik dia telah muhsan ataupun belum muhsan, karena berdasarkan hadis di atas.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa si pelaku dijatuhkan dari tempat yang tinggi (dari ketinggian), kemudian diiringi dengan lemparan batu, seperti yang dilakukan oleh Allah ﷻ terhadap kaum Lut."
Maka ketika keputusan Kami datang untuk menurunkan azab kepada
kaum Nabi Lut yang durhaka, Kami menjungkirbalikkannya negeri kaum
Lut sehingga bagian atas bangunan berada di bawah dan bagian bawah
bumi ada di atas, sebagai akibat perbuatan mereka memutarbalikkan
fitrah, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi tiada henti dari tempat tinggi
dengan batu dari tanah yang terbakar (Lihat: Surah al-'Ankabut/29: 34
dan adh-dhariyat/51: 32-33). Azab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Lut yang diberi tanda oleh
Tuhanmu mengandung pesan, bahwa apa yang menimpa kaum Nabi
Lut bisa jadi menimpa siapa saja. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang
yang zalim kapan dan di mana saja berada pada setiap kurun waktu
sepanjang zaman. Apabila perbuatan keji merajalela di tengah-tengah
masyarakat, dan perbuatan itu mereka lakukan secara terang-terangan.
Ketika putusan Allah telah datang untuk mengazab kaum Luth, Allah menjadikan negeri mereka terjungkir balik, yang di atas jatuh ke bawah dan yang di bawah naik ke atas, dan Allah menghujani mereka dengan batu-batu yang berasal dari tanah yang terbakar hangus yang jatuh kepada mereka secara bertubi-tubi. Tentang ambruknya tanah menurut ahli pengetahuan adalah disebabkan karena adanya uap atau gas-gas yang keluar dari dasarnya kemudian karena adanya kekosongan di bawah lapisan bumi itu, maka tanah-tanah yang ada di atasnya menjadi runtuh dan ambruk ke bawah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI LUTH DENGAN KAUMNYA
Jelaslah pada ayat-ayat yang telah lalu bahwa maiaikat-malaikat yang diutus Allah itu terlebih dahulu datang kepada Nabi Ibrahim buat menyampaikan kabar gembira bahwa beliau di hari tuanya akan diberi putra lagi. Setelah selesai utusan-utusan itu menyampaikan berita tersebut dan dengan tidak pula memberitahukan maksud mereka yang kedua, timbullah soal-jawab di antara mereka dengan Ibrahim dan timbullah be-berapa bandingan dari beliau tentang maksud perutusan yang kedua itu, yaitu menghukum penduduk Sadum dan Gamurrah. Setelah memberikan penjelasan kepada Nabi Ibrahim, sampai beliau puas, barulah mereka meneruskan perjalanan untuk menyelesaikan tugas mereka yang kedua itu. Mereka berangkat menuju negeri Sadum dan Gamurrah, langsung menemui Nabi Luth.
Setengah tafsir mengatakan bahwa jarak di antara tempat tinggal Nabi Ibrahim dan kedua negeri itu adalah sekitar empat farsakh. Maka tersebutlah dalam ayat selanjutnya,
Ayat 77
“Dan tatkala telah datang utusan-utusan Kami itu kepada Luth, dia merasa tidak senang dengan (kedatangan) mereka."
Bukanlah beliau tidak senang menerima kedatangan tetamu, melainkan dia tidak senang memikirkan kerakusan dan kerusakan jiwa kaumnya. Sebab utusan-utusan Malaikat itu menjelmakan dirinya sebagai manusia muda-muda yang pantas rupanya sehingga dapat menimbulkan nafsu syahwat laki-laki dalam kaumnya, sebab jiwa mereka sudah sangat rusak. Mereka lebih tertarik melihat laki-laki muda daripada melihat perempuan muda, “Dan merasa sempit dadanya lantaran mereka." Sempit dadanya, susah pikirannya, dan tertumbuk akalnya, apa yang harus dia lakukan untuk melindungi tamu-tamunya itu, padahal laki-laki kaumnya itu amat banyak. Kalau mereka diganggu, Nabi Luth merasa tidak akan sanggup membela tamu-tamunya itu. Karena pada mulanya itu pun Nabi Luth belum tahu bahwa tetamu itu adalah Malaikat Sebab itu, mengeluhlah Nabi Luth, sebagai terlukis di ujung ayat,
“Ini adalah satu hari yang sangat susah."
Memang susah itu dapat kita rasakan. Menurut sopan santun di segala zaman, dia mesti menghormati dan memuliakan tamu, padahal besar kemungkinan tamu-tamu itu akan diganggu dan akan membuat Nabi Luth sendiri malu.
Apa yang ditakutkannya itu memang terjadi. Berkata ayat seterusnya,
Ayat 78
“Dan datanglah kaumnya kepadanya dengan terburu-buru."
Tamu-tamu baru telah datang. Orang muda-muda dan manis-manis. Mereka ingin tahu, mereka ingin memuaskan nafsu dengan tamu-tamu itu. Demikian hancurnya jiwa kesopanan mereka. Mereka tidak merasa malu sama sekali.
Mereka datang berduyun, terburu-buru, berkejar-kejaran, berkerumun melihat orang muda-muda tetamu Nabi Luth yang baru datang itu, hawa nafsu dari orang-orang yang telah rusak jiwanya itu membubung naik melihat pemuda-pemuda manis, yang menye-babkan mereka tidak mengenai malu lagi. Lalu lanjutan ayat mengatakan, “Dan sebelum itu adalah mereka itu berbuat berbagai kejahatan"
Lanjutan ayat ini memberi isyarat bagi kita bahwa perangai mereka datang berduyun tidak tahu malu melihat tetamu datang itu ialah karena terlebih dahulu mereka telah biasa berbuat yang jahat, terutama menyetubuhi sesama laki-laki. Kalau kiranya pekerjaan keji itu belum biasa mereka lakukan, tidaklah mereka akan begitu bernafsu melihat tetamu baru itu.
Kedatangan mereka berkerumun itu telah sangat menyinggung perasaan Nabi Luth, karena menyinggung perasaan tetamunya pula, di dalam rumahnya, sehingga, “Berkatalah dia, “Wahai, kaumku! Itulah anak-anak perempuanku, mereka itu lebih bersih untuk kamu."‘
Menurut setengah tafsir. Nabi Luth menawarkan anak-anak perempuannya yang masih perawan supaya mereka kawini saja kedua anak perawan itu secara suci, secara bersih, jangan sampai berlanjut-lanjut terus-menerus membuat perbuatan yang mesum dan keji itu.
Menurut tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Said bin Jubair, maksud beliau bukanlah semata-mata menawarkan mengawini kedua anak perempuannya saja, melainkan beliau tunjukkan juga perempuan-perempuan yang lain sebab seorang nabi Allah adalah laksana bapak daripada pengikut-pengikutnya atau seorang guru; dia pun membahasakan anak
bagi murid-muridnya. Maka arti perkataan beliau itu ialah, “Itulah anak-anak perem-puanku. Kalian boleh mengawini mana yang kalian sukai di antara mereka. Itu lebih baik daripada meneruskan perangai yang keji ini, membuang-buangkan mani tertumpah buang, padahal dari mani itulah asal-usul manusia berkembang di muka bumi. Dan kata beliau selanjutnya, “Maka takutlah kamu kepada Allah, dan janganlah kamu hinakan daku di hadapan tamu-tamuku."
Artinya, Nabi Luth menyeru kaumnya supaya takwa, supaya takut kepada Allah. Me-mupuk takwa kepada Allah itu ialah dengan jalan berkawin secara sah dan suci, dengan perempuan, karena perempuanlah pasangan laki-laki, bukan sesamanya laki-laki. Dan ja-nganlah kalian beri malu aku, jangan kalian buat aku ini hina di hadapan tetamuku. Sebab kalau aku tidak dapat mempertahankan kehormatan mereka selama mereka berdiam dalam rumahku, tidaklah ada artinya aku ini lagi di hadapan mereka,
“Tidakkah ada diantara kamu seorang laki-laki yang cerdik?"
Tidakkah ada di antara kamu agak seorang yang rasyid? Orang cerdik yang dapat menimbang manfaat dan mudharat? Yang tahu aturan basa-basi? Tahu kehormatan tetamu dan mengerti batas-batas sopan santun yang tidak boleh dilanggar?
Untuk menjadi perbandingan di antara wahyu yang sejati dengan catatan manusia, lihatlah apa yang tertulis di dalam Perjanjian Lama (Kejadian, 19: 8). Di sana ada juga ditulis cerita Nabi Luth ini. Tetapi di dalam ayat 8, pasal 19 itu dikatakan bahwa Nabi Luth menawarkan kedua anak gadisnya yang masih perawan kepada orang-orang yang datang berkerumun itu. Dikatakan di sana, asal saja kalian tidak mengganggu tamu-tamuku ini, kalian boleh membawa anak-anak gadisku dua orang yang belum pernah berkenalan dengan laki-laki. Supaya lebih jelas, kita salinkan ayat itu di sini:
• Maka keluarlah Luth dari pintu rumah hendak mendapatkan mereka itu, maka d i rapatkan nyai a h daun pintunya.
• Lalu katanya: Hai saudaraku, janganlah kamu berbuat jahat begitu.
• Bahwasanya ada padaku dua orang anakku perempuan, yang belum mengetahui laki-laki, biarlah kiranya kuantarkan dia keluar kepadamu, maka perbuatlah olehmu akan dia bagaimana baik kepada pemandangan mata kamu, asal jangan kamu perbuat barang sesuatu akan orang laki-laki itu, karena sebab akan melindungkan dirinya mereka itu telah datang ke bawah perlindungan atap rumahku.
Jelas sekali dalam ayat ini bahwa Nabi Luth lebih suka menyerahkan kedua anak gadis perawannya untuk dibuat sesuka hati oleh orang-orang itu, asal mereka jangan meng-ganggu tetamu yang telah melindungkan diri.
Tidaklah mungkin seorang nabi, seorang utusan Allah, memberi izin kepada orang lain berzina dengan anak kandungnya, masih perawan, karena hendak melindungi tetamu. Sedangkan manusia biasa yang tahu akan harga diri, mereka lebih suka menyerahkan dirinya dibunuh daripada menyerahkan anak-anak perawannya buat dizinai orang. Terang sekali bahwa ini bukan wahyu. Sampai zaman sekarang ini pun tidak ada ahli ilmu penge-tahuan tentang kitab suci yang dapat membuktikan siapa agaknya yang menulis ayat-ayat seperti ini. Sangat berlawanan dengan isi Al-Qur'an, Karena di dalam Al-Qur'an terang sekali Nabi Luth menyeru kaumnya supaya bertakwa kepada Allah. Menyuruh takwa. Dan tidak mungkin seorang nabi melarang orang bersemburit, berzina sesama laki-laki, dan untuk melarang itu lalu dia bolehkan orang berzina dengan kedua anak perempuannya yang masih'perawan.
JAWAB MEREKA
Ayat 79
“Mereka jawab, ‘Sesungguhnya, engkau sudah tahu bahwa kami tidaklah memerlukan anak-anak perempuanmu itu.'"
Dalam bahasa aslinya ditulis maalana fi banatika min haqqin, dapat diartikan seba-gaimana kita artikan, yaitu kami tidak memerlukan anak-anak perempuanmu itu sebab kami lebih suka kepada laki-laki. Dan boleh juga diartikan bahwa kami tidak berhak mengawini mereka karena menurut agama yang engkau ajarkan selama ini kami ini adalah kafir pada pandanganmu dan orang kafir tidak boleh diterima kawin dengan perempuan yang telah beriman.
“Dan engkau pun sebenarnya telah tahu apa yang kami kehendaki."
Engkau sendiri sudah tahu sejak selama ini bahwa kami ini tidak ada kecenderungan kepada perempuan, dan walaupun engkau ajak kami supaya berkawin secara suci dan jujur dengan anak-anak perempuanmu itu, kami tidak mau. Kami tidak ada selera. Yang kami ingini ialah tamu-tamu engkau itu. Keluarkan mereka!
Perkataan selancang itu, sanggahan yang sudah sampai sekasar itu, timbul dari mereka karena mereka merasa kuat dan mereka pandang bahwa Nabi Luth adalah lemah. Meskipun bagaimana benarnya yang dia katakan, hidupnya tidak ada yang menyokong. Cara sekarang, tidak ada beking. itulah yang menjadi sebab perkataan Nabi Luth se-lanjutnya,
Ayat 80
“Dia berkata, ‘Alangkah baik kalau ada bagiku kekuatan.'"
Artinya, sayang aku tidak mempunyai kekuatan buat membantu kalian, wahai tamu-tamuku, niscaya kalian akan saya pertahankan dengan kekuatan yang ada itu atau aku usir mereka supaya kalian jangan mereka ganggu atau mereka dekati,
“Atau aku dapat berlindung kepada tiang yang kukuh."
Yang dimaksud oleh Nabi Luth dengan ujung perkataannya ini ialah keluhan dan rasa sayangnya karena dia tidak ada mempunyai sandaran yang kuat dari kaumnya sendiri. Karena sudah teradat sejak zaman purbakala yang lemah mendapat perlindungan dari yang kuat sehingga musuh tidak berani menganiaya orang yang diperlindungi itu. Untuk merasakan maksud perkataan Nabi Luth yang terakhir ini, mengharapkan sandaran yang kuat, ingatlah bagaimana Nabi Muhammad ﷺ mencari sandaran di kalangan kabilah Aus dan Khazraj di Madinah, yang kemudian diberi gelar kemuliaan, yaitu al-Anshar, karena beliau tidak mendapat sandaran itu pada kaumnya orang Quraisy sendiri.
Tetapi utusan-utusan Allah itu maklum
apa yang dikeluhkan oleh Nabi Luth. Lalu,
Ayat 81
“Mereka berkata, ‘Hai Luth! Sesungguhnya, kami ini adalah utusan-utusan dari Allah engkau.'"
janganlah engkau bimbang atas diri kami ini, janganlah engkau merasa cemas bahwa mereka akan sanggup menyentuh diri kami karena kami ini adalah utusan Allah. Ja-nganlah engkau beriba hati karena engkau tidak mempunyai kekuatan ataupun tiang agung tempat bersandar."Mereka tidak akan dapat sampai kepadamu." Artinya, janganlah menyentuh, membunuh, atau menganiaya engkau karena mereka pandang engkau ini lemah, tidak ada mempunyai kekuatan dan tidak kelihatan siapa-siapa yang akan dapat melindungi, namun sampai ke dekat engkau saja pun mereka tidak akan bisa."Lantaran itu, berangkatlah engkau dengan keluargamu tengah malam." Artinya, keluarlah dari negeri ini, dari Sadum dan Gamurrah ini, bersama dengan ahli-ahli engkau yang percaya akan risalah yang engkau bahwa itu."Dan jangan menoleh," jangan ada yang menoleh, melainkan teruslah maju ke muka dengan tidak melengong-lengong, “di antara kamu seorang jua pun." Sama sekali tidak ada yang dibolehkan melengong-lengong ke belakang, supaya mereka jangan sampai melihat ketika adzab siksaan yang ngeri itu datang, “kecuali istrimu!' Ini sudah diberi ingat lebih dahulu oleh malaikat-malaikat itu kepada Nabi Luth bahwa istrinya sendiri tidak akan mematuhi peringatan itu, dia akan menoleh ke belakang, sebab hati istrinya itu bersama orang yang akan kena adzab itu, dia adalah kafir, tidak percaya kepada risalah suaminya, “Karena akan mengenai kepadanya apa yang mengenai mereka." Itulah suatu ketentuan Allah yang tidak akan dapat dielak-kan kelak, “Sesungguhnya, (janji) mereka itu," yaitu adzab siksaan yang telah diputuskan Allah untuk mereka, “ialah waktu Shubuh" Artinya, adzab siksaan itu akan datang pada waktu Shubuh. Di dalam surah al-Hijr ayat 73 diterangkan bahwa di waktu matahari akan terbit, kedengaranlah suatu pekik (jeritan) yang sangat keras, laksana bunyi sirine yang amat mengerikan sebagai tanda bahwa malaikat yang menurunkan adzab itu sudah mulai datang. Itulah sebabnya, tadi Nabi Luth disuruh membawa ahlinya keluar dari negeri itu di tengah malam buta,
“Bukankah Shubuh sudah dekat?"
Ujung ayat yang berbunyi pertanyaan ini ialah mengandung anjuran kepada Nabi Luth supaya segera bersiap, lekas berkumpul bersama, dan lekas berangkat dan jangan ada yang ketinggalan.
Tersebutlah di dalam tafsir-tafsir yang mu'tamad ada disebutkan menurut dasar yang tertulis di dalam Al-Qur'an sendiri, surah al-Qamar ayat 37 bahwa orang-orang yang berkerumun itu tidak dapat ditahan-tahan lagi, mereka rupanya hendak menyerbu dan menangkap utusan-utusan Allah yang mereka sangka pemuda manis-manis itu, padahal semuanya adalah malaikat. Sesampai mereka ke dekat malaikat-malaikat itu, mata mereka dirabunkan Allah, tidak dapat melihat apa-apa lagi. Dalam pada itu Nabi Luth dan keluarganya sudah menarik diri dari pintu belakang.
Maka datanglah adzab Allah yang dijanjikan itu, di waktu Shubuh,
Ayat 82
‘“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikanlah atasnya jadi bawahnya."
Artinya, ditunggang-balikkaniah kedua negeri itu, Sadum dan Gamurrah,
“Dan Kami hujankan kepadanya batu dari tanah liat, ...."
Sebagaimana disebutkan di dalam surah al-Hijr ayat 73, mula-mula datanglah suara pekik yang amat keras dan amat menakutkan kemudian di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini tersebutlah bahwa mereka dihujani dengan batu tanah liat, yang jatuh beriring-iring. Ada kemungkinan bahwa satu letusan besar terjadi itulah suara yang dahsyat itu. Kemudian hujan batu tanah liat; ada kemungkinan itulah lahar yang keluar dari dalam gunung yang meletus itu. Lahar itu jatuh laksana hujan, iring-beriring, berturut-turut tiada hentinya. Kemudian sekali negeri itu dijungkirbalikkan; mungkin sesudah gunung meletus, lahar mengalir, tibalah gempa bumi yang dahsyat, tanah pun longsor, gedung-gedung tunggang-langgang terbalik.
Lanjutan ayat menerangkan tentang batu dari tanah itu,
Ayat 83
“Yang telah ditandai di sisi Allah engkau."
Artinya, telah ditentukan bahwa batu-batu dari tanah liat itu adalah untuk memusnahkan* mereka, sebagaimana kemudian
nya dengan batu seperti ini pula Allah telah membinasakan Abrahah bersama tentaranya yang datang ke Mekah hendak menghancurkan Ka'bah,
“Dan dia itu tidaklah jauh dua orang-orang yang zalim."
(ujung ayat 83)