Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Luth) berkata
لَوۡ
seandainya
أَنَّ
bahwasanya
لِي
bagiku
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
قُوَّةً
kekuatan
أَوۡ
atau
ءَاوِيٓ
aku berlindung
إِلَىٰ
kepada
رُكۡنٖ
tiang/keluarga
شَدِيدٖ
yang kuat
قَالَ
(Luth) berkata
لَوۡ
seandainya
أَنَّ
bahwasanya
لِي
bagiku
بِكُمۡ
dengan/untuk kalian
قُوَّةً
kekuatan
أَوۡ
atau
ءَاوِيٓ
aku berlindung
إِلَىٰ
kepada
رُكۡنٖ
tiang/keluarga
شَدِيدٖ
yang kuat
Terjemahan
Dia (Lut) berkata, “Sekiranya aku mempunyai kekuatan untuk menghalangi (perbuatan)-mu atau aku dapat berlindung kepada kerabat yang kuat (tentu aku lakukan).”
Tafsir
(Luth berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolak kalian) mempunyai kemampuan untuk menolak keinginan kalian (atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat") yakni keluarga yang mau menolongku, tentu aku akan menghajar kalian atas kekurangajaran kalian itu. Maka tatkala para malaikat itu melihat hal tersebut, lalu mereka mengatakan:.
Tafsir Surat Hud: 80-81
Lut berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolak kalian) atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)."
Para utusan (malaikat) berkata, "Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu. Sebab itu, pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam, dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”
Ayat 80
Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal Nabi Lut a.s., bahwa sesungguhnya Lut mengancam mereka melalui ucapannya yang disitir oleh firman Allah ﷻ: “Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolak kalian.” (Hud: 80), hingga akhir ayat.
Yakni niscaya aku akan menghajar kalian dan melakukan berbagai macam upaya untuk mencegah kalian dengan kekuatan diriku sendiri dan keluargaku. Karena itulah di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Rahmat Allah terlimpahkan kepada Lut, sesungguhnya dia telah berlindung di bawah naungan pilar yang kuat, yakni Allah ﷻ. Maka tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi sesudahnya, melainkan berasal dari kalangan terhormat kaumnya.” Maka pada saat itu juga para malaikat utusan Allah menceritakan kepada Lut tentang hakikat jati diri mereka, bahwa mereka adalah utusan Allah yang ditujukan kepadanya dan mereka tidak akan mempunyai kekuatan untuk menimpakan mudarat kepadanya.
Ayat 81
“Para utusan (malaikat) berkata, ‘Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu’.” (Hud: 81)
Para malaikat itu pun memerintahkan Lut agar pergi meninggalkan kota itu bersama keluarganya di akhir malam, dan hendaknya Lut berjalan di belakang keluarganya, yakni menggiring mereka.
“Dan janganlah ada seorang pun di antara kalian yang menoleh ke belakang.” (Hud: 81)
Yakni apabila kamu mendengar suara azab yang menimpa kaummu, janganlah kamu terkejut dan takut dengan suara yang menggetarkan itu; tetapi tetaplah berjalan terus, jangan hiraukan mereka.
“Kecuali istrimu.” (Hud: 81)
Kebanyakan ulama tafsir menilai istisna ini dari kalimat yang musbat, yakni kalimat yang dikecualikannya adalah kalimat positif, yaitu firman-Nya: “Sebab itu pergilah dengan membawa keluargamu.” (Hud: 81) Dengan kata lain, pergilah dengan membawa keluargamu dan pengikut-pengikutmu kecuali istrimu. Hal yang sama disebutkan menurut qiraat Ibnu Mas'ud. Mereka me-nasab-kan lafaz imra-ah karena menurut mereka istisna dari kalimat yang musbat itu hukumnya wajib di-nasab-kan.
Ulama qiraat lainnya dan ulama nahwu mengatakan bahwa istisna ini berasal dari firman-Nya: “Dan janganlah ada seorang pun di antara kalian yang menoleh kecuali istrimu.” (Hud: 81) Karena itulah mereka memperbolehkan bacaan rafa dan nasab. Mereka menyebutkan pula bahwa istri Nabi Lut berangkat bersama rombongan Nabi Lut. Tetapi ketika mendengar suara gemuruh, istri Nabi Lut menoleh ke belakang. Maka ia menjerit seraya berkata, "Aduhai kaumku!" Lalu datanglah sebuah batu besar dari langit menimpanya, sehingga matilah ia.
Kemudian para utusan itu mempercepat kebinasaan kaumnya, sebagai berita gembira untuknya, karena ia berkata kepada mereka, "Binasakanlah mereka saat sekarang ini juga." Maka mereka (para utusan) itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” (Hud: 81)
Saat itu kaum Lut berdiri di depan pintu rumahnya, menunggu. Mereka datang ke rumah Nabi Lut dengan tergesa-gesa dari semua penjuru, sedangkan Nabi Lut berdiri di depan pintu, menolak mereka dan melarang serta mengusir mereka agar tidak melakukan kebiasaannya terhadap tamu-tamunya itu. Tetapi sebaliknya kaum Lut tidak mau menerima perlakuan itu, bahkan mereka mengancam dan menekannya.
Maka pada saat itu Jibril keluar menghadapi mereka dan memukul wajah mereka dengan sayapnya, sehingga wajah mereka penuh dengan debu, lalu mereka pergi tanpa mengetahui jalan yang ditempuhnya. Hal ini diterangkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: “Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya agar menyerahkan tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (Al-Qamar: 37)
Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Huzaifah ibnul Yaman yang mengatakan bahwa Ibrahim a.s. sering datang kepada kaum Lut dan mengatakan kepada mereka, "Allah telah melarang kalian melakukan perbuatan yang menyebabkan kalian akan tertimpa siksa dan azab-Nya." Tetapi mereka tidak menaatinya. Ketika ketetapan Allah telah tiba, maka para malaikat datang kepada Nabi Lut yang saat itu sedang bekerja di lahan miliknya, lalu Lut mengundang mereka untuk bertamu kepadanya. Maka mereka menjawab, "Kami akan menjadi tamu-tamumu malam ini." Allah telah memerintahkan kepada Malaikat Jibril, bahwa janganlah ia mengazab mereka sebelum Lut menyaksikan mereka sebanyak empat kali persaksian.
Ketika Lut berangkat bersama mereka ke rumahnya untuk menerima mereka sebagai tamunya, maka Lut menceritakan kejahatan yang dilakukan oleh kaumnya. Lut berjalan sesaat dengan mereka, lalu ia menoleh kepada mereka dan berkata, "Tidakkah kalian mengetahui apa yang dilakukan oleh penduduk kota ini? Aku belum pernah mengetahui di muka bumi ini manusia yang lebih jahat daripada mereka. Ke manakah aku akan membawa kalian pergi? Kepada kaumku? Mereka adalah sejahat-jahatnya makhluk Allah." Jibril menoleh kepada malaikat lainnya seraya berkata, "Catatlah oleh kalian, ini adalah persaksian pertama.”
Kemudian Nabi Lut berjalan sesaat lagi bersama mereka; dan ketika sampai ditengah kota, Nabi Lut merasa khawatir akan keselamatan mereka dan merasa malu kepada mereka. Lalu ia berkata, "Tidakkah kalian ketahui apa yang biasa dilakukan oleh penduduk kota ini? Aku belum pernah mengetahui ada manusia yang lebih jahat daripada mereka di muka bumi ini. Sesungguhnya kaumku adalah manusia yang paling jahat." Jibril menoleh kepada malaikat lainnya dan berkata, "Catatlah oleh kalian persaksian kedua ini."
Ketika Lut sampai di depan pintu rumahnya, ia menangis karena malu kepada mereka dan sekaligus merasa khawatir akan keselamatan mereka. Lalu ia berkata, "Sesungguhnya kaumku adalah makhluk yang paling jahat. Tidakkah kalian tahu apa yang biasa dilakukan oleh penduduk kota ini. Aku belum pernah mengetahui suatu penduduk kota pun di muka bumi ini yang lebih jahat daripada mereka." Maka Jibril berkata, "Catatlah oleh kalian persaksian ketiga ini, kini azab pasti diturunkan."
Setelah mereka masuk ke dalam rumah, ternyata istri Nabi Lut yang sudah berusia lanjut lagi berhati buruk itu pergi dan naik ke atas rumah, ia mengibarkan pakaiannya sebagai isyarat yang ditujukan kepada kaumnya. Maka orang-orang fasik berlomba-lomba datang dengan cepat menuju ke arahnya, lalu bertanya, "Apakah yang telah terjadi denganmu?" Istri Lut berkata, "Lut telah menerima suatu kaum sebagai tamunya, aku belum pernah melihat wajah yang setampan mereka dan belum pernah mencium bau yang sewangi bau mereka." Maka mereka bersegera menuju pintu rumah Nabi Lut, lalu Nabi Lut menutup pintu rumahnya dan menahan mereka dari dalam, sedangkan mereka mendorong pintu dari luar.
Dalam keadaan demikian Nabi Lut mengingatkan mereka kepada Allah seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagi kalian.” (Hud: 78) Maka Malaikat Jibril bangkit dan menyumbat pintu itu, lalu ia meminta izin kepada Tuhannya untuk menyiksa mereka, maka Allah mengizinkannya. Lalu Jibril bangkit dan berubah ujud seperti aslinya di langit, kemudian membeberkan kedua sayapnya.
Jibril mempunyai dua buah sayap, dan pada sayapnya terdapat kain selendang yang terbuat dari mutiara yang dianyam. Malaikat Jibril mempunyai gigi seri yang berkilauan, keningnya lebar lagi bercahaya sedangkan (rambut) kepalanya ikal bergelombang berwarna mutiara yang sangat putih seperti salju, dan kedua kakinya berwarna kehijau-hijauan. Lalu ia berkata, "Hai Lut, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu.” (Hud: 81) Pergilah kamu, hai Lut, menjauhlah dari pintu itu dan biarkanlah aku menghadapi mereka.
Maka Lut menjauh dari pintu, lalu Malaikat Jibril keluar menghadapi mereka dan merentangkan sayapnya; ia pukul wajah mereka dengan sayapnya dengan pukulan yang membuat mata mereka tidak dapat melihat, sehingga mereka menjadi buta, tidak dapat melihat jalan.
Kemudian Lut diperintahkan untuk pergi bersama keluarganya pada malam itu juga: “Sebab itu, pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam.” (Hud: 81)
Telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b, Qatadah, dan As-Saddi hal yang serupa dengan keterangan di atas.
Kemudian dia (Nabi Lut) berkata, Sekiranya aku mempunyai kekuatan atau kedudukan untuk menolak perbuatan jahatmu, atau aku dapat
berlindung kepada keluarga yang kuat, tentu akan aku lakukan, agar aku
dapat melindungi tamu-tamuku ini. Setelah dijelaskan tentang tingkah laku kaum Nabi Lut yang melampaui batas, kemudian ayat berikut ini memberitakan bahwa Allah akan
menurunkan azab kepada mereka. Mereka para malaikat berkata, Wahai Nabi Lut, jangan takut! sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu untuk menyampaikan berita bahwa mereka akan diazab Allah,
sehingga mereka tidak akan dapat mengganggu kamu karena mereka akan
binasa, sebab itu pergilah beserta keluargamu pada akhir malam dan jangan
ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, yakni teruslah.
Nabi Lut a.s. berkata ketika kaumnya tetap ingin melaksanakan kejahatan homoseksual terhadap tamu-tamunya, sehingga ia putus harapan untuk menghentikan mereka dari perbuatan yang keji itu, "Seandainya aku mempunyai kekuatan dan daya kemampuan untuk menghalangi kamu atau seandainya aku dapat menjumpai sekumpulan orang-orang yang kuat yang dapat menolong aku dari kejahatan-kejahatan kamu tentulah akan aku lakukan.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI LUTH DENGAN KAUMNYA
Jelaslah pada ayat-ayat yang telah lalu bahwa maiaikat-malaikat yang diutus Allah itu terlebih dahulu datang kepada Nabi Ibrahim buat menyampaikan kabar gembira bahwa beliau di hari tuanya akan diberi putra lagi. Setelah selesai utusan-utusan itu menyampaikan berita tersebut dan dengan tidak pula memberitahukan maksud mereka yang kedua, timbullah soal-jawab di antara mereka dengan Ibrahim dan timbullah be-berapa bandingan dari beliau tentang maksud perutusan yang kedua itu, yaitu menghukum penduduk Sadum dan Gamurrah. Setelah memberikan penjelasan kepada Nabi Ibrahim, sampai beliau puas, barulah mereka meneruskan perjalanan untuk menyelesaikan tugas mereka yang kedua itu. Mereka berangkat menuju negeri Sadum dan Gamurrah, langsung menemui Nabi Luth.
Setengah tafsir mengatakan bahwa jarak di antara tempat tinggal Nabi Ibrahim dan kedua negeri itu adalah sekitar empat farsakh. Maka tersebutlah dalam ayat selanjutnya,
Ayat 77
“Dan tatkala telah datang utusan-utusan Kami itu kepada Luth, dia merasa tidak senang dengan (kedatangan) mereka."
Bukanlah beliau tidak senang menerima kedatangan tetamu, melainkan dia tidak senang memikirkan kerakusan dan kerusakan jiwa kaumnya. Sebab utusan-utusan Malaikat itu menjelmakan dirinya sebagai manusia muda-muda yang pantas rupanya sehingga dapat menimbulkan nafsu syahwat laki-laki dalam kaumnya, sebab jiwa mereka sudah sangat rusak. Mereka lebih tertarik melihat laki-laki muda daripada melihat perempuan muda, “Dan merasa sempit dadanya lantaran mereka." Sempit dadanya, susah pikirannya, dan tertumbuk akalnya, apa yang harus dia lakukan untuk melindungi tamu-tamunya itu, padahal laki-laki kaumnya itu amat banyak. Kalau mereka diganggu, Nabi Luth merasa tidak akan sanggup membela tamu-tamunya itu. Karena pada mulanya itu pun Nabi Luth belum tahu bahwa tetamu itu adalah Malaikat Sebab itu, mengeluhlah Nabi Luth, sebagai terlukis di ujung ayat,
“Ini adalah satu hari yang sangat susah."
Memang susah itu dapat kita rasakan. Menurut sopan santun di segala zaman, dia mesti menghormati dan memuliakan tamu, padahal besar kemungkinan tamu-tamu itu akan diganggu dan akan membuat Nabi Luth sendiri malu.
Apa yang ditakutkannya itu memang terjadi. Berkata ayat seterusnya,
Ayat 78
“Dan datanglah kaumnya kepadanya dengan terburu-buru."
Tamu-tamu baru telah datang. Orang muda-muda dan manis-manis. Mereka ingin tahu, mereka ingin memuaskan nafsu dengan tamu-tamu itu. Demikian hancurnya jiwa kesopanan mereka. Mereka tidak merasa malu sama sekali.
Mereka datang berduyun, terburu-buru, berkejar-kejaran, berkerumun melihat orang muda-muda tetamu Nabi Luth yang baru datang itu, hawa nafsu dari orang-orang yang telah rusak jiwanya itu membubung naik melihat pemuda-pemuda manis, yang menye-babkan mereka tidak mengenai malu lagi. Lalu lanjutan ayat mengatakan, “Dan sebelum itu adalah mereka itu berbuat berbagai kejahatan"
Lanjutan ayat ini memberi isyarat bagi kita bahwa perangai mereka datang berduyun tidak tahu malu melihat tetamu datang itu ialah karena terlebih dahulu mereka telah biasa berbuat yang jahat, terutama menyetubuhi sesama laki-laki. Kalau kiranya pekerjaan keji itu belum biasa mereka lakukan, tidaklah mereka akan begitu bernafsu melihat tetamu baru itu.
Kedatangan mereka berkerumun itu telah sangat menyinggung perasaan Nabi Luth, karena menyinggung perasaan tetamunya pula, di dalam rumahnya, sehingga, “Berkatalah dia, “Wahai, kaumku! Itulah anak-anak perempuanku, mereka itu lebih bersih untuk kamu."‘
Menurut setengah tafsir. Nabi Luth menawarkan anak-anak perempuannya yang masih perawan supaya mereka kawini saja kedua anak perawan itu secara suci, secara bersih, jangan sampai berlanjut-lanjut terus-menerus membuat perbuatan yang mesum dan keji itu.
Menurut tafsir dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Said bin Jubair, maksud beliau bukanlah semata-mata menawarkan mengawini kedua anak perempuannya saja, melainkan beliau tunjukkan juga perempuan-perempuan yang lain sebab seorang nabi Allah adalah laksana bapak daripada pengikut-pengikutnya atau seorang guru; dia pun membahasakan anak
bagi murid-muridnya. Maka arti perkataan beliau itu ialah, “Itulah anak-anak perem-puanku. Kalian boleh mengawini mana yang kalian sukai di antara mereka. Itu lebih baik daripada meneruskan perangai yang keji ini, membuang-buangkan mani tertumpah buang, padahal dari mani itulah asal-usul manusia berkembang di muka bumi. Dan kata beliau selanjutnya, “Maka takutlah kamu kepada Allah, dan janganlah kamu hinakan daku di hadapan tamu-tamuku."
Artinya, Nabi Luth menyeru kaumnya supaya takwa, supaya takut kepada Allah. Me-mupuk takwa kepada Allah itu ialah dengan jalan berkawin secara sah dan suci, dengan perempuan, karena perempuanlah pasangan laki-laki, bukan sesamanya laki-laki. Dan ja-nganlah kalian beri malu aku, jangan kalian buat aku ini hina di hadapan tetamuku. Sebab kalau aku tidak dapat mempertahankan kehormatan mereka selama mereka berdiam dalam rumahku, tidaklah ada artinya aku ini lagi di hadapan mereka,
“Tidakkah ada diantara kamu seorang laki-laki yang cerdik?"
Tidakkah ada di antara kamu agak seorang yang rasyid? Orang cerdik yang dapat menimbang manfaat dan mudharat? Yang tahu aturan basa-basi? Tahu kehormatan tetamu dan mengerti batas-batas sopan santun yang tidak boleh dilanggar?
Untuk menjadi perbandingan di antara wahyu yang sejati dengan catatan manusia, lihatlah apa yang tertulis di dalam Perjanjian Lama (Kejadian, 19: 8). Di sana ada juga ditulis cerita Nabi Luth ini. Tetapi di dalam ayat 8, pasal 19 itu dikatakan bahwa Nabi Luth menawarkan kedua anak gadisnya yang masih perawan kepada orang-orang yang datang berkerumun itu. Dikatakan di sana, asal saja kalian tidak mengganggu tamu-tamuku ini, kalian boleh membawa anak-anak gadisku dua orang yang belum pernah berkenalan dengan laki-laki. Supaya lebih jelas, kita salinkan ayat itu di sini:
• Maka keluarlah Luth dari pintu rumah hendak mendapatkan mereka itu, maka d i rapatkan nyai a h daun pintunya.
• Lalu katanya: Hai saudaraku, janganlah kamu berbuat jahat begitu.
• Bahwasanya ada padaku dua orang anakku perempuan, yang belum mengetahui laki-laki, biarlah kiranya kuantarkan dia keluar kepadamu, maka perbuatlah olehmu akan dia bagaimana baik kepada pemandangan mata kamu, asal jangan kamu perbuat barang sesuatu akan orang laki-laki itu, karena sebab akan melindungkan dirinya mereka itu telah datang ke bawah perlindungan atap rumahku.
Jelas sekali dalam ayat ini bahwa Nabi Luth lebih suka menyerahkan kedua anak gadis perawannya untuk dibuat sesuka hati oleh orang-orang itu, asal mereka jangan meng-ganggu tetamu yang telah melindungkan diri.
Tidaklah mungkin seorang nabi, seorang utusan Allah, memberi izin kepada orang lain berzina dengan anak kandungnya, masih perawan, karena hendak melindungi tetamu. Sedangkan manusia biasa yang tahu akan harga diri, mereka lebih suka menyerahkan dirinya dibunuh daripada menyerahkan anak-anak perawannya buat dizinai orang. Terang sekali bahwa ini bukan wahyu. Sampai zaman sekarang ini pun tidak ada ahli ilmu penge-tahuan tentang kitab suci yang dapat membuktikan siapa agaknya yang menulis ayat-ayat seperti ini. Sangat berlawanan dengan isi Al-Qur'an, Karena di dalam Al-Qur'an terang sekali Nabi Luth menyeru kaumnya supaya bertakwa kepada Allah. Menyuruh takwa. Dan tidak mungkin seorang nabi melarang orang bersemburit, berzina sesama laki-laki, dan untuk melarang itu lalu dia bolehkan orang berzina dengan kedua anak perempuannya yang masih'perawan.
JAWAB MEREKA
Ayat 79
“Mereka jawab, ‘Sesungguhnya, engkau sudah tahu bahwa kami tidaklah memerlukan anak-anak perempuanmu itu.'"
Dalam bahasa aslinya ditulis maalana fi banatika min haqqin, dapat diartikan seba-gaimana kita artikan, yaitu kami tidak memerlukan anak-anak perempuanmu itu sebab kami lebih suka kepada laki-laki. Dan boleh juga diartikan bahwa kami tidak berhak mengawini mereka karena menurut agama yang engkau ajarkan selama ini kami ini adalah kafir pada pandanganmu dan orang kafir tidak boleh diterima kawin dengan perempuan yang telah beriman.
“Dan engkau pun sebenarnya telah tahu apa yang kami kehendaki."
Engkau sendiri sudah tahu sejak selama ini bahwa kami ini tidak ada kecenderungan kepada perempuan, dan walaupun engkau ajak kami supaya berkawin secara suci dan jujur dengan anak-anak perempuanmu itu, kami tidak mau. Kami tidak ada selera. Yang kami ingini ialah tamu-tamu engkau itu. Keluarkan mereka!
Perkataan selancang itu, sanggahan yang sudah sampai sekasar itu, timbul dari mereka karena mereka merasa kuat dan mereka pandang bahwa Nabi Luth adalah lemah. Meskipun bagaimana benarnya yang dia katakan, hidupnya tidak ada yang menyokong. Cara sekarang, tidak ada beking. itulah yang menjadi sebab perkataan Nabi Luth se-lanjutnya,
Ayat 80
“Dia berkata, ‘Alangkah baik kalau ada bagiku kekuatan.'"
Artinya, sayang aku tidak mempunyai kekuatan buat membantu kalian, wahai tamu-tamuku, niscaya kalian akan saya pertahankan dengan kekuatan yang ada itu atau aku usir mereka supaya kalian jangan mereka ganggu atau mereka dekati,
“Atau aku dapat berlindung kepada tiang yang kukuh."
Yang dimaksud oleh Nabi Luth dengan ujung perkataannya ini ialah keluhan dan rasa sayangnya karena dia tidak ada mempunyai sandaran yang kuat dari kaumnya sendiri. Karena sudah teradat sejak zaman purbakala yang lemah mendapat perlindungan dari yang kuat sehingga musuh tidak berani menganiaya orang yang diperlindungi itu. Untuk merasakan maksud perkataan Nabi Luth yang terakhir ini, mengharapkan sandaran yang kuat, ingatlah bagaimana Nabi Muhammad ﷺ mencari sandaran di kalangan kabilah Aus dan Khazraj di Madinah, yang kemudian diberi gelar kemuliaan, yaitu al-Anshar, karena beliau tidak mendapat sandaran itu pada kaumnya orang Quraisy sendiri.
Tetapi utusan-utusan Allah itu maklum
apa yang dikeluhkan oleh Nabi Luth. Lalu,
Ayat 81
“Mereka berkata, ‘Hai Luth! Sesungguhnya, kami ini adalah utusan-utusan dari Allah engkau.'"
janganlah engkau bimbang atas diri kami ini, janganlah engkau merasa cemas bahwa mereka akan sanggup menyentuh diri kami karena kami ini adalah utusan Allah. Ja-nganlah engkau beriba hati karena engkau tidak mempunyai kekuatan ataupun tiang agung tempat bersandar."Mereka tidak akan dapat sampai kepadamu." Artinya, janganlah menyentuh, membunuh, atau menganiaya engkau karena mereka pandang engkau ini lemah, tidak ada mempunyai kekuatan dan tidak kelihatan siapa-siapa yang akan dapat melindungi, namun sampai ke dekat engkau saja pun mereka tidak akan bisa."Lantaran itu, berangkatlah engkau dengan keluargamu tengah malam." Artinya, keluarlah dari negeri ini, dari Sadum dan Gamurrah ini, bersama dengan ahli-ahli engkau yang percaya akan risalah yang engkau bahwa itu."Dan jangan menoleh," jangan ada yang menoleh, melainkan teruslah maju ke muka dengan tidak melengong-lengong, “di antara kamu seorang jua pun." Sama sekali tidak ada yang dibolehkan melengong-lengong ke belakang, supaya mereka jangan sampai melihat ketika adzab siksaan yang ngeri itu datang, “kecuali istrimu!' Ini sudah diberi ingat lebih dahulu oleh malaikat-malaikat itu kepada Nabi Luth bahwa istrinya sendiri tidak akan mematuhi peringatan itu, dia akan menoleh ke belakang, sebab hati istrinya itu bersama orang yang akan kena adzab itu, dia adalah kafir, tidak percaya kepada risalah suaminya, “Karena akan mengenai kepadanya apa yang mengenai mereka." Itulah suatu ketentuan Allah yang tidak akan dapat dielak-kan kelak, “Sesungguhnya, (janji) mereka itu," yaitu adzab siksaan yang telah diputuskan Allah untuk mereka, “ialah waktu Shubuh" Artinya, adzab siksaan itu akan datang pada waktu Shubuh. Di dalam surah al-Hijr ayat 73 diterangkan bahwa di waktu matahari akan terbit, kedengaranlah suatu pekik (jeritan) yang sangat keras, laksana bunyi sirine yang amat mengerikan sebagai tanda bahwa malaikat yang menurunkan adzab itu sudah mulai datang. Itulah sebabnya, tadi Nabi Luth disuruh membawa ahlinya keluar dari negeri itu di tengah malam buta,
“Bukankah Shubuh sudah dekat?"
Ujung ayat yang berbunyi pertanyaan ini ialah mengandung anjuran kepada Nabi Luth supaya segera bersiap, lekas berkumpul bersama, dan lekas berangkat dan jangan ada yang ketinggalan.
Tersebutlah di dalam tafsir-tafsir yang mu'tamad ada disebutkan menurut dasar yang tertulis di dalam Al-Qur'an sendiri, surah al-Qamar ayat 37 bahwa orang-orang yang berkerumun itu tidak dapat ditahan-tahan lagi, mereka rupanya hendak menyerbu dan menangkap utusan-utusan Allah yang mereka sangka pemuda manis-manis itu, padahal semuanya adalah malaikat. Sesampai mereka ke dekat malaikat-malaikat itu, mata mereka dirabunkan Allah, tidak dapat melihat apa-apa lagi. Dalam pada itu Nabi Luth dan keluarganya sudah menarik diri dari pintu belakang.
Maka datanglah adzab Allah yang dijanjikan itu, di waktu Shubuh,
Ayat 82
‘“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikanlah atasnya jadi bawahnya."
Artinya, ditunggang-balikkaniah kedua negeri itu, Sadum dan Gamurrah,
“Dan Kami hujankan kepadanya batu dari tanah liat, ...."
Sebagaimana disebutkan di dalam surah al-Hijr ayat 73, mula-mula datanglah suara pekik yang amat keras dan amat menakutkan kemudian di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini tersebutlah bahwa mereka dihujani dengan batu tanah liat, yang jatuh beriring-iring. Ada kemungkinan bahwa satu letusan besar terjadi itulah suara yang dahsyat itu. Kemudian hujan batu tanah liat; ada kemungkinan itulah lahar yang keluar dari dalam gunung yang meletus itu. Lahar itu jatuh laksana hujan, iring-beriring, berturut-turut tiada hentinya. Kemudian sekali negeri itu dijungkirbalikkan; mungkin sesudah gunung meletus, lahar mengalir, tibalah gempa bumi yang dahsyat, tanah pun longsor, gedung-gedung tunggang-langgang terbalik.
Lanjutan ayat menerangkan tentang batu dari tanah itu,
Ayat 83
“Yang telah ditandai di sisi Allah engkau."
Artinya, telah ditentukan bahwa batu-batu dari tanah liat itu adalah untuk memusnahkan* mereka, sebagaimana kemudian
nya dengan batu seperti ini pula Allah telah membinasakan Abrahah bersama tentaranya yang datang ke Mekah hendak menghancurkan Ka'bah,
“Dan dia itu tidaklah jauh dua orang-orang yang zalim."
(ujung ayat 83)